Kejadian Luar Biasa LEPTOSPIROSIS

108 Edisi Revisi Tahun 2011 baik dari hewan liar maupun hewan peliharaan. Secara klinis leptospirosis pada manusia telah dikenal sejak tahun 1892 di Jakarta oleh Van der Scheer. Namun isolasi baru berhasil dilakukan oleh Vervoort pada tahun 1922. Pada tahun 1970 an, kejadian pada manusia dilaporkan Fresh, di Sumatera Selatan, Pulau Bangka serta beberapa rumah sakit di Jakarta. Tahun 1986, juga dilaporkan hasil penyelidikan epidemiologi di Kuala Cinaku Riau, ditemukan serovar pyrogenes, semaranga, rachmati, icterohaemorrhagiae, hardjo, javanica, ballum dan tarasovi. Pada Tahun 2010 baru 7 provinsi yang melaporkan kasus suspek Leptospirosis yaitu Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Bengkulu, Kepulauan Riau dan Sulawesi Selatan. Pada grafik dapat dijelaskan Situasi Leptospirosis di Indonesia dari Tahun 2004 sampai tahun 2011 cenderung meningkat, tahun 2011 terjadi 690 kasus Leptospirosis dengan 62 orang meninggal CFR 9, mengalami kenaikan yang tajam bila dibandingkan 7 tujuh tahun sebelumnya, hal tersebut dikarenakan terjadi KLB di Provinsi Yogyakarta Kabupaten Bantul dan Kulon Progo. Kasus terbanyak dilaporkan Provinsi DI.Yogyakarta yaitu 539 kasus dengan 40 kematian CFR 7,42 dan Provinsi Jawa Tengah dengan 143 kasus dengan 20 kematian CFR 10,6. Umumnya menyerang petani, pekerja perkebunan, pekerja tambang selokan, pekerja rumah potong hewan dan militer. Daerah yang rawan banjir, pasang surut dan areal persawahan, perkebunan, peternakan memerlukan pengamatan intensif untuk mengontrol kejadian Leptospirosis di masyarakat. Grafik 7. Situasi Leptospirosis di Indonesia Tahun 2004 – 2011 Sampai dengan bulan Juni 2011

8. Kejadian Luar Biasa

Penanggulangan KLB leptospirosis ditujukan pada upaya penemuan dini serta pengobatan penderita untuk mencegah kematian. Intervensi lingkungan untuk mencegah munculnya sarang-sarang atau tempat persembunyaian tikus. Vaksinasi hewan peliharaan terhadap leptospira. 1 Penyelidikan Epidemiologi Penyelidikan epidemiologi dilakukan terhadap setiap laporan kasus dari rumah sakit atau laporan puskesmas. Penyelidikan kasus Leptospirosis lain di sekitar tempat tinggal penderita, tempat kerja, tempat jajan atau daerah banjir. Penyelidikan Epidemiologi dilakukan terhadap : a. Terhadap manusianya : Penemuan penderita dengan melaksanakan pengamatan aktif. Di desa kelurahan yang ada kasus Leptospirosis pencarian penderita baru berdasarkan gejalatanda klinis setiap hari dari rumah ke rumah.Bila ditemukan suspek dapat dilakukan pengambilan darah sebanyak 3-5 ml, 100 200 300 400 500 600 700 800 2 4 6 8 10 12 14 16 KASUS MENINGGAL CFR KASUS 166 115 146 664 426 335 409 690 MENINGGAL 25 16 14 57 22 23 45 62 CFR 15 12.2 9.5 8 5.2 5.2 11 9.1 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Edisi Revisi Tahun 2011 109 kemudian darah tersebut diproses untuk mendapatkan serumnya guna pemeriksaan serologis di laboratorium. Serum dibawa dari lapangan dengan menggunakan termos berisi es, setelah sampai di sarana kesehatan disimpan di freezer 4° C sebelum dikirim ke Bagian Laboratorium Mikrobiologi RSU Dr. Kariadi Fakultas Kedokteran Undip Semarang untuk dilakukan pemeriksaan uji MAT Microscopic Agglutination Test untuk mengetahui jenis strainya. b. Rodent dan hewan lainnya. Di desakelurahan yang ada kasus, secara bersamaan waktunya dengan pencarian penderita baru dilakukan penangkapan tikus hidup trapping. Spesimen serum tikus yang terkumpul di kirim ke BBvet Bogor untuk diperiksa secara serologis. Pemasangan perangkap dilakukan di dalam rumah maupun di luar rumah selama minimal 5 hari berturut-turut. Setiap perangkap metal live traps harus diberi labelnomor. Pemasangan perangkap dengan umpan dipasang pada sore hari dan pengumpulan perangkap tikus keesokan harinya pagi-pagi sekali. Tikus dibawa ke laboratorium lapangan dan pengambilan darah serum dan organ dengan member label dan nomer untuk diidentifikasi kemudian dikirim ke Balai Besar Veteriner BBvet di Bogor untuk pemeriksaan lebih lanjut. Laporan penyelidikan epidemiologi sebaiknya dapat menjelaskan : a. diagnosis KLB leptospirosis b. penyebaran kasus menurut waktu minggu, wilayah geografi RTRW, desa dan Kecamatan, umur dan faktor lainnya yang diperlukan, misalnya sekolah, tempat kerja, dan sebagainya. c. Peta wilayah berdasarkan faktor risiko antara lain, daerah banjir, pasar, sanitasi lingkungan, dan sebagainya. d. Status KLB pada saat penyelidikan epidemiologi dilaksanakan serta perkiraan peningkatan dan penyebaran KLB. Serta rencana upaya penanggulangannya Penegakan diagnosis kasus dapati dilakukan dengan Rapid Test Diagnostic Test RDT dengan mengambil serum darah penderita untuk pemeriksaan serologi, jenis RDT diantaranya : i. Lepto Dipstick Assay RDT ini dapat mendeteksi Imunoglobulin M spesifik kuman Leptospira dalam serum. Hasil evaluasi multi sentrum pemeriksaan Leptodipstick di 22 negara termasuk Indonesia, menunjukkan sensitifitas Dipstick mencapai 92,1. Metode relatif praktis dan cepat karena hanya memerlukan waktu 2,5 – 3 jam. ii. Leptotek Dridot Berdasarkan aglutinasi partikel lateks, lebih cepat karena hasilnya bisa dilihat dalam waktu 30 detik. Test ini untuk mendeteksi antibodi aglutinasi seperti pada MAT. Pemeriksaan dilakukan dengan meneteskan 10 mL serum dengan pipet semiotomatik pada kartu aglutinasi dan dicampur dengan reagen. Hasil dibaca setelah 30 detik dan dinyatakan positif bila ada aglutinasi. Metode ini mempunyai sensitifitas 72,3 dan spesifitas 93,9 pada serum yang dikumpulkan dalam waktu 10 hari pertama mulai sakit. iii. Leptotek Lateral Flow Pemeriksaan dilakukan dengan dengan memasukan 5 mL serum atau10 mL darah, dan 130 mL larutan dapar, hasil dibaca setelah 10 menit. Leptotek Lateral Flow cukup cepat, mendeteksi IgM yang menandakan infeksi baru, relatif mudah, tidak memerlukan almari pendingin untuk menyimpan reagen, namun memerlukan pipet semiotomatik, dan pemusing bila memakai serum. Alat ini mempunyai sensitifitas 85,8 dan spesifitas 93,6. KLB Leptospirosis ditetapkan apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut : a. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 tiga kurun waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut di suatu wilayah desa. b. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari atau minggu di wilayah desa 110 Edisi Revisi Tahun 2011 c. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya di suatu wilayah desa. d. Munculnya kesakitan leptospirosis di suatu wilayah kecamatan yang selama 1 tahun terakhir tidak ada kasus. 2 Penanggulangan Penyediaan logistik di sarana kesehatan, koordinasi dengan pemangku kepentingan dan sektor terkait, penemuan dini penderita dan pelayanan pengobatan yang tepat di puskesmas dan rumah sakit melalui penyuluhan masyarakat tentang tanda-tanda penyakit, resiko kematian serta tatacara pencarian pertolongan. Upaya pencegahan terhadap penyakit Leptospirosis dengan cara sebagai berikut : a. Melakukan kebersihan individu dan sanitasi lingkungan antara lain mencuci kaki, tangan dan bagian tubuh lainnya setelah bekerja di sawah. b. Pembersihan tempat penyimpanan air dan kolam renang. c. Pendidikan kesehatan tentang bahaya, cara penularan penyakit dengan melindungi pekerja beresiko tinggi dengan penggunaan sepatu bot dan sarung tangan, vaksinasi terhadap hewan peliharaan dan hewan ternak. d. Pemeliharaan hewan yang baik untuk menghindari urine hewan-hewan tersebut terhadap masyarakat. e. Sanitasi lingkungan dengan membersihkan tempat-tempat habitat sarang tikus. f. Pemberantasan rodent bila kondisi memungkinkan. 3 Surveilans Ketat Pada KLB a. Pengamatan perkembangan jumlah kasus dan kematian leptospirosis menurut lokasi geografis dengan melakukan surveillans aktif berupa data kunjungan berobat, baik register rawat jalan dan rawat inap dari unit pelayanan termasuk laporan masyarakat yang kemudian disajikan dalam bentuk grafik untuk melihat kecenderungan KLB. b. Memantau perubahan faktor risiko lingkungan yang menyebabkan terjadinya perubahan habitat rodent banjir, kebakaran, tempat penampungan pengungsi, daerah rawa dan gambut.

9. Sistem Kewaspadaan Dini KLB