Tujuan Penelitian Urgensi dan Manfaat

14

BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini pada intinya adalah memetakan profil kelompok Islam sempalan khusus Ahmadiyah, An-Nadzir, dan Syiah, dan perbandingan tentang profil kelompok sempalan dan struktur sosial masyarakat pada tiap daerah penelitian. Adapun rinciannya meliputi: 1. Profil kelompok Islam sempalan khusus KISK meliputi: sejarah, paham keagamaan, perkawinan, status sosial atau pekerjaan dan pendidikan, dan perbandingannya 2. Memerikan struktur sosial masyarakat di keempat daerah yang berbeda kondisinya, dan perbandingannya 3. Tindakan-tindakan berbagai pihak dalam menghadapi isu KISK, baik negara khususnya aparat pemerintah lokal dan kelompok sipil, dan perbandingannya. 4. Tindakan-tindakan agensi dari KISK dan perbandingannya untuk terjadinya suasana damai ataupun yang memicu konflik. 5. Faktor penyebab terjadinya bentuk relasi sosial tertentu

B. Urgensi dan Manfaat

1. Secara historis dan pengalaman negara-negara yang masyarakatnya plural dalam banyak aspek, termasuk pluralitas dalam pemahaman keagamaan, persoalan relasi sosial terus menjadi isu aktual. Indonesia sebagai satu negara yang masyarakatnya plural secara keagamaan tidak bisa melepaskan diri dari sejarah dan pengalaman tersebut. Pada saat ini dan ke depan persoalan relasi sosial antar kelompok beragama, khususnya intrakomunal Islam, akan terus terjadi dengan berbagai ragam bentuk, kualitas, dan kuantititasnya. Hal ini setidaknya karena 3 hal yaitu: a Sebagai mayoritas, beragamnya pemahaman dan kepentingan individukelompok umat beragama Islam berujung kepada perjuangan untuk merealisasikan ide dan metode gerakannya. b Secara sosial-politik, berkembangnya ide dan kesadaran akan hak-hak azasi manusia memberikan peluang bagi setiap pelakukelompok keagamaan yang menyempal dari kelompok mainstream untuk mengaktualisasikan identitas 15 budayanya ide dan metode gerakannya. c Proses demokratisasi juga telah dan akan memungkinkan terjadinya kontak kepentingan antara elite politik dengan kelompok-kelompok Islam sempalan. Relasi antara keduanya dimungkinkan terjadi karena adanya kesalingmanfaatan mutualisme-simbiotik. Di satu pihak elite politik partai politik ataupun pemerintah berkepentingan untuk memperbanyak dukungan untuk tujuan politiknya, di pihak lain kelompok sempalan membutuhkan perlindungan agar mampu bertahan. Hal ini akan terus menjadi masalah nasional ke depan dalam peta relasi intrakomunal agama, khususnya di kalangan umat Islam. Karena itu pengetahuan tentang relasi sosial dan kecenderungan sentimen keagamaan masih relevan dan penting dalam masyarakat Indonesia. 2. Kajian-kajian mengenai relasi sosial antarkelompok pada umumnya, selama ini terlalu fokus kepada struktur sosial yang dapat menjadi pendorong kemunculannya, misalnya aturan main atau sistem perundangan yang ada. Sebaliknya kurang fokus kepada keagenan pelaku atau tindakan aktor yang terlibat. Penelitian ini akan mengombinasikan kedua pendekatan tersebut sebagai menganalisis relasi antara kelompok sempalan dengan pihak lain, sehingga melahirkan konflik atau berada dalam kondisi damai. Misalnya tindakan untuk mencegah terjadinya konflik, perlawanan, termasuk kemungkinan adanya sikap ambiguitas dari individu-individu aparat pemerintah. Dengan mengombinasikannya kita akan lebih mamahami persoalan relasi sosial, yang melibatkan kelompok sempalan, secara lebih komprehensif yaitu selain dapat menjelaskan struktur sosial yang menjadi faktor- faktor daya paksa terjadinya relasi sosial tertentu damai atau konflik juga menjelaskan respon-respon subyektif dari para pelaku relasi sosial khususnya dari kalangan kelompok sempalan. Dengan demikian akan dimungkinkan untuk mencari usaha pencegahan konflik internal umat beragama secara lebih komprehensif, dan pada akhirnya pendekatan kombinasi ini dapat dijadikan dasar atau basis dalam merumuskan model dan kebijakan pengembangan relasi positif intrakomunal Islam. 3. Kajian relasi sosial dalam perspektif keagenan atau tindakan pelaku dirasa penting saat ini. Hal ini karena sejalan dengan isu global yang lebih mengedepankankan makna penting individu atau kelompok sebagai agen dalam relasinya dengan pihak lain. Isu yang berkaitan dengan protes dan tuntutan pemenuhan keadilan sosial- ekonomi-politik, hak-azasi manusia, dan perjuangan untuk penafian deskriminasi oleh minoritas menunjukkan hal itu. Dalam konteks Indonesia, isu-isu global itu 16 bukan hanya merambah dan merubah cara berpikir dan bertindak masyarakat Islam kota-kota besar, namun juga di kota-kota kecil dan perdesaan. Orangkelompok Islam yang dianggap tidak berdaya dan banyak diam ketika menghadapi tindakan pihak lain mulai berani melakukan perlawanan, misalnya melalui protes dan tuntutan. Semuanya menunjukkan bahwa dalam batas-batas tertentu individu jumawan atau berdaulat dalam berelasi dengan pihak lain sekaligus mampu merubah tindakan pihak lain, dia sosok aktif, kreatif, dan manipulatif. Akibatnya pusat kejumawanan menjadi tersebar, ia bukan sekedar ’dimiliki’ pihak-pihak penguasa struktur elite negara, ekonomi, dan kelompok agama mapan. Kejumanawanan yang menyebar itu melahirkan kontestasi, dan resistensi dalam hubungan internal umat beragama maupun hubungan kelompok agama dengan lingkungan di luar dirinya seperti isu diskriminasi, dan hak azasi manusia manusia dalam beragama-berkepercayaan Saifuddin, 2005. 4. Kajian mengenai relasi sosial intrakomunal dan interkomunal agama selama ini belum banyak membandingkan antara dualebih lokasi yang memiliki kondisi berbeda damai dan konflik, meskipun ada kesamaan isu dan adanya kelompok sempalan yang sama di lokasi yang lain. Perbandingan antara kelompok kasuslokasi yang mengalami konflik dan damai penting karena dengannya kita akan memahami persoalan secara substansial, misalnya mengapa di sebuah lokasi terjadi konflik sementara di lokasi lain damai, padahal sama-sama ada kelompok sempalan yang ’dicap’ sesat dan atau distreotipkan sesat. Begitu juga pembandingan antara kelompok kasus yang sejenis kelompok kasus yang belum terjadi konflik kekerasan maupun kelompok kasus yang pernah terjadi konflik. Hal ini dimungkinkan akan dapat diperoleh hasil yang lebih komprehensif mengenai model pengembangan relasi sosial positif intrakomunal Islam, dan pengambilan kebijakan dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya konflik dan untuk terus mengembangkan kerukunan. 5. Pada akhirnya penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pihak-pihak terkait dalam penyusunan kebijakan politik kewargaan atau pembinaan umat beragama, khususnya intern umat beragama, sehingga kerukunan internal umat beragama relatif terus berlangsung. Selain itu hasil penelitian dapat dikembangkan sebagai dasar dalam melakukan pemberdayaan dan advokasi komunitaskelompok sempalan dalam menghadapi kemungkinan terjadinya konflik kekerasan dari pihak lain . sehingga kerukunan antarumat beragama terus berlangsung. 17 6. Adapun secara teoritik hasil penelitian dapat bermanfaat dalam melengkapi literatur di bidang sosial-budaya agama. Sebab penelitian yang akan dilakukan ini merupakan bagian dari upaya memadukan titik tekan kajian keagamaan yang bersifat konvensional dan isu kontemporer. Hal ini seiring dengan adanya perkembangan baru yaitu gejala keagamaan tidak sekedar dikaji pada aspek ritual, magi, dan simbol- simbol, namun ia dilihat sebagai sebuah gejala budaya dalam makna luas. Artinya, agama dilihat kaitannya dengan pedoman bagi perilaku atau tindakan manusia seperti interakasi antarpelaku penganut agama. Selain itu diharapkan dapat lebih menindaklanjuti dan mengembangkan penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh berbagai pihak. 18

BAB IV METODE PENELI TIAN