123
Sim-b2 dan 23 persen Sim-b3 disajikan dalam Tabel 14. Secara umum, simulasi menjggunakan Sim-b1, Sim-b2 dan Sim-b3 menghasilkan respon yang
lebih baik dalam meningkatkan pertumbuhan, maupun mengurangi pengangguran, ketimpangan dan kemiskinan dibandingkan dengan simulasi pertama Sim-a.
Tabel 14 Hasil Simulasi Peningkatan Rasio Belanja Pembangunan Terhadap APDB KabupatenKota Sebesar 18 Persen, 20 Persen dan 23 Persen
Tipe DaerahVariabel Endogen
Data Dasar
Simulasi Perubahan
Sim-b1 Sim-b2
Sim-b3 Sim-b1
Sim-b2 Sim-b3
Daerah Maju KAP
9,39 9,51
9,53 9,56
1,33 1,55
1,83 UN
129,65 127,52
127,12 126,61
-1,65 -1,95
-2,35 GINI
0,3017 0,2962
0,2950 0,2933
-0,006 -0,007
-0,008 HC
458,8 449,7
447,9 445,6
-1,98 -2,37
-2,89 Daerah Tertekan
KAP 8,55
8,66 8,68
8,71 1,33
1,55 1,83
UN 138,93
135,99 135,57
135,02 -2,12
-2,42 -2,81
GINI 0,2940
0,2870 0,2858
0,2842 -0,0070
-0,0082 -0,0099
HC 607,9
590,2 587,9
584,8 -2,90
-3,29 -3,80
Daerah Tertinggal KAP
3,45 3,50
3,51 3,52
1,35 1,56
1,85 UN
263,28 258,29
257,50 256,45
-1,90 -2,20
-2,59 GINI
0,2746 0,2673
0,2661 0,2644
-0,0073 -0,0085
-0,0101 HC
2085,09 2036,83
2028,73 2018,04
-2,31 -2,70
-3,22 Daerah Berkembang
KAP 2,99
3,02 3,03
3,04 1,24
1,45 1,74
UN 317,43
312,05 311,10
309,83 -1,69
-1,99 -2,39
GINI 0,2790
0,2718 0,2706
0,2689 -0,0072
-0,0084 -0,0100
HC 2587,2
2529,1 2519,0
2505,7 -2,25
-2,64 -3,15
Jawa Tengah KAP
4,76 4,83
4,84 4,85
1,31 1,53
1,81 UN
849,29 833,85
831,29 827,91
-1,82 -2,12
-2,52 GINI
0,2842 0,2772
0,2759 0,2743
-0,0070 -0,0082
-0,0099 HC
5739,0 5605,9
5583,6 5554,2
-2,32 -2,71
-3,22
Sumber : Hasil Pengolahah Keterangan: Sim-b1 : Peningkatan Rasio Belanja Pembangunan terrhadap APBD KabupatenKota menjadi 18.
Sim-b2 : Peningkatan Rasio Belanja Pembangunan terrhadap APBD KabupatenKota menjadi 20 Sim-b3 : Peningkatan Rasio Belanja Pembangunan terrhadap APBD KabupatenKota menjadi 23
. Pada level provinsi, simulasi dengan meningkatkan porsi belanja pembangunan sampai 23 persen Sim-b1 merupakan skenario yang paling efektif.
Skenario ini menghasilkan pendapatan perkapita sebesar Rp 4,85 juta atau tumbuh 1,81 persen. Jumlah penganggur, indeks ketimpangan maupun jumlah penduduk
miskin juga menurun dengan perubahan masing-masing sebesar 2,52 persen, 0,0099 poin dan 3,22 persen. Sementara, Sim-b2 dan Sim-b3 juga menunjukkan
hasil yang sama meskipun besarnya perubahan lebih kecil. Sim-b1 menjadi
124
skenario yang paling realistis untuk diimplementasikan, karena tidak akan memengaruhi perubahan struktur pengeluaranbelanja pemerintah daerah secara
frontal. Cara yang dapat ditempuh pemerintah daerah adalah dengan mengurangi porsi pengeluaran sifatnya rutin dan kurang manfaat seperti perjalanan dinas,
rapat dan melakukan penghematan untuk anggaran operasional kantor serta mengalihkannya untuk belanja pembangunan.
Hasil simulasi berdasarkan klasifikasi daerah dengan tipologi Klassen tahun 2010 menunjukkan bahwa Sim-b1, Sim-b2 dan Sim-b3 lebih efektif
diterapkan untuk mengurangi kemiskinan pada daerah dengan kondisi perekonomian tertekan Kuadran II dan daerah tertinggal Kuadran III. Hal ini
terlihat dari efektivitas dalam menurunkan kemiskinan yang mampu berjalan lebih cepat dibandingkan dengan daerah maju Kuadran I. Tabel 14 juga menunjukkan
bahwa populasi penduduk miskin terbesar terdapat di daerah tertinggal Kuadran III dan berkembang Kuadran IV, seperti Kabupaten Banyumas, Purbalingga,
Banjarnegara, Wonosobo, Kebumen, Brebes, Pemalang, Blora, Wonogiri, Grobogan dan Rembang. Kebijakan pengentasan kemiskinan melalui peningkatan
porsi belanja pembangunan seharusnya lebih diintensifkan di daerah-daerah tersebut dengan cara menambah alokasi pengeluaran pembangunan dari sumber
APBD provinsi.
5.5.3 Dampak Kenaikan Stok KapitalInvestasi dan Indeks Harga
Simulasi ini bertujuan untuk melihat pengaruh peningkatan stok kapital investasi Sim-c dan kenaikan indeks hargainflasi Sim-d terhadap pertumbuhan
pendapatan perkapita, jumlah penganggur, indeks ketimpangan dan jumlah penduduk miskin. Peningkatan stok kapital Sim-c didasarkan atas nilai tren
investasi di level provinsi yang tumbuh sebesar 8 persen pertahun, sementara peningkatan indeks hargainflasi Sim-d didasarkan pada inflasi tahunan 2011 di
Jawa Tengah yang mencapai 2,68 persen. Hasil simulasi menggunakan kedua skenario disajikan dalam Tabel 15.
Simulasi kenaikan investasi Sim-c memberikan pengaruh terhadap peningkatan pendapatan perkapita sebesar 0,74 persen dan mengurangi jumlah penganggur
sebesar 1,44 persen. Dampak Sim-c terhadap indeks ketimpangan tidak terlalu
125
signifikan karena indeks ketimpangan hasil simulasi cenderung stabil atau tidak berbeda dengan kondisi dasar. Sementara itu, skenario ini memiliki dampak
dalam menurunkan jumlah penduduk miskin sebesar 0,49 persen. Simulasi berdasarkan daerah menggunakan tipologi Klassen menunjukkan bahwa Sim-c
memiliki dampak paling efektif dalam menurunkan kemiskinan di daerah yang termasuk dalam klasifikasi perekonomiannya maju dan tertekan atau daerah yang
memiliki level pendapatan perkapita di atas rata-rata provinsi. Sementara itu, dampak bagi pengentasan kemiskinan di daerah yang termasuk dalam klasifikasi
berkembang dan terbelakang relatif lebih kecil. Berdasarkan hasil tersebut, untuk tujuan akhir pengentasan kemiskinan maka kebijakan investasi harus lebih
diarahkan ke daerah yang termasuk dalam kategori berkembang dan terbelakang.
Tabel 15 Hasil Simulasi Peningkatan Investasi Sebesar 8 Persen Sim-c dan Indeks Harga Sebesar 2,68 Persen Sim-d
Tipe DaerahVariabel Endogen
Data Dasar
Simulasi Perubahan
Sim-c Sim-d
Sim-c Sim-d
Daerah Maju
KAP 9,39
9,56 9,39
1,90 0,00
UN 129,65
124,24 129,65
-4,18 0,00
GINI 0,3017
0,3020 0,3031
0,0003 0,0015
HC 458,83
453,33 464,00
-1,20 1,13
Daerah Tertekan
KAP 8,55
8,59 8,55
0,51 0,00
UN 138,93
136,37 138,93
-1,84 0,00
GINI 0,2940
0,2942 0,2955
0,0002 0,0015
HC 607,89
601,66 614,74
-1,02 1,13
Daerah Tertinggal
KAP 3,45
3,46 3,45
0,22 0,00
UN 263,28
261,29 263,28
-0,75 0,00
GINI 0,2746
0,2747 0,2760
0,0001 0,0015
HC 2.085,09
2.077,83 2.108,61
-0,35 1,13
Daerah Berkembang
KAP 2,99
2,99 2,99
0,22 0,00
UN 317,43
315,13 317,43
-0,72 0,00
GINI 0,2790
0,2791 0,2804
0,0001 0,0015
HC 2.587,22
2.577,93 2.616,40
-0,36 1,13
Jawa Tengah
KAP 4,76
4,80 4,76
0,74 0,00
UN 849,29
837,02 849,29
-1,44 0,00
GINI 0,2842
0,2841 0,2854
0,0000 0,0013
HC 5.739,02
5.710,75 5.803,75
-0,49 1,13
Sumber : Hasil Pengolahah Keterangan: Sim-c : Peningkatan Investasi Sebesar 8 Persen
Sim-d : Peningkatan Indeks HargaInflasi Sebesar 2,68 Persen
126
Hasil simulasi berupa kenaikan indeks harga Sim-d sebesar 2,68 persen memberikan pengaruh terhadap positif dalam meningkatkan indeks ketimpangan
dan jumlah penduduk miskin. Indeks ketimpangan meningkat sebesar 0,0013 poin, artinya ketika terjadi kenaikan hargainflasi maka distribusi pendapatan
pengeluaran penduduk akan bergeser semakin tidak merata. Kenaikan indeks harga sebesar 2,68 persen akan mendorong peningkatan penduduk miskin sebesar
1,13 persen di semua daerah. Implikasinya diperlukan kebijakan untuk menjaga stabilitas harga, terutama harga kebutuhan pokok dengan menjamin ketersediaan
barang serta memperlancar alur distribusi.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik berdasarkan hasil pembahasan adalah:
1. Selama periode 2004-2010, pendapatan perkapita di level provinsi maupun kabupatenkota memiliki tren positif dengan besaran yang bervariasi dan tidak
terdapat korelasi yang sistematis antara level pendapatan perkapita kabupatenkota pada kondisi awal dengan tren perubahannya. Ketimpangan
pendapatan di level provinsi dan mayoritas kabupatenkota memiliki tren meningkat atau distribusinya semakin tidak merata. Terdapat hubungan
negatif yang lemah antara indeks ketimpangan kabupatenkota pada kondisi awal dengan tren perubahannya. Tingkat kemiskinan pada level provinsi dan
mayoritas kabupaten memiliki tren yang menurun, sementara pada beberapa daerah kota trennya justru meningkat. Terdapat hubungan negatif antara level
kemiskinan kabupatenkota pada kondisi awal dengan tren perubahannya. 2. Manfaat hasil pertumbuhan selama periode 2004-2010 secara dominan
dinikmati oleh 10 persen penduduk pada golongan pendapatan tertinggi, sehingga pertumbuhan Jawa Tengah selama periode tersebut belum bersifat
pro poor .
3. Pertumbuhan pendapatan perkapita menjadi determinan utama bagi penurunan jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah, namun efektivitasnya menjadi
berkurang karena pertumbuhan juga membawa pada kondisi distribusi pendapatan yang semakin tidak merata. Kenaikan indeks harga dan
peningkatan jumlah penganggur menjadi determinan yang mengurangi efektifitas kebijakan pengentasan kemiskinan. Determinan yang menjadi
sumber pertumbuhan pendapatan perkapita di Jawa Tengah terdiri dari kualitas modal manusia yang diproksi dengan rata-rata usia lama sekolah,
kualitas infrastruktur listrik dan transportasi yang diproksi dengan jalan raya, jumlah pekerja berpendidikan SLTA ke atas terampil, kapital fisikinvestasi
dan belanja pembangunan. Determinan positif pertumbuhan jumlah penganggurpencari kerja adalah pertumbuhan angkatan kerja menurut