33
C. ANALISIS DESKRIPTIF KUALITATIF NASI
Analisis kualitatif digunakan untuk mendapatkan data deskripsi masing-masing sampel beras secara subyektif. Metode analisis kualitatif yang digunakan adalah Focus Group
Discussion FGD. Pengujian sensori dengan teknik FGD melibatkan seluruh panelis dan seorang moderator. Pada uji ini, panelis dengan arahan moderator akan mendiskusikan atribut
sensori rasa, aroma, dan tekstur dari semua sampel beras yang diujikan. Hasil yang didapat dari FGD tersebut akan digunakan pada proses selanjutnya, yaitu analisis kuantitatif QDA.
Tabel 13. adalah hasil FGD empat sampel nasi yang telah dilakukan. Tabel 13. Atribut sensori dari empat sampel nasi yang diperoleh dari hasil FGD
Atribut Sensori Karakteristik
Rasa Manis, asin, gurih
Aroma Buttery, pandan, nutty, manis, dan vanilla
Tekstur Kelengketanadhesive sampel di bibir, kekerasan,
kepaduankohesif massa sampel, kekasaran, toothpull, dan ukuran partikel nasi saat dikunyah,
D. ANALISIS DESKRIPTIF RASA NASI
1. Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif yang digunakan pada penelitian kali ini adalah Focus Group Discussion FGD. FGD dilakukan dua kali, yaitu sebelum dan sesudah pelatihan. FGD
sebelum dilakukan untuk menentukan atribut-atribut sensori rasa, aroma, dan tekstur yang terdapat di sampel nasi yang akan digunakan dalam proses pelatihan. FGD kedua
dilakukan setelah proses pelatihan agar kepekaan panelis dalam mendeteksi keberadaan sensori dalam sampel lebih tinggi dan juga untuk menyamakan terminologi diantara
panelis. FGD dipimpin oleh seorang panel leader yang bertujuan untuk memfasilitasi diskusi agar berjalan lancar secara dinamis dan untuk mendapatkan informasi sebanyak
mungkin dari panelis, serta mengarahkan panelis agar tetap fokus pada diskusi Setyaningsih dkk, 2010. Hasil atau keputusan diskusi diambil langsung oleh panelis
tanpa campur tangan panel leader. Diskusi untuk menentukan atribut rasa pada nasi dilakukan pada empat sampel nasi, yaitu varietas Ciherang, Cisokan, Ciliwung, dan
Membramo. Diskusi sebelum dan sesudah pelatihan berlangsung selama 1 jam. Tabel 14 menunjukkan bahwa atribut rasa yang teridentifikasi secara dominan
pada keempat sampel adalah manis dan gurih. Rasa asin juga teridentifikasi pada sampel nasi dari varietas Ciherang dan Cisokan selain rasa manis dan gurih. Hasil ini
dikuatkan oleh penelitian yang dilakukan Darmasetiawan 2004, dimana hasil analisis kualitatif terhadap nasi dari Beras Panjang menunjukkan bahwa nasi tersebut memiliki
atribut rasa manis dan asin. Rasa manis mendominasi rasa yang ada pada nasi, mengingat penyusun utama beras adalah karbohidrat, yaitu 89-90 Rohman, 1997
dimana karbohidrat merupakan sumber rasa manis. Tidak semua karbohidrat berperan dalam membentuk rasa manis. Karbohidrat yang berperan sebagai sumber rasa manis
adalah monosakarida seperti glukosa dan fruktosa Winarno, 1992.
34
Tabel 14. Hasil analisis kualitatif FGD atribut rasa nasi
Sampel Deskripsi Rasa
Cisokan Manis, asin
Ciherang Manis, asin, dan gurih
Ciliwung Manis, gurih
Membramo Manis, gurih
2. Analisis Kuantitatif
Metode yang digunakan dalam melakukan analisis kuantitatif adalah Quantitative Descriptive Analysis QDA. Tahap pengujian kuantitatif dilakukan untuk
menentukan intensitas atribut-atribut sensori yang diperoleh dari FGD. Atribut rasa yang diujikan dengan metode ini adalah manis, asin, dan gurih. Penilaian sampel
dilakukan pada skala tidak terstruktur sepanjang 15 cm. Pada saat pengujian diberikan 2 standar R1 dan R2 yang nilainya telah ditentukan saat pelatihan. Adanya standar
dengan berbagai intensitas pada setiap atribut membantu panelis untuk mengingat dan menyamakan konsep dengan panelis lainnya. Pada saat pengukuran intensitas atribut
dengan penggaris, nilai yang diperoleh dikonversi menjadi skala 100.
2.1 Atribut Rasa Manis
Beras mengandung pati sebesar 78,3 Winarno, 1992. Pati merupakan polisakarida yang terdiri dari molekul-molekul monosakarida yang dapat berantai
lurus atau bercabang dan dapat dihidrolisis enzim-enzim yang spesifik kerjanya Winarno, 1992. Enzim yang terdapat pada saliva adalah enzim α-amilase. Enzim
ini dapat menghidrolisis pati menjadi fraksi-fraksi molekul yang terdiri dari 6
sampai 7 unit glukosa Winarno, 1992. Glukosa merupakan monosakarida. Gula- gula sederhana inilah yang berkontribusi kuat terhadap rasa manis pada nasi pada
saat pengunyahan. Pada umumnya manusia baik bayi, anak, maupun orang dewasa menyukai rasa manis sehingga dapat dikatakan bahwa rasa manis merupakan salah
satu alasan sebagian besar penduduk di dunia menyukai nasi selain sebagai bahan makanan pokok.
Tabel 15. menunjukkan nilai intensitas rasa manis pada nasi. Data intensitas rata-rata rasa manis kemudian dianalisis secara statistik menggunakan uji two-way
ANOVA. Uji ini digunakan untuk melihat interaksi sampel dan panelis. Pada Lampiran 16 didapat informasi bahwa terdapat pengaruh yang nyata terhadap rasa
manis empat varietas beras yang diujikan p-value 0,05. Uji lanjut Tukey pada Lampiran 16 menunjukkan perbedaan rasa manis diantara keempat varietas.
Kelompok sampel nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, dan Membramo tidak saling memiliki perbedaan rasa manis yang signifikan. Nasi dari varietas Ciherang
memiliki perbedaan rasa manis yang signifikan terhadap kelompok sampel nasi dari varietas Ciliwung dan Cisokan.
Selain itu, Tabel 15 juga menginformasikan bahwa nasi dari varietas Ciliwung memiliki intensitas rasa manis yang paling tinggi, yaitu sebesar 12,9,
sedangkan intensitas yang paling rendah dimiliki nasi dari varietas Ciherang, yaitu sebesar 8,6.
35
Tabel 15. Data intensitas atribut rasa manis nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang
Sampel Intensitas
Ciherang 8,6 ± 2,4
b
Membramo 11,1 ± 3,5
ab
Cisokan 12,4 ± 2,9
a
Ciliwung 12,9 ± 6,3
a
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata p- value 0.05 dengan menggunakan uji lanjut Tukey
2.2 Atribut Rasa Asin
Beras mengandung sodium sebanyak 2 mg 158 g nasi USDA, 2001. Mineral ini berperan dalam pembentuk rasa asin. Ion sodium Na
+
yang menyentuh ujung apikal dari sel pencecap melalui saluran ion pada mikrovili akan
menimbulkan rangsangan sensasi rasa asin. Data intensitas rasa gurih selanjutnya dianalisis secara statistik menggunakan
uji two-way ANOVA pada selang kepercayaan 95. Data intensitas rasa gurih dapat dilihat pada Tabel 16. Hasil analisis untuk sampel menunjukkan bahwa rasa asin
pada nasi dari varietas Ciherang, Cisokan, Ciliwung, dan Membramo tidak berbeda pada selang kepercayaan 95.
Tabel 16. Data intensitas atribut rasa asin nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang
Sampel Intensitas
Membramo 10,9 ± 5,8
a
Ciherang 12,1 ± 2,7
a
Cisokan 12,5 ± 3,4
a
Ciliwung 14,9 ± 4,2
a
2.3 Atribut Rasa Gurih
Senyawa pemberi rasa gurih yang paling dikenal dan potensial adalah asam amino L-glutamat atau garamnya, seperti Monosodium Glutamat MSG. Menurut
FAO 2004, kandungan asam amino pada beras dapat dikatakan tinggi, meliputi asam glutamat dan aspartat dimana lysin merupakan pembatas asam amino. Selain
itu, rasa gurih juga dapat ditimbulkan oleh peptida seperti yang dikatakan Han Xu 2011 bahwa peptida berkontribusi dalam pembentukan sensori suatu makanan,
yaitu rasa manis, asam, pahit, dan gurih. Peptida merupakan molekul pembentuk protein. Protein dalam nasi merupakan komponen kimia terbesar kedua, sebesar 7-
8 Haryadi, 2008 setelah pati. Oleh karena itu, memakan nasi akan menimbulkan atribut rasa gurih.
Dari hasil uji kuantitatif, diperoleh intensitas rata-rata atribut rasa gurih yang kemudian dianalisis secara statistik menggunakan uji two-way ANOVA. Uji
ini menggunakan selang kepercayaan 95 yang menjaga agar alpha-risk tetap maksimum 5. Tabel 17 menginformasikan intensitas rata-rata atribut rasa gurih.
Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 16, diketahui rasa gurih diantara keempat sampel yang diujikan tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95.
36
Tabel 17. Data intensitas atribut rasa gurih nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang
Sampel Intensitas
Ciherang 6,4 ± 2,2
a
Ciliwung 7,7 ± 2,4
a
Cisokan 8,9 ± 2,1
a
Membramo 8,9 ± 3,4
a
2.4 Spider web Atribut Rasa Manis, Gurih, dan Asin
Data hasil analisis kuantitatif atribut rasa manis, asin, dan gurih masing- masing varietas unggul beras yang diujikan ditampilkan dalam bentuk spider web
atau grafik jaring laba-laba Gambar 4. Gambar 4 menjelaskan bahwa intensitas atribut rasa asin yang paling tinggi
dimiliki oleh varietas Ciliwung, yang kemudian diikuti oleh Cisokan, Membrano, dan Ciherang. Rasa gurih dari varietas Cisokan dan Membramo memiliki intensitas
yang sama, dan intensitas yang paling rendah dimiliki oleh varietas Ciherang. Intensitas rasa manis yang ditimbulkan pada keempat sampel terdapat perbedaan.
Dari Gambar 4 terlihat jelas bahwa nasi dari varietas Ciherang merupakan nasi yang memiliki atribut rasa manis paling rendah dimana titiknya terletak antara garisjaring
5 dan 10, yaitu sebesar 8,6. Namun, titik varietas Ciliwung, Cisokan, dan Membramo terletak antara garisjaring 10-15. Dari hasil two-way ANOVA rasa
manis pun menyatakan bahwa nasi dari keempat varietas ini berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95. Nasi dari varietas Ciliwung memiliki intensitas rasa manis
yang paling tinggi, yaitu sebesar 12,9, sedangkan yang paling rendah adalah varietas Ciherang, yaitu 8,6.
Gambar 4. Spider Web atribut rasa nasi dari varietas beras Cisokan, Ciherang, Ciliwung, dan Membramo
37
3. Korelasi Atribut Rasa pada Nasi
Suatu atribut dikatakan berkorelasi jika memiliki nilai korelasi lebih dari 0,5 Limpawattana Shewfelt, 2010. Analisis korelasi pada atribut rasa manis, asin, dan
gurih menunjukkan bahwa tidak ada atribut yang berkorelasi tinggi, yaitu 0,80 Limpawattana Shewfelt, 2010 yang dapat dilihat pada Tabel 18. Angka yang
bercetak tebal pada Tabel 18 berarti adanya korelasi antara atribut. Atribut rasa asin berkorelasi positif dengan rasa manis sebesar 0,512 yang menunjukkan bahwa semakin
besar intensitas rasa asin yang dirasakan semakin besar pula intensitas rasa manis yang dirasakan. Serupa dengan atribut rasa gurih dan manis yang berkorelasi positif sebesar
0,698 dimana semakin besar intensitas gurih yang dirasakan maka semakin besar rasa manis yang ditimbulkan. Jadi, dapat dikatakan bahwa atribut rasa manis berkorelasi
positif dengan rasa gurih dan asin. Tabel 18. Korelasi atribut Rasa Pearson Correlation
Atribut Manis
Asin Gurih
Manis 1
Asin 0,512
1 Gurih
0,698 -0,246
1
E. ANALISIS DESKRIPTIF AROMA NASI
1. Analisis Kualitatif
Untuk melakukan analisis ini juga digunakan Focus Group Discussion FGD. Prosesnya pun sama dengan analisis kualitatif atribut rasa nasi dan dilakukan sebanyak
dua kali, yaitu sebelum dan sesudah pelatihan. Diskusi sebelum dan sesudah pelatihan masing-masing berlangsung selama satu jam. Hasil diskusi selanjutnya digunakan untuk
uji kuantitatif dan dapat dilihat pada Tabel 19. Berdasarkan Tabel 19 diketahui bahwa terdapat lima atribut aroma yang
dihasilkan dari diskusi, yaitu buttery, nutty, pandan, manis, dan vanila. Uji secara kuantitatif selanjutnya menggunakan lima atribut aroma tersebut. Pada deskripsi aroma,
panelis sering kali mengalami kesulitan melakukan penilaian apabila nasi telah dingin. Oleh karena itu, pengujian segera dilakukan setelah nasi matang. Keempat varietas
beras dimasak menggunakan rice cooker sesuai dengan Subarna 2005. Metode ini diterapkan juga pada pelaksanaan analisis deskriptif atribut rasa dan tekstur. Nasi yang
sudah masak dibungkus dengan alumunium foil yang bertujuan untuk memerangkap dan meminimalisasi kehilangan aroma. Panelis kemudian melakukan pengujian aroma
nasi untuk setiap atribut. Tabel 19. Hasil analisis kualitatif FGD atribut aroma
Sampel Deskripsi Aroma
Ciherang Buttery, nutty, pandan, manis
Cisokan Buttery, manis, vanila, nutty
Membramo Buttery, manis, vanila, nutty
Ciliwung Buttery, vanilla, manis, nutty, pandan
38
2. Analisis Kuantitatif
Tahap pengujian kuantitatif dilakukan untuk menentukan intensitas atribut- atribut aroma yang telah diperoleh dari FGD dengan membandingkan dengan standar
yang nilainya telah ditentukan saat tahap pelatihan. Analisis kuantitatif atribut aroma menggunakan dua standar R1 dan R2 pada skala tidak terstruktur sepanjang 15 cm.
Pada saat pengukuran intensitas atribut aroma dengan penggaris, nilai yang diperoleh dikonversi menjadi skala 100.
2.1 Atribut Aroma Buttery
Pengujian aroma buttery pada empat varietas beras yang diujikan menghasilkan data seperti yang terlihat pada Tabel 20. Nilai intensitas rata-rata
atribut aroma buttery yang diperoleh dari hasil kuantitatif selanjutnya dianalisis secara statistik menggunakan uji two-way ANOVA Lampiran 17. Berdasarkan uji
ANOVA yang dilakukan terlihat adanya pengaruh nyata terhadap aroma buttery emapat sampel nasi yang diujikan. Untuk mengetahui perbedaan lebih lanjut
diantara keempat varietas tersebut, maka dilakukan uji lanjut Tukey p-value 0,05. Berdasarkan Tabel 20 terlihat bahwa aroma buttery pada nasi dari varietas
Ciherang tidak berbeda nyata dengan varietas Ciliwung dan Membramo p-value 0,05. Namun, aroma buttery pada nasi dari varietas Cisokan berbeda nyata dengan
varietas Ciherang dan Ciliwung. Hasil uji lanjut Tukey atribut aroma buttery dapat dilihat pada Lampiran 17. Berdasarkan Tabel 20 terlihat bahwa nasi yang memiliki
intensitas aroma buttery tertinggi terdapat pada varietas Ciherang, yaitu sebesar 23,6 dan yang terendah adalah varietas Cisokan, yaitu sebesar 19,2.
Tabel 20. Data intensitas atribut aroma buttery pada nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang
Sampel Intensitas
Cisokan 19,2 ± 10,2
b
Membramo 21,4 ± 11,8
ab
Ciliwung 22,3 ± 8,2
a
Ciherang 23,6 ± 12,5
a
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata p0.05 dengan menggunakan uji lanjut Tukey
2.2 Atribut Aroma Nutty
Tabel 21 menunjukkan nilai intensitas rata-rata yang diperoleh dari hasil analisis kuantitatif atribut aroma nutty. Pengolahan data intensitas atribut nutty
dengan uji two-way ANOVA didapatkan informasi bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada intensitas atribut aroma nutty diantara keempat varietas beras unggul
yang diujikan p-value0,05. Hasil analisis ini dapat dilihat pada Lampiran 17. Selanjutnya, untuk mengetahui varietas beras mana saja yang memiliki perbedaan
atribut nutty dilakukan uji lanjut Tukey Lampiran 17. Aroma nutty pada nasi dari varietas Cisokan tidak berbeda nyata dengan
varietas Membramo. Begitupun pada nasi dari varietas Membramo dengan Ciherang p-value0,05. Perbedaan aroma nutty terlihat antara nasi dari varietas Ciliwung
dengan varietas Membramo, Cisokan, dan Ciherang p-value0,05. Berdasarkan Tabel 21 telah diketahui bahwa varietas Ciliwung memiliki nilai intensitas atribut
39
aroma nutty tertinggi, yaitu sebesar 15,7 sedangkan intensitas aroma nutty yang terendah adalah varietas Ciherang, yaitu sebesar 8,9.
Tabel 21. Data intensitas atribut aroma nutty pada nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang
Sampel Intensitas
Ciherang 8,9 ± 3,7
c
Membramo 10,9 ± 4,2
bc
Cisokan 12,4 ± 4,7
b
Ciliwung 15,7 ± 5,5
a
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata p0.05 dengan menggunakan uji lanjut Tukey
2.3 Atribut Aroma Pandan
Nilai intensitas atribut aroma pandan pada nasi dari varietas Ciherang, Cisokan, Membramo, dan Ciliwung dapat dilihat pada Tabel 22. Selanjutnya nilai
intensitas ini dianalisis secara statistik dengan uji two-way ANOVA. Dari Lampiran 18, hasil analisis ini menunjukkan bahwa aroma pandan berpengaruh nyata pada
keempat sampel yang diujikan. Untuk mengetahui keterangan lebih lanjut mengenai perbedaannya diantara keempat varietas tersebut, maka dilakukan uji lanjut Tukey
Lampiran 17. Nasi dari varietas Ciherang memiliki aroma pandan yang tidak berbeda nyata dengan varietas Cisokan dan Ciliwung. Hal serupa juga terjadi pada
nasi dari varietas Membramo dengan varietas Cisokan dan Ciliwung p-value0,05. Perbedaan aroma pandan yang nyata terlihat antara nasi dari varietas Ciherang dan
Membramo. Berdasarkan Tabel 22, intensitas aroma pandan tertinggi terdapat pada nasi dari varietas Ciherang sebesar 14,0; sedangkan yang terendah terdapat pada nasi
dari varietas Membramo sebesar 11,8. Tabel 22. Data intensitas atribut aroma pandan pada nasi dari varietas Ciliwung,
Cisokan, Membramo, dan Ciherang
Sampel Intensitas
Membramo 11,8 ± 4,9
b
Ciliwung 12,9 ± 7,1
ab
Cisokan 13,8 ± 7,8
ab
Ciherang 14,0± 6,1
a
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata p0.05 dengan menggunakan uji lanjut Tukey
2.4 Atribut Aroma Manis
Setelah didapat intensitas atribut aroma manis pada keempat varietas, maka dilakukan analisis statistik menggunakan uji two-way ANOVA pada taraf
kepercayaan 95. Berdasarkan Lampiran 17, diketahui bahwa aroma manis pada keempat sampel terdapat perbedaan yang nyata p-value0,05. Dari uji lanjut
Tukey Lampiran 17, aroma manis pada nasi dari varietas Ciliwung tidak berbeda nyata dengan varietas Membramo dan Ciherang. Namun, aroma manis pada nasi
dari varietas Cisokan berbeda nyata dengan ketiga varietas lain p-value0,05. Nilai
40
aroma manis tertinggi terdapat pada nasi dari varietas Ciliwung dan yang terendah terdapat pada nasi dari varietas Cisokan Tabel 23.
Tabel 23. Data intensitas atribut aroma manis pada nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang
Sampel Intensitas
Cisokan 25,0 ± 11,7
b
Ciherang 31,1 ± 11,3
a
Membramo 31,8 ± 12,5
a
Ciliwung 36,6 ± 11,2
a
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata p0.05 dengan menggunakan uji lanjut Tukey
2.5 Atribut Aroma Vanilla
Hasil uji QDA, yaitu data intensitas rata-rata atribut aroma vanilla Tabel 24 dianalisis secara statistik menggunakan uji two-way ANOVA pada selang
kepercayaan 95. Lampiran 17 menginformasikan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata terhadap atribut aroma vanilla pada nasi dari varietas Ciherang, Cisokan,
Ciliwung, dan Membramo p-value0,05 Kesemua sampel memiliki intensitas aroma vanilla yang sama saat panel mencium nasi dalam keadaan hangat.
Tabel 24. Data intensitas atribut aroma vanilla pada varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang
Sampel Intensitas
Ciherang 18,0 ± 6,4
a
Cisokan 19,2 ± 6,6
a
Membramo 21,3 ± 6,0
a
Ciliwung 23,0 ± 5,8
a
2.6 Spider web Atribut Aroma Buttery, Nutty, Pandan, Manis, dan Vanilla
Dari data intensitas atribut aroma yang diperoleh dari uji kuantitatif, dapat dibuat sebuah jaring laba-laba spider web untuk membandingkan intensitas atribut
sensori secara visual Gambar 5. Dari hasil kuantitatif, keempat varietas dideteksi memiliki semua atribut aroma yang diujikan. Perbedaan terletak pada intensitas.
Nasi dari varietas Cisokan memiliki aroma manis dan buttery yang paling rendah diantara keempat sampel yang diujikan. Aroma pandan tertinggi terdapat
pada varietas Ciherang dan Cisokan, yang kemudian diikuti oleh Ciliwung dan Membramo. Atribut aroma yang menonjol pada nasi dari varietas Ciliwung adalah
aroma nutty dan manis. Selain memmiliki aroma pandan yang tertinggi, nasi dari varietas Ciherang di karakteristikkan dengan atribut aroma buttery yang paling
tinggi serta aroma nutty yang paling rendah. Nasi dari varietas Membramo memiliki intensitas aroma pandan yang paling rendah. Aroma vanilla pada keempat varietas
memiliki intensitas yang cenderung sama. Hal ini terlihat dari titik-titik pada varietas Ciherang, Cisokan, Ciliwung, dan Membramo yang saling berhimpitan.
41
Gambar 5. Spider Web atribut aroma nasi dari varietas Ciherang, Cisokan, Ciliwung, dan Membramo
3. Korelasi Atribut Aroma pada Nasi
Tabel 25 menjelaskan mengenai korelasi pada atribut aroma buttery, manis, nutty, pandan, dan vanilla. Angka yang bercetak tebal menunjukkan korelasi antara
atribut. Analisis tersebut menjelaskan bahwa terdapat korelasi yang tinggi antara atribut aroma tersebut, yaitu aroma nutty dan aroma vanilla yang berkorelasi positif sebesar
0,809. Nilai ini menunjukkan bahwa semakin besar intensitas aroma vanilla maka semakin besar intensitas aroma nutty dan hubungan antara kedua atribut tersebut sangat
tinggi. Hal serupa juga ditunjukkan antara aroma manis dan buttery, antara vanilla dan manis yang secara berturut-turut berkorelasi positif sebesar 0,750 dan 0,644. Nilai ini
dapat dikatakan memiliki korelasi yang cukup tinggi. Berbeda dengan aroma vanilla dan pandan yang memiliki korelasi negatif sebesar 0,674 yang berarti bahwa semakin besar
intensitas aroma vanilla maka semakin kecil intensitas aroma pandan dan sebaliknya. Tabel 25. Korelasi Atribut Aroma Pearson Correlation
Atribut Buttery
Manis Nutty
Pandan Vanilla
Buttery 1
Manis 0,750
1 Nutty
-0,270 0,358
1 Pandan
0,075 -0,344
-0,172 1
Vanilla -0,019
0,644 0,809
-0,674 1
Menurut Champagne 2008, komponen volatil utama yang membentuk karakteristik aroma adalah 2-acetyl-1-pyrroline 2-AP; aroma popcorn. Buttery et al.
1982 menemukan bahwa 2-acetyl-1-pyrroline ACPY adalah senyawa volatil organik yang terdapat pada nasi dari beras aromatik dimana senyawa ini dapat menjadi indikator
yang baik untuk mengidentifikasi aroma nasi dari beras nonaromatik. Karena empat
42
varietas sampel yang digunakan bukan merupakan beras aromatik sehingga ACPY dapat digunakan sebagai indikator dalam mengidentifikasi senyawa volatil yang
berperan dalam pembentukan aroma-aroma tersebut dengan GC-MS Gas Chromatography-Mass Spectrometry.
F. ANALISIS DESKRIPTIF ATRIBUT TEKSTUR NASI
1. Analisis Kualitatif
Tekstur beras merupakan karakteristik fisik dari nasi seperti kelengketan dan kekerasan yang umumnya dikenal sebagai atribut yang mempengaruhi mutu makan nasi
dari pada mutu penampilan, seperti warna dan atribut organoleptik yang lain rasa dan aroma. Sebagai besar masyarakat Indonesia menyukai nasi yang bertekstur
pulenlengket, tetapi ada juga sebagian kecil masyarakat yang menyukai nasi bertekstur keras, seperti pada masyarakat Sumtera Barat.
Metode yang digunakan dalam melakukan analisis ini sama seperti analisis kualitatif sebelumnya, yaitu Focus Group Discussion FGD dan dilakukan sebanyak
dua kali, sebelum dan sesudah pelatihan. Diskusi sebelum dilakukan untuk menentukan deskripsi tekstur yang ada pada keempat sampel. Banyak istilah dalam mendeskripsikan
tekstur nasi. Pada penelitian ini, pendeskripsian nasi mengacu pada Meullenet et al. 1999 untuk menyamakan terminologi diantara panelis. Diskusi berlangsung selama
dua jam, satu jam untuk sebelum dan sesudah pelatihan. Tabel 26 merupakan hasil diskusi panelis mengenai deskripsi tekstur nasi yang berasal dari empat varietas unggul
beras, yaitu Varietas Cisokan, Ciherang, Ciliwung, dan Membramo. Tabel 26. Hasil analisis kualitatif FGD atribut tekstur nasi
Sampel Deskripsi Tekstur
Ciherang Ukuran partikelvolume nasi besar, lebih padu, kepulenan agak
kurang Membramo
Pulen, tidak lengket di gigi toothpull kurang, sampel nasi di mulut padukohesif
Cisokan Kelengketanadhesive di bibir kurang, tidak pulenkeras, tidak
kohesif, ukuran partikelvolume nasi dalam mulut kecil, kasar saat dikunyah, toothpull kurang
Ciliwung Lebih adhesive, pulen, toothpull cukup besar, lebih kohesif, tidak
kasar saat dikunyah
2. Analisis Kuantitatif
Analisis ini dilakukan untuk menentukan intensitas atribut tekstur yang telah ditentukan pada analisis kualitatif. Metode yang digunakan adalah Quantitative
Descriptive Analysis QDA. Pengujian dilakukan menggunakan sakala tidak terstruktur sepanjang 15 cm dan dua standar, yaitu R1 dan R2. Definisi terminologi dan cara
pengukuran atribut tekstur yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3. Pada saat pengukuran intensitas atribut tekstur dengan penggaris, nilai yang diperoleh dikonversi
menjadi skala 100.
43
2.1 Atribut AdhesifKelengketan Sampel di Bibir
Atribut adhesif sampel di bibir yang digunakan pada penelitian ini memiliki pengertian derajat kelengketan saat sampel menempel di bibir. Pengukuran atribut
ini dilakukan dengan cara menekan sampel di antara dua bibir, dan dilepaskan. Pengujian atribut adhesif di bibir pada empat varietas beras menghasilkan data
seperti yang terlihat pada Tabel 27. Nilai intensitas rata-rata atribut kelengketan sampel di bibir yang diperoleh dari hasil kuantitatif selanjutnya dianalisis secara
statistik menggunakan uji two-way ANOVA pada selang kepercayaan 95 Lampiran 18. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan atribut
adhesif sampel di bibir yang nyata pada keempat sampel. Untuk mengetahui keterangan lebih lanjut mengenai perbedaannya diantara keempat varietas tersebut,
maka dilakukan uji lanjut Tukey. Nasi dari varietas Ciherang memiliki atribut adhesif sampel di bibir yang tidak berbeda nyata dengan varietas Ciliwung dan
Membramo, sedangkan nasi dari varietas Cisokan memiliki perbedaan yang nyata dengan tiga varietas lainnya p-value0,05. Intensitas adhesif sampel di bibir
tertinggi terdapat pada nasi dari varietas Ciherang sebesar 51,53 dan yang terendah adalah varietas Cisokan sebesar 37,69 Tabel 27.
Atribut adhesifkelengketan sampel di bibir berkaitan dengan kadar amilosa yang dimiliki masing-masing varietas beras. Hal ini terlihat pada varietas Cisokan
yang memiliki tingkat adhesif paling rendah dimana varietas ini memiliki kadar amilosa paling tinggi, 26 Puslitbangtan, 2007, sedangkan varietas Ciherang
memiliki tingkat adhesif paling tinggi dimana menurut Puslitbangtan 2007 kadar amilosanya sebesar 23 tergolong pulen. Kemungkinan fenomena ini adalah
semakin tinggi kadar amilosa nasi, semakin rendah intensitas adhesif sampel di bibir.
Tabel 27. Data intensitas atribut adhesif sampel di bibir pada nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang
Sampel Intensitas
Cisokan 37,7 ± 10,3
b
Membramo 45,5 ± 11,3
a
Ciliwung 49,2 ± 11,7
a
Ciherang 51,5 ± 16,5
a
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata p0.05 dengan menggunakan uji lanjut Tukey
2.2 Atribut Kekerasan
Atribut kekerasan pada nasi memiliki definisi kekuatan yang dibutuhkan untuk menekan sampel nasi. Tabel 28 menunjukkan nilai intensitas rata-rata yang
diperoleh dari hasil analisis kuantitatif atribut kekerasan. Pengolahan data intensitas atribut kekerasan secara statistik dengan uji two-way ANOVA pada selang
kepercayaan 95 didapatkan informasi bahwa atribut kekerasan sampel tidak berbeda nyata pada nasi dari keempat varietas beras yang diujikan Lampiran 18.
Hal ini berarti nasi dari varietas Ciherang, Ciliwung, Cisokan, dan Membramo cenderung memiliki tingkat kekerasan yang sama.
44
Tabel 28. Data intensitas atribut kekerasan pada varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang
Sampel Intensitas
Cisokan 32,4 ± 4,4
a
Ciliwung 30,7 ± 9,9
a
Membramo 28,3 ± 4,2
a
Ciherang 27,9 ± 8,4
a
2.3 Atribut KohesifKepaduan Massa Sampel
Pengertian dari atribut kohesif massa sampel adalah derajat pengunyahan saat sampel dikunyah secara bersamaan. Nilai intensitas atribut kepaduankohesif massa
sampel pada varietas Ciherang, Cisokan, Membramo, dan Ciliwung dapat dilihat pada Tabel 29. Selanjutnya nilai intensitas ini dianalisis secara statistik dengan uji
two-way ANOVA. Dari Lampiran 18, hasil analisis ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada atribut kohesif diantara keempat varietas beras tersebut.
Perbedaan tersebut terlihat jelas antara varietas Membramo dengan Ciherang p- value0,05, sedangkan atribut kohesif pada nasi dari varietas Ciliwung tidak
berbeda nyata dengan varietas Cisokan. Berdasarkan Tabel 29, nilai kohesif massa sampel yang tertinggi terdapat
pada varietas Membramo sebesar 53,71, sedangkan nilai terendah terdapat pada varietas Ciherang sebesar 47,80. Semakin tinggi nilai intensitas pada atribut ini,
maka semakin sampel mudah dikunyah karena sampel cepat menyatu saat pengunyahan. Semakin rendah nilai intensitas, semakin sampel sulit dikunyah
karena sampel mudah berbaur saat pengunyahan. Atribut ini diduga terkait dengan kelengketan dimana kelengketan nasi tergantung pada kadar amilosa nasi tersebut.
Varietas Membramo memiliki kadar amilosa sebesar 19 yang tingkat kohesifnya paling tinggi, sedangkan varietas Ciherang memiliki kadar amilosa sebesar 23
yang tingkat kohesifnya paling rendah. Tabel 29. Data intensitas atribut kohesifkepaduan massa sampel nasi dari varietas
Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang
Sampel Intensitas
Ciherang 47,8± 15,9
b
Cisokan 49,8 ± 6,5
ab
Ciliwung 52,5 ± 5,4
ab
Membramo 53,7 ± 5,3
a
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata p0.05 dengan menggunakan uji lanjut Tukey
2.4 Atribut Kekasaran Massa Sampel
Atribut ini dianalisis dengan cara mengunyah sampel dengan gigi geraham sebanyak 8 kali. Nilai intensitas yang diukur adalah sejumlah kekasaran yang
dirasakan saat mengunyah sampel. Setelah didapat intensitas atribut kekasaran massa sampel pada keempat varietas, maka dilakukan analisis statistik menggunakan
uji two-way ANOVA pada taraf kepercayaan 95. Berdasarkan lampiran 18, terdapat perbedaan yang nyata pada atribut kekasaran massa sampel nasi diantara
keempat varietas beras yang diujikan. Perbedaan tersebut terdapat pada varietas
45
Ciliwung p-value0,05 dimana tingkat kekasarannya paling rendah, yaitu sebesar 32,2 Tabel 30. Atribut kekasaran sampel nasi varietas Ciherang tidak berbeda
nyata dengan varietas Cisokan dan Membramo. Tabel 30. Data intensitas atribut kekasaran massa sampel nasi dari varietas
Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang
Sampel Intensitas
Ciliwung 32,2 ± 12,4
b
Membramo 38,8 ± 15,9
a
Cisokan 40,2 ± 15,5
a
Ciherang 40,5± 16,3
a
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata p0.05 dengan menggunakan uji lanjut Tukey
2.5 Atribut Toothpull
Pengerian toothpull yang digunakan pada penelitian ini adalah kekuatan yang dibutuhkan agar rahang terpisah pada saat mengunyah. Cara pengukurannya
dilakukan dengan cara mengunyah sampel sebanyak tiga kali. Selanjutnya dilakukan analisis kuantitatif dan memperoleh data intensitas rata-rata atribut toothpull pada
empat varietas yang diujikan Tabel 31. Data-data ini dianalisis secara statistik menggunakan uji two-way ANOVA pada selang kepercayaan 95.
Lampiran 18 menginformasikan bahwa intensitas atribut toothpull pada keempat varietas beras yang diujikan berbeda nyata. Nasi dari varietas Membramo
memiliki toothpull yang berbeda nyata p-value0,05 dengan varietas Ciherang, Cisokan, dan Ciliwung, sedangkan ketiga varietas tersebut tidak saling berbeda
nyata p-value0,05. Berdasarkan Tabel 31 diketahui bahwa varietas beras yang memiliki intensitas atribut toothpull paling tinggi adalah nasi dari varietas
Membramo sebesar 40,7. Jadi, nasi yang dimasak dari varietas membramo adalah nasi yang paling lengket di gigi di antara keempat varietas. Hal ini kemungkinan
karena kadar amilosa dimana kadar amilosa varietas Membramo paling rendah, yaitu 19 Puslitbangtan, 2007.
Tabel 31. Data intensitas atribut Toothpull sampel nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang
Sampel Intensitas
Ciliwung 31,3± 12,9
b
Cisokan 33,2 ± 15,6
b
Ciherang 33,4 ± 11,9
b
Membramo 40,7 ± 16,4
a
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata p0.05 dengan menggunakan uji lanjut Tukey
2.6 Atribut Ukuran Partikel
Yang dimaksud dengan atribut ukuran partikel nasi yang digunakan pada penelitian ini adalah besarnya ruang yang dipenuhi partikel sampel di dalam mulut.
Kemudian dilakukan analisis kuantitatif yang memperoleh data pada Tabel 32 dan selanjutnya dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji two-way ANOVA
46
dengan selang kepercayaan 95. Berdasarkan Lampiran 18, diketahui tidak ada perbedaan atribut ukuran partikel nasi yang nyata pada sampel nasi dari varietas
Ciherang, Cisokan, Ciliwung, dan Membramo. Hal ini berarti besar ruangan yang dibutuhkan nasi dari keempat varietas tersebut pada saat pengunyahan cenderung
membutuhkan intensitas ukuranvolume yang sama. Menurut Haryadi 2008, amilosa memiliki kemampuan membentuk ikatan
hidrogen yang lebih besar daripada amilopektin. Makin tinggi kandungan amilosa, kemampuan pati untuk menyerap dan mengembang menjadi lebih besar sehingga
volume pengembangan nasi turut meningkat. Pada penelitian kali ini, varietas Cisokan tergolong beras dengan kadar amilosa yang tinggi, yaitu 26 Puslitbang
Pangan, 2010. Oleh karena itu, seharusnya volume nasi yang mengisi ruangan pada mulut saat pengunyahan dari varietas Cisokan lebih besar.
Tabel 32. Data intensitas atribut ukuran partikel sampel nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang
Sampel Intensitas
Ciherang 52,6 ± 9,1
a
Membramo 52,7 ± 8,2
a
Ciliwung 52,7 ± 11,1
a
Cisokan 55,8 ± 8,8
a
2.7 Spider web Atribut Kekasaran, Adhesif Sampel di Bibir, Kohesif Massa
Sampel, Kekasaran Massa Sampel, Toothpull, dan Ukuran Partikel
Hasil uji kuantitatif intensitas rata-rata enam atribut tekstur nasi pada varietas Ciherang, Cisokan, Ciliwung, dan Membramo ditampilkan dalam bentuk
spider web, seperti pada Gambar 6. Masing-masing varietas beras dideskripsikan dengan enam atribut. Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa nasi dari varietas Cisokan
dideskripsikan memiliki intensitas adhesif sampel di bibir paling rendah. Nasi dari varietas Ciherang memiliki ciri khusus, yaitu tingkat kohesif dan kekasaran paling
tinggi, serta tingkat adhesif sampel di bibir paling rendah. Atribut kohesif yang tertinggi dimiliki oleh varietas Ciliwung dan Membramo. Selain itu, varietas
Ciliwung juga dikarakteristikkan dengan atribut kekasaran dan toothpull dengan intensitas paling rendah. Nasi dari varietas Membramo memiliki intensitas toothpull
tertinggi. Intensitas atribut kekerasan dan ukuran partikel pada keempat varietas yang diujikan cenderung memiliki karakteristik yang sama. Hal ini dapat dilihat dari
letak titik-titik pada keempat varietas yang saling berhimpitan satu sama lain.
47
Gambar 6. Spider Web atribut tekstur nasi dari varietas beras Cisokan, Ciherang, Ciliwung, dan Membramo
3. Korelasi Atribut Tekstur pada Nasi
Tabel 33 menjelaskan mengenai korelasi atribut tekstur dengan melihat koefisien korelasi masing-masing atribut tekstur dengan atribut tekstur yang lain pearson
correlation. Angka yang bercetak tebal menunjukkan korelasi antara atribut. Suatu atribut dikatakan berkorelasi dengan atribut lain jika nilai korelasinya lebih dari 0,5
Limpawattana Shewfelt, 2010. Menurut Limpawattana Shewfelt 2010, hubungan antara atribut satu dengan atribut lain dikatakan tinggi jika memiliki korelasi
0,8. Nilai ini ditunjukkan oleh hubungan antara atribut ukuran partikel dan atribut adhesif sampel di bibir yang berkorelasi negatif sebesar 0,918 yang berarti semakin
besar ukuran partikelvolume nasi maka nasi semakin sampel tidak adhesif lengket dibibir. Hal ini berbeda dengan hubungan antara ukuran partikel dan kekerasan dimana
semakin besar ukuran partikel nasi, maka nasi semakin keras yang berkorelasi sebesar 0,819. Atribut yang memiliki korelasi negatif diantaranya adalah hubungan antara
kekerasan dan adhesif sampel di bibir; toothpull dan kekerasan; kekasaran massa sampel dan kohesif massa sampel yang berturut-turut berkorelasi sebesar 0,734; 0,527;
0,552. Nilai ini menunjukkan bahwa semakin keraspera nasi, semakin nasi tidak lengket di bibir; semakin nasi pera maka semakin banyak kekuatan yang dibutuhkan
dalam memisahkan rahang pada saat pengunyahan; semakin lembut sampel nasi, semakin besar derajat pengunyahan untuk mengunyah sampel nasi. Selain itu, terdapat
juga hubungan antara toothpull dan kohesif massa sampel yang berkorelasi positif sebesar 0,513 dimana semakin besar kekuatan yang dibutuhkan untuk memisahkan
rahang saat pengunyahan maka semakin besar pula derajat pengunyahan sampel nasi.
48
Tabel 33. Korelasi Atribut Tekstur Pearson Correlation
Atribut Adhesif
di bibir Kekeras-
an Kohesif
kepaduan sampel
Kekasar- an massa
sampel Tooth-
pull Ukuran
Partikel
Adhesif di bibir
1 Kekerasan
-0,734 1
Kohesif kepaduan
sampel -0,081
0,003 1
Kekasaran massa
sampel -0,336
-0,223 -0,552
1
Toothpull -0,109
-0,527 0,513
0,377 1
Ukuran Partikel
-0,918 0,819
-0,276 0,375
-0,235 1
G. PENGELOMPOKKAN VARIETAS BERAS PADA ATRIBUT RASA,
AROMA, DAN TEKSTUR
Untuk mengetahui atribut rasa, aroma, dan tekstur yang berhubungan erat dengan varietas beras, digunakan PCA Principal Component Analysis dan dilanjutkan dengan biplot
menggunakan software MINITAB 16. Analisis menggunakan PCA menghasilkan empat buah grafik, yaitu scree plot Lampiran 23, score plot Lampiran 24, loading plot Lampiran 25,
dan scatter plot biplot. Loading plot merupakan bobot kriteria penyusun komponen utama yang kemudian dirotasi menjadi solusi akhir. Terdapat dua cara yang dipakai dalam
menentukan jumlah komponen utama yang akan diambil Setyaningsih dkk, 2010, yaitu mengambil komponen utama yang memiliki nilai eigen lebih dari satu dan dengan uji gambar
yang memetakan nilai-nilai eigen. Nilai eigen merupakan hasil reduksi dari seluruh matriks data pada tiap variabel Meilgaard et al. 1999.
Gambar scree plot pada Lampiran 23 menjelaskan nilai eigen yang diperoleh komponen utama. Dari gambar dapat dilihat terdapat tiga komponen utama yang bernilai eigen lebih dari
satu dan memiliki 100 total keragaman. Komponen utama yang digunakan untuk analisis berikutnya adalah yang mampu memberikan informasi sebanyak 75-90 dari total keragaman
sehingga komponen utama yang diambil adalah komponen utama satu dan dua. Komponen utama satu menjelaskan keragaman data sebesar 45,7 dan komponen dua menjelaskan
sebesar 31,6 keragaman data. Gambar score plot menggambarkan grafik antara komponen utama satu dan komonen utama dua yang menerangkan hubungan antar sampel, dimana sampel
yang berdekatan mempunyai deskripsi yang sama, sedangkan sampel yang berada pada lokasi yang berlawanan mempunyai deskripsi yang berbeda. Pada Lampiran 23 dapat dilihat bahwa
Varietas Membramo dan Cisokan berada di kelompok yang sama sehingga memiliki deskripsi yang cenderung sama, sedangkan Varietas Ciliwung dan Ciherang berada di kelompok yang
berlawanan. Loading plot Lampiran 25 menjelaskan hubungan antara variabel atribut aroma, rasa,
dan tekstur. Atribut dengan keragaman yang kecil digambarkan sebagai vektor yang pendek, sedangkan atribut yang ragamnya besar digambarkan sebagai vektor yang panjang. Pada
49
Lampiran 25 dapat dilihat bahwa atribut kepaduan massa sampel dan aroma pandan digambarkan sebagai garis yang pendek, yang artinya persentase intensitas kedua atribut pada
keempat varietas hampir sama besar. Selain itu, di dalam loading plot juga diperoleh informasi mengenai hubungankorelasi antar atribut. Atribut yang memiliki korelasi positif tinggi
digambarkan sebagai garis dengan arah yang sama atau membentuk sudut sempit, diantaranya : atribut rasa manis dengan gurih, aroma vanila dengan nutty, atribut kepaduankohesif massa
sampel dengan toothpull, ukuran partikel dengan kekasaran, aroma manis dengan buttery. Sementara itu, atribut yang memiliki korelasi negatif tinggi digambarkan dalam bentuk dua
garis dengan arah yang berlawanan atau membentuk sudut lebar tumpul, diantaranya : kekasaran dengan adhesif sampel di bibir dan ukuran partikel dan adhesif sampel di bibir.
Sedangkan atribut yang tidak berkorelasi akan digambarkan dalam bentuk dua garis dengan sudut mendekati 90
˚C siku-siku, seperti aroma manis dan pandan yang tidak berkorelasi satu sama lain. Kesemua hubungankorelasi tersebut sesuai dengan hasil analisis menggunakan
pearson correlation. Selanjutnya grafik score plot digabungkan dengan loading plot yang menghasilkan
grafik scatter plot atau disebut dengan biplot Gambar 7. Grafik ini untuk mengetahui hubungan antara sampel varietas beras dan atribut sensori. Biplot adalah upaya membuat
gambar di ruang berdimensi banyak menjadi gambar di ruang dimensi dua. Pereduksian dimensi ini harus dibayar dengan menurunnya besar informasi yang terkandung dalam PCA.
Biplot yang mampu memberikan informasi sebesar 70 dari seluruh informasi dianggap cukup dimana dalam penelitian ini biplot memberikan 77,3, dimensi satu sebesar 45,7 dan
dimensi dua sebesar 31,6. Berdasarkan Gambar 7 terlihat bahwa nasi dari varietas Membramo dan Cisokan berada
pada posisi yang berdekatan yang cenderung memiliki kesamaan ditinjau dari dimensi 1. Varietas Membramo dan Cisokan berbeda dengan varietas Ciliwung dan Ciherang dari segi
atribut rasa manis dan gurih, serta atribut adhesif sampel di bibir. Perbedaan antara varietas Membramo dan Cisokan terletak pada intensitas. Intensitas rasa manis dan gurih serta atribut
adhesif sampel di bibir pada nasi dari varietas Membramo, yaitu sebesar 11,1±3,5; 8,9±3,4; 45,5±11,3. Nasi dari varietas Cisokan memiliki intensitas sebesar 12,4±2,9; 8,9±2,1; 37,7±10,3
yang secara berturut-turut menunjukkan intensitas atribut rasa manis dan gurih serta adhesif sampel di bibir. Rasa manis yang dimiliki varietas Cisokan lebih tinggi dari pada Membramo.
Jika ditinjau dari dimensi 2, varietas Membramo memiliki karakteristik adhesif yang lebih kuat, sedangkan varietas Cisokan memiliki karakteristik adhesif yang sangat lemah. Kedua
varietas tersebut dideskripsikan dengan atribut yang sama, kemungkinan ditafsirakan sebagai varietas dengan pola genetik yang sama.
Ditinjau dari dimensi 1, nasi dari varietas Ciherang dan Ciliwung memilki kesamaan pada atribut ukuran partikel, toothpull, kekasaran sampel, aroma manis, buttery, vanilla, nutty,
dan rasa asin. Namun jika ditinjau lebih lanjut, arah vektor dari variabel atribut-atribut tersebut berbeda. Nasi dari varietas Ciliwung berbeda dengan varietas Ciherang, Membramo, dan
Cisokan dari segi atribut aroma manis, vanilla, dan nutty; rasa manis; atribut kepaduan massa sampel dan toothpull. Walaupun atribut kepaduan massa sampel terdapat pada kuadran dimana
varietas Ciliwung berada, tetapi keberadaan atribut ini tidak dapat dikatakan sebagai atribut yang mendeskripsikan varietas Ciliwung. Hal ini karena vektor yang dimiliki atribut kepaduan
massa sampel pendek, yang berarti persentasi keragaman varietas ini kecil dimana intensitas atribut ini pada keempat sampel hampir sama.
50
Nasi dari varietas Ciherang berbeda dengan tiga varietas lainnya dilihat dari segi atribut aroma buttery; ukuran partikel, kekerasan dan kekasaran massa sampel. Pada Gambar 7 terlihat
bahwa vektor atribut aroma pandan menuju sampel Ciherang, tetapi atribut ini memiliki vektor yang pendek. Hal ini berarti persentasi keragaman varietas ini kecil dimana intensitas atribut
ini pada keempat sampel hampir sama.
3 2
1 - 1
- 2 - 3
- 4 3
2 1
- 1 - 2
- 3
Dime nsi 1 4 5 ,7 D
im e
n s
i 2
3 1
,6
U k u r an p ar tik el T o o th p u ll
Kek asar an sam p el Ko h esif sam p el
Kek er asan A d h esif sam p el d i b ib ir
Van illa Pan d an
N u t ty A r o m a m an is
Bu t ter y
g u r ih asin
m an is
Cihe r an g
Cisokan M em br am o
Ciliw u ng
Gambar 7. Biplot Dimensi 1 vs Dimensi 2 atribut rasa, aroma, dan tekstur dari varietas Cisokan, Ciherang, Ciliwung, dan Membramo yang masing-masing berasal dari
Sumatra Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua.
H. UJI PREFERENSI