67 K3LH berlatar belakang K3 danatau memiliki sertifikat
pelatihan risk assessment. 4.
Terdapat ketidaksesuaian penentuan kategori konsekuensi dan kemungkinan antara prosedur dengan form hasil risk
assessment. Pada prosedur risk assessment PT. Dirgantara Indonesia ditentukan kategori konsekuensi dan kemungkinan
yang berbeda dengan kategori pada form hasil risk assessment Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia.
5.2.3 Penyebab Masalah Pelaksanaan Risk Assessment Pada Direktorat
Produksi PT. Dirgantara Indonesia
Berdasarkan masalah dalam pelaksanaan risk assessment, maka dilakukan analisis pelaksanaan risk assessment yaitu dengan teknik
Management Oversight and Risk Tree MORT pada cabang Task Spesific Risk Assessment. Jika ditelusuri dari struktur pohon MORT,
pada lapis kesepuluh terdapat dua cabang yang fokus membahas terkait risk assessment yaitu cabang Task Spesific Risk Assessment Not
Performed dan Task Spesific Risk Assessment LTA. Cabang Task Spesific Risk Assessment Not Performed
membahas tidak terlaksananya risk assessment. Sedangkan cabang Task Spesific Risk Assessment LTA membahas ketidaktepatan
pelaksanaan risk assessment NRI, 2009. Cabang Task Spesific Risk Assessment LTA ini yang akan menjadi fokus analisis karena pada
68 Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia risk assessment
dilaksanakan namun terdapat ketidaktepatan pelaksanaannya. Berikut ini penjabaran penyebab masalah berdasarkan cabang
Task Spesific Risk Assessment LTA:
A. Cabang Task Spesific Risk Analysis LTA
1. Cabang Knowledge LTA E4
Cabang dengan kode E4 ini mempertimbangkan pengetahuan yang memadai harus tersedia untuk analisis risiko.
Terdapat dua cabang yang mempengaruhi pengetahuan, yaitu: a.
Cabang Use of Workers’ Suggestion and Inputs LTA F5 Cabang dengan kode F5 ini mempertimbangkan saran
dan input pekerja yang memadai digunakan dalam analisis risiko. Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia
melibatkan pekerja dalam pemberian informasi terkait bahaya atau risiko yang dihadapi.
Dalam pedoman kepemimpinan manajemen dan partisipasi karyawan dalam menerapkan SMK3LH dengan
nomor dokumen D4 GO 20, dijelaskan bahwa karyawan harus melaporkan kondisi bahaya yang belum bisa
ditanggulangi di area kerjanya kepada atasan yang bersangkutan. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan
utama, diketahui bahwa pekerja dilibatkan sebagai objek yang akan memberikan informasi terkait bahaya yang
dihadapi. Berikut ini kutipan pernyataan informan:
69 “
...Jadi partisipasi si karyawan dalam kaitannya dengan risk assessment sebagai objek untuk kita tanya keluhannya dan
lain-lain... “ KS.
“
Pekerja tentu saja dilibatkan, pekerja kan yang berkaitan secara langsung dengan risiko. Segala masukan dari pekerja
pasti kita tampung dan selanjutnya di kroscek kebenarannya, apabila terbukti maka kita lakukan assessment...
”
KP. “
Pekerja bisa dibilang sebagai sumber informasi utama yah, karena dia yang berhubungan langsung dengan bahaya.
Kalo pekerja biasanya informasi bahaya-bahaya... “ SA.
Selanjutnya hasil
wawancara dengan
pekerja mendukung pernyataan dari informan utama, berikut ini
kutipan pernyataannya: “
Biasanya di briefing itu ada keluhan apa disampaikan disana.
“ PA. “
Kalau memang kita ada masukan ya kita temui team leader, supervisor, atau manajer kalau lagi ada di tempat... Kadang
kalau pimpinan atau tim K3LH lagi ke lapangan juga kita suka ditanya.
“ PD. Dari kutipan hasil wawancara tersebut, diketahui bahwa
pekerja terlibat dengan memberi informasi keluhan yang dirasakan, baik saat pimpinan atau K3LH datang ke lokasi,
saat briefing, maupun saat informal bertemu di jalan. Pekerja
70 dapat memberikan informasi secara pasif saat ditanya,
maupun aktif saat menemukan risiko baru. Kemudian selama pengamatan, terdapat beberapa
pekerja yang menghampiri pimpinannya saat sedang di lapangan untuk meminta upaya pengendalian yang tepat atas
risiko pekerjaan yang dihadapi. Dalam mengungkapkan masukannya, pekerja terlihat cukup kritis dengan dasar hak
atas keselamatan diri mereka. Pekerja yang cukup kritis kebanyakan adalah pekerja senior. Pekerja senior mengakui
bahwa ia menyampaikan juga atas nama pekerja lain.
b. Cabang Technical Information Systems LTA F6
Cabang dengan kode F6 ini mempertimbangkan analisis risiko didukung oleh sistem informasi. Direktorat
Produksi PT. Dirgantara Indonesia dalam melaksanakan analisis risiko didukung oleh sistem informasi teknis, yaitu
pertemuan beberapa level. Namun tidak semua unit melaksanakan pertemuan level 1, serta dalam beberapa
pertemuan yang dilaksanakan masalah safety tidak selalu dibahas.
Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber, diketahui bahwa terdapat sistem pertemuan level 1 sampai
dengan level 5 dengan safety menjadi salah satu pembahasannya. Berikut ini kutipan pernyataan narasumber: