KEPUSTAKAAN LANGKAH - LANGKAH PENYELIDIKAN DAN PENANGGULANGAN KLB

Edisi Revisi Tahun 2011 29

IV. Indikator Program Penanggulangan KLB

Target program adalah KLB tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat dengan indikator adalah :  Terselenggaranya sistem kewaspadaan dini KLB di unit-unit pelayanan, wilayah puskesmas, kabupatenkota, provinsi dan nasional  Deteksi dan respon dini KLB  Tidak terjadi KLB besar Sebaiknya ditetapkan beberapa penyakit berpotensi KLB di suatu daerah, misalnya indikator penyakit berpotensi KLB adalah DBD, diare, malaria, campak dan keracunan. Sehingga dapat ditetapkan KLB besar adalah KLB yang dengan jumlah kasus 50 kasus atau lebih dan atau dengan kematian, penetapan nilai absolut sangat penting sebagai target sekaligus indikator keberhasilan penyelenggaraan program penanggulangan KLB pada satu periode tertentu, misalnya rencana program lima tahun.

C. KEPUSTAKAAN

1. Departemen Kesehatan RI. Peran Surveilans Dalam Upaya penanggulangan KLB Penyakit Menular dan keracunan. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal PPMPLP, Jakarta, 1998. 2. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Pengamatan dan Penanggulangan KLB di Indonesia. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal PPMPLP, Juli, 1984. 3. Departemen Kesehatan RI. Petunjuk Laporan KLB dan KLB. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal PPMPLP, Direktorat Epidemiologi dan Imunisasi, Subdit. Surveilans, Mei, 1989. 4. Departemen Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan RI, No. 1116MENKESSKVIII2003, tentang Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan, 2003 5. Departemen Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan RI, No. 1479MENKESSKX2003, tentang Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu, 2003 6. Undang-Undang No. 4 Tahun 1984, tentang KLB Penyakit Menular 7. Peraturan Pemerintah RI, No. 40 tahun 1991, tentang Penanggulangan KLB Penyakit Menular 8. Peraturan Menteri Kesehatan RI, No. 1501MenteriPerX2010, tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan 9. US Department of Health and Human Services,Principles of epidemiology. An introductions and biostatistics. Second editions, Atlanta, Georgia, 1292. 30 Edisi Revisi Tahun 2011 Edisi Revisi Tahun 2011 31

BAB III PENYELIDIKAN DAN PENANGGULANGAN KLB PENYAKIT TERTENTU

A. ANTRAKS

Penyakit Antraks adalah termasuk salah satu penyakit Zoonosa yang disebabkan oleh Bacillus anthracis terutama pada hewan memamah biak sapi dan kambing. Penyakit Antraks atau disebut juga Radang Lympha, Malignant pustule, Malignant edema, Woolsorters disease, Rag pickersdisease, Charbon. Kata Antraks dalam bahasa Inggris berarti Batubara, dalam bahasa Perancis disebut Charnon, kedua kata tersebut digunakan sebagai nama penyakit pada manusia yang ciri utamanya ditandai dengan luka yang rasanya pedih, ditengahnya berwarna hitam seperti batu bara Christie 1983. Penyakit Antraks merupakan salah satu penyakit menular yang dapat menimbulakan wabah, sesuai dengan undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang wabah penyakit menular dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1501 tahun 2010. Penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu yang diserang pada umumnya pekerja peternakan, petani, pekerja tempat pemotongan hewan, dokter hewan, pekerja pabrik yang menangani produk-produk hewan yang terkontaminasi oleh spora antraks, misalnya pabrik tekstil, makanan ternak, pupuk, dan sebagainya.

1. Gambaran Klinis

Gejala klinis antraks pada manusia dibagi menjadi 4 bentuk yaitu antraks kulit, antraks saluran pencernaan, antraks paru dan antraks meningitis. a. Antraks Kulit Cutaneus Anthrax Kejadian antraks kulit mencapai 90 dari keseluruhan kejadian antraks di Indonesia. Masa inkubasi antara 1-5 hari ditandai dengan adanya papula pada inokulasi, rasa gatal tanpa disertai rasa sakit, yang dalam waktu 2-3 hari membesar menjadi vesikel berisi cairan kemerahan, kemudian haemoragik dan menjadi jaringan nekrotik berbentuk ulsera yang ditutupi kerak berwarna hitam, kering yang disebut Eschar patognomonik. Selain itu ditandai juga dengan demam, sakit kepala dan dapat terjadi pembengkakan lunak pada kelenjar limfe regional. Apabila tidak mendapat pengobatan, angka kematian berkisar 5-20. b. Antraks Saluran Pencernaan Gastrointestinal Anthax Masa inkubasi 2-5 hari. Penularan melalui makanan yang tercemar kuman atau spora misal daging, jerohan dari hewan, sayur- sayuran dan sebagainya, yang tidak dimasak dengan sempurna atau pekerja peternakan makan dengan tengan yang kurang bersih yang tercemar kuman atau spora antraks. Penyakit ini dapat berkembang menjadi tingkat yang berat dan berakhir dengan kematian dalam waktu kurang dari 2 hari. Angka kematian tipe ini berkisar 25-75. Gejala antraks saluran pencernaan adalah timbulnya rasa sakit perut hebat, mual, muntah, tidak nafsu makan, demam, konstipasi, gastroenteritis akut yang kadang-kadang disertai darah, hematemesis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembesaran kelenjar limfe daerah inguinal lipat paha, perut membesar dan keras, kemudian berkembang menjadi ascites dan oedem scrotum serta sering dijumpai pendarahan gastrointestinal.. c. Antraks Paru-paru Pulmonary Anthrax Masa inkubasi : 1-5 hari biasanya 3-4 hari. Gejala klinis antraks paru-paru sesuai dengan tanda- tanda bronchitis. Dalam waktu 2-4 hari gejala semakin berkembang dengan gangguan respirasi berat, demam, sianosis, dispneu, stridor, keringat berlebihan, detak jantung meningkat, nadi lemah dan cepat. Kematian biasanya terjadi 2-3 hari setelah gejala klinis timbul. d. Antraks Meningitis Meningitis Anthrax Terjadi karena komplikasi bentuk antraks yang lain, dimulai dengan adanya lesi primer yang berkembang menjadi meningitis hemoragik dan kematian dapat terjadi antara 1-6 hari. Gambaran klinisnya mirip dengan meningitis purulenta akut yaitu demam, nyeri kepala hebat, kejang-kejang umum, penurunan kesadaran dan kaku kuduk.