1
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Modernisasi merupakan perubahan pola hidup masyarakat kearah yang lebih maju. Modernisasi ini sifatnya bergulir, merambat dari masyarakat negara
maju kemudian diikuti oleh masyarakat negara berkembang. Proses modernisasi dalam suatu wilayah dapat terlahir dari perkembangan jumlah penduduk,
perubahan persepsi masyarakat, ataupun isu kesetaraan gender di wilayah tersebut.
Menurut BPS 2010 jumlah penduduk Indonesia terus bertambah dari tahun 2005 hingga tahun 2010 Gambar 1. Dari data dapat diketahui adanya
peningkatan penduduk sebesar 14.329 ribu penduduk dalam kurun waktu lima tahun. Peningkatan penduduk tersebut akan membawa dampak pada permintaan
pangan. Semakin meningkat jumlah penduduk, semakin meningkat pula jumlah kebutuhan pangan wilayah tersebut. Peningkatan rata-rata tiap tahun penduduk
Indonesia yaitu sebesar 1,3 persen, peningkatan permintaan terhadap pangan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Persentase Rata-Rata Pengeluaran Masyarakat Indonesia Tahun 2004- 2008
Kelompok Komoditas Pengeluaran Rata-rata per Tahun
2004 2005
2006 2007
2008
Makanan 54,59
51,37 53,01
59,42 50,17
Bukan Makanan 45,41
48,63 46,59
50,79 49,83
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2009
Tabel 1 memperlihatkan bahwa konsumsi masyarakat terhadap makanan selalu lebih tinggi daripada konsumsi terhadap kebutuhan bukan makanan. Hal ini
menunjukkan bahwa masyarakat akan memenuhi kebutuhan pangan terlebih dahulu sebelum memenuhi kebutuhan lainnya. Selain itu, persentase ini
memberikan info bahwa selalu terdapat peningkatan alokasi keuangan untuk produk konsumsi daripada produk non konsumsi. Semakin tingginya kebutuhan
masyarakat terhadap makanan mengindikasikan bahwa peluang bisnis di bidang makanan sangat potensial untuk dikembangkan.
2 Modernisasi tidak hanya dapat dilihat pada pertumbuhan penduduk dan
pertambahan permintaan pangan, modernisasi juga dapat dilihat pada perubahan budaya. Budaya asing yang sebagian besar budaya negara-negara maju banyak
masuk ke Indonesia. Budaya asing yang masuk ke Indonesia tersebut akan mempengaruhi budaya asli masyarakat Indonesia.
Dampak nyata perubahan budaya ini terlihat pada kecenderungan masyarakat yang semakin tinggi dalam memilih konsumsi makanan jadi.
Perubahan pola konsumsi ini dipicu oleh kesibukan dan tingginya aktivitas masyarakat. Kesibukan inilah yang mengubah pola konsumsi masyarakat.
Akibatnya muncul kebiasaan baru yaitu mengkonsumsi makanan jadi. Tingginya konsumsi masyarakat untuk jenis makanan jadi tercermin dari semakin
meningkatnya pengeluaran rata-rata per kapita per bulan masyarakat terhadap makanan jadi tiap tahunnya Tabel 2. Pengeluaran masyarakat untuk makanan
jadi terus meningkat tiap tahun. Peningkatan alokasi pada makanan jadi ini rata- rata sebesar 0,3 persen per tahun.
Tabel 2. Persentase Pengeluaran Rata-Rata per Kapita menurut Kelompok Makanan Siap Saji di Indonesia Tahun 2006-2010
Tahun Persentase
2006 10,29
2007 10,48
2008 11,44
2009 12,63
2010 12,79
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011 Peningkatan pengeluaran masyarakat terhadap makanan jadi ini memicu
tumbuhnya usaha pengolahan makanan jadi. Industri makanan jadi yang cukup berkembang di Indonesia adalah industri makanan jadi berbahan baku terigu. Data
dari APTINDO Asosiasi Pengusaha Terigu Indonesia menunjukkan bahwa 32 persen dihabiskan oleh perusahaan mie basah, biskuit dan kebutuhan rumah
tangga, 20 persen dihabiskan oleh perusahaan mie instan, dan 20 persen dihabiskan oleh perusahaan cake bakery, 8 persen pasar terigu dihabiskan oleh
perusahaan pengolah mie kering. Dengan demikian kita ketahui bahwa perusahaan yang memproduksi cake bakery merupakan jenis industri terbesar
3 kedua dalam mengolah terigu menjadi makanan. Berikut merupakan gambar
persentase konsumen terigu nasional.
Gambar 1. Persentase Konsumen Terigu Indonesia
Sumber: APTINDO Asosiasi Pengusaha Terigu Indonesia 2010
Industri cake bakery merupakan industri pengolah terigu terbesar ke dua setelah industri mie instan. Dilihat dari struktur pasar terigu nasional bahwa
industri cake bakery terdapat dalam kategori usaha besar dan modern serta terdapat pula dalam skala usaha menengah atau UKM Gambar. 2
Gambar 2. Ilustrasi Struktur Pasar Terigu
Sumber: APTINDO Asosiasi Pengusaha Terigu Indonesia 2011
Ilustrasi struktur pasar terigu tersebut menunjukkan bahwa terdapat dua pembagian saluran pemasaran terigu tanah air. Data ini menyebutkan bahwa
sebagian besar konsumsi terigu justru oleh UKM. Sektor UKM yang berjumlah 30.000 unit ini mampu mengolah 68 persen dari jumlah penggunaan terigu
nasional total. Sedangkan industri besar dan modern yang berjumlah 200 unit hanya mampu mengolah terigu sebanyak 32 persen dari terigu nasional.
Besarnya pengaruh UKM pada pemasaran terigu nasional merupakan salah satu indikasi bahwa UKM merupakan jenis usaha yang perlu mendapatkan
Industri Terigu
Nasional
Kategori Industri
Mie Instan Mie Kering
Biscuit Cake
Mie Basah Kue Kering
Martabak Gorengan
Bakery
Industri Besar 20 persh = 32
Industri Menengah 30.000 UKM = 68
4 perhatian untuk dikembangkan. UKM merupakan salah satu usaha yang memiliki
eksistensi penting dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu, pengembangan UKM perlu dilakukan agar perekonomian lebih tahan terhadap guncangan krisis
ekonomi. Kelebihan lain dari UKM yaitu merupakan usaha yang fleksibel dalam artian lebih kreatif dalam menciptakan produk baru dibandingkan dengan skala
usaha besar. Pendapat ini diperkuat oleh data Badan Pusat Statistik BPS pada tahun 2010 yang diacu pada Rizky 2011 yang menyebutkan bahwa tiga tahun
pasca krisis tahun 1997 saja sektor UMKM telah mampu memberikan kontribusi yang mengesankan, yaitu dalam total pertumbuhan Produk Domestik Bruto PDB
Nasional tahun 2000 sebesar 4,9 persen, sebanyak 2,8 persen berasal dari pertumbuhan sektor UMKM.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya Gambar 2 bahwa Industri cake dan bakery merupakan pengolah terigu dengan alokasi seperlima pangsa pasar
terigu tanah air. Salah satu jenis cake and bakery yang sedang diminati di tanah air yaitu brownies. Data dari Dinas Kesehatan Kota Bogor menyebutkan bahwa
usaha brownies terus bertambah hampir tiap tahun yang dipicu oleh beberapa kelebihan brownies. Keunggulan pertama yaitu brownies merupakan makanan
jadi, keunggulan lain yaitu karena kandungan nutrisi yang dimiliki brownies. Brownies merupakan makanan pokok yang praktis sekaligus bernutrisi
tinggi sehingga dapat dikonsumsi saat sarapan maupun waktu selingan saat beraktifitas. Masyarakat yang kini lebih sibuk dan sadar terhadap pemenuhan
nutrisi cenderung memilih makanan jadi sekaligus makanan bernutrisi tinggi. Menurut Direktorat Gizi, Depkes RI yang diacu dalam Rahmanto 2010
brownies mampu memberi asupan gizi yang baik Tabel 3. Brownies dapat memberikan asupan energi terbesar dibandingkan roti putih, roti coklat, nasi dan
mie basah. Selain itu, brownies juga mampu memberikan asupan kalsium dan fospor yang paling tinggi dibanding makanan jadi yang sejenis. Kelebihan lainnya
yaitu brownies dapat memberikan asupan vitamin A dan vitamin C yang tidak diperoleh dari sumber makanan jadi lainnya.
5 Tabel 3. Komposisi Gizi Brownies Dibandingkan Nasi, Mie Basah dan Roti per
100 gram Bahan
Sumber: Direktorat Gizi Depkes RI 1992
Menurut Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor yang diacu dalam Rahmanto 2010, “Elsari Brownies and Bakery EBB” merupakan
produsen brownies pertama di Kota Bogor. Perusahaan ini berdiri sejak tahun 2003. Sejak berdirinya EBB, usaha brownies di Kota Bogor terus menjamur. Kini
terdapat sepuluh produsen brownies di Kota Bogor. Semakin berkembangnya usaha produksi brownies di Kota Bogor
menyebabkan tingginya tingkat persaingan antar produsen. Tingginya tingkat persaingan dan tuntutan konsumen merupakan tantangan bagi usaha ini untuk
bertahan, mempertahankan konsumen dan mengembangkan usaha. Kegiatan pemasaran merupakan ujung tombak keberhasilan suatu bisnis. Kegiatan
pemasaran inilah yang menyalurkan produk ke tangan konsumen. Oleh sebab itu, produsen brownies perlu menyiapkan strategi pemasaran produk untuk dapat
bersaing dengan produsen lain dan dapat meningkatkan omset penjualan.
1.2 Perumusan Masalah