kekurangannya antara lain adalah pengeringan dengan alat ini hanya dapat dilakukan pada bahan yang berbentuk cairan, pasta atau bubur yang memiliki
ketahanan terhadap suhu tinggi dalam waktu yang singkat yaitu ± 2 – 30 detik Mujumdar 2000.
2.6 Pengering Fluidized Bed
Pengering fluidized bed merupakan alat pengering yang biasa digunakan untuk mengeringkan bahan berbentuk butiran. Pada alat ini, udara panas
dihembuskan melalui dasar partikel makanan dengan kecepatan yang tinggi untuk mengatasi kekuatan gravitasi dalam produk dan mempertahankan partikel dalam
bentuk suspensi Jayaraman dan Gupta 1995. Menurut Hariyadi et al. 2000 menjelaskan prinsip kerja pengering
fluidized bed adalah udara panas yang berasal dari heater electric dialirkan dengan bantuan fan. Aliran udara bergerak dengan tipe vertikel, dimana udara
panas digerakkan dengan kecepatan tinggi sehingga akan menggerakkan partikel bahan yang dikeringkan. Proses tersebut akan mengakibatkan seluruh permukaan
bahan bersentuhan dengan udara panas. Keuntungan dari pengering jenis ini adalah intensitas pengering dan
efisiensi suhu tinggi, pengawasan mutu seragam dan teliti, lama pengeringan bahan dapat diubah-ubah, waktu pengeringan lebih singkat dibandingkan dengan
tipe pengering lainnya, peralatan operasi dan pemeliharaan sangat sederhana, proses dapat diukur secara otomatis tanpa adanya kesulitan dan beberapa proses
dapat dikombinasikan dengan menggunakan pengering fluidized bed ini Anonim 2007.
2.7 Kesetimbangan air
Bahan pangan berinteraksi dengan molekul air yang terkandung didalamnya dan molekul air di udara sekitarnya. Interaksi molekul air dengan
bahan pangan dan lingkungan dapat dilihat dari isotermi sorpsi airnya Isotermi sorpsi air menunjukkan hubungan antara kadar air bahan dengan RH
kesetimbangan ruang tempat penyimpanan bahan baku atau aktivitas air pada suhu tertentu Handoko 2004.
Peranan air dalam bahan pangan biasanya dinyatakan dalam kadar air dan aktivitas air, sedangkan peranan air di udara dinyatakan dengan kelembaban
relatif RH dan kelembaban mutlak Syarief dan Halid 1993. Kandungan air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat
dinyatakan berdasarkan basis basah wet basis atau basis kering dry basis. Kadar air basis basah Mw adalah perbandingan berat air bahan pangan terhadap
berat bahan. Kadar air berat kering Md adalah perbandingan berat air bahan pangan terhadap berat berat kering bahan atau padatannya. Hubungan antara kadar
air basis basah dengan kadar air basis kering dapat dinyatakan dengan rumus berikut :
Mw Mw
x Md
− =
100 100
Kadar air keseimbangan adalah kadar air saat tekanan uap air bahan setimbang dengan lingkungannya. Pada saat terjadi keseimbangan, jumlah uap air
yang menguap dari bahan ke udara sama dengan jumlah air yang masuk ke bahan. Kadar air kesetimbangan yang terjadi karena bahan kehilangan air disebut kadar
air keseimbangan desorpsi, sedangkan apabila terjadi karena bahan menyerap air disebut menyerap air disebut kadar air kesetimbangan absorpsi.
Fennema 1985 memaparkan adanya hubungan yang erat antara kadar air dalam bahan pangan dengan daya awetnya. Pengurangan air baik dengan
pengeringan atau penambahan bahan penguap air bertujuan untuk mengawetkan bahan pangan sehingga dapat tahan terhadap kerusakan mikrobiologis maupun
kerusakan kimiawi. Ditambahkan oleh Purnomo 1995 yang menjelaskan kriteria ikatan air dalam aspek daya awet bahan pangan dapat ditinjau dari kadar air,
konsentrasi larutan, tekanan osmotik, kelembaban relatif berimbang dan aktivitas air A
w
. Tingkat mobilitas dan peranan air dalam bahan pangan biasanya
dinyatakan dengan aktivitas air a
w
, yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan untuk reaksi oksidasi lemak, reaksi enzimatis, reaksi pencoklatan non enzimatis
atau jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya Troller dan Christian 1978. A
w
dapat dinyatakan sebagai potensi kimia yang kisaran nilainya bervariasi dari 0,0 – 1,0. Pada nilai A
w
0,0
berarti molekul air yang bersangkutan sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas selama proses kimia, sedangkan nilai A
w
1,0 berarti potensi air dalam proses kimia dalam kondisi maksimal.
Menurut Winarno 1997 kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan makanan terhadap serangan mikroba dinyatakan dalam
A
w
. Berbagai mikroorganisme mempunyai A
w
minimum agar dapat tumbuh dengan baik, misalnya A
w
bakteri = 0,90 ; A
w
khamir = 0,80 – 0,90 dan A
w
kapang = 0,60 – 0,80. Berdasarkan hukum Raoult, aktivitas air berbanding lurus dengan jumlah
mol zat terlarut dan berbanding terbalik dengan jumlah mol pelarut. Hukum ini hanya berlaku untuk larutan, tidak berlaku untuk bahan padat. Hukum ini dapat
dinyatakan dengan persamaan berikut :
2 1
2
n n
n A
w
+ =
Keterangan : n
1
= Jumlah mol zat terlarut, n
2
= Jumlah mol pelarut air, n
1
+ n
2
= Jumlah mol larutan Aktivitas air suatu bahan pangan dapat didefenisikan secara fisika dengan
persamaan berikut :
100 100
ERH x
P P
A
T o
w
= ⎥
⎦ ⎤
⎢ ⎣
⎡ =
Keterangan : A
w
= Aktivitas air P
= Tekanan uap air dalam bahan pangan P
o
= Tekanan uap jenuh pada suhu yang sama ERH = Kelembaban relatif kesetimbangan
Beberapa jenis garam dan asam dapat digunakan untuk mengontrol aktivitas air atau kesetimbangan relatif seperti yang tercantum dalam Tabel 2.
Supriadi 2004 menjelaskan bahwa untuk membuat kurva isotermik sorpsi, dilakukan penyimpanan bahan dalam beberapa desikator yang telah diisi dengan
larutan garam jenuh sampai dicapai kesetimbangan pada semua larutan sekitar 1-2
minggu. Kesetimbangan dicapai pada saat tekanan uap air pada bahan sama dengan tekanan uap air lingkungan sekitar.
Tabel 2. Kelembaban relatif larutan garam jenuh
RH pada suhu Larutan garam jenuh
20
o
C 25
o
C 30
o
C Lithium klorida
Kalium asetat Magnesium bromida
Magnesium klorida Kalium karbonat
Magnesium nitrat Natrium bromida
Tembaga klorida Lithium asetat
Strontium klorida Natrium klorida
Amonium sulfat Kadmium klorida
Kalium bromida Lithium sulfat
Kalium klorida Kalium kromat
Natrium benzoat Barium klorida
Kalium nitrat Kalium sulfat
Natrium phospat 12
23 31
33 44
52 57
68 70
73 75
79 82
84 85
86 88
88 91
94 97
98 11
23 31
33 43
52 57
67 68
71 75
79 82
83 85
86 87
88 90
93 97
97 11
23 30
32 42
52 57
67 66
69 75
79 82
82 85
84 86
88 89
92 97
96
Sumber : Rockland 1969 dalam Puspitawulan 1997
2.8 Isotermik Sorpsi Air ISA