1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pembelajaran bahasa memiliki empat keterampilan dasar yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan
menulis. Berdasarkan sifatnya keterampilan tersebut dapat digolongkan menjadi dua, yaitu bersifat reseptif dan bersifat produktif. Keterampilan yang bersifat
reseptif yaitu keterampilan menyimak dan membaca, sedangkan keterampilan yang berifat produktif adalah keterampilan berbicara dan menulis. Keempat
keterampilan tersebut tidak bisa dipisahkan karena memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya.
Keterampilan membaca tidak dimiliki seseorang secara alami, namun melalui suatu proses. Mengingat pentingnya keterampilan membaca, maka
keterampilan ini merupakan sesuatu yang perlu diusahakan agar setiap orang mampu menguasainya. Pengembangan keterampilan membaca diperlukan agar
tercipta suatu masyarakat yang gemar membaca. Keterampilan membaca dalam pembelajaran bahasa Indonesia juga memerlukan proses dan latihan.
Seseorang yang mampu membaca belum tentu terampil membaca. Namun, orang yang terampil membaca pasti telah mampu membaca dengan baik. Banyak
faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca seseorang. Faktor-faktor tersebut yaitu ketekunan dan kesabaran. Ketekunan akan membantu seseorang
dalam berlatih, sedangkan kesabaran akan sangat diperlukan pada saat seseorang belum memahami maksud dari bahan bacaan yang dibaca. Hal lain yang perlu
diperhatikan dalam membaca yaitu mempelajari bahasa yang ada dalam bacaan. Membaca tidak akan berguna jika pembaca tidak memahami bahasa yang ada
dalam bacaan. Membaca semakin penting dalam kehidupan masyarakat yang semakin
kompleks. Setiap kegiatan dalam kehidupan selalu melibatkan aspek membaca. Kemampuan membaca merupakan tuntutan realitas kehidupan sehari-hari
manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut setiap individu untuk selalu mengetahui informasi terbaru. Perkembangan tersebut
menimbulkan tuntutan bagi guru untuk menyiapkan bahan bacaan yang memuat informasi yang relevan atau sesuai dengan siswa-siswanya.
Anderson dalam Tarigan 1984:7 menyatakan bahwa membaca adalah suatu proses penyediaan kembali dan membaca sandi a recording and deconding
process. Membaca merupakan suatu kegiatan yang menghubungkan kata-kata tulis written word dengan makna bahasa lisan oral language meaning yang
meliputi pengubahan sebuah tulisan atau cetakan menjadi bunyi yang memiliki makna.
Hampir sama dengan pendapat di atas, Tarigan 1984:56 mengemukakan bahwa membaca pemahaman adalah sejenis membaca yang merupakan rincian
membaca intensif yang bertujuan memahami standar-standar atau norma kesusastraan; memahami resensi kritis;memahami drama tulis dan memahami
pola-pola fiksi. Membaca pemahaman biasanya dilakukan dengan teknik membaca dalam hati.
Pemahaman membaca sangat dibutuhkan oleh setiap individu untuk memperoleh informasi atau pesan dari bacaan yang dibaca. Oleh karena itu,
keterampilan membaca pemahaman teks bacaan perlu dikembangkan karena memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Namun
demikian, keterampilan membaca bukanlah hal yang mudah dipelajari oleh siswa. Keterampilan membaca telah diperkenalkan kepada siswa pada saat siswa
duduk di sekolah dasar tingkat rendah, tepatnya pada saat siswa duduk di bangku kelas I. Namun, dalam kenyataan tidak jarang anak sudah mulai diajari membaca
sejak di TK. Hal ini sangat baik untuk membantu pemahaman anak terhadap dunia sekitar. Siswa yang tidak memiliki kemampuan membaca sejak dini tentu
akan mengalami kesulitan dalam setiap kegiatan pembelajaran. Hal ini tidak hanya berlaku pada mata pelajaran bahasa Indonesia, tetapi juga pada mata
pelajaran yang lain. Tujuan utama keterampilan membaca yaitu agar siswa mampu memahami isi teks atau pesan-pesan yang ingin disampaikan penulis
dalam media bahasa tulis yang dibacanya dengan cermat, tepat, dan tepat. Kecermatan dan ketepatan itulah yang mengarahkan siswa untuk mencapai
pemahaman terhadap isi bacaan tersebut.
Dalam KTSP mata pelajaran bahasa Indonesia kelas III SD terdapat beberapa kompetensi dasar keterampilan membaca. Salah satu kompetensi dasar
yang harus dikuasai siswa kelas III SD adalah menjawab dan atau mengajukan pertanyaan tentang isi teks agak panjang 150-200 kata yang dibaca secara
intensif Depdiknas: 2006. Diperlukan indikator untuk mengukur ketercapaian siswa pada kompetensi dasar tersebut.
Indikator digunakan sebagai tolok ukur kemampuan siswa. Pada kompetensi dasar di atas terdapat dua indikator yang dapat digunakan untuk mengukur
kemampuan siswa. Kompetensi dasar tersebut akan dapat tercapai dengan baik apabila siswa telah memenuhi indikator-indikator yang meliputi 1 mampu
menjawab pertanyaan teks agak panjang 150-200 kata dengan tepat dan 2 mampu mengajukan pertanyaan tentang isi teks agak panjang 150-200 kata
dengan tepat. Indikator pertama yang harus dikuasai adalah mampu menjawab pertanyaan
tentang isi teks agak panjang 150-200 kata dengan tepat. Guru mengungkapkan bahwa siswa belum terampil dalam menjawab pertanyaan isi teks agak panjang.
Hal ini disebabkan pemahaman siswa terhadap isi teks masih kurang. Guru menuturkan bahwa nilai rata-rata keterampilan membaca siswa adalah 65
sedangkan kriteria ketuntasan minimal pelajaran bahasa Indonesia adalah 71. Selain itu, dari wawancara dapat diketahui bahwa siswa merasa kesulitan dalam
menjawab pertanyaan tentang teks agak panjang.
Ketidakmampuan siswa dalam menjawab pertanyaan isi teks dapat terlihat pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Beberapa siswa terlihat gelisah
dan bingung saat diminta guru untuk menjawab soal yang diberikan. Siswa pun merasa kurang percaya diri saat diminta guru untuk mengungkapkan jawabannya.
Saat diberi kesempatan untuk mengerjakan soal, beberapa siswa terlihat asyik mengobrol dengan teman sebangku dan bermain dengan mainan secara sembunyi-
sembunyi. Hal tersebut terjadi karena siswa kurang tertarik dengan pembelajaran yang berlangsung. Selama ini guru hanya memberi penjelasan mengenai materi
tanpa memberikan contoh cara mengerjakan soal terlebih dahulu. Hal ini menyebabkan siswa kurang teliti dan hanya memperhatikan makna yang terdapat
dalam teks dan hanya mengacu untuk menjawab pertanyaan yang terdapat dalam teks.
Pemahaman terhadap suatu teks merupakan sesuatu yang penting. Sebelum menjawab pertanyaan tentu siswa harus mampu memahami isi teks terlebih
dahulu. Guru seharusnya membimbing siswa dalam memahami bacaan. Pengawasan atas kesesuaian makna yang diperoleh siswa setelah membaca teks
sangat diperlukan. Selama ini guru kurang memperhatikan hal tersebut, padahal perlu dicermati bahwa siswa satu dengan siswa yang lain memiliki tingkat
pemahaman terhadap isi teks yang berbeda-beda. Kelancaran membaca juga mempengaruhi kemampuan pemahaman siswa.
Siswa yang mampu membaca dengan lancar tentu akan lebih mudah memahami teks. Guru mengungkapkan bahwa masih ada beberapa siswa yang belum mampu
membaca teks dengan lancar. Hal ini disebabkan rendahnya penguasaan kosa kata
oleh siswa dan kebiasaan membaca siswa. Sebagian besar orang tua atau wali murid berprofesi sebagai petani dan buruh tani. Latar belakang pendidikan orang
tua atau wali adalah lulusan SD dan SMP. Hal ini menyebabkan perhatian orang tua belum sepenuhnya memperhatikan perkembangan akademik siswa. Orang tua
jarang menjalin komunikasi dengan anak mengenai pendidikan. Sebagian besar orang tua merasa kurang pantas menasihati anaknya mengenai pendidikan,
sehingga kegiatan belajar siswa di rumah tidak terkontrol. Anak lebih senang menghabiskan waktu dengan menonton TV dan bermain, dari pada menghabiskan
waktu dengan membaca buku. Rahim 2008:18 mengungkapkan bahwa lingkungan rumah juga
berpengaruh pada sikap anak terhadap buku dan membaca. Orang tua yang gemar membaca, memiliki koleksi buku, menghargai membaca, dan senang
membacakan cerita kepada anak-anak mereka umumnya menghasilkan anak yang senang membaca. Sehingga orang tua yang mempunyai minat besar terhadap
kegiatan sekolah bagaimana anak mereka belajar, dapat memacu sikap positif anak terhadap belajar, khususnya belajar membaca. Oleh karena itu, sangat
diperlukan adanya pengawasan dan bimbingan orang tua terhadap kegiatan belajar anak di rumah.
Indikator kedua adalah siswa mampu membuat pertanyaan mengenai isi teks bacaan. Sebelum membuat pertanyaan siswa melakukan kegiatan membaca
terlebih dahulu. Siswa yang mampu membuat soal atau pertanyaan mengenai teks bacaaan, maka siswa tersebut memiliki kemampuan membaca yang baik.
Secara klasikal siswa belum mampu memenuhi indikator yang pertama, sehingga siswa belum mampu membuat pertanyaan yang tepat. Guru menuturkan
bahwa siswa merasa bingung dan kesulitan saat diminta menjawab dan membuat pertanyaan. Beberapa siswa mengatakan kesulitan saat diminta guru untuk
membuat pertanyaan. Beberapa di antaranya bahkan terlihat melamun, menggambar, atau mengerjakan hal lain saat diminta membuat pertanyaan oleh
guru. Hal ini dikarenakan siswa belum paham dengan teks yang dibaca. Belum tercapainya kompetensi menjawab dan atau mengajukan pertanyaan tentang teks
agak panjang 150-200 kata oleh siswa selain disebabkan faktor-faktor dari siswa, juga disebabkan faktor-faktor dari guru. Observasi awal yang telah
dilakukan oleh peneliti pada guru menunjukkan bahwa model pembelajaran yang digunakan oleh guru kurang tepat.
Selama ini guru masih menggunakan model konvensional, yaitu ceramah dan tugas. Hal tersebut membuat siswa merasa bosan dan kurang tertarik saat
mengikuti pembelajaran bahasa Indonesia. Saat pembelajaran berlangsung siswa cenderung pasif dan kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran. Beberapa
siswa terlihat mengantuk dan melamun saat pembelajaran bahasa Indonesia. Oleh karena itu, dibutuhkan variasi model pembelajaran untuk menarik minat dan
semangat siswa dalam mengikuti pembelajaran. Seiring dengan perkembangan zaman, berbagai model pembelajaran muncul
sebagai upaya untuk lebih memperlancar pembelajaran. Model tersebut dihasilkan untuk membantu siswa dalam pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang
dapat digunakan adalah model pembelajaran word square.
Urdang dalam Wurianingrum 2008 mengatakan bahwa Word square is a set of words such that when arranged one beneath another in the form of a square
the read a like horizontally, artinya word square adalah sejumlah kata yang disusun satu di bawah yang lain dalam bentuk bujur sangkar dan dibaca secara
mendatar dan menurun. Word square merupakan kotak kata yang berisi susunan huruf-huruf yang disusun membentuk jawaban yang berkaitan dengan materi yang
diajarkan. Oleh karena itu, penguasaan materi sangat dibutuhkan sebelum siswa mengerjakan soal.
Danarti 2008: 97 menyebut permainan word square dengan hidden word. Permainan tersebut merupakan lembaran kertas yang berisi huruf-huruf acak.
Tujuan dari permainan ini adalah untuk menambah kosa kata siswa. Selain itu, keterkaitan antara soal dengan jawaban yang disusun dalam kotak kata yang
digunakan peneliti untuk menyamakan pemahaman mengenai isi teks antara siswa dengan guru. Jawaban dari pertanyaan atau soal telah disamarkan dengan
pemberian huruf. Hal ini bertujuan untuk mengecoh siswa sehingga siswa lebih teliti dalam mengerjakan soal.
Model pembelajaran word square merupakan sesuatu yang baru bagi siswa, sehingga siswa akan tertarik dengan untuk menemukan jawaban-jawaban dari
kotak-kotak huruf yang tersedia. Hal ini memudahkan siswa untuk lebih memahami isi bacaan dan menemukan jawaban dengan tepat. Soal dikerjakan
secara individu sehingga kemampuan pemahaman siswa dapat diketahui pada saat siswa menjawab soal. Siswa telah mampu memahami isi teks apabila siswa
tersebut telah mampu menjawab sebagian besar soal yang disajikan dengan tepat.
Sebaliknya apabila siswa belum dapat menjawab soal, maka siswa tersebut belum mampu memahami isi bacaan dengan baik. Unsur pemainan dalam model ini
dapat dimanfaatkan untuk menarik minat siswa, menambah motivasi belajar siswa, serta memberikan rangsangan-rangsangan secara kognitif pada siswa.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti akan mencoba melakukan penelitian tindakan kelas mengenai
peningkatan keterampilan membaca pemahaman dengan model word square pada siswa kelas III SD Negeri
Harjowinangun 1 Kabupaten Grobogan tahun ajaran 20112012.
1.2 Identifikasi Masalah