Cakupan Penilaian Otentik KAJIAN TEORI

Penilaian sejawat tidak jauh berbeda dengan penilaian diri. Menurut Kemdikbud 2013: 235 penilaian diri merupakan teknik penilaian yang meminta peserta didik untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses, dan tingkat pencapaian kompetensi dalam mata pelajaran tertentu.

3. Wawancara Lisan

Wawancara lisan sebenarnya dapat juga disebut sebagai penilaian kinerja kebahasaan. Sesuai dengan namanya, dalam aktivitas ini terjadi tanya jawab antara pihak yang diwawancarai peserta didik dan pewawancara guru, penguji tentang apa saja yang diinginkan informasinya oleh pewawancara Nurgiyantoro, 2014: 316. Guru dapat memberikan pertanyaan penyelidikan untuk menentukan pemahaman peserta didik atau penguasaan aspek bahasa tertentu dalam penilaian ini. 4. Pertanyaan Terbuka Penilaian ini lebih difokuskan terhadap bagaimana peserta didik mengaplikasikan informasi daripada seberapa banyak peserta didik memanggil kembali apa yang telah diajarkan. Penilaian dilakukan dengan memberikan pertanyaan stimulus atau tugas yang harus dijawab atau dilakukan oleh peserta didik secara tertulis atau lisan. Pertanyaan bukan sekadar pertanyaan yang hanya membutuhkan jawaban singkat dengan satu atau beberapa kata atau ya tidak Nurgiyantoro, 2014: 316. 5. Menceritakan Kembali Teks atau Cerita Pemberian tugas kepada peserta didik untuk menceritakan kembali wacana yang didengar atau dibaca merupakan kegiatan yang pasti diakrabi oleh guru. Artinya, mereka telah terbiasa memberikan tugas itu kepada peserta didik lewat pembelajaran menyimak dan membaca walau mungkin guru tidak mengetahui bahwa pemberian tugas itu merupakan salah satu jenis asesmen otentik. Penceritaan kembali wacana yang didengar atau dibaca dapat dilakukan secara lisan atau tertulis Nurgiyantoro, 2014: 317. 6. Eksperimen atau Demonstrasi Eksperimen atau demonstrasi dapat dilakukan secara lisan atau tertulis dengan mendeskripsikan langkah-langkah dan bahan-bahan yang dibutuhkan dalam melakukan eksperimen, hipotesis yang dikemukakan, metode yang digunakan, atau penarikan kesimpulan. Peserta didik dapat dinilai dengan menggunakan rubrik berdasarkan pemahaman terhadap konsep, penjelasan metode, dan bahasa yang digunakan. 7. Pengamatan Pengamatan dalam pembelajaran dapat dilakukan secara spontan maupun dengan perencanaan sebelumnya. Khusus perencanaan, guru dapat mengamati penggunaan bahasa dan kemampuan berpikir peserta didik dalam tugas berdiskusi dengan peserta didik lainnya. Guru dapat mengamati perhatian peserta didik dalam mengerjakan tugas, responnya terhadap berbagai jenis tugas, atau interaksi dengan peserta didik lain ketika sedang bekerja kelompok. 8. Penilaian Portofolio Penilaian portofolio adalah suatu pendekatan atau model penilaian yang bertujuan untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam membangun dan merefleksi suatu pekerjaan tugas atau karya melalui pengumpulan collection bahan-bahan yang relevan dengan tujuan dan keinginan yang dibangun oleh peserta didik, sehingga hasil pekerjaan tersebut dapat dinilai dan dikomentari oleh guru dalam periode tertentu Arifin, 2014: 198. Penilaian portofolio memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk lebih banyak terlibat, dan peserta didik sendiri dapat dengan mudah mengontrol sejauh mana perkembangan kemampuan yang telah diperolehnya. Tujuan penilaian portofolio adalah untuk memberikan informasi kepada orang tua tentang perkembangan peserta didik secara lengkap dengan dukungan data dan dokumen yang akurat. 9. Penilaian Proyek Penilaian proyek adalah penilaian terhadap tugas yang harus diselesaikan dalam waktu tertentu Basuki dan Hariyanto, 2014: 191. Proyek akan memberikan informasi tentang pemahaman dan pengetahuan peserta didik pada proses pembelajaran tertentu, kemampuan peserta didik dalam mengaplikasikan pengetahuan, dan kemampuan peserta didik untuk mengomunikasikan informasi. Menurut Nurgiyantoro, 2014: 318 tugas proyek ini baik untuk dilaksanakan di sekolah, namun karena cukup banyak menyita waktu, dilaksanakan sekali dalam satu semester tampaknya sudah cukup memadai.

E. Langkah Pengembangan Penilaian Otentik

Mueller mengemukakan sejumlah langkah yang perlu ditempuh dalam pengembangan asesmen otentik, yaitu yang meliputi i penentuan standar, ii penentuan tugas otentik, iii pembuatan kriteria, dan iv pembuatan rubrik Nurgiyantoro, 2014: 310-314. 1. Penentuan Standar Standar dimaksudkan sebagai sebuah pernyataan tentang apa yang harus diketahui dan dilakukan pembelajar. Di samping standar ada istilah goal tujuan umum dan objective tujuan khusus, dan standar berada di antara keduanya. Jadi, penentuan standar di sini tidak lain adalah penentuan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator yang menjadi acuan bersama kegiatan pembelajaran dan penilaian. 2. Penentuan Tugas Otentik Tugas otentik adalah tugas-tugas yang secara nyata dibebankan atau harus dilakukan oleh pembelajar untuk mengukur pencapaian kompetensi yang dibelajarkan, baik ketika kegiatan pembelajaran masih berlangsung maupun ketika sudah berakhir. Tugas otentik authentic task sering disinonimkan dengan asesmen otentik authentic assessment walau sebenarnya cakupan makna yang kedua lebih luas. Semua kegiatan pengukuran pendidikan harus mengacu pada standar yang telah ditetapkan. Pemilihan tugas-tugas otentik pertama-tama haruslah merujuk pada kompetensi mana yang akan diukur pencapaiannya. Kedua, dan inilah yang khas asesmen otentik, pemilihan tugas-tugas itu haruslah mencerminkan keadaan atau kebutuhan yang sesungguhnya di dunia nyata. Jadi, dalam sebuah penilaian otentik mesti terkandung dua hal sekaligus: sesuai dengan standar kompetensi dan relevan bermakna dengan kehidupan nyata. Dua hal tersebut haruslah menjadi acuan kita ketika membuat tugas-tugas otentik. 3. Pembuatan Kriteria Kriteria merupakan pernyataan yang menggambarkan tingkat capaian dan bukti-bukti nyata capaian belajar subjek belajar dengan kualitas tertentu yang diinginkan. Kriteria lazimnya juga telah dirumuskan sebelum pelaksanaan pembelajaran. Kriteria penilaian capaian hasil belajar harus cocok dengan kompetensi yang dibelajarkan dan sekaligus bermakna atau relevan dengan kehidupan nyata. Selain itu, pembuatan kriteria haruslah mengacu pada ketentuan- ketentuan yang selama ini dinyatakan baik, baik dalam arti efektif untuk keperluan penilaian hasil belajar. 4. Pembuatan Rubrik Rubrik, seperti yang diungkapkan Mueller dapat dipahami sebagai sebuah kala penyekoran scoring scale yang dipergunakan untuk menilai kinerja subjek didik untuk tiap kriteria terhadap tugas-tugas tertentu Nurgiyantoro, 2014: 313. Dalam sebuah rubrik terdapat dua hal pokok yang harus dibuat yaitu kriteria dan tingkat capaian kinerja level of performance. Rubrik lazimnya ditampilkan dalam tabel, kriteria ditempatkan di sebelah kiri dan tingkat capaian di sebelah kanan tiap kriteria.

F. Kurikulum 2013

Kurikulum sangat penting untuk dunia pendidikan karena merupakan kunci utama untuk mencapai sukses dalam dunia pendidikan. Perkataan kurikulum dikenal sebagai suatu istilah dalam dunia pendidikan sejak kurang dari satu abad yang lalu. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum berbasis kompetensi dengan memperkuat proses pembelajaran dan penilaian autentik untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan Majid dan Rochman, 2015: 1. Orientasi pembelajaran dalam konteks Kurikulum 2013 adalah untuk menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan efektif melalui penguatan sikap tahu mengapa, keterampilan tahu bagaimana, dan pengetahuan tahu apa. Kurikulum memberikan pedoman kepada guru untuk menyusun dan melaksanakan program pembelajaran. Gambaran tentang tinggi mutu keluaran juga dapat diperkirakan dari kurikulum yang dilaksanakan. Untuk mendukung kegiatan pembelajaran diperlukan kurikulum yang memihak pelajar, yang memungkinkan siswa berbuat aktif. Kurikulum ini harus menitikberatkan kebutuhan pelajar sehingga kegiatan pembelajaran mencapai sasaran dan tujuan pelajar belajar. Tujuan, program, dan bahan pembelajarannya disusun sesuai dengan kebutuhan pelajar. Suatu kurikulum tidak dapat terbentuk atau tidak dapat dikembangkan tanpa adanya tujuan khusus sebagai hasil yang diharapkan. Dengan adanya tujuan, maka akan memudahkan para pengembang kurikulum dalam menentukan nilai- nilai apa saja yang harus ada dalam kurikulum tersebut. Oleh karena itu, sangat penting bagi para calon pendidik untuk memahami dan menguasai tata cara pengembangan tujuan kurikulum dan mempraktikannya di sekolah. Poerwati 2013: 284-285 mengemukakan bahwa setiap kurikulum yang diberlakukan di Indonesia memiliki manfaat, masing-masing tergantung pada situasi dan kondisi saat dimana kurikulum tersebut diberlakukan. Beberapa