xxii
3. Prinsip dan Macam Konstruktivisme
Secara garis besar konstruktivisme merupakan suatu konsep yang menempatkan siswa sebagai subjek yang membangun atau mengkonstruksi
pengetahuannya berdasarkan ide atau gagasan yang telah dimilikinya. Pandangan konstruktivisme tentang pengetahuan, menurut O’Loughlin
didasarkan atas empat prinsip dasar, yaitu: 1.
pengetahuan terdiri dari post construction 2.
pengkonstruksian pengetahuan terjadi melalui proses asimilasi dan akomodasi
3. belajar sebagai suatu proses organik penemuan lebih daripada proses
mekanik akumulasi, dan 4.
mengacu kepada mekanisme pada situasi perkembangan kognitif dapat berlangsung.
15
Dari sini dapat kita ambil kesimpulan bahwa dalam rangka membangun pengetahuan diperlukan suatu proses penyesuaian terhadap
siatuasi perkembangan kognitif seorang siwa dalam proses pembelajaran. Dalam merujuk pembelajaran konstruktivisme, Watts mengidentifikasi enam
prinsip yang menjadi ciri “strong constructivism”, yaitu: 1.
cognitive construction; berhubungan dengan proses konseptualisasi, yaitu hubungan antara pengetahuan awal dengan informasi yang tersedia,
2. constructive processes; berhubungan dengan proses konstruksi,
rekonstruksi maupun dekonstruksi struktur pengetahuan, 3.
oppositionality; berhubungan dengan aktivitas membandingkan dan membedakan,
4. critical realism; berhubungan dengan kemampuan berargumen karena
pengetahuan bersifat sementara, 5.
self determination; berhubungan dengan pencapaian metakognisi, 6.
collegiality, berhubungan dengan konteks sosial pembelajaran.
16
Banyak pakar yang menggolongkan konstruktivisme, namun secara umum dari segi subyek yang membentuk pengetahuan, konstruktivisme dapat
dibedakan menjadi konstruktivisme psikologi personal, psikologi sosiokultural
15
Solichan Abdullah, Konstruktivisme dalam Pendidikan, dalam FASILITATOR, Edisi VITahun 2003, h. 9
16
Tatang Suratno, Peranan Konstruktivisme dalam Pembelajaran dan Pengajaran Sains, Jakarta: Seminar Internasional Pendidikan IPA FITK Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2007, h. 82
xxiii dan konstruktivisme sosiologis.
1. Konstruktivisme psikologi personal diperkenalkan oleh Piaget dan Posner
et al. Konstruktivisme psikologi personal menekankan pada tiga proses kunci membangun pengetahuan, yaitu akomodasi, asimilasi, dan
ekuilibrum. Pada intinya, asimilasi terjadi karena pengetahuan awal siswa sejalanberhubungan dengan fenomena dan belum terjadi perubahan skema
ataupun perubahan konseptual. Akomodasi merupakan proses konflik kognitif karena skema dengan fenomenanya berbeda sehingga
memungkinkan terjadinya proses perubahan konseptual sehingga siswa mengalami empat kondisi, yaitu; 1 perasaan kurang puas terhadap
konsepsi yang adayang dimilikinya; 2 intelligible dapat dipahami; 3 plausible dapat diterima masuk akal; 4 fruitful dapat berkembang.
Ekuilibrum merupakan fase ksetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. 2.
Konstruktivisme sosiokultural tokoh sentralnya adalah Vygotsky. Vygotsky menekankan faktor bahasa mempengaruhi proses membangun
pengetahuan individu. Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi paling efektif dalam menegosiasikan pemahaman. Negosiasi pemahaman sangat
mempengaruhi zona proksimal individu; suatu rentang pemahaman dalam sistem kognisi individu.
3. Konstruktivisme sosiologis memandang bahwa pengetahuan dibentuk oleh
masyarakat dengan tidak memperhatikan unsur personal. Dengan demikian, pengukuhan pengetahuan dipengaruhi oleh konsesus sosial
science as social construct
4. Implikasi Konstruktivisme dalam Pembelajaran sains