92
peringkat terendah adalah Brebes, Kebumen, Pemalang, Jepara dan Rembang, sehingga distribusi pendapatan di kelima daerah tersebut lebih merata.
Perubahan distribusi pendapatan penduduk selama periode 2004-2010 dapat dikaji menggunakan komponen tren. Jika tren bernilai positif maka
distribusi pendapatan bergeser semakin tidak merata atau ketimpangannya semakin meningkat, sebaliknya jika tren bernilai negatif maka distribusi
pendapatan bergeser semakin merata. Nilai tren perubahan indeks ketimpangan di level provinsi selama 2004-2010 sebesar 0,0054. Artinya, setiap tahun indeks
ketimpangan meningkat sebesar 0,0054 poin dan distribusi pendapatan penduduk bergeser semakin tidak meratatimpang, meskipun perubahannya berjalan sangat
lambat Gambar 30.
Sumber : Dihitung dari raw data Susenas Kor 2004-2010, BPS
Gambar 30 Tren Ketimpangan Distribusi Pendapatan menurut KabupatenKota, 2004-2010
Berdasarkan Gambar 30, mayoritas kabupatenkota memiliki tren perubahan indeks ketimpangan yang bernilai positif, artinya distribusi pendapatan
bergerak semakin tidak merata atau timpang. Semua daerah yang berstatus kota memiliki tren perubahan yang meningkat dan yang terbesar terjadi di Kota
Pekalongan, Kota Tegal, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Di sisi yang lain, terdapat 7 kabupaten yang memiliki nilai tren perubahan bertanda negatif atau
distribusinya semakin merata. Ketujuh daerah tersebut adalah Kabupaten Grobogan, Tegal, Wonogiri, Purworejo, Sragen, Banjarnegara dan Kendal.
Korelasi antara level indeks ketimpangan kondisi awal dengan tren perubahannya
memiliki arah negatif sebesar 0,299, sehingga hubungannya sangat lemah.
-0,0100 -0,0050
0,0000 0,0050
0,0100 0,0150
0,0200
G ro
b o
g a
n T
eg a
l W
o n
o g
ir i
P ur
w o
rej o
S ra
g e
n B
a n
ja rn
e g
ar a
K en
da l
P a
ti W
o n
o so
bo B
lor a
R e
m b
a n
g D
e m
ak S
u ko
h a
rj o
S ema
ra ng
K eb
ume n
K o
ta M ag
e lan
g B
o y
o la
li P
u rb
a li
n g
g a
P ek
a lo
ng a
n K
la te
n B
reb es
B a
ta n
g C
ila ca
p K
ar an
g an
y ar
K o
ta S
al at
ig a
K u
d u
s M
ag e
lan g
P e
m al
an g
T e
m a
n g
g u
n g
B an
y u
m as
Je pa
ra K
o ta S
e m
a ra
n g
K o
ta S u
ra k
a rt
a K
o ta
Te g
a l
K o
ta P
ek a
lo n
g a
n
Trend Ketimpangan
Trend Perubahan Indeks Ketimpangan Jawa Tengah
93
4.2.4 Dinamika Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah
Perkembangan jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah selama periode 1996-2010 cukup berfluktuasi Gambar 31. Secara umum, perkembangan
kemiskinan di daerah perkotaan dan perdesaan memiliki pola yang hampir serupa, namun tingkat kemiskinan di perdesaan selalu lebih tinggi dari daerah perkotaan
dan gapnya juga semakin membesar sampai tahun 2007. Pada tahun 1996, jumlah penduduk miskin mencapai 6,418 juta jiwa atau 21,61 persen dari jumlah
penduduk Jawa Tengah dan meningkat tajam menjadi 8,785 juta jiwa atau 28,46 persen dari penduduk di tahun 1999. Peningkatan ini merupakan dampak dari
krisis ekonomi yang melanda Indonesia mulai pertengahan tahun 1997. Selama masa krisis, harga-harga barang dan jasa meningkat tak terkendali sehingga terjadi
penurunan daya beli penduduk dan jumlah penduduk miskin menjadi meningkat.
Sumber : BPS, Beberapa Terbitan
Gambar 31 Jumlah Penduduk Miskin Jawa Tengah 000 Jiwa dan Persentase Kemiskinan menurut Wilayah, 1999-2010
Selama periode 2002-2005, tingkat kemiskinan secara bertahap menunjukkan penurunan hingga mencapai 20,49 persen. Namun, level ini
kembali meningkat menjadi 22,19 persen di tahun 2006 sebagai dampak dari kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM. Keputusan pemerintah tersebut
tidak hanya memicu kenaikan harga atau inflasi pada komoditas bahan bakar dan jasa transportasi, namun juga mendorong inflasi barang dan jasa lainnya terutama
pada kelompok bahan pangan. Tingginya laju inflasi menyebabkan daya beli masyarakat menurun drastis, sehingga kemiskinan di tahun 2006 mengalami
6,418 8,785
7,308 6,980
6,844 6,534
7,101 6,557
6,123 5,655
5,219
21,61 28,46
23,06 21,78
21,11 20,49
22,19 20,43
19,23 17,72
16,56 5
10 15
20 25
30 35
1996 1999
2002 2003
2004 2005
2006 2007
2008 2009
2010
HC 000 jiwa dan HCI Persen
Jumlah Penduduk Miskin 000 Jiwa Persentase Penduduk Miskin Perdesaan
Persentase Penduduk Miskin Perdesaan Persentase Penduduk Miskin K+D
Perkotaan
94
10 20
30
Semarang Temanggung
Kendal Batang
Pekalongan Pemalang
Tegal
10 20
30
20 04
20 05
20 06
20 07
20 08
20 09
20 10
Brebes
20 04
20 05
20 06
20 07
20 08
20 09
20 10
Kota Magelang
20 04
20 05
20 06
20 07
20 08
20 09
20 10
Kota Surakarta
20 04
20 05
20 06
20 07
20 08
20 09
20 10
Kota Salatiga
20 04
20 05
20 06
20 07
20 08
20 09
20 10
Kota Semarang
20 04
20 05
20 06
20 07
20 08
20 09
20 10
Kota Pekalongan
20 04
20 05
20 06
20 07
20 08
20 09
20 10
Kota Tegal
10 20
30
Grobogan Blora
Rembang Pati
Kudus Jepara
Demak
10 20
30
Magelang Boyolali
Klaten Sukoharjo
Wonogiri Karanganyar
Sragen
10 20
30
Cilacap Banyumas
Purbalingga Banjarnegara
Kebumen Purworejo
Wonosobo
peningkatan meskipun di triwulan keempat pemerintah melakukan antisipasi dengan menggulirkan program transfer berupa Bantuan langsung Tunai BLT
kepada rumah tangga miskin sasaran. Format program pengentasan kemiskinan yang lebih terpadu dan terarah dengan mengkombinasikan program bantuan
langsung tunai, jaminan kesehatan penduduk miskin, bantuan operasional sekolah dan bantuan langsung masyarakat terutama untuk perbaikan infrastruktur sejak
tahun 2007 menunjukkan hasil yang sedikit menggembirakan. Secara bertahap jumlah penduduk miskin maupun persentasenya menunjukkan pola yang semakin
menurun hingga mencapai 5,22 juta jiwa atau 16,56 persen di tahun 2010. Gap antara tingkat kemiskinan di daerah perkotaan dan perdesaan selama empat tahun
terakhir juga semakin mengecil.
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, Beberapa Terbitan
Gambar 32 Level Kemiskinan P menurut KabupatenKota di Jawa Tengah
Tahun 2004-2010 Persen
Level kemiskinan menurut kabupatenkota di Jawa Tengah selama periode 2004-2010 memiliki pola yang sangat beragam Gambar 32. Lima daerah yang
selalu memiliki tingkat kemiskinan tinggi adalah Kabupaten Kebumen, Rembang, Wonosobo, Purbalingga, dan Brebes dengan level kemiskinan di masing-masing
95
lebih dari 20 persen. Sebaliknya, daerah yang memiliki tingkat kemiskinan terendah adalah Kota Semarang, Kota Pekalongan, Kota Tegal dan Kota Salatiga
dengan level di masing-masing kurang dari 10 persen. Pada umumnya, daerah yang memiliki tingkat kemiskinan rendah adalah
daerah yang memiliki pendapatan perkapita tinggi, struktur perekonomiannya dominan di sektor industri pengolahan, perdagangan dan jasa, dan mayoritas
merupakan daerah yang berstatus kota. Meskipun demikian, terdapat daerah yang memiliki pendapatan perkapita tinggi dan kemiskinannya juga tinggi, yakni
Kabupaten Cilacap. Tingginya pendapatan perkapita di Cilacap lebih didorong oleh andil dari sektor industri pengolahan migas, namun nilai tambahnya hanya
dinikmati oleh sebagian kecil penduduk yang terlibat dalam aktivitas produksinya. Pengelolaan industri migas di Cilacap dilakukan oleh BUMN Pertamina, sehingga
sebagaian besar nilai tambahnya dan keuntungan yang dihasilkan di setor ke kantor pusat Pertamina sebagai representasi dari perwakilan pemerintah pusat
Mayoritas penduduk hanya menerima manfaat yang sangat kecil, sehingga keberadaannya belum memberikan dampak yang signifikan dalam membantu
mengentaskan kemiskinan di Cilacap. Terdapat juga daerah yang memiliki pendapatan perkapita rendah, namun tingkat kemiskinannya juga rendah, yakni
Kabupaten Jepara. Meskipun secara rata-rata pendapatan perkapita di Jepara rendah, namun distribusi pendapatan antar penduduk berjalan lebih merata atau
mengumpul di sekitar rata-rata sehingga memiliki dampak yang cukup efektif dalam mendorong penurunan kemiskinan.
Perubahan dalam level kemiskinan di semua kabupatenkota selama periode 2004-2010 dapat dikaji menggunakan komponen tren. Nilai koefisien
tren di level provinsi sebesar -0,374, artinya tingkat kemiskinan P turun dengan
rata-rata sebesar 0,374 persen per tahun Gambar 33. Tren perubahan kemiskinan
pada level kabupatenkota
sangat bervariasi. Mayoritas kabupatenkota memiliki tren perubahan kemiskinan negatif atau semakin
menurun. Namun demikian, terdapat lima daerah yang memiliki tren perubahan kemiskinan positif atau tingkat kemiskinannya semakin meningkat. Kelima
daerah tersebut merupakan daerah yang berstatus kota dan terdiri dari Kota Tegal, Kota Semarang, Kota Pekalongan, Kota Salatiga dan Kota Magelang. Fenomena