Dinamika Ketimpangan Pendapatan Dinamika Pertumbuhan, Pengangguran, Ketimpangan Pendapatan

95 lebih dari 20 persen. Sebaliknya, daerah yang memiliki tingkat kemiskinan terendah adalah Kota Semarang, Kota Pekalongan, Kota Tegal dan Kota Salatiga dengan level di masing-masing kurang dari 10 persen. Pada umumnya, daerah yang memiliki tingkat kemiskinan rendah adalah daerah yang memiliki pendapatan perkapita tinggi, struktur perekonomiannya dominan di sektor industri pengolahan, perdagangan dan jasa, dan mayoritas merupakan daerah yang berstatus kota. Meskipun demikian, terdapat daerah yang memiliki pendapatan perkapita tinggi dan kemiskinannya juga tinggi, yakni Kabupaten Cilacap. Tingginya pendapatan perkapita di Cilacap lebih didorong oleh andil dari sektor industri pengolahan migas, namun nilai tambahnya hanya dinikmati oleh sebagian kecil penduduk yang terlibat dalam aktivitas produksinya. Pengelolaan industri migas di Cilacap dilakukan oleh BUMN Pertamina, sehingga sebagaian besar nilai tambahnya dan keuntungan yang dihasilkan di setor ke kantor pusat Pertamina sebagai representasi dari perwakilan pemerintah pusat Mayoritas penduduk hanya menerima manfaat yang sangat kecil, sehingga keberadaannya belum memberikan dampak yang signifikan dalam membantu mengentaskan kemiskinan di Cilacap. Terdapat juga daerah yang memiliki pendapatan perkapita rendah, namun tingkat kemiskinannya juga rendah, yakni Kabupaten Jepara. Meskipun secara rata-rata pendapatan perkapita di Jepara rendah, namun distribusi pendapatan antar penduduk berjalan lebih merata atau mengumpul di sekitar rata-rata sehingga memiliki dampak yang cukup efektif dalam mendorong penurunan kemiskinan. Perubahan dalam level kemiskinan di semua kabupatenkota selama periode 2004-2010 dapat dikaji menggunakan komponen tren. Nilai koefisien tren di level provinsi sebesar -0,374, artinya tingkat kemiskinan P turun dengan rata-rata sebesar 0,374 persen per tahun Gambar 33. Tren perubahan kemiskinan pada level kabupatenkota sangat bervariasi. Mayoritas kabupatenkota memiliki tren perubahan kemiskinan negatif atau semakin menurun. Namun demikian, terdapat lima daerah yang memiliki tren perubahan kemiskinan positif atau tingkat kemiskinannya semakin meningkat. Kelima daerah tersebut merupakan daerah yang berstatus kota dan terdiri dari Kota Tegal, Kota Semarang, Kota Pekalongan, Kota Salatiga dan Kota Magelang. Fenomena 96 -1 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.2 0.4 W o no gi ri C il ac ap B an ja rn e gar a K e b u m e n W o no so bo P e m al an g B at an g B an yu m as R e m b an g B o yo la li K e n d al P at i Te m an gg u n g K ar an ga n yar K la te n P e kal o n ga n M ag e la n g B reb es K u d u s B lo ra P u rb al in gg a D e m ak Te ga l K o ta S u ra kar ta Suk o ha rj o Je p ar a G ro bo ga n P ur w o re jo Sr ag e n Se m ar an g K o ta T e ga l K o ta S e m ar an g K o ta P e ka lo n gan K o ta S al at ig a K o ta M ag e la n g KabupatenKota Tren Perubahan Kemiskinan Tren Perubahan Kemiskinan Jawa Tengah ini sangat terkait dengan level kemiskinan di kelima daerah yang relatif lebih rendah 10 persen, memiliki distribusi pendapatan yang cenderung lebih timpang dan mayoritas penduduk miskinnya bersifat persisten. Program pengentasan kemiskinan yang bersifat sentralistik dan serba seragam memiliki pengaruh yang kurang signifikan dalam menurunkan kemiskinan, sehingga diperlukan format program yang lebih intensif dan bersifat pemberdayaan. Sumber : Diolah dari data kemiskinan 2004-2010 Gambar 33 Tren Perubahan Kemiskinan menurut KabupatenKota di Provinsi Jawa Tengah, 2004-2010 Daerah yang memiliki kemajuan baik dalam pengentasan kemiskinan adalah Kabupaten Wonogiri, Cilacap, Banjarnegara, Kebumen dan Wonosobo. Kelima daerah tersebut memiliki tren penurunan kemiskinan setiap tahun antara 0,6-0,9 persen. Berdasarkan level kemiskinan pada kondisi awal, kelimanya termasuk dalam kategori daerah yang memiliki tingkat kemiskinan tinggi, sehingga penurunan kemiskinan mampu berjalan lebih efektif dibandingkan dengan daerah yang level kemiskinan pada kondisi awalnya sudah rendah. Secara umum, level kemiskinan pada kondisi awal memiliki hubungan yang tidak searah dengan tren perubahannnya. Korelasinya antara keduanya sebesar -0,55 dan fenomena ini menunjukkan adanya proses secara bertahap yang semakin konvergen dalam pola kemiskinan antar wilayah.

4.3 Kuadran Pertumbuhan, Ketimpangan dan Kemiskinan

Analisis kuadran antara pertumbuhan pendapatan perkapita, ketimpangan pendapatan dan kemiskinan berguna untuk melihat hubungan antar variabel dan membandingkan tingkat kemajuan antar wilayah berdasarkan ketiga variabel. 97

0.38 0.36

0.34 0.32

0.30 0.28

0.26 0.24

0.22 0.20

8 6 5 4 3 2 Indeks Ketimpangan 2010 P e rt u m b u h a n 2 1 Kota Tegal Kota Pekalongan Kota Semarang Kota Salatiga Kota Surakarta Kota Magelang Brebes Tegal Pemalang Pekalongan Batang Kendal Temanggung Semarang Demak Jepara Kudus Pati Rembang Blora Grobogan Sragen Karanganyar Wonogiri Sukoharjo Klaten Boyolali Magelang Wonosobo Purworejo Kebumen Banjarnegara Purbalingga Banyumas Cilacap IV LH I HH II HL III LL

0.34 0.32

0.30 0.28

0.26 0.24

0.22 0.20

9 8 7 6 5 4 3 2 1 Indeks Ketimpangan 2004 P e rt u m b u h a n 2 4 Kota Tegal Kota Pekalongan Kota Semarang Kota Salatiga Kota Surakarta Kota Magelang Brebes Tegal Pemalang Pekalongan Batang Kendal Temanggung Semarang Demak Jepara Kudus Pati Rembang Blora Grobogan Sragen Karanganyar Wonogiri Sukoharjo Klaten Boyolali Magelang Wonosobo Purworejo Kebumen Banjarnegara Purbalingga Banyumas Cilacap IV LH I HH II HL III LL Analisis ini dilakukan dengan membuat scatterplot dua variabel yang dikaji, yakni pertumbuhan dengan ketimpangan, pertumbuhan dengan kemiskinan dan ketimpangan dengan kemiskinan dengan mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Ravallion 2005 dan Nayyar 2005.

4.3.1 Kuadran Pertumbuhan dengan Ketimpangan

Scatterplot antara pertumbuhan pendapatan perkapita dengan indeks ketimpangan antar kabupatenkota di Jawa Tengah pada tahun 2004 dan 2010 disajikan dalam Gambar 34. Secara umum, scatterplot antara kedua variabel menunjukkan hubungan positif yang tidak signifikan secara statistik. Korelasi antara keduanya sebesar 0,001 pada tahun 2004 dan 0,33 pada tahun 2010. Meskipun pendapatan perkapita mengalami pertumbuhan dari waktu ke waktu, distribusi pendapatan cenderung stabil dan tidak mengalami perubahan berarti. Gambar 34 Scatterplot Pertumbuhan Pendapatan Perkapita Persen dangan Indeks Ketimpangan Tahun 2004 dan 2010 98 Berdasarkan scatterplot selama dua periode, daerah yang selalu berada di Kuadran I HH adalah Kabupaten Tegal dan Kota Surakarta. Kuadran ini merepresentasikan daerah yang memiliki pertumbuhan dan ketimpangan di atas rata-rata provinsi. Kota Salatiga menjadi daerah yang selalu berada di Kuadran II HL yakni memiliki pertumbuhan di bawah rata-rata dan indeks ketimpangan di atas rata-rata provinsi. Kuadran IV LH merepresentasikan daerah yang paling ideal, yakni memiliki kemajuan baik dalam memacu pertumbuhan pendapatan perkapita dan memiliki indeks ketimpangan rendah. Daerah yang selalu berada di kuadran ini selama dua periode adalah Kabupaten Kota Tegal, Kabupaten Karanganyar, Sragen dan Brebes.

4.3.2 Kuadran Ketimpangan dengan Kemiskinan

Pola scatterplot antara ketimpangan pendapatan dengan kemiskinan menunjukkan hubungan linier yang lemah Gambar 35. Daerah yang ideal terletak di Kuadran III LL yakni memiliki tingkat kemiskinan dan ketimpangan yang lebih rendah dari rata-rata provinsi. Berdasarkan scatterplot 2004, daerah yang terletak di Kuadran III terdiri dari 10 kabupatenkota, sementara pada scatterplot tahun 2010 jumlahnya sebanyak 7 kabupatenkota. Daerah yang selalu berada di kuadran ini selama dua periode adalah Kabupaten Kudus, Jepara, Magelang dan Kota Tegal. Kuadran I HH merepresentasikan daerah yang memiliki kemiskinan dan ketimpangan di atas rata-rata provinsi. Pada tahun 2004, kuadran ini terdiri dari tiga daerah yakni Kabupaten Purbalingga, Klaten dan Banyumas. Sementara, pada tahun 2010 terdiri dari empat daerah yakni Kabupaten Banyumas, Grobogan, Sragen dan Purworejo. Mayoritas daerah berstatus kota selama 2004 dan 2010 terletak di Kuadran II HL dan merepresentasikan daerah dengan tingkat kemiskinan rendah di bawah rata-rata provinsi dan ketimpangan di atas rata-rata provinsi. Daerah yang memiliki tingkat kemiskinan tinggi pada umumnya memiliki indeks ketimpangan yang rendah dan tercakup dalam Kuadran IV HH. Terdapat beberapa daerah yang selalu berada di Kuadran IV dan memiliki kemiskinan di atas 20 persen, yakni Kabupaten Rembang, Brebes, Wonosobo, dan Kebumen. 99

0.38 0.36

0.34 0.32

0.30 0.28

0.26 0.24

0.22 0.20

30 25 20 15 10 5 Indeks Ketimpangan 2010 T in g k a t K e m is k in a n 2 1 Kota Tegal Kota Pekalongan Kota Semarang Kota Salatiga Kota Surakarta Kota Magelang Brebes Tegal Pemalang Pekalongan Batang Kendal Temanggung Semarang Demak Jepara Kudus Pati Rembang Blora Grobogan Sragen Karanganyar Wonogiri Sukoharjo Klaten Boyolali Magelang Wonosobo Purworejo Kebumen Banjarnegara Purbalingga Banyumas Cilacap IV LH I HH II HL III LL

0.34 0.32

0.30 0.28

0.26 0.24

0.22 0.20

40 35 30 25 20 15 10 5 Indeks Ketimpangan 2004 T in g k a t K e m is k in a n 2 4 Kota Tegal Kota Pekalongan Kota Semarang Kota Salatiga Kota Surakarta Kota Magelang Brebes Tegal Pemalang Pekalongan Batang Kendal Temanggung Semarang Demak Jepara Kudus Pati Rembang Blora Grobogan Sragen Karanganyar Wonogiri Sukoharjo Klaten Boyolali Magelang Wonosobo Purworejo Kebumen Banjarnegara Purbalingga Banyumas Cilacap Kota Tegal Kota Pekalongan Kota Semarang Kota Salatiga Kota Surakarta Kota Magelang Brebes Tegal Pemalang Pekalongan Batang Kendal Temanggung Semarang Demak Jepara Kudus Pati Rembang Blora Grobogan Sragen Karanganyar Wonogiri Sukoharjo Klaten Boyolali Magelang Wonosobo Purworejo Kebumen Banjarnegara Purbalingga Banyumas Cilacap IV LH I HH II HL III LL Gambar 35 Scatterplot Ketimpangan dangan Kemiskinan Tahun 2004 dan 2010 4.3.3 Kuadran Pertumbuhan dengan Kemiskinan Pola Scatterplot kabupatenkota antara pertumbuhan dengan kemiskinan menunjukkan adanya hubungan yang tidak searah dan memiliki korelasi yang lemah. Daerah yang paling ideal atau memiliki progress terbaik dalam pengentasan kemiskinan maupun memacu pertumbuhan pendapatan terletak di Kuadran IV LH. Dalam scatterplot tahun 2004, Kuadran IV terdiri dari 6 daerah, yakni Kota Tegal, Kota Surakarta, Kabupaten Kudus, Karanganyar, Cilacap dan Tegal, sementara, dalam scatterplot tahun 2010 terdiri dari delapan daerah. Mayoritas daerah pada kuadran ini merupakan daerah berstatus kota dan kabupaten yang memiliki pendapatan perkapita tinggi dan struktur perekonomiannya dominan pada sektor yang berbasis industri pengolahan, perdagangan dan jasa. Kuadran III LL merepresentasikan daerah dengan level kemiskinan dan pertumbuhan di bawah rata-rata provinsi. Daerah yang selalu berada di kuadran 100 ini adalah Kabupaten Semarang, Batang, Sukoharjo, Magelang, Jepara, Temanggung dan Kota Salatiga. Kuadran II HL mencakup daerah yang memiliki tingkat kemiskinan di atas rata-rata dan pertumbuhan pendapatan di bawah rata-rata provinsi, sehingga merepresentasikan daerah yang paling tidak sejahtera. Beberapa daerah yang selalu berada di kuadaran ini adalah Kabupaten Wonosobo, Kebumen, Rembang dan Demak. Semuanya merupakan daerah yang memiliki struktur perekonomian dominan pada sektor pertanian dengan level pendapatan perkapita rendah. Daerah dengan pertumbuhan tinggi namun tingkat kemiskinannya juga tinggi tercakup dalam Kuadran I HH dan diwakili oleh Kabupaten Brebes, Sragen dan Purworejo. Daerah dengan kemiskinan tinggi pada umumnya berpindah dari Kuadran I ke Kuadran II maupun sebaliknya. Gambar 36 Scatterplot Pertumbuhan dan Kemiskinan Tahun 2004 dan 2010