Nilai Pendidikan Agama Deskripsi Nilai-Nilai Pendidikan dalam Novel

clxxxii

4. Deskripsi Nilai-Nilai Pendidikan dalam Novel

Pasar, Mantra Pejinak Ular, dan Wasripin dan Satinah Karya Kuntowijoyo Deskripsi nilai-nilai pendidikan dalam novel Pasar, Mantra Pejinak Ular MP U, dan Wasripin dan Satinah WS meliputi deskripsi nilai pendidikan : a. agama; b moral; c. Adatbudaya; dan d sosial. Berikut peneliti kemukakan deskripsi terhadap masing-masing nilai pendidikan tersebut.

a. Nilai Pendidikan Agama

Dalam novel Wasripin dan Satinah WS pengarang menyampaikan nilai pendidikan agama dengan ungkapan tokoh-tokohnya. Tokoh Wasripin bertaubat dan ingin mendekatkan diri pada Tuhan. Pada tahun kelima ia merasa harus menghentikan semua kegiatannya membantu para tetangga dengan tenaganya memuaskan nafsunya. “Aku tak mau mati dengan cara begini,” katanya. Kuntowijoyo, 2003: 5 Selain itu, Wasripin ketika mengobati orang sakit ia mengajarkan doa minta kesembuhan kepada Allah. Wasripin memijat-mijat bagian perut, dan memberikan botol Aqua yang sudah diberi doa. Kemudian juga mengajarkan doa Nabi Ibrahim untuk dicaba sesering mungkin, Wa idza maridhtu, fahuwa yasyfiin Dan ketika aku sakit, Dia menyembuhkanku. Kuntowijoyo, 2003: 97 PaklikPaman Satinah mengisyaratkan kepada pembaca pentingnya bertaubat dan pasrah pada Tuhan. “Aku bersumpah demi Tuhan, Mas-Mbakyu Saksikan, bahwa seumur hidup aku tidak akan menyentuh perempuan lagi” Kuntowijoyo, 2003: 47 “Ya kalau ya, kalau tidak bagaimana. Umur orang itu sudah ditetapkan, tidak bisa dimajukan ataupundiundurkan sedikitpun”. Kuntowijoyo, 2003: 213 clxxxiii Nilai pendidikan agama dalam novel WS juga dapat diperoleh dari ucapan-ucapan Pak Modin, seperti kutipan berikut ini: “Bapak-bapak, sudah waktunya sembahyang ashar. Bagaimana kalau pertemuan ditutup?” kata Pak Modin. Kuntowijoyo, 2003: 33 “Orang-orang syahid tidak mati, tapi diangkat Tuhan ke sisi- Nya” kata Pak Modin “Dan Wasripin telah syahid. Negara Mendzalimi anaknya sendiri yang seharusnya dilindungi. Jangan menjadikan ia sebagai washilah . Itu syirik. Kuntowijoyo, 2003: 246 “Sudahlah, Bu. Memang sudah takdir. Mau punya anak dan menantu saja gagal.” Kuntowijoyo, 2003: 233 “Apapun yang terjadi, Bu, beristighfarlah dan ucapkan Alhamdulillah.” Ia menarik nafas panjang. Kuntowijoyo, 2003: 234 Dalam novel MPU, Kuntowijoyo juga memberi amanat agar manusia tidak berlaku syirik. Abu Kasan Sapari berjalan hilir mudik di rumah. Ia pusing, secara resmi Lurah memintanya untuk mendalang dalam selamatan desa. Ia ingat, Eyangnya saja telah menebang pohon-pohon keramat tanpa upacara. Sekian ratus tahun kemudian cucunya akan mendalang untuk selamatan karena pohon tumbang. “Ini benar-benar kemunduran,” pikirnya. Kepada Lurah dikatannya bahwa dia minta waktu, soalnya rapat LKMD menolak selamatan. Akan dicobanya minta pendapat Lastri. Kuntowijoyo, 2000: 196. Dalam novel Pasar, Kuntowijoyo juga memberi amanat agar manusia pasrah, bersahaja, samadya, dan tidak menuruti hawa nafsunya. Hal itu terungkap dari deskripsi pemikiran Pak Mantri berikut ini: Pak Mantri mencoba menerima nasibnya. Kalau nafsu sudah menguasai budi, nasihat tak ada gunanya. Kuntowijoyo, 2002: 6. Orang itu harus samadya jangan berlebihan, jangan makan terlalu panas atau terlalu dingin. Kuntowijoyo, 2002: 10.

b. Nilai Pendidikan Moral