107 “
Memberi pengertian yah supaya sadar sendiri aja, itu kan untuk diri mereka sendiri.
“ SA. “
Pake ancaman kali yah, kalau dia ga disiplin ga saya kasih lembur, kan banyak pekerja yang mengincar uang lembur tuh.
“ SB.
Kemudian selama pengamatan, pekerja menggunakan APD yang diwajibkan oleh team leader atau supervisor. Pekerja
yang melepaskan APD di wilayah kerja mendapat teguran dari team leader atau supervisor. Selain itu, beberapa training terkait
K3LH telah dilaksanakan di Diklat. Berikut ini bukti penyelenggaraan training:
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Gambar 5.12 Training PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2014
Bagan 5.2 Pohon MORT Hasil Penelitian Tahun 2014
5.2.4 Pohon MORT Pelaksanaan Risk Assessment Pada Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2014
Task-Specific Risk Assessment
LTA
Task-Specific Risk Analysis
LTA Recommended
Risk Control LTA
Knowledge LTA
Execution LTA
Use of Workers
Input LTA
Technical Information
Systems LTA Time
LTA Scope
LTA Budget
LTA
Analytical Skill LTA
Hazard Selection
LTA
Hazard Identifica
tion LTA Hazard
Prioritisa tion LTA
Clarity LTA
Compati bility
LTA
Testing of control
LTA
Adaptabi lity LTA
Availabi lity LTA
Directive to Use
LTA Use Not
Mandatory
108
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan, yaitu: 1.
Situasi kurang kondusif saat pelaksanaan wawancara, seperti suara bising mesin serta pekerja lain di ruangan yang sama dapat mempengaruhi
informan memberikan jawabannya. 2.
Beberapa dokumen perusahaan terkait budget dan pengadaan tidak diizinkan untuk diminta, peneliti hanya diperbolehkan melihat dokumen
di lokasi saat itu juga, karena dokumen tersebut merupakan dokumen
rahasia perusahaan.
6.2 Pembahasan Ketidaktepatan Ruang Lingkup Pelaksanaan Risk
Assessment Pada Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia
Dalam melaksanakan risk assessment diperlukan adanya kebijakan perusahaan terkait. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah no. 50 tahun
2012 tentang penerapan SMK3 pasal 6 ayat 1, yang menyatakan bahwa SMK3 meliputi penetapan kebijakan K3. Dalam hal ini PT. Dirgantara
Indonesia memiliki prosedur risk assessment yang membuktikan bahwa PT. Dirgantara Indonesia telah memiliki komitmen untuk menciptakan tempat
kerja yang aman dan sehat. Dengan adanya prosedur tersebut, maka terdapat
109
petunjuk dalam melaksanakan risk assessment sehingga risiko yang ada dapat dikendalikan sedini mungkin.
Selain itu, pelaksanaan risk assessment dibuktikan dengan adanya pendokumentasian. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah no. 50
tahun 2012 tentang penerapan SMK3 pasal 13 ayat 3 d, yang menyatakan bahwa pendokumentasian dilakukan terhadap hasil identifikasi, penilaian,
dan pengendalian risiko. Pelaksanaan risk assessment di Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia telah dibuktikan dengan adanya dokumen form
hasil risk assessment. Dokumen tersebut akan bermanfaat sebagai dasar dalam merencanakan program yang tepat.
PT. Dirgantara Indonesia dalam melaksanakan risk assessment menggunakan metode analisis kualitatif. Dalam metode analisis kualitatif
terdapat 2 unsur yang dijadikan pertimbangan, yaitu konsekuensi risk severity dan kemungkinan risk probability. Kelebihan menggunakan
analisis kualitatif adalah mudah dimengerti, tidak menggunakan sumber daya yang mahal, dan dapat digunakan ketika tidak tersedia data yang baik
Cross, 1998. Berdasarkan kelebihan tersebut, maka PT. Dirgantara Indonesia telah sesuai memilih metode ini. Hal ini dikarenakan kondisi PT.
Dirgantara Indonesia saat ini yang minim sumber daya, seperti personil, waktu, dana, dan lain-lain.
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan beberapa hal yang tidak tepat dalam pelaksanaan risk assessment di Direktorat Produksi PT. Dirgantara
Indonesia, yaitu:
110
1. Tidak semua lokasi dilaksanakan risk assessment karena pelaksanaannya
hanya berdasarkan proses. Risk assessment harus dilakukan di seluruh aktifitas usaha
ASNZS, 2004. Pada prosedur risk assessment PT. Dirgantara Indonesia, dijelaskan bahwa pelaksanaan risk assessment dilakukan di
seluruh kegiatan produksi dan pendukungnya. Namun, pada form hasil risk assessment di Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia tidak
dituliskan keterangan secara rinci terkait lokasi. Dapat dikatakan bahwa tidak semua lokasi dilaksanakan risk assessment, karena pelaksanaan
hanya berdasarkan proses. Padahal proses di unit tertentu bisa jadi memiliki potensi bahaya dan risiko yang berbeda dibandingkan proses di
unit lain. Dampaknya adalah tidak terdeteksinya potensi bahaya dan risiko tersebut, sehingga tidak ada pengendalian yang dilakukan.
Untuk itu, sebaiknya Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia melaksanakan risk assessment pada masing-masing unit, dengan
mengutamakan lokasi dengan tingkat risiko tertinggi terlebih dahulu, karena dalam melaksanakan risk assessment tidak dapat dipilih secara
acak, pekerjaan dengan pengalaman terburuk seharusnya dianalisis terlebih dahulu Soeripto, 1997.
2. Tidak ada aturan pelaksanaan risk assessment berdasarkan periode
waktu. Dalam pelaksanaan risk assessment, pemantauan dan peninjauan
ulang perlu dilakukan untuk memonitor efektifitas. Pemantauan perlu
111
dilakukan untuk mengetahui perubahan-perubahan yang bisa terjadi. Perubahan-perubahan tersebut kemudian perlu ditelaah ulang untuk
selanjutnya dilakukan perbaikan ASNZS, 2004. Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber, risk assessment pada Direktorat
Produksi PT. Dirgantara Indonesia dilaksanakan berdasarkan permintaan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tidak ada aturan pelaksaaan
risk assessment berdasarkan periode waktu. Namun, tidak semua unit mengetahui untuk melakukan permintaan.
Dampaknya adalah risk assessment tidak mengikuti perkembangan atau perubahan-perubahan yang ada di unit, padahal perkembangan atau
perubahan-perubahan yang ada akan sangat mempengaruhi risiko di suatu lokasi. Untuk itu, sebaiknya Direktorat Produksi PT. Dirgantara
Indonesia melaksanakan risk assessment sesuai jadwal berkala, sehingga tidak bergantung pada permintaan saja.
3. Personil yang melaksanakan risk assessment tidak ditentukan.
Dalam melaksanakan risk assessment harus dilakukan oleh pekerja yang mempunyai kompetensi yang ditetapkan. Orang yang menganalisis
risiko harus memiliki pemahaman yang baik tentang pekerjaan dan pengetahuan untuk menemukan bahaya. Dengan melibatkan pekerja akan
membantu meminimalkan kelalaian, memastikan kualitas analisis dan memperdalam analisis untuk solusi ASNZS, 2004.
Berdasarkan prosedur risk assessment PT. Dirgantara Indonesia, pelaksana risk assessment yaitu fungsi sentral K3LH dan unit organisasi