cxci Akan tetapi, pandangan religius tersebut bukanlah religius sufistik yang hanya
mengedepankan hubungan manusia dengan Tuhan. Pandangannya adalah religius profetik karena ada humanisasi, leiberasi, dan transendensi. Cara pandang inilah
yang menurut Moh. Wan Anwar mampu menjejak bumi hubungan dengan manusia dan menjangkau langit hubungan dengan Tuhan.
1. Misi Profetik Kesenian
Kuntowijoyo mengatakan bahwa keluhuran seni bersifat profetik, artinya memiliki dasar nilai keagungan ajaran yang religius. Seni memiliki
tanggung jawab menempatkan diri sebagai unsur keseimbangan terhadap unsur yang lainnya. Dalam hal ini seni tidak boleh menyimpang dari hakikat
intinya. Di sisi lain, Kuntowijoyo membandingkan kesenian dengan kekuasaan, Kuntowijoyo memaparkan bahwa kesenian dengan kekuasaan
memiliki batas yang berbeda. Oleh karena itu, kesenian dalam perannya memberikan kesadaran di masyarakat dilakukan dengan keluhuran yang
dimilikinya. Kuntowijoyo menyesalkan krisis kultural dalam bentuk politisasi dan
komersialisasi kesenian. Komersialisasi misalnya menimbulkan pembodohan dan dehumanisasi. Dehumanisasi merupakan penempatan manusia seperti
mesin robot sebagai objek yang bisa diperalat untuk kepentingan kekuasaan. Dalam hal ini Kuntowijoyo memberikan peringatan agar kaum
cendekiawanlah yang berperan aktif menjalankan misi profetik kesenian. Dalam novel
Pasar
, tokoh Pak Mantri telah menyampaikannya melalui
candrasengkala
dan tembang Jawa. Dalam novel
MPU
tokoh Abu
cxcii menyampaikannya melalui seni wayang. Sedangkan dalam novel
WS
, tokoh Satinah dan paman menyampaikannya melalui nyanyian yang diiringi siter
dan seruling untuk mbarang.
2. Misi Profetik Sosial
Dalam pandangan
Kuntowijoyo, terjadinya
pelapisan sosial
berdasarkan kelas menjadi hal yang tidak terhindarkan. Kepemilikan harta, jabatan, dan wewenang menjadi pengakuan terhadap strata sosial di
masyarakat. Permasalahan konflik sosial pastilah berpotensi muncul dalam kondisi seperti itu. Tetapi hal yang perlu diperhatikan adalah adanya
keseimbangan interaksi sosial yang memiliki timbale balik positif. Kuntowijoyo menyarankan agar kaum intelektual harus memulai
dengan gerakan kesadaran untuk melawan kecenderungan-kecenderungan sosial yang dekaden. Kaum intelektual dan budayawan itu seharusnya bisa
melihat secara komprehensif pada masyarakatnya. Sebab, menurut Kuntowijoyo, di samping sangat
mobile
pemikirannya, kaum intelektual dan budayawan dituntu pula untuk secara partisipatif mengubah persepsi
masyarakat. Kalau misalnya sistem sosialnya akan menjadi sistem sosial yang
depresif
menindas, maka kaum intelektual dan budayawan harus melawan kecenderungan itu dengan kearifan.
Kuntowijoyo memberikan gambaran peran intelektualitas dalam membangun interaksi sosial dengan melandaskan pada etika profetik. Etika
profetik akan mengarahkan cendekiawan untuk memberikan sikap keteladanan dan tanggung jawab dalam proses interaksi. Proses interaksi antarmanusia
cxciii harus dibangun di atas landasan humanisme dan trasendental. Artinya
interaksi dilakukan dalam rangka mencapai kebersamaan tanpa saling mencederai dan senantiasa memerhatikan nilai-nilai luhur religius sebagai
kontrol hubungan transendental.
3. Misi Profetik Budaya