Rumah Tangga yang dijaga Perempuan

Namun, bekerja di luar rumah juga dinilai rendah. Dalam sebagian besar studi mengenai gender dan kemiskinan di India, Bank Dunia menyimpulkan bahwa India menanamkan investasi jauh lebih sedikit kepada pekerja perempuan ketimbang kepada pekerja laki-laki. dan bahwa perempuan tidak memiliki akses kepada input yang diperlukannya bagi pendidikan, pelatihan dan perangkat pertumbuhan maupun perubahan lainnya. Hal ini jelas terkait dengan peran gender mereka dan pemaknaan kultural perempuan dengan “di dalam” atau rumah: “Sebaliknya, laki-laki memiliki ‘bagian luar’ di mana nafkah hidup diperoleh dan kekuasaan politik maupun ekonomi dijalankan.” Kegagalan melihat, menanamkan investasi ke dan untuk menghargai peran perempuan sebagai actor ekonomi berakibat besar atas produktivitas perempuan. Bukan hanya masyarakat atau pemerintah yang memandang rendah pekerjaan perempuan. Perempuan sendiri merasa kesulitan melihat nilai sebenarnya dari apa yang dikerjakannya.

1. Rumah Tangga yang dijaga Perempuan

Dengan menggunakan istilah “yang dijaga perempuan” women- maintained sebagai ganti istilah “yang dikepalai perempuan” women headed yang lebih lazim, dimaksudkan untuk menegaskan kenyataan bahwa, walaupun banyak perempuan memikul tanggungjawab tunggal menghidupi keluarganya, mereka jarang menerima pengakuan, hak dan kekuasaan yang sama seperti kepala keluarga laki-laki. Jumlah rumah tangga di dunia yang dijaga oleh perempuan semakin bertambah : 20- 30 di Afrika-Sub Sahara, 16 di Amerika Utara, 15 di Amerika Selatan, 11,7 di India, tidak sukar untuk menemukan rumah tangga yang dikepalai oleh perempuan muda berusia 15 atau 16 tahun, yang tiba-tiba harus bertanggungjawab atas tiga atau empat orang saudara kandung yang lebih muda. Di Asia faktor terbesar penyebabnya adalah adalah permasalahan janda, sedangkan di Afrika belahan Selatan dan Utara serta Timur Tengah migrasi lebih sering menjadi penyebabnya. Meskipun jumlah rumah tangga yang dijaga oleh perempuan semakin banyak, inisiatif pembangunan sering mengabaikan atau mendiskriminasikan mereka. Ada contoh yang terdokumentasi dengan baik mengenai keuntungan yang ditawarkan kepada kepala rumah tangga, tetapi merugikan perempuan. Di kamp pengungsian misalnya, alat dan benih pertanian masih lebih cepat ditawarkan kepada laki-laki, untuk ditanam dan menjadi bahan makanan bagi keluarganya, daripada kepada perempuan. Dunia diatur dalam berbagai cara dengan maksud agar eksistensi rumah tangga yang dijaga perempuan tidak tampak. Pelaksana sensus di beberapa negara diperintahkan untuk menulis nama anak laki- laki tertua, sekalipun ia masih sorang bocah, sebagai ganti perempuan yang sebenarnya menjaga rumah tangga bersama-sama. Yang jelas, mitos bahwa pencari nafkah laki-laki dan perempuan sebagai ibu rumah tangga adalah pengaturan normal atau yang paling baik bagi manusia masih melekat dengan kuat, walaupun banyak sekali bukti yang memeperlihatkan kebalikannya.

2. Peremehan Kerja Perempuan