100
ini adalah Kabupaten Semarang, Batang, Sukoharjo, Magelang, Jepara, Temanggung dan Kota Salatiga. Kuadran II HL mencakup daerah yang
memiliki tingkat kemiskinan di atas rata-rata dan pertumbuhan pendapatan di bawah rata-rata provinsi, sehingga merepresentasikan daerah yang paling tidak
sejahtera. Beberapa daerah yang selalu berada di kuadaran ini adalah Kabupaten Wonosobo, Kebumen, Rembang dan Demak. Semuanya merupakan daerah yang
memiliki struktur perekonomian dominan pada sektor pertanian dengan level pendapatan perkapita rendah. Daerah dengan pertumbuhan tinggi namun tingkat
kemiskinannya juga tinggi tercakup dalam Kuadran I HH dan diwakili oleh Kabupaten Brebes, Sragen dan Purworejo. Daerah dengan kemiskinan tinggi
pada umumnya berpindah dari Kuadran I ke Kuadran II maupun sebaliknya.
Gambar 36 Scatterplot Pertumbuhan dan Kemiskinan Tahun
2004 dan 2010
101
4.4 Analisis
Poverty Growth Curve PGC
Analisis PGC berguna untuk mengkaji katerkaitan antara pertumbuhan yang diproksi dengan pendekatan pengeluaran, distribusi pendapatan dan
kemiskinan. Meskipun bersifat parsial tanpa menggunakan garis kemiskinan, indikator ini memiliki konsep yang cukup kuat untuk menjelaskan derajad pro
poor growth . Indikator ini dihitung menggunakan variabel pengeluaran perkapita
dari data mentah hasil Susenas tahun 2004 dan 2010. Data pengeluaran perkapita dihitung dalam bentuk riil, sehingga pengeluaran pada tahun 2010 dideflate
menggunakan laju inflasi umum selama periode 2004-2010.
Tabel 7 Pengeluaran Perkapita Riil per Bulan dan Pertumbuhannya Menurut Persentil dan Wilayah di Jawa Tengah Tahun 2004 dan 2010
Kelompok Pengeluaran
Pengeluaran Perkapita Riil per Bulan Rp Pertumbuhan
Pengeluaran Perkapita Riil 2004-2010
Perkotaan K Perdesaan D
K+D 2004
2010 2004
2010 2004
2010 K
D K+D
5 68.716
92.966 68.505
90.991 68.541
91.401 5,88
5,47 5,56
10 84.989
114.561 85.285
113.665 85.224
113.899 5,80
5,55 5,61
15 95.105
127.014 95.065
127.427 95.073
127.307 5,59
5,67 5,65
20 102.909
137.896 102.819
137.945 102.840
137.929 5,67
5,69 5,69
25 109.760
147.561 109.950
147.687 109.903
147.647 5,74
5,72 5,72
30 117.117
156.708 116.856
156.699 116.930
156.702 5,63
5,68 5,67
35 123.810
166.365 123.558
165.959 123.636
166.105 5,73
5,72 5,72
40 130.701
176.051 130.495
175.998 130.563
176.018 5,78
5,81 5,80
45 137.329
186.261 137.648
186.219 137.539
186.237 5,94
5,88 5,90
50 144.728
196.585 144.769
196.496 144.754
196.534 5,97
5,96 5,96
55 152.401
208.148 152.225
208.037 152.292
208.088 6,10
6,11 6,11
60 161.246
220.855 160.842
220.990 161.021
220.928 6,16
6,23 6,20
65 170.265
234.865 170.451
234.664 170.363
234.761 6,32
6,28 6,30
70 181.105
250.513 180.725
250.380 180.907
250.447 6,39
6,42 6,41
75 193.651
269.975 193.411
269.668 193.543
269.840 6,57
6,57 6,57
80 209.313
293.507 209.372
294.156 209.341
293.791 6,70
6,75 6,72
85 228.985
325.278 228.693
326.246 228.877
325.655 7,01
7,11 7,05
90 257.808
377.202 256.515
374.920 257.352
376.339 7,72
7,69 7,71
95 307.459
466.155 305.537
465.446 306.858
465.946 8,60
8,72 8,64
100 507.540
896.568 497.290
795.229 504.988
877.551 12,77 9,99
12,30
Rata-rata 209.672
303.257 148.986
207.486 174.028
251.162 7,44
6,54 7,39
Sumber : Diolah dari Susenas 2004 dan 2010, BPS
102
Pengeluaran perkapita riil per bulan menurut kelompok pengeluaran persentil dan wilayah secara lengkap disajikan dalam Tabel 7. Selama periode
tersebut, pengeluaran perkapita riil secara rata-rata mengalami peningkatan dari Rp 170,23 ribu per bulan menjadi Rp 251,16 ribu per bulan di tahun 2010 atau
tumbuh sebesar 7,39 persen per tahun. Fenomena ini menunjukkan adanya perbaikan kesejahteraan penduduk secara rata-rata selama periode 2004-2010.
Berdasarkan Tabel 7, level pengeluaran perkapita riil per bulan di daerah perkotaan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan daerah perdesaan. Pada
tahun 2004, level pengeluaran perkapita di perkotaan mencapai Rp 209,6 ribu per bulah dan meningkat menjadi Rp 303,25 ribu per bulan di tahun 2010 atau
tumbuh sebesar 7,44 persen per tahun. Level pengeluaran perkapita riil di daerah perdesaan pada tahun 2004 sebesar Rp 148,99 ribu dan meningkat menjadi Rp
207,49 ribu di tahun 2010 atau tumbuh sebesar 6,54 persen per tahun. Secara umum, hal tersebut mengindikasikan bahwa secara rata-rata kesejahteraan
penduduk daerah perkotaan meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk di daerah perdesaan.
Gambar 37 Poverty Growth Curve Jawa Tengah Periode 2004-2010
Nilai pertumbuhan pengeluaran menurut kelompok persentil dapat disusun kurva PGC. Secara umum, pertumbuhan pengeluaran riil per bulan semakin
meningkat seiring dengan peningkatan kelompok pengeluaran persentil. Gambar 37 mengilustrasikan porsi manfaat dari pertumbuhan atau peningkatan
5 10
15 20
25 30
35 40
45 50
55 60
65 70
75 80
85 90
95 100
4 5
6 7
8 9
10 11
12 13
Pertumbuhan
Golongan Pengeluaran Persentil
Rata-rata Pertumbuhan
103
kesejahteraan yang terbesar dinikmati oleh 15 persen penduduk pada golongan berpendapatan tertinggi. Sementara itu, 85 persen penduduk pada golongan
pendapatan di bawahnya menerima peningkatan kesejahteraan di bawah rata-rata. Berdasarkan kurva PGC apat disimpulkan bahwa pertumbuhan selama
periode 2004-2010 belum bersifat pro poor. Manfaat pertumbuhan secara dominan dinikmati oleh penduduk pada golongan pendapatan tertinggi dan belum
berpihak kepada penduduk pada golongan berpendapatan rendah. Fenomena ini menjadi penjelas mengapa pengentasan kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah, baik
di daerah perkotaan maupun perdesaan terkesan berjalan lambat.