Gabah yang diterima petani padi konvensional yang diusahakan pada lahan rata-rata seluas 0.42 ha sebesar 1.943,50 kg GKP atau setara dengan
1.651,97 kg GKG. Bila dikonversi kedalam luasan hektar maka diperoleh produktivitas sebesar 4.627,38 kg. Jumlah ini lebih kecil dari hasil yang diperoleh
petani padi ramah lingkungan dengan rasio 1 : 1,7. Aartinya, petani padi ramah lingkungan memperoleh 1,7 bagian dari hasil panen atau hampir dua kali lipat dari
hasil yang diperoleh petani padi konvensional. Meskipun demikian, produktivitas padi konvensional masih berada dikisaran jumlah rata-rata produktivitas di Desa
Ponggang. Lebih lanjut, penggunaan input anorganik pupuk dan obat-obatan kimia tidak lebih efisien bila dibandingkan penggunaan input dari bahan-bahan
organik kompos dan obat-obatan organik pada usahatani padi ramah lingkungan.
Tabel 16 Produktivitas Padi Ramah Lingkungan Metode SRI dan Padi Konvensional Pada Musim Tanam Periode Aguastus-November
Tahun 2007
Jenis Usahatani Luas Lahan Rata-Rata ha
GKP kg Produktivitasha
Ramah Lingkungan 0,29
2.272,99 7.837,89
Konvensional 0,42 1.943,50
4.627,38 Keterangan:
GKP total seluruhnya diterima petani pemilik gabah bawon diuangkan GKP menjadi GKG susut 15
6.3 Analisis Pendapatan Usahatani
6.3.1 Penerimaan Usahatani
Penerimaan yang diperoleh petani merupakan nilai dari total produksi usahatani yang dikelolanya. Hasil penjualan gabah yang merupakan output dalam
usahatani merupakan pendapatan kotor sebelum dikurangi biaya-biaya yang digunakan dalam usahatani. Dalam menganalisis penerimaan petani, peneliti
menggunakan asumsi bahwa gabah yang dihasilkan petani seluruhnya dijual 100
. Petani pada umumnya menjual gabah dalam bentuk gabah kering giling GKG karena harga gabah kering giling lebih tinggi dari harga gabah kering
panen 15 persen. Pedagang menghargai gabah GKG lebih tinggi karena biaya untuk pengeringan gabah ditanggung oleh petani.
Berdasarkan data yang diperoleh dari kegiatan usahatani padi musim tanam periode Agustus-November 2007 musim rendeng, petani padi ramah
lingkungan memperoleh penerimaan total sebesar Rp 16.452.414,00 dari hasil penjualan GKG 6.665,54 kgha harga rata-rata Rp 2.468,28kg. Jumlah tersebut
relatif besar bagi penerimaan petani padi ramah lingkungan bila dibandingkan dengan penerimaan petani padi konvensional. GKP yang diperoleh petani padi
konvensional rata-rata sebesar 4.625,53 kgha atau setara dengan 3.931,70 kg GKG menghasilkan penerimaan sebesar Rp 9.968.755,26 pada tingkat harga rata-
rata Rp 2535,48. Penerimaan petani dari penjualan hasil panen dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17 Penerimaan Petani Padi Ramah Lingkungan dan Petani Padi Konvensional Musim Tanam Peride Agustus-November Tahun
2007 hektar
6.3.2 Biaya Usahatani
Biaya total yang dikeluarkan petani padi ramah lingkungan dalam satu musim tanam diperoleh rata-rata sebesar Rp 10.215.354,00ha. Biaya tersebut
merupakan hasil penjumlahan dari total penggunaan biaya tunai dan biaya yang
Harga Usahatani Satuan
Volume GKG
Rpsatuan Nilai Rp
Ramah Lingkungan kg
6.665,54 2.468,28 16.452.414,47
Konvensional kg 3.931,70
2.535,48 9.968.755,26
diperhitungkan. Tabel 18 menunjukkan bahwa biaya tunai dan biaya diperhitungkan memiliki proporsi yang relatif sama dalam stuktur biaya total.
Biaya tunai yang dikeluarkan petani sebesar Rp 5.342.457,45ha atau sekitar 52,30 persen dari total biaya yang dikeluarkan dalam satu musim tanam, sisanya
merupakan biaya yang diperhitungkan yaitu sebesar Rp 4.872.896,55ha atau 47,70 persen dari total biaya yang digunakan dalam satu musim tanam usahatani.
Tabel 18 Biaya Usahatani Padi Ramah Lingkungan Metode SRI Pada Musim Tanam MT Periode Agustus-November Tahun 2007
Hektar
No Jenis Pengeluaran
Biaya Rp Persentase
1. Biaya tunai
Biaya variabel
• Benih 63.988,42 0,63
• Obat-obatan organik
1
35.861,84 0,35 • Obat-obatan non organik
2
11.984,21 0,12 • TKLK
4.668.440,13 45,7
• Biaya pengairan ulu-ulu 122.720,13 1,2
• Mengangkut hasil panen 311.370,51 3,05
• Pembelian karung 102.546,71 1
Biaya tetap
• Pajak 25.545,49 0,25
Sub total
5.342.457,45 52,3
2. Biaya diperhitungkan
Biaya variabel
• Benih 25.638,95 0,25
• Pupuk bokashi 1.827.773,68
17,89 • MOL
245.131,58 2,4 • TKDK
716.555,92 7,01 • Sewa saprotan
39.947,37 0,39 • Sewa lahan
1.689.977,96 16,54
Biaya tetap • Penyusutan alat
327.871,09 3,21 Sub
total 4.872.896,55
47,7
3. Total biaya 10.215.354,00
100
1
Bioscore dan saputera nutrien
2
Pestisida meothrin dan decis
Berdasarkan data yang diperoleh, penggunaan biaya dalam usahatani padi ramah lingkungan sebagian besar dialokasikan untuk membayar upah tenaga
kerja, pengadaan pupuk dan sewa lahan. Hal yang sama ditemukan pula pada usahatani padi konvensional. Penggunaan tenaga kerja dalam usahatani padi
ramah lingkungan metode SRI sebagian besar menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga. Biaya yang dikeluarkan untuk membayar upah TKLK sebesar Rp
4.668.440,13ha atau sekitar 45,70 persen dari total kebutuhan biaya usahatani, sementara pengeluaran untuk biaya pengadaan pupuk bokashi sebesar Rp
1.827.773,68ha 17,89 kemudian disusul sewa lahan sebesar Rp 1.689.977,96 16,54 persen.
Biaya diperhitungkan untuk membayar upah tenaga kerja dalam keluarga relatif kecil yaitu Rp 716.555,92ha atau hanya 7,01 persen dari total kebutuhan
biaya total. Artinya, kegiatan dalam usahatani tidak dapat dilakukan sepenuhnya oleh tenaga kerja keluarga sehingga kekurangan tenaga kerja sebanyak 86,69
persen dicukupi dengan menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga. Hal ini akan berdampak pada besarnya biaya tunai yang dikeluarkan untuk membayar
upah tenaga kerja. Dengan demikian, petani harus memperhatikan kebutuhan tenaga yang benar-benar diperlukan untuk menggarap sawahnya, sehingga
pemborosan biaya karena penggunaan tenaga kerja yang berlebihan dapat diminimalisir.
Biaya pengadaan pupuk bokashi dan sewa lahan termasuk kedalam biaya yang diperhitungkan karena pengadaan pupuk bokashi sepenuhnya dibuat sendiri
dan lahan yang digarap petani padi ramah lingkungan seluruhnya merupakan lahan milik sendiri. Biaya sewa lahan termasuk kedalam biaya variabel
dikarenakan sistem sewa berdasarkan produktivitas lahan. Berdasarkan keterangan dari petani, sewa lahan dapat dilakukan dengan membayar 10 persen
dari penerimaan hasil panen. Rincian penggunaan biaya dalam usahatani padi
ramah lingkungan metode SRI di Desa Ponggang baik satuan hektar maupun rata- rata perluasan lahan secara lengkap disajikan pada Lampiran 5 dan Lampiran 6.
Tabel 19 memperlihatkan biaya total yang dikeluarkan petani padi konvensional sebesar Rp 8.078.657,24 per hektar. Bagian biaya total yang
digunakan untuk biaya TKLK sebesar 43,59 persen atau Rp 3.521.232,78,
pengadaan pupuk urea sebesar 12,74 persen Rp 1.029.600,53 dan sewa lahan
sebesar 12,34 persen Rp 996.875,53, sisanya merupakan biaya TKDK, pupuk
TSP, biaya pengairan dan lain-lain.
Tabel 19 Pengeluaran Usahatani Padi Konvensional Musim Tanam MT Periode Agustus-November Tahun 2007 RpHa
No Pengeluaran usahatani
Biaya Rp Persentase
1 Biaya tunai
Biaya variabel
Benih 18.037,89
0,22 • Pupuk padat :
1 Urea 1.029.600,53 12,74
2 TSP 184.763,16 2,29
3 Ponska 49.604,21 0,61
4 Pupuk pelengkap cair 60.001,05
0,74 • Obat-obatan kimia
234.492,63 2,90
• TKLK 3.521.232,78 43,59
• Biaya pengairan ulu-ulu 88.748,95
1,10 • Mengangkut hasil panen
464.287,89 5,75
• Pembelian karung 74.218,42
0,92 • Sewa saprotan
25.052,63 0,31
• Retribusi tanah desa 10 27.056,84
0,33 Biaya
tetap • Pajak 16.121,37
0,20 Sub total
5.793.218,35 71,71
2 Biaya diperhitungkan
Biaya variabel • Benih 149.626,84
1,85 • TKDK 987.301,44
12,22 • Sewa saprotan
11.273,68 0,14
• Sewa lahan 996.875,53
12,34
Biaya tetap • Penyusutan alat
140.361,39 1,74
Sub total
2.285.438,88 28,29
3 Total biaya
8.078.657,24 100,00
persentase terhadap biaya total
Informasi lain yang diperoleh yaitu bagian biaya tunai dan diperhitungkan memiliki proporsi yang berbeda dalam membentuk biaya total usahatani padi
konvensional. Sebagian besar biaya yang dikeluarkan petani padi konvensional merupakan biaya tunai 71,71 dan sisanya merupakan biaya yang
diperhitungkan 28,29. Hal ini menunjukkan bahwa pengusahaan padi konvensional secara finansial sangat bergantung pada biaya tunai dalam
pengadaan inputnya terutama pengadaan pupuk urea. Lebih lanjut, petani menggunakan pupuk urea jauh diatas jumlah yang disarankan oleh pemerintah.
Volume penggunaan urea oleh petani padi konvensional mencapai 765,98 kgha, sementara jumlah yang dianjurkan sebesar 200 kgha atau terjadi kelebihan
penggunaan pupuk urea sekitar 565,98 kg. Penggunaan pupuk urea yang tidak rasional tersebut berdampak pada pemborosan biaya usahatani sebesar sebesar RP
1.029.594,87 harga rata-rata urea Rp 1.344,15kg. Jumlah tersebut tentunya menambah biaya total yang pada akhirnya berdampak pada pendapatan atas biaya
total yang semakin rendah. Rincian biaya usahatani padi konvensional dapat dilihat pada Lampiran 7.
6.3.3 Pendapatan Usahatani