Informasi lain yang diperoleh yaitu bagian biaya tunai dan diperhitungkan memiliki proporsi yang berbeda dalam membentuk biaya total usahatani padi
konvensional. Sebagian besar biaya yang dikeluarkan petani padi konvensional merupakan biaya tunai 71,71 dan sisanya merupakan biaya yang
diperhitungkan 28,29. Hal ini menunjukkan bahwa pengusahaan padi konvensional secara finansial sangat bergantung pada biaya tunai dalam
pengadaan inputnya terutama pengadaan pupuk urea. Lebih lanjut, petani menggunakan pupuk urea jauh diatas jumlah yang disarankan oleh pemerintah.
Volume penggunaan urea oleh petani padi konvensional mencapai 765,98 kgha, sementara jumlah yang dianjurkan sebesar 200 kgha atau terjadi kelebihan
penggunaan pupuk urea sekitar 565,98 kg. Penggunaan pupuk urea yang tidak rasional tersebut berdampak pada pemborosan biaya usahatani sebesar sebesar RP
1.029.594,87 harga rata-rata urea Rp 1.344,15kg. Jumlah tersebut tentunya menambah biaya total yang pada akhirnya berdampak pada pendapatan atas biaya
total yang semakin rendah. Rincian biaya usahatani padi konvensional dapat dilihat pada Lampiran 7.
6.3.3 Pendapatan Usahatani
Pendapatan usahatani dianalisis dengan menggunakan konsep pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai
diperoleh dari hasil pengurangan penerimaan petani terhadap komponen biaya- biaya yang dikeluarkan secara tunai dalam usahatani. Sementara pendapatan atas
biaya total diperoleh dari penerimaan petani yang dikurangkan dengan seluruh biaya yang telah dikeluarkan dalam usahataninya, termasuk biaya yang
diperhitungkan. Sehingga hasil akhir dari pendapatan atas biaya total akan lebih rendah dari pendapatan tunai.
Informasi yang diperoleh dari hasil panen musim tanam MT periode Agustus-November tahun 2007, penjualan gabah hasil panen padi ramah
lingkungan metode SRI menghasilkan nilai total produksi rata-rata sebesar Rp 16.452.414,47 per hektar. Sementara perolehan penjualan hasil panen padi
konvensional rata-rata hanya sebesar Rp 9.968.755,2 per hektar. Perbedaan jumlah penerimaan pada dua usahatani tersebut dikarenakan tingkat produktivitas
tanaman yang relatif berbeda cukup besar seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Penerimaan petani merupakan pendapatan kotor yang belum
dikurangi biaya usahatani. Pada umumnya, usahatani padi ramah lingkungan memiliki biaya usahatani yang lebih besar dibandingkan padi konvesional,
terutama pada komponen biaya TKLK, pengadaan pupuk dan sewa lahan. Namun perbedaan tersebut tidak lebih dari 41 persen.
Tabel 20 memperlihatkan bahwa pendapatan usahatani padi ramah lingkungan ternyata memiliki pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan
usahatani padi konvensional meskipun memiliki biaya total usahatani yang lebih besar. Petani padi ramah lingkungan memperoleh pendapatan atas biaya tunai Rp
11.109.957,02ha. Sementara bila diperhitungkan pengeluaran yang tidak dibayar petani maka petani hanya memperoleh pendapatan sebesar Rp Rp 6.237.060,47
per hektar. Hal yang sama pada pendapatan usahatani padi konvensional dimana petani hanya menerima pendapatan atas biaya tunai Rp 4.175.536,91 atau sekitar
Rp 1.890.098,03ha setelah dikurangi biaya total. Uraian tersebut dapat dijelaskan
dengan nilai RC ratio usahatani yang menunjukkan efisiensi masing-masing usahatani.
Tabel 20 Analisis Pendapatan Usahatani Padi Ramah Lingkungan Metode SRI dan Usahatani Padi Konvensional Pada Musim Tanam
Agustus-November Tahun 2007 di Desa Ponggang RpHa
Uraian Padi Ramah
lingkungan Padi
konvensional A. Pen.
Usahatani 16.452.414,47
100,00 9.968.755,26 100 B. Biaya
usahatani Tb.
Tunai 5.342.457,45
32,47 5.793.218,35 58,11
Tb. Diperhitungkan
4.872.896,55 29,62 2.285.438,88
22,93 Total
biaya 10.215.354,00
62,09 8.078.657,24 81,04
C Pend. Atas biaya tunai
11.109.957,02 4.175.536,91
D Pend. Atas biaya total
6.237.060,47 1.890.098,03
E RC ratio biaya tunai
3,08 1,72
F RC ratio biaya total
1,61 1,23
Keterangan : pen = penerimaan, TB. = total biaya, pend. = pendapatan
Efisiensi usahatani yang aktual diperlihatkan oleh nilai RC ratio atas biaya tunai. Tabel 20 memperlihatkan bahwa nilai RC ratio atas penggunaan
biaya tunai usahatani padi ramah lingkungan metode SRI sebesar 3,08, jauh lebih besar dari RC ratio usahatani padi konvensional 1,72. Hal ini menjelaskan
bahwa petani padi ramah lingkungan menerima 3,08 rupiah dari setiap satu rupiah input yang dikeluarkan sementara petani padi konvensional hanya menerima 1,72
rupiah dari setiap satuan inputnya. Lebih lanjut bila menggunakan biaya total usahatani, petani padi ramah lingkungan metode SRI akan memperoleh 1,61
rupiah sementara petani padi konvensional hanya menerima 1,23 rupiah dari setiap satu rupiah yang digunakan dalam usahatani. Meskipun demikian, kedua
usahatani tersebut masih menguntungkan secara ekonomi karena nilai RC ratio masing-masing usahatani tersebut lebih dari satu RC ratio 1.
VII ANALISIS PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI System of Rice Intensification
7.1 Analisis Lembaga dan Fungsi Pemasaran