SUB MODEL PENENTUAN LOKASI UNGGULAN

53 Tabel 14. Hasil penilaian produk prospektif Kriteria Bobot Sirup Xanthone Puree dodol Ketersediaan bahan baku 3 4 5 4 5 Potensi Pasar 2 4 5 2 4 Penguasaan teknologi proses 1 4 4 5 5 Kebijakan pemerintah 1 3 3 3 3 Nilai tambah produk 4 4 5 3 2 Berdasarkan data-data tersebut diatas, kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan metode MPE. Nilai perhitungan dan urutan prioritas produk prospektif dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Hasil penilaian produk dengan metode MPE Prioritas Alternatif terpilih Nilai MPE 1 Xanthone 782 2 Sirup 343 3 Dodol 165 4 Puree 157 Hasil analisis menunjukkan alternatif produk yang paling prospektif dan potensial untuk dikembangkan adalah xanthone dengan nilai 782. Hasil tersebut cukup relevan mengingat xanthone merupakan produk yang memiliki nilai tambah yang besar baik dari segi proses maupun harga. Gambar 27 menunjukan tampilan sub model penentuan produk prospektif. Gambar 27. Tampilan sub model penentuan produk prospektif.

7.3 SUB MODEL PENENTUAN LOKASI UNGGULAN

Sub Model penentuan lokasi unggulan merupakan model yang digunakan untuk menganalisis serta menentukan lokasi yang paling sesuai untuk dijadikan lokasi pendirian agroindustri manggis di Kabupaten Bogor. Lokasi yang menjadi alternatif dalam penentuan lokasi unggulan ini adalah 34 kecamatan di Kabupaten Bogor. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dipilihnya Kabupaten bogor ialah letak Kabupaten Bogor yang cukup stategis untuk mendirikan sebuah industri karena memiliki akses pemasaran yang dekat ke ibukota dan berbagai daerah lainnya. Selain itu Kabupaten 54 Bogor juga didukung oleh agroekosistem yang cocok untuk budidaya komoditas manggis, dan merupakan salah satu sentra produksi manggis terbesar di Jawa Barat. Dalam penentuan lokasi unggulan tersebut digunakan beberapa kriteria untuk mendapatkan lokasi yang paling sesuai. Kriteria yang digunakan dalam menentukan lokasi unggulan tersebut adalah kemudahan akses dengan bahan baku, ketersediaan infrastrktur yang baik, ketersediaan sarana utilitas, kemudahan akses dengan bahan penunjang, kemudahan akses pemasaran, ketersediaan tenaga kerja, dan kondisi sosial budaya. Masing-masing kriteria tersebut diatas kemudian akan ditentukan bobotnya tergantung tingkat kepentingan dan pengaruhnya terhadap penentuan lokasi unggulan. Penilaian akan menggunakan skala dari 1 sampai 9 dimana kriteria yang memiliki tingkat kepentingan paling tinggi akan diberi nilai 9 dan kriteria yang memiliki tingkat kepentingan paling rendah akan diberikan nilai 1. Pembobotan kriteria pemilihan dilakukan dengan mengambil pendapat beberapa orang pakar. Hasil pembobotan kriteria penentuan lokasi unggulan dapat dilihat pada Lampiran 3. Setelah bobot dari masing-masing kriteria diketahui, selanjutnya akan dilakukan pemilihan terhadap lokasi unggulan. Lokasi yang menjadi alternatif penilaian dalam penentuan lokasi unggulan adalah 34 kecamatan di Kabupaten Bogor. Penilaian yang dilakukan terhadap masing-masing lokasi didasarkan pada data kuantitatif yang didapatkan dari Badan Pusat Statistik BPS Kabupaten Bogor dan penilaian kualitatif dari pendapat pakar. Data kuantitatif dari BPS selanjutnya akan menjadi input penilaian lokasi pada model penentuan lokasi unggulan ini berdasarkan parameter yang telah ditentukan. Data lokasi berdasarkan masing-masing kriteria yang dinilai dapat dilihat pada Lampiran 4-5. Kriteria dan parameter penilaian yang digunakan dalam menentukan lokasi unggulan adalah sebagai berikut: 1 Kemudahan akses bahan baku : penilaian dari variabel ini adalah jauh tidaknya sumber bahan baku dengan alternatif lokasi. Alternatif lokasi yang baik adalah lokasi yang memliki akses terdekat dan termudah dengan sumber bahan baku. Parameter penilaian untuk kriteria kemudahan akses bahan baku dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Parameter penilaian untuk kriteria kemudahan akses bahan baku Jarak lokasi dengan bahan baku km Nilai di bawah 16 5 16-25 4 26-35 3 36-45 2 di atas 45 1 2 Kondisi Infrastruktur : penilaian dari variabel ini adalah baik tidaknya kondisi infrastruktur pada suatu alternatif lokasi. Infrastuktur meliputi jalan dan sarana prasarana transportasi seperti jalan tol, terminal angkutan, stasiun dan sebagainya. Alternatif lokasi yang baik adalah yang memiliki lokasi infrastruktur yang memadai. Parameter penilaian untuk kriteria kondisi infrastruktur dapat dilihat pada Tabel 17. 55 Tabel 17. Parameter penilaian untuk kriteria kondisi infrasturktur Kondisi Infrastruktur Nilai Sangat Baik 5 Baik 4 Cukup Baik 3 Buruk 2 Sangat Buruk 1 3 Sarana Utilitas : penilaian dari variabel ini adalah baik tidaknya kondisi sarana utilitas pada suatu alternatif lokasi. Sarana utilitas yang dimaksud meliputi, fasilitas air, fasilitas listrik, jaringan komunikasi dan prasarana umum. Alternatif lokasi yang baik adalah yang memiliki kondisi sarana utilitas yang memadai. Parameter penilaian untuk kriteria ketersediaan sarana utilitas dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Parameter penilaian untuk kriteria ketersediaan sarana utilitas Ketersediaan sarana utilitas Nilai Semua parameter terpenuhi 5 Terdapat satu parameter tidak terpenuhi 4 Terdapat dua parameter tidak terpenuhi 3 Terdapat tiga parameter tidak terpenuhi 2 Terdapat empat parameter tidak terpenuhi 1 4 Kemudahan akses bahan penunjang : penilaian dari variabel ini adalah jauh tidaknya bahan penunjang yang mendukung berjalannya industri dengan alternatif lokasi. Alternatif lokasi yang baik adalah lokasi yang memliki akses terdekat dan termudah dengan sumber bahan penunjang. Parameter penilaian untuk kriteria kemudahan akses bahan penunjang dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Parameter penilaian untuk kriteria kemudahan akses bahan penunjang Jarak lokasi dengan bahan penunjang km Nilai di bawah 16 5 16-25 4 26-35 3 36-45 2 di atas 45 1 5 Ketersediaan tenaga kerja : penilaian dari variabel ini adalah banyak tidaknya tenaga kerja yang tersedia pada suatu alternatif lokasi dan mahal tidaknya gaji tenaga kerja pada daerah tersebut. Alternatif lokasi yang baik adalah lokasi yang terdapat banyak tenaga kerja dan berbiaya minimum untuk gaji pekerjanya. Parameter penilaian untuk kriteria ketersediaan tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 20. 56 Tabel 20. Parameter penilaian untuk kriteria ketersediaan tenaga kerja Jumlah pencari kerja Nilai di atas 130.000 5 130.000 - 110.000 4 110.000 - 95.000 3 95.000-80.000 2 di bawah 80.000 1 6 Kondisi Sosial Budaya : penilaian dari variabel ini adalah kondusif tidaknya budaya dan kebiasaan masyarakat yang tinggal pada suatu alternatif lokasi. Misalnya tingkat kriminalitas dan jumlah kasus pidana maupun perdata. Alternatif lokasi yang baik adalah lokasi yang masyarakatnya mendukung berdirinya suatu industri baru dengan tingkat kriminalitas yang rendah. Parameter penilaian untuk kriteria kondisi sosial budaya dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Parameter penilaian untuk kriteria kondisi sosial budaya Jumlah kasus kriminalitas Nilai kurang dari 200 5 200 - 400 4 400 – 600 3 600 – 800 2 lebih dari 800 1 7 Kemudahan akses pemasaran : penilaian dari variabel ini adalah mudah tidaknya akses pemasaran yang terbentuk pada suatu alternatif lokasi. Akses pemasaran yag baik dapat dilihat melalui mudah tidaknya akses keluar masuk produk dan barang dari dan ke alternatif lokasi tersebut. Alternatif lokasi yang baik adalah yang akses pemasaran yang terbentuk dengan baik dan akses keluar masuk produk dan barang mudah. Parameter penilaian untuk kriteria kemudahan akses pemasaran dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Parameter penilaian untuk kriteria kemudahan akses pemasaran Akses pemasaran Nilai Sangat Baik 5 Baik 4 Cukup Baik 3 Buruk 2 Sangat Buruk 1 Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi unggulan ialah metode perbandingan ekponensial MPE. Alternatif lokasi sebanyak 34 kecamatan di Kabupaten Bogor tersebut akan dianalisis dengan menggunakan metode MPE. Hasil perhitungan MPE untuk seluruh kecamatan dapat dilihat pada Lampiran 6. 57 Tabel 23. Hasil peniaian lokasi dengan MPE Prioritas Alternatif Lokasi Nilai MPE 1 Kecamatan Dramaga 940728 2 Kecamatan Ciampea 822736 3 Kecamatan Ciomas 647456 4 Kecamatan Ciawi 558689 5 Kecamatan Sukaraja 547194 Hasil nilai perhitungan dan urutan prioritas produk prospektif menunjukan bahwa Kecamatan Dramaga berada urutan pertama lokasi unggulan kemudian disusul oleh Kecamatan Ciampea diurutan kedua dan Kecamatan Ciomas pada urutan ketiga. Dari data tersebut diketahui bahwa kebanyakan kecamatan unggulan terpilih merupakan kecamatan yang berada di sektor barat Kabupaten Bogor. Hal ini dapat disebabkan oleh banyaknya kecamatan penghasil manggis di daerah barat Kabupaten Bogor dan didukung oleh sarana prasarana yang memadai serta didukung oleh faktor-faktor lainnya yang berpengaruh dalam penentuan lokasi unggulan. Tampilan sub model penentuan lokasi unggulan dapat dilihat pada Gambar 28. Gambar 28. Tampilan sub model penentuan lokasi unggulan

7.4 SUB MODEL ANALISA KELAYAKAN FINANSIAL BUDIDAYA

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Manggis (Garcinia mangostana L) terhadap Perubahan Kadar Enzim AST, ALT serta Perubahan Makroskopik dan Histopatologi Hati Mencit Jantan (Mus musculus L) strain DDW setelah diberi Monosodium Glutamate (MSG) diban

1 68 118

Pengaruh Penambahan Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia X Mangostana L.) Terhadap Nilai Spf Krim Tabir Surya Kombinasi Avobenson Dan Oktil Metoksisinamat

4 100 106

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Gambaran Histopatologis Lambung Tikus (Rattus norvegicus L.) Jantan yang Dipapari Kebisingan

2 103 56

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Hitung Leukosit dan diferensiasi Leukosit Tikus (Rattus noevegicus L.) Jantan Setelah Dipapari Kebisingan

0 58 58

Pengendalian Kutu Putih pada Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Insektisida Botani

11 121 93

Evaluasi Lahan Untuk Pengembangan Tanaman Manggis (Garcinia mangostana L.) di Kabupaten Mandailing Natal

4 42 82

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Fungsi Hati, Jumlah Eritrosit dan Kadar Hemoglobin Tikus (Rattus norvegicus) yang Dipapari dengan Karbon Tetraklorida (CCl4)

3 53 59

Desain Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Strategi Pengembangan Agroindustri Kelapa Studi Kasus : Kabupaten Ciamis, Jawa Barat

1 17 330

Sistem Penunjang Keputusan untuk Perencanaan Lokasi Agroindustri Tahu di Kabupaten Bogor, Jawa Barat

0 9 100

Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Pengembangan Agroindustri Manggis

0 1 124