xliv Konteks karya sastra yang cenderung memantulkan keadaan
masyarakat menjadikan karya sastra sebagai saksi yang zaman Suwardi Endraswara, 2003: 89. Dalam kaitan ini sebenarnya karya sastra, melalui
kreatif pengarang, ingin berupaya untuk mendokumetnasikan zaman sekaligus alat sebagai alat komunikasi dengan pemacanya masyarakat itu sendiri.
Sastra yang ditulis pada suatu kurun tertentu pada umumnya berkaitan dengan norma-norma dan adat-istiadat zaman itu Luxemburg dalam Sangidu, 2004:
40.
c. Pandangan Dunia Pengarang
Menurut Lucien Goldmann pandangan dunia pengarang merupakan istilah yang paling tepat dan cocok bagi kompleks menyeluruh dari gagasan-
gagasan, aspirasi-aspirasi, dan perasaan-perasaan yang menghubungkan secara bersama-sama anggota-anggota suatu kelompok sosial yang lain. Sebagai
suatu kesadaran kolektif, pandangan dunia berkembang sebagai hasil situasi sosial dan ekonomi tertentu yang dihadapi oleh subjek kolektif yang
memilikinya.
World views are historical and social facts. They are totalities of ways of thinking, feeling, and acting which in given conditions are
imposed on men finding themselves in a similar economic and social situation, that is, imposed on certain social groups. Through these
latter, it is clear that new world views do not appear all at once.
Goldmann: 1981: 112 Dari pandangan ini tampak bahwa pandangan dunia merupakan sebuah
sintesis akumulatif kehidupan yang sangat abstrak. “ia” akan menggerakkan aktivitas hidup dan besar pengaruhnya terhadap kehidupan sosial.
xlv Pengarang sebagai subjek individual mencoba menghasilkan
pandangan dunianya
vision du monde
kepada subjek kolektifnya. Signifikansi yang dielaborasikan subjek individual terhadap realitas sosial di
sekitarnya menunjukkan sebuah karya sastra berakar pada kultur tertentu dan masyarakat tertentu Iswanto, 2001: 59.
Pandangan dunia yang ditampilkan pengarang lewat
problematic hero
merupakan struktur global yang bermakna. Pandangan dunia ini akan semata- mata fakta empiris yang bersifat langsung, tetapi merupakan suatu gagasan,
aspirasi dan perasaan yang dapat mempersatukan suatu kelompok sosial masyarakat. Pandangan dunia ini tidak memiliki eksistensi objektif, tetapi
merupakan ekspresi teoretis dari kondisi dan kepentingan suatu golongan masyarakat tertentu Iswanto, 2001: 61.
Pandangan dunia itu merupakan kesadaran yang munkgin yang tidak setiap orang dapat memahaminya. Dalam hal ini kesadaran yang mungkin
dibedakan dari kesadaran yang nyata. Kesadaran yang nyata adalah kesadaran yang dimiliki oleh individu-individu yang ada dalam masyarakat. Individu-
individu itu menjadi anggota berbagai pengelompokkan dalam masyarakat, seperti keluarga, kelompok sekerja, dan sebagainya. Ditambah dengan
kompleksnya kenyataan masyarakat, individu-individu itu jarang sekali mempunyai kemampuan untuk menyadari secara lengkap dan menyeluruh
mengenai makna dan arah keseluruhan dari aspirasi-aspirasi, perilaku- perilaku, dan emosi-emosi kolektifnya Faruk, 2003: 16.
xlvi Dalam esainya yang berjudul
“ The Epistemology of Sociology”
Godlmann 1981: 55-74 mengemukakan pendapat mengenai karya sastra pada umumnya yakni 1 karya sastra merupakan ekspresi pandangan dunia
secara imajiner, dan 2 dalam usahanya mengekspresikan pandangan dubia pengarangnya itu pengarang menciptakan semesta tokoh-tokoh, objek-objek,
dan relasi-relasi secara imajiner. Selanjutnya Goldmann mengemukakan bahwa pandangan dunia merupakan perspektif yang koheren dan terpadu
mengenai hubungan manusia dengan sesamanya dengan alam semesta. Hal ini menunjukkan bahwa pandangan dunia adalah sebuah kesadaran
hakiki masyarakat dalam menghadapi kehidupan. Namun, dalam karya sastra, hal ini amat berbeda dengan kedaan nyata. Kesadaran tentang pandangan
dunia ini adalah kesadaran mungkin, atau kesadaran yang telah ditafsirkan. Oleh karena itu, boleh dikatakan bahwa karyawa sastra sebenarnya merupakan
ekspresi pandangan dunia yang imajiner. Secara garis besar, ciri-ciri genetis karya seni, khususnya karya sastra,
yang melekat pada struktur sosial, dapat ditunjukkan dengan adanya sejumlah persamaan, antara lain: 1 sama-sama dicirikan oleh adanya totalitas dan
unsur, 2 persamaan dalam eksplorasi tokoh-tokoh dan peristiwa, 3 persamaan dalam penggunaan simbol-simbol sebagai alat, 4 persamaan
tujuan, yaitu transedensi dan transformasi, dan 5 persamaan hakikat, yaitu abstraksi dari rekonstruksi ide-ide, sastra dalam bentuk rekonstruksi naratif,
struktur sosial dalam bentuk rekonstruksi perilaku. Di sinilah analisis sosiologi sastra menunjukkan kelebihannya di antara ilmu sosial yang lain, yaitu dalam
xlvii menunjukkan fungsi-fungsi pandangan dunia sebagai mediasi, sehingga
memungkinkan terjadinya dialog antardisiplin Nyoman Kutha Ratna, 2003: 233
d. Kuntowijoyo sebagai Sastrawan Pencetus Sastra Profetik