Struktur Sosial Budaya Hakikat Strukturalisme Genetika

xlii Pendekatan strukturalisme genetik merupakan salah satu bentuk pendekatan sosiologi sastra yang dicetuskan oleh Lucien Goldmann. Menurutnya, pendekatan ini terdiri dari tiga bagian, yaitu pandangan dunia pengarang, stuktur teks, dan struktur sosial. Karya sastra dipandang sebagai fakta kemanusiaan sehingga karya sastra tidak dapat dilepaskan dari ciri-ciri dasar perilaku manusia. The first basic principle of genetic structuralism is that human facts must be related to the behavior of a subject in order to be understood. Human facts are the result of human behavior and can be very precisely defined. Man transforms the world arround him in order to archive a better balance between himself as subject and the world. Goldmann, 1981: 40 Goldmann, dengan pendekatan strukturalisme genetik, mengembangkan konsep tentang pandangan dunia. Sebagaimana dikatakan Faruk 2003: 43 bahwa teori strukturalisme genetik Goldmann mengukuhkan adanya hubungan antara sastra dengan masyarakat melalui pandangan dunia atau ideologi yang diekspresikannya. Atas dasar hal-hal di atas, Goldmann dalam Suwardi Endraswara, 2003: 57 memberikan rumusan penelitian strukturalisme genetik ke dalam tiga hal, yaitu: 1 penelitian terhadap karya sastra seharusnya dilihat sebagai suatu gagasan; 2 karya sastra yang diteliti mestinya karya sastra yang bernilai sastra, yaitu karya yang mengandung tegangan tension antara keragaman dan kesatuan dalam suatu keseluruhan a coherent whole ; 3 jika kesatuan telah ditemukan, kemudian dianalisis dalam hubungannya dengan latar belakang sosial.

b. Struktur Sosial Budaya

xliii Pandangan mengenai sastra adalah ungkapan perasaan masyarakat literature is an expression of society memberikan asumsi bahwa sastra sebagai cermin masyarakat. George Lukacs dalam Sangidu, 2004: 44 mengungkapkan teorinya tentang sastra sebagai pencerminan masyarakat. Ia menyatakan bahwa seni sastra yang sejati tidak hanya merekam kenyataan bagaikan sebuah tustel foto, tetapi melukiskan kenyataan dalam keseluruhannya. Maksud mencerminkan berarti menyusun sebuah struktur mental. Sebuah novel tidak hanya mencerminkan realitas, tetapi lebih dari itu, lebih lengkap, lebih hidup dan lebih dinamik yang mungkin melampaui pemahaman umum. Karya sastra, khususnya novel, menampilkan latar belakang sosial budaya masyarakat. Menurut Herman J. Waluyo 2002: 51 latar belakang yang ditampilkan meliputi: tata cara kehidupan, adat-istiadat, kebiasaan, sikap, upacara adat dan agama, konvensi-konvensi lokal, sopan santun, hubungan kekerabatan dalam masyarakat, dalam cara berpikir, cara memandang sesuatu, dan sebagainya. Latar belakang sosial budaya tersebut menjadi deskripsi permasalahan yang diangkat dalam cerita novel. Uraian dalam karya sastra tentang latar belakang sosial budaya dan kenyataan berhubungan erat dengan warna lokal. Cerita rekaan akan senantiasa menampilkan warna lokal agar ceritanya kuat dan meyakinkan. Warna lokal dapat berupa keadaan alam, jalan, perumahan, paparan tentang kesenian, upacara adat, dan dialog cakapan yang diwarnai dengan dialek. Herman J. Waluyo, 2002 : 54. xliv Konteks karya sastra yang cenderung memantulkan keadaan masyarakat menjadikan karya sastra sebagai saksi yang zaman Suwardi Endraswara, 2003: 89. Dalam kaitan ini sebenarnya karya sastra, melalui kreatif pengarang, ingin berupaya untuk mendokumetnasikan zaman sekaligus alat sebagai alat komunikasi dengan pemacanya masyarakat itu sendiri. Sastra yang ditulis pada suatu kurun tertentu pada umumnya berkaitan dengan norma-norma dan adat-istiadat zaman itu Luxemburg dalam Sangidu, 2004: 40.

c. Pandangan Dunia Pengarang