Ekonomi Bahasa Nilai-nilai Kerukunan

87 penduduk di tiap kecamatan, Omben 665 jiwakm termasuk relatif tidak padat dibandingkan dengan 5 kecamatan yang lain yang lebih padat. Kelima kecamatan yang terdapat penduduknya adalah Kecamatan Sampang 1678 jiwakm, iikuti oleh Kecamatan Camplong 1048 jiwakm, Torjun 872 jiwakm, Karang Penang 754 jiwakm, dan Robatal 666 jiwakm.

2. Struktur Sosial Masyarakat a.

Pendidikan Angka buta huruf tahun 2011 berdasarkan data di Badan Pusat Statistik BPS terlihat masih tinggi yaitu 33,24. Persentase ini tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Misalnya tahun 2010 mencapai 33,94, tahun 2009 sebesar 35,19, dan tahun 2008 dan 2007 mencapai 35,88. Sementara indeks pendidika penduduknya pada tahun 2011 hanya mencapai 53,52. Sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yaitu 52,80 2010, 51,93 2009, dan 51,12 2007 dan 2008. Hal ini sejalan dengan angka partisipasi sekolah paling tinggi terjadi di pendidikan dasar, kemudian menurun seiring makin tingginya jenjang pendidikan. Sementara angka putus sekolah menunjukkan tren yang sebaliknya, rendah pada jenjang pendidikan dasar namun terus meninggi seiring tingginya jenjang pendidikan. Pada tahun ajaran 20112012 jumlah murid dan guru di SD Swasta, SLTP Negeri dan Swasta, MTs dan MA meningkat dibanding tahun sebelumnya, sedangkan SD Inpres, MI, dan SLTA Swasta menurun dibanding tahun sebelumnya. Sebagai bagian dari budaya keagamaan yang masih melekat kuat, banyak orang tua yang menyekolahkan anaknya di pondok pesantren dan diniyah awaliyah sehingga jumlah murid, guru dan sekolah juga meningkat dibanding tahun sebelumnya.

b. Ekonomi

Data dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Sampang tahun 2011 memperlihatkan bahwa luas lahan yang dijadikan areal persawahan di Kabupaten Sampang hanya sebesar 18,18 persen, 24 dua puluh empat persen berupa sawah irigasi, 76 tujuh puluh enam persen berupa sawah non irigasi. Lahan bukan sawah, sebagian besar berupa lahan tegalkebun. Untuk padi sawah dan padi ladang pada tahun 2011 terjadi pengurangan pada pada luas lahan 88 panen, tetapi produktivitas padi sawah meningkat diikuti oleh meningkatnya produksi secara total. Sedangkan padi ladang produktivitas nya meningkat tetapi secara keseluruhan produksinya relatif lebih rendah dibanding tahun 2010. Untuk tanaman jagung terjadi pengurangan lahan panen, yang diikuti oleh penurunan produktivitas dan produksinya dibanding tahun 2010. Sedangkan untuk kacang tanah, kacang hijau dan ubi jalar mengalami kenaikan lahan panen yang diikuti peningkatan produksi dan produktivitasnya, untuk kedele juga mengalami kenaikan pada luas lahan dan peningkatan produksi tetapi tidak diikuti oleh kenaikan produktivitasnya Luas lahannya sebesar 123.330 Ha, dan 92 persen digunakan untuk lahan pertanian. Khusus di Omben 90 persen lahannya yang ada digunakan untuk pertanian. Kecamatan yang lain tidak jauh berbeda dengan Omben dengan kisaran 85 persen di Torjun sampai yang tertinggi 95 persen di Karang Penang.

c. Bahasa

Sebagaimana di tiga kabupaten yang lain Bangkalan, Pamekasan, dan Sumenep, bahasa yang digunakan oleh masyarakat Sampang adalah Bahasa Madura. Bahasa Madura yang digunakan juga berlevel sebagaimana Bahasa Jawa.

d. Nilai-nilai Kerukunan

Di masyarakat Sampang, sebagai bagian dari keseluruhan masyarakat Madura, cukup banyak kearifan lokal berkaitan dengan kerukunan. Sebagaimana di masyarakat Madura umumnya mengenal konsep-konsep etik dalam hal kerukunan seperti ejhin, dan gherra, dan beberapa ugeran lainnya. Ejhin dapat dimaknai sebagai sikap toleran, bersahabat, dan bersikap mandiri yang harus dikembangkan dalam kehidupan orang Madura. Jika dikaitkan dengan kerukunan antarkelompok, maka ejhin dapat diartikan perlunya pengembangan toleransi antarkelompok yang berbeda latarbelakang termasuk perbedaan paham agama. Tentu, sepanjang kehidupan pribadi dan keloompoknya tidak diusik yang menyebabkan keterancaman bagi kehidupannya. Sikap gherra tegas sebenanya lebih bermuatan berhati-hati dalam bersikap, berkata, dan bertindak dalam hidup keseharian, dengan niat untuk tidak menyinggung perasaan pihak lain. Juga dapat dimaknai sebagai kecenderungan bersikap, berkata 89 dan bertindak apa adanya secara terus terang, tanpa basa-basi dan kepura-puraan. Jadi gherra bukan berarti kaku yang berkonotasi negatif dalam menghadapi orang lain. Nilai-nilai toleransi juga terlihat dalam beberapa ugeran antara lain: Jagah pagare dibi i aja’ parlo ajaga pagarra oreng laen jagalah pagarmu sendiri, jangan menjaga pagarnya orang lain. Makna yang terkandung dalam ugeran ini adalah setiap orang Madura supaya selalu selalu melakukan introspeksi ke dalam dirinya sendiri, dan menjauhkan diri dari mencari-cari kesalahan orang lain. Rampa’a naong beringen korong saling melindungi sebagaimana naungnya pohon beringin. Filofofi ini mengandung makna pentingnya harmonisasi, solidaritas dan keguyuban dalam kehidupan bermasyarakat. Barangkali filosofi ini mirip dengan ugeran Jawa yang berbunyi, ‘rukun agawe santoso, crah agawe bubrah.’ Carok sendiri yang diidentikkan dengan peristiwa berkonflik, sebenarnya dalam rangka memulihkan suasana harmoni dalam kehidupan masyarakat. Sebab dengan mengingat akan terjadinya peristiwa tersebut, maka masyarakat akan menghindarkan diri dari penyebabnya yaitu pelecehan terhadap harga diri seseorang. Orang akan mampu menjaga harga diri orang lain jika dia memiliki sikap hati-hati, dalam bersikap, berkata dan berperilaku, serta berintrospeksi. Kearifan lokal lain yang berkenaan dengan kerukunan terlihat dari kultur dalam ahlus sunnah wal jamaah aswaja yang menjadi anutan mayoritas masyaraat Sampang yaitu: at-tawassuth sikap tengah-tengah, at-tasamuh toleransi, at tawazun keseimbangan, al-i’tidal menegakkan kebenaran. e. Sistem Kemasyarakatan Dalam masyarakat Sampang status dan peran kyai masih sangat penting. Hal ini bukan hanya karena seiring dengan peran pondok pesantren dalam masyarakat, namun juga karena dorongan nilai-nilai lokal. Nilai lokal tersebut misalnya filosofi atau ugeran, ‘buppa’- babu’, guruh, ratoh’. Filosofi ini mengandung makna bahwa masyarakat Sampang harus tunduk kepada orang tua, kyai dan pemerintah. Sering sekali ugeran ini dipahami sebagai urutan dalam ketundukan. Artinya, manusia Sampang pertama harus tunduk kepada orang-tua, setelah itu kepada kyai dan baru kepada pemerintah. 90 Bahkan dalam banyak hal, pengaruh kyai mengalahkan pengaruh orang tua dalam proses pembinaan anak-anak. Perkataan dan pendapat kyai akan lebih diperhatikan daripada orang tua ataupun pemerintah. Keterpengaruhan kyai ini bukan hanya di bidang pengetahuan dan pengamalan keagamaan, namun juga di bidang sosial dan bahkan politik. Kyai menjadi pusat menimba ilmu, baik melalui pondok pesantren salafi maupun ashiriyah dan ceramah keagamaan dalam berbagai peristiwa. Mereka menjadi tempat bertanya dan konsultasi dalam masalah keluarga seperti masalah interaksi suami-isteri dan perilaku anak. Mereka juga menjadi pusat referensi dalam menghadapi dinamika politik lokal maupun nasional seperti afiliasi politik atau pilihan partai, pemilihan pejabat tingkat desa-bupati-gubernur-presiden, dan anggota legislatif.

f. Politik