20
Jika L menyatakan jumlah angkatan kerja dan diasumsikan tetap, E menyatakan jumlah angkatan kerja yang bekerja dan U menyatakan jumlah angkatan
kerja yang menganggur, maka hubungannya dapat dinyatakan dengan
� = � + �. Mankiw 2007 menyatakan bahwa tingkat pengangguran terbuka UL pada
kondisi mapan atau pengangguran alamiah merupakan rasio antara tingkat pemutusan kerja s dengan penjumlahan tingkat pemutusan kerja s dengan tingkat
perolehan kerja f dan diformulasikan sebagai: �
� =
� � + �
= 1
1 + ��
2.15 Semakin tinggi tingkat pemutusan kerja maka tingkat pengangguran semakin
tinggi dan sebaliknya semakin tinggi tingkat perolehan kerja maka tingkat pengangguran akan semakin rendah.
Sumber: Mankiw, 2007
Gambar 5 Kekakuan Upah Riil dalam Memengaruhi Pengangguran
Persamaan 2.15 bermanfaat untuk mengaitkan tingkat pengangguran dengan pemutusan kerja dan perolehan kerja, namun gagal menjelaskan mengapa
masih terjadi pengangguran. Fenomena pengangguran juga disebabkan oleh adanya waktu yang diperlukan untuk mencari pekerjaan dan disebut dengan
pengangguran friksional. penyebab yang lainnya adalah kegagalan tingkat upah dalam menyesuaikan jumlah penawaran dengan permintaan dalam pasar tenaga
kerja atau disebut kekakuan upah wage rigidity. Pengangguran jenis ini disebut dengan pengangguran struktural. Tingkat upah sangat berperan dalam
Tenaga Kerja, L Upah Riil,
W
S
L
D
L
L W
W’
E U
21
menyeimbangkan penawaran dan permintaan tenaga kerja, namun terkadang upah tidak bersifat fleksibel. Gambar 5 mengilustrasikan ketika upah riil W’ berada di
atas upah keseimbangan dalam pasar tenaga kerja W maka jumlah tenaga kerja yang ditawarkan S
L
melebihi jumlah permintaan D
L
sehingga perusahaan akan lebih selektif dalam menjatah tenaga kerja untuk mengisi kesempatan kerja yang
terbatas dan jumlah pengangguran akan meningkat U. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan upah bersifat kaku, yakni kebijakan penetapan upah
minimum, kekuatan monopoli serikat tenaga kerja dan upah efisiensi. 2.3 Teori Ketimpangan Pendapatan
2.3.1 Konsep Distribusi Pendapatan
Distribusi pendapatan merepresentasikan besarnya porsi pendapatan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga dalam suatu wilayah. Besarnya
pendapatan yang diterima setiap individu tergantung pada tingkat produktivitas dan peranannya dalam aktivitas perekonomian. Ada dua ukuran pokok dalam
distribusi pendapatan, yakni distribusi ukuran dan distribusi fungsional. Distribusi ukuran pendapatan atau distribusi pendapatan perseorangan dihitung dari jumlah
pendapatan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga tanpa memperhatikan cara memperoleh maupun sumber pendapatannya. Distribusi
fungsional melihat pangsa pendapatan menurut faktor produksi yakni menghitung total pendapatan yang diperoleh setiap faktor produksi baik tanah, tenaga kerja,
maupun modal. Dalam analisis ketimpangan, distribusi pendapatan perorangan lebih sering digunakan karena kemudahan dalam aspek data dan penghitungan.
2.3.2 Pengukuran Ketimpangan Pendapatan
Ada beberapa ukuran distribusi pendapatan perorangan yang sering digunakan untuk menganalisis dan membandingkan ketimpangan pendapatan
antar waktu dan antar wilayah. Beberapa diantaranya adalah ukuran kuintil, desil, persentil, rasio Kuznets, ukuran Bank Dunia, kurva Lorenz dan Gini rasio.
Ukuran desil, kuintil maupun persentil dilakukan dengan mengelompokkan pendapatan perkapita penduduk yang telah diurutkan dari yang terendah sampai
yang tertinggi serta dibagi ke dalam 5 kelompok desil, 10 kelompok kuintil dan 100 kelompok persentil. Pangsa pendapatan dari setiap kelompok dihitung
22
dari persentase jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap kelompok dibagi dengan total pendapatan penduduk di wilayah tersebut. Berdasarkan ukuran
kuintil dapat diturunkan beberapa indikator ketimpangan yang lain seperti rasio Kuznets, ukuran Bank Dunia, kurva Lorenz dan Gini rasio.
Rasio Kuznets merupakan rasio jumlah pendapatan yang diterima oleh 20 persen penduduk berpenghasilan tinggi dibagi dengan jumlah pendapatan 40
persen penduduk berpenghasilan rendah. Semakin tinggi nilai rasio Kuznets menunjukkan tingkat ketimpangan dalam distribusi pendapatan yang semakin
tinggi atau tingkat pemerataan yang semakin rendah. Hampir sama dengan rasio Kuznets, ukuran Bank Dunia membagi pendapatan yang diterima penduduk
menjadi tiga kelompok, yakni 40 persen penduduk berpenghasilan rendah, 40 persen penduduk berpenghasilan menengah, dan 20 persen penduduk
berpenghasilan tinggi. Kategori ketimpangan ditentukan dengan melihat besarnya proporsi pendapatan yang diterima oleh 40 persen penduduk yang berpendapatan
rendah. Kriterianya adalah ketimpangan tinggi jika proporsinya 12 persen; ketimpangan sedang jika berkisar 12-17 persen; dan ketimpangan rendah jika 17
persen Todaro dan Smith, 1996. Kurva Lorenz menggambarkan hubungan kuantitatif antara penduduk atau
rumah tangga sebagai penerima pendapatan dengan jumlah pendapatan yang diterima selama periode tertentu Gambar 6. Bentuk kurva Lorenz digambarkan
dalam bentuk segi empat sama sisi. Sumbu horizontal menunjukkan jumlah populasi penduduk atau rumah tangga penerima pendapatan dan sumbu vertikal
menunjukkan jumlah persentase pendapatan yang diterima oleh setiap kelompok yang disusun secara kumulatif dari kelompok penduduk atau rumah tangga yang
berpendapatan terendah hingga yang tertinggi. Garis diagonal utama mencerminkan garis pemerataan pendapatan. Kurva Lorenz yang semakin
mendekati garis diagonal utama, menunjukkan distribusi pendapatan yang semakin merata atau ketimpangan yang semakin rendah. Kurva Lorenz yang
berimpit dengan garis pemerataan menunjukkan tingkat pemerataan yang sempurna atau tidak terjadi ketimpangan dalam distribusi pendapatan.
Sebaliknya, jika kurva Lorenz semakin menyimpang atau semakin menjauh dari
23
garis pemerataan maka ketidakmerataan semakin besar atau ketimpangan semakin meningkat.
Sumber : Todaro dan Smith 2006
Gambar 6 Kurva Lorenz
Indikator yang paling populer digunakan untuk mengukur derajat ketimpangan dalam distribusi pendapatan adalah Gini rasio. Gini rasio
merupakan ukuran ketimpangan yang memenuhi empat prinsip pengukuran, sehingga dapat digunakan untuk membandingkan ketimpangan distribusi
pendapatan antar waktu maupun antar wilayah Todaro dan Smith, 2006. Keempat kriteria atau prinsip pengukuran tersebut didefinisikan sebagai berikut:
1. Prinsip anonimitas anonimity principle, artinya ukuran ketimpangan seharusnya tidak tergantung pada siapa yang mendapatkan pendapatan yang
lebih tinggi atau apakah itu orang kaya atau miskin. 2. Prinsip independensi skala scale independence pronciple, ukuran
ketimpangan tidak tergantung pada ukuran perekonomian suatu negara dan cara mengukur pendapatannya. Artinya, tidak tergantung apakah kondisi
negara kaya atau miskin serta diukur dalam dolar atau mata uang lainnya. 3. Prinsip independensi populasi population independence principle, ukuran
ketimpangan tidak tergantung pada jumlah penduduk suatu negarawilayah, sehingga perekonomian Indonesia tidak boleh dikatakan lebih
meratatimpang dari Vietnam hanya karena jumlah penduduk Indonesia lebih banyak.
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
P er
sen ta
se P en
d a
p a
ta n
Persentase Populasi Garis Pemerataan
Kurva Lorenz
I II
���� ����� = ������ �
������ � + ��