Kebijakan Pemerintah terhadap Produksi Susu di Indonesia

sapronak dilakukan oleh koperasi yang bekerjasama dengan dinas terkait, GKSI, pihak perbankan, pemasok bahan baku, dan pabrik makanan ternak. Berdasarkan kebijakan pemasukan bibit ternak sapi perah, ada tiga suarat keputusan SK Menteri Pertanian, yaitu: 1. SK Menteri Pertanian Nomor 750KptsUm1082 tentang syarat-syarat pemasukan bibit ternak dari luar negeri. 2. SK Menteri Pertanian Nomor 752KptsUm1082 tentang syarat-syarat teknik bibit sapi perah yang dimasukkan dari luar negeri. 3. SK Menteri Pertanian Nomor 753KptsUm1082 tentang kesehatan bibit sapi perah yang akan dimasukkan dari Australia dan Selandia Baru. Inti dari kebijakan ini adalah menitikberatkan persyaratan teknis agar impor bibit sapi perah tidak berdampak negatif, terutama penyakit ternak atau mutu genetis sapi perah yang rendah. Hal ini dimaksudkan agar bibit sapi perah yang masuk ke Indonesia terjamin kualitasnya dan mempunyai standar kualifikasi tertentu. Sedangkan para peternak tersebut dilatih terlebih dahulu, agar memahami sepenuhnya apa yang harus dikerjakan untuk menghasilkan sapi-sapi prima. Apabila ada peternak berpotensi tetapi terhambat modal maka perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah.

2.2.2. Kebijakan Pemerintah terhadap Produksi Susu di Indonesia

Produksi susu di Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga pemerintah mengambil kebijakan untuk melakukan Impor susu dari negara lain terutama dari negara Australia. Pemerintah melakukan impor susu dalam bentuk bubuk untuk memenuhi permintaan susu dalam negeri. Susu tersebut diimpor dalam bentuk SMF Skim Milk Powder dan AMF Anhydrous Milk Fat . Susu yang diimpor akan diolah kembali oleh Industri Pengolahan Susu IPS dan oleh non Industri Pengolahan Susu. Perkembangan usaha sapi perah di Indonesia yang cukup signifikan itu tidak terlepas dari upaya pemerintah dalam bentuk dukungan kebijakan yang bersifat lintas sektoral, perlindungan atau proteksi terhadap usaha peternakan rakyat dan penyediaan fasilitas kredit serta permodalan dalarn meningkatkan skala usaha dan populasi sapi perah di tingkat keluarga peternak. Pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama SKB tiga Menteri, yakni Menteri Koperasi, Menteri Pertanian, dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan yang selanjutnya dikukuhkan dengan INPRES Nomor 2 Tahun 1985 mengatur tentang pemasaran susu segar dari peternak ke IPS. Oleh karena itu, IPS wajib menerima susu segar dalam negeri SSDN dan bukti serap sebagai pengaman harga SSDN dan harga bahan baku impor. Beberapa instrumen kebijakan yang diterapkan oleh Pemerintah selama ini adalah adanya: 1 rasio impor bahan baku susu yang dikaitkan dengan keharusan serap susu segar domestik, atau yang lebih dikenal dengan rasio bukti serap BUSEP, dan 2 penerapan tarif impor untuk bahan baku susu impor maupun produk susu susu bubuk, keju dan mentega. Namun, Sejak ditandatanganinya kesepakatan antara Pemerintah RI dengan International Monetery Fund IMF pada Januari 1998 tentang penghapusan tataniaga SSDN, maka sejak saat itu sistem rasio BUSEP juga telah dihapus. Ketentuan tersebut menjadikan komoditas susu telah memasuki era pasar bebas meskipun seharusnya baru akan dimulai pada tahun 2003. Hal ini berarti bahwa komoditas susu memasuki pasar bebas lebih awal dari kesepakatan waktu yang telah ditetapkan sehingga harus memiliki daya saing kuat untuk mengantisipasi masuknya bahan baku susu impor. Oleh karena itu, harga SSDN yang berlaku harus merupakan harga pasar yang kompetitif, terutama jika dipertimbangkan ancaman dari produsen susu dunia dari negara tetangga seperti Australia dan New Zealand. Sejak November tahun 2008, untuk mengatasi permasalahan kurangnya supply susu serta tingginya harga susu di tingkat konsumen, pemerintah melakukan program peningkatan daya saing industri susu di dalam negeri yaitu dengan memberikan insentif fiskal berupa penanggungan bea masuk oleh pemerintah atas impor barang dan bahan olah industri pengolahan susu Permenkeu No. 145PMK.0112008. Namun, hal tersebut juga diperparah dengan dikeluarkannya kebijakan terbaru mengenai penghapusan tarif impor masuk dari lima persen menjadi nol persen berdasarkan Permenkeu No. 19PMK.0112009 pada April dan efektif diberlakukan sejak 1 Juni 2009. Kondisi ini memberikan implikasi bahwa IPS memiliki pilihan yang kuat dalam menentukan harga kontra karena harga susu impor bubuk jauh lebih murah hingga 15 persen dari susu lokal, serta memperburuk kondisi peternak sapi perah, karena mendapatkan harga yang lebih rendah dan posisi tawar yang lemah.

2.3. Struktur Pasar Susu Segar Dalam Negeri Indonesia