Sementara bibit padi konvensional biasanya ditanam minimal 4 bibit per umpun dan ujung akar tanaman biasanya masih berada dipermukaan tanah.
5.4.4 Penyiangan
Penyiangan dilakukan untuk membersihkan atau mengurangi tanaman selain tanaman pokok padi atau tanaman gulma. Kegiatan penyiangan dilakukan
untuk mengurangi populasi gulma yang dapat menjadi pesaing dalam penyerapan hara, selain itu mencegah serangan hama terutama tikus. Gulma dicabut secara
manual dengan tangan ngarambet terutama disekitar rumpun padi, kemudian
dibenamkan ke lumpur atau dibuang ke pematang sawah. Sebelum kegiatan ngarambet dilakukan, biasanya petani mengurangi
gulma dengan kegiatan ngagarok. Kegiatan ini dilakukan dengan bantuan alat
yang pada umumnya dibuat sendiri oleh petani. Beberapa petani padi ramah lingkungan metode SRI tidak melakukan kegiatan ini karena dapat merusak
perakaran tanaman padi. Kegiatan. Penyiangan pada umumnya dilakukan dua kali yaitu ketika tanaman padi berumur 15 HST dan umur tanaman 30 HST. Namun
kegiatan ini dapat disesuaikan dengan pertumbuhan gulma di lahan. Pada penyiangan kedua, kegiatan ngagarok tidak dilakukan karena pertumbuhan gulma
sudah berkurang.
5.4.5 Pemupukan
Kandungan unsur hara yang terdapat dalam tanah tidak cukup untuk kebutuhan tanaman, karena ketersediaannya terbatas. Sehingga kebutuhan hara
tanah perlu ditambah dari luar dengan pupuk organik maupun pupuk anorganik kimia. Kegiatan pemupukan yang dilakukan petani padi ramah lingkungan dan
petani pemupukan padi konvensional dalam satu musim tanam pada umumnya sama, yaitu 2-3 kali pemupukan. Sementara pemupukan berdasarkan rekomendasi
pemerintah untuk padi konvensional dilakukan tiga kali untuk pupuk urea, sementara TSP dan KCl diberikan sekaligus saat pemupukan pertama. Dosis yang
diberikan per hektar sebagai berikut 200-300 kg urea, 100 kg TSP dan 50 kg KCl. Perbedaannya hanya terletak pada jenis pupuk yang digunakan.
Pupuk yang digunakan dalam usahatani padi ramah lingkungan metode SRI menggunakan pupuk bokashi, Sementara petani padi konvensional masih
tetap menggunakan pupuk buatan pabrik urea, TSP, KCl. Pupuk bokashi terdiri dari bahan-bahan organik yang sebagian besar terdiri dari kotoran hewan atau
pupuk kandang, sisanya adalah sekam, hijauan dan bahan-bahan lainnya yang telah dikompos dengan bantuan mikroorganisme. Kotoran hewan banyak
mengandung unsur hara seperti yang terdapat dalam pupuk kimia konvensional. Kandungan unsur hara beberapa kotoran hewan disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Kandungan Unsur Hara Pada Beberapa Kotoran Hewan
Unsur hara Jenis kotoran hewan
Nitrogen Fosfor Kalium
Ayam 1,0-2,1 8,9-10,0
0,4 Sapi 0,5-1,6
2,4-2,9 0,5
Kerbau 0,6-0,7 2,0-2,5
0,4 Kuda 1,5-1,7
3,6-3,9 4,0
Sumber : laboratorium ilmu tanah, Fak. Pertanian UGM dalam Sutanto, 2006.
Pupuk bokashi pada umumnya dibuat sendiri oleh petani dengan menggunakan bahan-bahan yang tersedia di lingkungan masing-masing, sehingga
secara aktual petani tidak mempunyai pedoman khusus dalam komposisi bahan- bahan organik yang digunakan. Biasanya sebagian besar komposisi bokashi terdiri
dari kotoran hewan 60-70 , sisanya adalah hijauan, jerami, sekam. Secara umum pembuatan bokashi dapat dilihat pada Lampiran 3.
Pupuk bokashi diaplikasikan dengan dua cara, yaitu disebar langsung sepanjang alur antara rumpun padi dan cara kedua yaitu dengan menempatkan
bokashi pada tiap rumpun padi. Awal pengembangan padi SRI, pupuk bokashi diberikan saat pengolahan tanah. Hal ini dikarenakan sebelumnya tanah belum
menerima pupuk organik non kimia. Pemberian pupuk bokashi dilakukan saat umur tanaman 15 HST atau setelah ngarambet pertama. Kebutuhan pupuk bokashi
yang digunakan oleh petani ramah lingkungan di Desa Ponggang rata-rata 3,862.18ha. Pemberian pupuk bokashi dapat dilakukan kembali bila
perkembangan tanaman dirasakan belum optimal. Pemupukan kedua ini dapat dilakukan setelah tanaman berumur 30 HST.
Pupuk daun atau pupuk pelengkap cair PPC yang digunakan petani biasanya menggunakan pupuk buatan pabrik. Sementara, petani padi ramah
lingkungan pada umumnya memperoleh pupuk daun dengan cara membuat sendiri dari bahan hijuan dan bahan-bahan lainnya. Pupuk daun yang digunakan
petani padi ramah lingkungan tersebut dikenal sebagai Mikro Organisme Lokal MOL.
MOL merupakan larutan dari berbagai bahan organik yang telah difermentasi. Bahan organik yang digunakan dalam pembuatan MOL disesuaikan
dengan bahan-bahan organik yang tersedia. MOL terbuat dari berbagai bahan organik yang biasanya dinamakan sesuai dengan bahan dasar pembuatan MOL
seperti MOL rebung, MOL Bonggol pisang, MOL ikan asin dan lain-lain. Cara pembuatan MOL dapat dilihat pada Lampiran 4. MOL tidak memiliki efek
samping yang menyebabkan overdosis pada tanaman padi, sehingga
penyemprotan bisa dilakukan sesuai dengan kebutuhan tanaman padi dan kemampuan petani. Namun, pada beberapa tanaman hortikultura dapat
menyebabkan kematian tanaman bila diberikan dosis berlebihan. Dosis yang dianjurkan untuk penggunaan MOL pertengki sprayer yaitu 50:50. Namun petani
di Desa Ponggang biasanya menggunakan dosis + 250 ml seukuran gelas air minum mineral. Rata-rata kebutuhan MOL yang digunakan petani sebanyak
47.94 literha. Kegiatan penyemprotan pupuk daun biasanya dilakukan pada umur tanaman padi sebagai berikut : 15 HST, 25 HST, 35 HST, 45 HST dan 60 HST.
5.4.6 Pengendalian Hama dan Penyakit