Wacana-Stereotif dan Pembalikan Wacana: Dari persepsi yang berbau wacana-

52 Untuk jadi guru dan karyawandosen tidak ada syarat harus menjadi anggota atau punya kartu anggota GAI. Karena itu, dari 300-an orang gurukaryawan di lingkungan lembaga pendidikan GAI PIRI, hanya ada 72 orang yang menjadi anggota GAI. Itupun sebagian besar guru pendidikan agama Islam. PAI. Bahkan Kepsek di Piri Baciro adalah salah satu pengurus di Muhammadiyah. Dalam pelajaran PAI memang ada materi Tajdid Islam Kepirian, NIyang isinya memperkenalkan perkembangan pembaharuan pemikiran Islam umumnya dan Mirza Ghulan Ahmad. Siswa tetap diberikan pelajaran Tajdid Islam, namun tidak ada pemaksaan untuk masuk GAI. Sepenuhnya diserahkan kepada siswa dan alumni untuk masuk atau tidak masuk GAI. Dari kalangan alumni biasanya ada 1 atau 2 sedikit sekali yang menjadi kader dan masuk GAI, bahkan banyak alumni yang bergabung ke Muhammadiyah atau NU, dan lain-lain. Anggota GAI yang menjadi guru dan karyawan di sekolah PIRI hanya satu orangan atau dapat dihitung jari..... Siswa dipulangkan sebelum pelaksanaan shalat Jumat, karena itu sangat sedikit yang ikut shalat jumat. Adapun persepsi ormas Islam terhadap Ahmadiyah dapat diwakili dari orang NU, Muhammadiyah dapat dilihat dalam pernyataan pimpinan pusat masing-masing sebagaimana dikutip sebelumnya melalui ‘Berita Satu.com’.- Selasa 23 April 2013: Muhammadiyah dan NU menegaskan, Ahmadiyah adalah pihak yang memulai mendzalimi orang-orang non-Ahmadiyah, dan menyebut sebagai orang-orang kafir. Tolong lihat dulu, bagaimana Ahmadiyah melihat kami ini, Islam mainstream. Saya ingatkan bahwa dalam kitab-kitab mereka, mereka yang mengkafirkan umat Islam non-Ahmadiyah, kata Khatib Aam PBNU, Malik Madany...’sayangnya hal itu tak pernah diungkap ke publik, dan karena itu dia meminta publik adil dalam menilai dan melihat masalah Ahmadiyah. .... Menurut Din Syamsudin, Ahmadiyah adalah organisasi eksklusif. Hanya kawin di antara mereka sendiri. Masjid mereka tidak boleh dimasuki oleh Islam lain. Ahmadiyah juga menganggap orang Islam lain seperti kami-kami ini kafir. Jadi yang mulai mengkafirkan itu Ahmadiyah, Dari kalangan FPI terlihat dalam isu dan spanduk ketika mereka melakukan tuntutan pembubaran Ahmadiyah dan protes terhadap pernyataan Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X yang tidak akan membubarkan Ahmadiyah.

d. Wacana-Stereotif dan Pembalikan Wacana: Dari persepsi yang berbau wacana-

stereotif dan pernyataan-pernyataan dari kalangan muslim lain terhadap Ahmadiyah tersebut, intinya meliputi: 1 Bahwa baik JAI dan GAI sama saja karena sama-sama mengacu kepada Tadzkirah, dan sama-sama berasal dari MGA, dan menganggap MGA sebagai al- 53 mahdi, al-masih, bahkan JAI menganggapnya sebagai nabi pejabat Kemenag, ormas Islam, MUI. 2 Ahmadiyah adalah sesat, menyesatkan, kafir, murtad 3 GAI dianggap eksklusif seperti halnya JAI karena tetap melakukan baiat, dan menyembunyikan identitas yang sebenarnya . Baiat itu memang ada, namun sebenarnya lebih berisi penegasan jamaah dalam bidang aqidah, ibadah, akhlak, ukhuwah, dan keyakinan tentang akan datangnya Imam Mahdi dan Al Masih. Secara lengkap isi kesepuluh baiat tersebut sebagai berikut dalam Fathi Islam, Edisi 1. Mei-Juni 2013: a. Orang yang baiat, berjanji dengan hati jujur bahwa dimasa yang akan datang hingga masuk ke dalam kubur, senantiasa akan menjauhi syirik. b. Akan senantiasa menghindarkan diri dari segala corak bohong, zina, pandangan birahi terhadap bukan muhrim, perbuatan fasik, kejahatan, aniaya, khianat, huru- hara, pemberontakan; serta tidak akan dikalahkan oleh gejolak-gejolak hawa nafsunya meskipun bagaimana juga dorongan terhadapnya. c. Akan senantiasa mendirikan salat lima waktu tanpa putus-putusnya, semata-mata karena mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya. Dan dengan sekuat tenaga akan senantiasa mengerjakan salat tahajjud, dan mengirimkan shalawat kepada Yang Mulia Rasulullah saw, dan memohon ampun dari kesalahan dan memohon perlindungan dari dosa; akan ingat setiap saat kepada nikmat-nikmat Allah, lalu mensyukuri dengan hati tulus, serta memuji dan menjunjung-Nya dengan hati yang penuh kecintaan. d. Tidak akan kesusahan apapun yang tidak pada tempatnya terhadap makhluk Allah umumnya dan kaum Muslimin khususnya karena dorongan hawa nafsunya, baik dengan lisan atau dengan tangan atau dengan cara papaun juga. e. Akan tetap setia terhadap Allah Taala baik dalam segala keadaan susah ataupun senang, dalam duka atau suka, nikmat dan musibah; pendeknya, akan rela atas putusan Allah. Dan senatiasa akan bersedia menerima segala kehinaan dan kesusahan di dalam jalan Allah. Tidak akan memalingkan mukanya dari Allah Taala ketika ditimpa suatu musibah, bahkan akan terus melangkah ke muka. f. Akan berhenti dari adat yang buruk dan dari menuruti hawa nafsu. Dan benar- benar akan menjunjung tinggi perintah al Quran Suci atas dirinya. Firman Allah dan sabda Rasul-Nya itu akan menjadi pedoman baginya dalam setiap langkahnya. g. Meninggalkan takabur dan sombong; akan hidup dengan merendahkan diri, beradat lemah lembut, berbudi pekerti halus, dan sopan santun. h. Akan menghargai agama, kehormatan agama dan mencintai Islam lebih dari pada jiwanya, hartanya, anak-anaknya, dan dari segala yang dicintainya. i. Akan selamanya menaruh belas kasihan terhadap makhluk Allah umumnya, dan akan sejauh mungkin mendatangkan faedah kepada umat manusia dengan kekuatan dan nikmat yang dianugerahkan Allah Taala kepadanya. j. Akan mengikat tali persaudaraan dengan hamba ini Imam Mahdi dan al Masih Mauud, semata-mata karena Allah dengan pengakuan taat dalam hal maruf dan akan berdiri di atas perjanjian ini hingga mautnya, dan menjunjung tinggi ikatan perjanjian ini melebihi ikatan duniawi, baik ikatan keluarga, ikatan persahabatan, ataupun ikatan kerja. 54 Dalam versi yang berlaku di GAI sebagaimana tercantum dalam Anggara DasarAnggaran Rumah Tangga 1990, dan dimuat dalam halaman belakang bulltetin, ‘Fathi Islam’. Memang berbeda dalam redaksi tapi substansinya sama. Hanya khusus item 10 tidak secara susbtansial berbeda terutama tiadak ada kata Imam Mahdi dan al Masih Mau’ud’. Selengkapnya item 10 yang tercantum dalam lampiran ADART GAI 1990 berbunyi: ‘Akan menaati perjanjian ini sampai mati; dan dengan segala keikhlasan akan meneguhkan tali persaudaraan ini, lebih kuat daripada ikatan keluarga dan ikatan lainnya.’ Pembalikan Wacana: Menghadapi persepsi yang berbau wacana-stereotif tersebut, kalangan Ahmadiyah berpersepsi bahwa kelompok Islam lain dan pemerintah, kurang memahami terhadap ajaran atau paham agama mereka. Ketidakpahaman inilah yang kemudian melahirkan persepsi yang keliru, melahirkan kebencian dan antipati, bahkan melakukan tindakan kekerasan. Misalnya pihak GAI menyatakan bahwa dalam GAI tidak ada istilah penyembunyian identitas paham keagamaan. Apa yang tercantum dalam dokumen resmi ADART dan pernyataan lisan dan tertulis lainnya dianggap menggambarkan paham agama yang sebenarnya. Hal tersebut ditegaskan oleh Pak M, Pak Mt, dan Bu Sum: Menurut pak M., GAI tidak mengakui sebagai kitab orginal yang berasal dari Mirza Ghulam Ahmad MGA. Sebab Tadzkiroh hanya karya kompilasi yang disusun Tim setelah 26 tahun meninggalnya MGA, selain itu ilham yang diperiproleh MGA bersifat kontekstual.Oleh karena itu tidak pernah jadi rujukan GAI. GAI lebih banyak mengacu kepada buku-bukunya Maulana Muhammad Ali seperti ‘Falsafat Islamiyah. Karena itu Maulana Malik Ali sering dianggap mujaddidnya GAI ‘sebenarnya hanya segelintir orang yang memasalahkan Lahore. Mereka mengatakan Ahmadiyah kafir, mereka tidak paham tentang Ahmadiyah, dan mereka berani karena dilindungi aparat’. Mereka FPI mengolok-olok Ahmadiyah tapi mereka sendiri sering melakukan kekerasan yang tidak dibenarkan oleh Islam. ...Baiat dalam GAI itu hanya berupa janji diri sendiri untuk mematuhi Allah dan Rasul-Nya agar kita selamat dunia-akherat.....PAI di sekolah-sekolah PIRI memang diantaranya berupa Kepirian, dulu Keahmadiyahan, kedudukannya sama seperti halnya kemuhammadiyahan atau ke-aswajahan di sekolah-sekolah NU. Selain itu, pihak Ahmadaiyah GAI juga memberikan tafsir beda, dalam kasus pemahaman terhadap fatwa MUI tahun 2005. Menurut mereka fatwa tersebut sekedar menegaskan kembali fatwa MUI tahun 1980 yang hanya ditujukan kepada JAI, bukan GAI. 55

e. Membangun Aliansi: Kalau pembalikan wacana banyak dilakukan GAI, maka