Penilaian dan Pembelajaran Bahasa Indonesia

penilaian informal, dan penilaian berlandaskan situasi situated assessment Basuki dan Hariyanto, 2014: 168. Hakikat penilaian pendidikan menurut konsep penilaian otentik merupakan proses pengumpulan data-data yang dapat dijadikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran tersebut perlu diketahui guru agar dapat dipastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengindikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, guru dapat segera mengambil tindakan yang tepat, karena gambaran mengenai kemajuan belajar itu diperlukan di sepanjang pembelajaran. Penilaian otentik adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar peserta didik Abidin, 2012: 168. Penilaian otentik dilaksanakan untuk menyoroti sifat-sifat konstruktif dari pembelajaran dan pendidikan. Selain itu, penilaian otentik mengizinkan siswa memilih jalannya sendiri untuk mendemonstrasikan kompetensi dan keterampilannya serta mengevaluasi seberapa efektif siswa secara langsung mampu menerapkan pengetahuannya dalam berbagai jenis tugas. Penilaian otentik juga melibatkan pengalaman nyata yang dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung. Hal ini senada dengan yang dikatakan Surapranata dan Hatta, 2006: 71 bahwa penilaian otentik merupakan pendekatan penilaian yang melibatkan peserta didik secara realistis dalam menilai prestasi mereka sendiri. Prinsip dasar penilaian otentik dalam teori pembelajaran adalah peserta didik harus dapat mendemonstrasikan atau melakukan apa yang mereka ketahui. Menurut Basuki dan Hariyanto 2014: 175-176 penilaian otentik memiliki keunggulan, antara lain: a berfokus pada keterampilan analisis dan keterpaduan pengetahuan; b meningkatkan kreativitas; c merefleksikan keterampilan dan pengetahuan dunia nyata; d mendorong kerja kolaboratif; e meningkatkan keterampilan lisan dan tertulis; f langsung menghubungkan kegiatan asesmen, kegiatan pengajaran, dan tujuan pembelajaran; dan g menekankan kepada keterpaduan pembelajaran di sepanjang waktu. Sebenarnya, bentuk-bentuk penilaian otentik bukan merupakan barang asing bagi para pendidik di Indonesia. Baik sebagai pelaku maupun pemilihan bentuk telah melakukan penilaian model itu. Hanya saja, pada umumnya kita lebih akrab dengan penilaian tradisional. Penilaian tradisional dilihat sebagai penilaian yang lebih banyak menyerap pengetahuan yang telah dikuasai siswa sebagai hasil belajar yang pada umumnya ditagih dalam bentuk tes objektif. Menurut Nurgiyantoro 2014: 307-308 asesmen otentik lebih menekankan pada pemberian tugas yang menuntut pembelajar menampilkan, mempraktikkan, atau mendemonstrasikan hasil pembelajarannya di dunia nyata secara bermakna yang mencerminkan penguasaan pengetahuan dan keterampilan dalam suatu mata pelajaran. Singkatnya, penilaian tradisional lebih menekankan tagihan penguasaan pengetahuan, sedang asesmen otentik kinerja atau tampilan yang mencerminkan penguasaan pengetahuan dan keterampilan. Penilaian tradisional dan penilaian otentik memiliki perbedaan. Hal yang membedakan kedua jenis penilaian tersebut, jika dibuat secara pilah dikhotomis, adalah berupa perbedaan antara: i memilih jawaban dan menunjukkan suatu aktivitas, ii menunjukkan penguasaan pengetahuan dan demonstrate proficiency by doing something, iii memanggil kembali atau rekognisi dan mengonstruksi atau aplikasi, iv soal dan jawaban disusun guru dan siswa menyusun sendiri jawaban, dan v bukti tidak langsung dan bukti langsung faktual Nurgiyantoro, 2014: 308-309. Dalam penilaian otentik, siswa tidak hanya dapat menunjukkan perilaku tertentu yang diinginkan sesuai rumusan tujuan pembelajaran, tetapi juga mampu mengerjakan sesuatu yang terkait dengan konteks kehidupan nyata. Penilaian dalam konteks penilaian otentik tidak hanya mencakup semua proses mengajar dan belajar atau yang sekarang terangkum dalam satu istilah pembelajaran. Kegiatan penilaian tidak terbatas pada karakteristik siswa saja, tetapi juga mencakup karakteristik metode pembelajaran, kurikulum, fasilitas, dan administrasi sekolah. Contoh objek penilaian otentik adalah melakukan penelitian bidang sosial, menulis cerita, serta membaca dan menafsirkannya. Yaumi 2014: 189 menjelaskan penilaian otentik adalah suatu bentuk penilaian terhadap proses dan hasil belajar yang merefleksikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan melalui tugas-tugas aktual dan kontekstual berdasarkan kriteria yang ditetapkan. Penilaian otentik tidak bisa dilepaskan dari standar materi, tugas, peserta didik, kondisi lingkungan, serta proses dan hasil. Kelima aspek tersebut saling berhubungan dan mempengaruhi. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa penilaian otentik merupakan suatu bentuk penilaian yang mengharuskan para siswa untuk melaksanakan tugas-tugas nyata yang menunjukkan penerapan dari