Pengembangan Industri Kecil LANDASAN TEORI

10 kepemimpinan dan penerapan manajemen fungsional, serta gaya kerja, baik secara mutlak necessary condition maupun tambahan sufficient condition dalam mencapai kompetivitas secara spesifik maupun global Hubeis, 1997. Industri kecil sebagai bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional terlibat mulai dari sektor primer, sekunder dan tersier. Dalam perkembangannya, sektor sekunder dari industri kecil, yaitu industri kecil pengolahan telah berkembang pesat dari segi jumlahnya, terutama yang memiliki omzet Rp. 50 juta bila dibandingkan dengan yang lainnya. Terpusatnya industri kecil pada lapisan omzet Rp. 50 juta, sebagaimana usaha kecil pada umumnya lebih disebabkan oleh keterbatasan faktor-faktor seperti modal, pemasaran, persaingan, bahan baku, teknik produksi dan manajerial. Di sisi lain, ternyata industri kecil yang bergerak di bidang pangan, sandang dan kulit, kimia dan bahan bangunan, kerajinan dan umum memiliki kemampuan ekspor. Hal itu menunjukkan bahwa industri tersebut memiliki kemampuan berkembang cepat dan berdaya saing kuat, karena dapat memanfaatkan sumber daya alam yang dapat diperbaharui, padat karya dan menerapkan teknologi produksi yang beragam. Oleh karena itu, industri kecil sebagai unsur dari sistem bisnis perlu dilengkapi dengan kompetensi, disamping telah menerapkan strategi untuk hidup dan tumbuh melalui kemampuan multi resources pooling fleksibilitas pada mutu, nilai-nilai dan ketersediaan barang dan jasa yang dihasilkannya Hubeis, 1997.

2.4 Pengembangan Industri Kecil

Agar industri kecil dapat berkompetensi bersaing dalam pasar bebas maka yang harus dilakukan adalah melakukan investasi teknologi dan infrastruktur, pelayanan yang berorientasi pada pelanggan dan menghasilkan produk bermutu dengan harga kompetitif. Upaya lain untuk meningkatkan industri kecil adalah melakukan integrasi industri kecil melalui jaringan industri besar dengan tetap mempertahankan strukturnya, tetapi memberi keuntungkan bagi kedua belah pihak; melakukan usaha potensial untuk berkembang yang memerlukan sedikit polesan kebersihan dan kemasan; memacu komoditi andalan harga lebih rendah menjadi produk unggulan harga lebih tinggi untuk mendobrak pasar melalui profesionalisme 11 dan penerapan teknologi yang didukung oleh penguasaan informasi pasar. Secara riil, apa yang dipaparkan telah diatur oleh Pemerintah dengan UU No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil untuk memberdayakan usaha kecil termasuk industri kecil, diantaranya pelaksanaan kemitraan yang sehat dan seimbang melalui pola inti plasma, pola subkontrak subcontracting, pola dagang umum vendor, waralaba franchise, keagenan. dan bentuk-bentuk lain bapak-anak angkat, pembinaan oleh BUMN, kontak bisnis, kerjasama bisnis, keterkaitan bisnis. Hal ini ditujukan untuk merangsang iklim usaha yang kondusif antar pelaku ekonomi, membuka peluang usaha dan mencegah terbentuknya struktur pasar yang dapat melahirkan persaingan tidak sehat antar pengusaha besar menengah dan pengusaha kecil Hubeis, 1997. Peluang pengembangan bisnis pada industri kecil sebagaimana usaha lainnya dapat dilakukan melalui pemerkuatan usaha yang ada, dengan cara berkonsentrasi pada mutu, produktivitas, sinergi merger atau aliansi strategik dan peningkatan produk dengan inovasi tampil beda; kreativitas bisnis baru ceruk pasar tertentu dan pertarungan better than competitors baik secara mandiri maupun bekerjasama kerjasama operasional, waralaba, kemitraan dan patungan. Kegiatan tersebut merupakan upaya restrukturisasi bisnis perusahaan untuk meningkatkan keunggulan daya saing profesionalisme, efisiensi, efektivitas dan produktivitas dalam jangka panjang yang didasarkan pada faktor keterbatasan aset, dana dan SDM, serta sistem dan teknologi. Hal ini tentunya tidak lepas faktor resiko finansial produk tidak memuaskan, resiko fungsional malfungsi dari terobosan yang dilakukan, resiko fisik kerusakan fisik produk, resiko psikologis perasaan tidak puas dan resiko sosial ketidakrespekan Hubeis, 1997. Alternatif tumbuh dari pengembangan bisnis baru dengan pola-pola yang dikemukakan sebelumnya dapat dikategorikan atas perluasan bisnis yang ada perubahan produk, pasar dan lingkungan geografis; integrasi vertikal ke belakang dan ke depan, dan diversifikasi ke dalam bisnis baru strategi horisontal dan konglomerasi. Hal ini didasarkan pada kebutuhan peningkatan pangsa pasar menggarap peluang pasar yang relatif baru dan melayani segmen pasar yang 12 diabaikan pesaing lainnya, keunggulan teknologi inovasi, kemampuan keuangan dan berbagai sumber daya lainnya. Dengan kata lain upaya tersebut power play sangat ditentukan oleh komponen fisik muscle, uang money dan pikiran mind Hubeis M 1997. Perencanaan strategis Manajemen Strategis menurut David 2003 Strategic Management : Concepts and Cases adalah : ”Strategic management can be defined as the art and science of formulating, implementing, and evaluating cross-functional decisions that enable an organization to achieve its objective. As this definition implies, strategic management focuses on integrating management, marketing, financeaccounting, productionoperations, research and development, and computer information system to achieve organizational success ” Manajemen strategis dapat didefinisikan sebagai suatu seni dan ilmu mengenai perumusan, penerapan dan pengevaluasian fungsi silang keputusan-keputusan yang memungkinkan suatu organisasi mencapai tujuannya. Sedangkan menurut Jauch dan Glueck 1988, di dalam bukunya berjudul Manajemen Strategis dan Kebijakan Perusahaan, manajemen strategis adalah sejumlah keputusan dan tindakan yang mengarah pada penyusunan suatu strategi atau sejumlah strategi yang efektif untuk membantu mencapai sasaran perusahaan. Proses manajemen strategis ialah cara dengan jalan mana para perencana strategi menentukan sasaran dan mengambil keputusan. Kata lain dari manajemen strategis adalah perencanaan strategis strategic planning , istilah ini lebih sering digunakan dalam dunia bisnis. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Skala Usaha Industri Kecil Faktor yang mempengaruhi perkembangan usaha baik kecil, menengah maupun besar ditentukan oleh faktor eksternal lingkungan usaha dan faktor internal dalam usaha. Faktor eksernal adalah faktor yang berada di luar kendali seorang pengusaha seperti kebijakan dan peraturan pemerintah, birokrasi dan politik dan keamanan. 13 Sedangkan faktor internal adalah faktor yang berada dalam kendali perusahaan terkait dengan perilaku pengusaha itu sendiri yang dalam literatur tersebut dikenal dengan faktor kewirausahaan. Menurut Liles 1996 yang dikutip oleh Firmansyah et al. 2001 ciri-ciri atau sikap kewirausahaan dapat diidentifikasi melalui empatbelas sikap yang perlu dimiliki oleh seorang wirausaha, baik yang berada pada perusahaan swasta yang berorientasi mencari laba maupun pada organisasi nirlaba untuk mengembangkan usahanya. Keempatbelas sikap kewirausahaan tersebut adalah: 1. Keberanian mengambil resiko 2. Sikap percaya diri 3. Kemampuan melihat peluang usaha 4. Kemampuan membangun jaringan kemitraan 5. Sikap percaya pada orang lain 6. Sikap hemat 7. Sikap menghargai waktu 8. Ketekunan dan kerja keras 9. Suka menghadapi tantangan 10. Disiplin dan tanggung jawab 11. Motivasi untuk maju 12. Keberanian melakukan perubahan 13. Berorientasi terhadap masa depan 14. Menepati janji Menurut Mead dan Liedholm 1998 seperti dikutip oleh Firmansyah et al. 2001, faktor-faktor yang diduga turut mempengaruhi pertumbuhan skala usaha industri adalah sebagai berikut : 1. Umur pengusaha tua, muda; 2. Pendidikan SD sampai dengan Perguruan Tinggi; 3. Jenis atau sektor usaha makanan atau kebutuhan pokok lainnya, kerajinan, logam, elektronik, barang modal, dan lain-lain; 14 4. Lokasi usaha desa, kota, sentra, non-sentra, lingkungan industri kecil; 5. Gender laki-laki, perempuan; 6. Entreprenership atau kewirausahaan visi, misi, strategi, langkah-langkah operasional, kemampuan manajemen, jaringan usaha; 7. Segmen pasar kelas bawah, menengah, dan atas; 8. Orientasi pasar lokal, nasional, internasional; 9. Struktur pasar monopoli, oligopoli, persaingan monopolistik, persaingan sempurna; 10. Kebijakan pemerintah perkreditan, perpajakan, perijinan, kemitraan perundang-undangan. Sementara itu dari hasil penelitian Thoha M 2000 memperlihatkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan skala usaha Industri Kecil Rumah Tangga IKRT meliputi : 1. Umur pengusaha yang paling efektif dalam pengembangan skala usaha IKRT adalah kurang dari 45 tahun; setelah itu tampak mulai kurang efektif. 2. Tingkat pendidikan berpengaruh positip terhadap keberhasilan dalam pengembangan skala usaha IKRT. 3. Rata-rata lama usaha yang diperlukan untuk peningkatan skala usaha dari IRT menjadi IK adalah sekitar 5 - 10 tahun. 4. Kerjasama antar sesama IKRT maupun dengan usaha yang lebih besar berpengaruh positip dalam pengembangan skala usaha, tetapi untuk kasus Bali kerjasama antar sesama IKRT tampak lebih efektif dibandingkan dengan usaha yang lebih besar. 5. Dari kelima aspek kewirausahaan yang diteliti, kesemuanya berpengaruh positip dalam pengembangan skala usaha IKRT. Kelima aspek tersebut meliputi: ketepatan dalam melayani pesananperjanjian bisnis, sikap dalam menghadapi persaingan dan ketidakpastian usaha, sikap optimisme dalam pengembangan usaha pada masa yang akan datang, visi usaha serta berbagai jenis inovasi yang telah dilakukan. Khusus untuk faktor inovasi, hanya unsur inovasi organisasi tempat kerja saja yang tidak berkorelasi positip dengan pengembangan skala 15 usaha. Sedangkan keempat aspek inovasi lainnya tampak berkorelasi positip yakni inovasi dalam: proses produksi, desain produk, kualitas produk serta kecanggihan peralatanmesin yang dipakai.

2.5 Sumber Modal Usaha bagi Industri Kecil