Struktural Fungsional Robert Merton

1.2 Struktural Fungsional Robert Merton

Kalau Parsons merupakan teoretisi struktural fungsional terpenting, maka salah seorang mahasiswanya, Robert Merton, menulis sejumlah pernyataan terpenting tentang struktural fungsional dalam sosiologi Sztompka,2000 dalam George Ritzer, 2008:268. Merton mengkritik beberapa aspek ekstrim dan kukuh dari struktural fungsional. Merton mengkritik apa yang dilihatnya sebagai tiga postulat dasar analisis fungsional sebagaimana dikembangkan oleh antropolog Malinowski dan Radcliffe-Brown. Yang pertama adalah postulat kesatuan fungsional masyarakat. Postulat ini manyatakan bahwa seluruh kepercayaan dan praktik sosial budaya standar bersifat fungsional bagi masyarakat secara keseluruhan maupun bagi individu dalam masyarakat. Pandangan ini mengandung arti bahwa berbagai bagian system sosial pasti menunjukkan tingginya level integrasi. Namun, Merton berpandangan bahwa, meskipun hal ini berlaku bagi masyarakat kecil dan primitif, generalisasi ini dapat diperluas pada masyarakat yang lebih besar dan lebih kompleks. Fungsionalisme universal adalah postulat kedua. Jadi, dinyatakan bahwa semua bentuk dan struktur sosial kultural memiliki fungsi positif. Merton berpendapat bahwa ini bertentangan dengan apa yang kita temukan di dunia nyata. Jelas bahwa tidak setiap struktur, adat-istiadat, gagasan, keyakinan, dan lain sebagainya, memiliki fungsi positif. Yang ketiga adalah postulat indispensabilitas. Argumennya adalah bahwa seluruh aspek standar masyarakat tidak hanya memiliki fungsi positif namun juga merepresentasikan bagian-bagian tak terpisahkan dari keseluruhan. Postulat ini mengarah pada gagasan bahwa seluruh struktur dan fungsi secara fungsional diperlukan oleh masyarakat. Tidak ada struktur dan fungsi yang dapat bekerja sebaik yang sekarang ada di dalam masyarakat. Kritik Merton, mengikuti Parsons, adalah bahwa paling tidak kita harus bersedia mengakui bahwa ada berbagai alternatif structural dan fungsional di dalam masyarakat. Pendapat Merton adalah bahwa seluruh postulat fungsional tersebut bersandar pada pernyataan non empiris yang didasarkan pada sistem teoritis abstrak. Minimal, menjadi tanggungjawab sosiolog untuk menelaah setiap postulat tersebut secara empiris. Keyakinan Merton adalah bahwa uji empiris, bukan pernyataan teoritis, adalah sesuatu yang krusial bagi analisis fungsional. Inilah yang mendorongnya untuk mengembangkan “paradigm” analisis fungsional sebagai panduan kea rah pengintegrasian teori dengan riset. Dari sudut pandang tersebut Merton menjelaskan bahwa analisis structural fungsional memusatkan perhatian pada kelompok, organisasi, masyarakat, dan kebudayaan. Ia menyatakan bahwa objek apa pun yang dapat dianalisa secara structural fungsional harus “merepresentasikan unsure-unsur standar yaitu yang terpola dan berulang. Ia menyebut hal tersebut sebagai “peran sosial, pola-pola institusional, proses sosial, pola- pola cultural, emosi yang terpola secara cultural, norma sosial, organisasi kelompok, struktur sosial, alat control sosial dan lain sebagainya.” Merton, 19491968:104 dalam George Ritzer, 2008:268-269. Teori struktural fungsional berangkat dari asumsi bahwa suatu masyarakat terdiri atas berbagai bagian yang saling mempengaruhi. Teori ini mencari unsur-unsur mendasar yang berpengaruh di dalam suatu mesyarakat, mengidentifikasi fungsi setiap unsur, dan menerangkan bagaimana fungsi unsur-unsur tersebut di dalam masyarakat. Teori ini melihat harmoni dan stabilitas suatu masyarakat sangat ditentukan oleh efektivitas consensus nilai-nilai. System nilai senantiasa bekerja dan berfungsi untuk menciptakan keseimbangan dalam masyarakat. Teori ini melihat hubungan antara laki-laki dan perempuan lebih merupakan pelestarian keharmonisan daripada bentuk persaingan. Kritik terhadap teori ini terutama dialamatkan pada kecenderungannya untuk terlalu menekankan kestabilan, konsensus individu pada nilai dan norma, integritas, keseimbangan dan memberikan mekanisme untuk melestarikan status quo. Padahal masyarakat selalu dalam keadaan berubah.R. Megawangi, 1997:71-72. Teori ini dianggap tidak dapat menganalisis kondisi perubahan revolusioner yang tiba-tiba.

2. Kerangka Kerja Harvard Harvard Framework