1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan  merupakan  hak  bagi  semua  masyarakat,  tidak  terkecuali tunarungu.  Meskipun  tunarungu  memiliki  hambatan  dari  segi  pendengaran
tetapi  mereka  memiliki  hak  dan  kesempatan  yang  sama  seperti  anak  normal pada umumnya untuk menempuh pendidikan guna mengoptimalkan bakat dan
potensi  yang  dimilikinya.  Menurut  UU  No.  20  Tahun  2003  tentang  sistem pendidikan  nasional,  pendidikan  adalah  usaha  sadar  dan  terencana  untuk
mewujudkan  suasana  belajar  dan  proses  pembelajaran  agar  peserta  didik secara  aktif  mengembangkan  potensi  dirinya  untuk  memiliki  kekuatan
spiritual  keagamaan,  pengendalian  diri,  kepribadian,  kecerdasan,  akhlak mulia,  serta  keterampilan  yang  diperlukan  dirinya,  masyarakat,  bangsa,  dan
negara.  Kenyataan  tersebut  membuktikan  bahwa  tunarungu  memerlukan pendidikan yang sesuai dengan hambatan dan kemampuannya.
Secara  fisik,  anak  tunarungu  tampak  sama  bahkan  tidak  berbeda dengan anak pada umumnya. Akan tetapi orang akan mengetahui bahwa anak
tersebut  menyandang  ketunarunguan  pada  saat  berbicara.  Mereka  berbicara dengan  suara  yang  kurang  jelas  artikulasinya,  bahkan  tidak  berbicara  sama
sekali. Hal tersebut mengakibatkan sulitnya tunarungu dalam berkomunikasi, sedangkan  kesulitan  berkomunikasi  merupakan  permasalahan  yang  sangat
kompleks  karena  dapat  mengganggu  aktivitas  sehari-hari  terlebih  dalam
2
penerimaan  informasi  dan  pemerolehan  bahasa.  Ketidakmampuan  tunarungu untuk  mendengar  dan  berbicara  berdampak  pada  terhambatnya  kemampuan
untuk  berbahasa  serta  kesulitan  untuk  menerima  mata  pelajaran.  Sedangkan bahasa merupakan alat yang digunakan untuk mengungkapkan segala sesuatu
yang  ada  pada  pikiran  atau  perasaannya.  Hambatan-hambatan  tersebut menyebabkan  anak  tunarungu  kurang  mampu  dalam  menyesuaikan  diri
terhadap  lingkungannya.  Oleh  karena  itu  pelajaran  bahasa  indonesia  yang dianggap  mudah  bagi  sebagian  orang  justru  dapat  dianggap  sulit  bagi
tunarungu. Terlebih lagi tunarungu yang masih memiliki kosakata sedikit. Hal tersebut  akan  mengakibatan  pemahaman  tunarungu  terhadap  suatu  bacaan
akan  semakin  sulit.  Sebaliknya  semakin  banyak  kosakata  yang  dimiliki tunarungu  maka  semakin  baik  pula  pemahamannya  terhadap  suatu  bacaan.
Pemerolahan kosakata memungkinkan seseorang dapat berbahasa dengan baik dan  benar.  Dengan  kata  lain,  kualitas  keterampilan  berbahasa  seseorang  dan
informasi yang didapat seseorang jelas bergantung pada kualitas dan kuantitas kosakata yang dimilikinya.
Gangguan  indera  pendengaran  pada  tunarungu  mengakibatkan  anak mengalami  hambatan  pada  pemerolehan  perbendaharaan  kata  sehingga
kosakata  yang  dimiliki  siswa  tunarungu  khusunya  kelas  rendah,  memang masih  sedikit.  Berdasarkan  hasil  pengamatan  di  kelas  taman  dua  SLB  B
Karnnamanohara  pada  bulan  agustus  dan  oktober  dilihat  dari  penguasaan kosakata  aspek  pengetahuan,  sikap,  dan  keterampilan  siswa,  masih  banyak
3
siswa  yang  sulit  memahami  kosakata  yang  digunakan  dalam  percakapan sehari-hari.  Bahkan  ada  beberapa  nama  benda  sekitar  yang  belum  siswa
pahami. Kemampuan siswa kelas taman dua di SLB B Karnnamanohara untuk pengenalan  kata-kata  baru  perlu  diulang  berkali-kali  sampai  siswa  dapat
membaca dan paham kata tersebut.  Itu pun harus disertai benda konkrit agar siswa  dapat  memahami  kata  tersebut  bukan  sekedar  dapat  membaca  tanpa
mengetahui  arti  kata  tersebut.  Selain  itu,  siswa  juga  belum  mampu menyebutkan  kosakata  yang  jarang  ditemui  di  kelas  tetapi  untuk  kata-kata
yang biasa digunakan anak sudah bisa seperti alat transportasi, buah-buahan, alat-alat  tulis.  Pada  saat  menulis  kosakata  pun  siswa  masih  menulis  dengan
cara menyalin tulisan. Siswa memerlukan banyak latihan agar kosakata  yang dimiliki  dapat  terus  bertambah.  Pada  usia  tersebut  anak  akan  mudah  dilatih
untuk  dikenalkan  kata-kata  baru  sehingga  pada  saat  dewasa  anak  memiliki penguasaan kosakata yang lebih baik.
Media merupakan salah satu alat  yang dapat membantu dalam proses pembelajaran. Media yang biasanya digunakan guru di kelas Taman 2 adalah
benda-benda  nyata  dari  anak  atau  dibawa  anak.  Guru  mengenalkan  nama benda tersebut kemudian kata baru yang didapat diangkat sebagai percakapan
hari  itu.  Penggunaan  media  yang  lebih  bervariasi  dapat  memberikan pengalaman  serta  memperkaya  kosakata  sehingga  lebih  bervariasi.  Untuk  itu
penggunaan  media  dalam  proses  pembelajaran  merupakan  suatu  hal  yang
4
penting.  Sebagaimana  yang  dikemukakan  Arsyad  2002:26-27  manfaat media pembelajaran adalah sebagai berikut.
1. Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi
siswa sehingga pada saat pembelajaran siswa dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar.
2. Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian
anak  sehingga  dapat  menimbulkan  motivasi  belajar,  interaksi  yang lebih  langsung  antara  siswa  dan  lingkungannya,  dan  kemungkinan
siswa  uuntuk  belajar  sendiri-sendiri  sesuai  dengan  kemampuan  dan minatnya
3. Media  pembelajaran  dapat  mengatasi  keterbatasan  indera,  ruang,  dan
waktu. 4.
Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa  tentang  peristiwa-peristiwa  dilingkungan  mereka,  serta
memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan lingkungannya.
Dengan kata lain  apabila media  yang digunakan  menarik maka siswa akan  lebih  tertarik  untuk  mengikuti  proses  pembelajaran.  Pada  siswa  kelas
taman  pemilihan  media  permainan  yang  bersifat  edukatif  akan  sangat membantu  siswa  dalam  pembelajaran.  Karakteristik  siswa  yang  masih
tergolong suka bermain perlu diimbangi dengan media yang akan mendorong siswa untuk belajar sambil bermain. Puzzle merupakan permainan yang dapat
5
meningkatkan penguasaan kosakata baru karena permainan puzzle dimainkan dengan  cara  mengacak-acak  potongan  huruf  atau  gambar  kemudian  disusun
kembali  hingga  terbentuk  suatu  huruf  atau  gambar.  Pada  permainan  puzzle terdapat beberapa jenis puzzle. Salah satunya adalah Spelling puzzle. Spelling
puzzle adalah  puzzle  yang  berupa  potongan-potongan  gambar  yang  disertai
huruf  acak  lalu  dijodohkan  menjadi  kosakata  yang  benar  sesuai  dengan pertanyaan  atau  pernyataan  yang  ada.  Salah  satu  media  pembelajaran  yang
dapat  diberikan  untuk  anak  kelas  taman  dapat  berupa  media  Spelling  puzzle. Media  Spelling  puzzle  yang  diberikan  untuk  pembelajaran  dapat  berupa
potongan-potongan  gambar  yang  terdapat  nama  dari  gambar  tersebut  dan apabila  disatukan  akan  menjadi  sebuah  gambar  yang  disertai  nama  gambar.
Setelah anak berhasil menyusun anak diminta menyebutkan kata  yang sudah terbentuk.
Alasan  dipilihnya  media  spelling  puzzle  adalah  karena  media  ini efisien  untuk  meningkatkan  kemampuan  siswa  dalam  penguasaan  kosakata
pada  pembelajaran  Bahasa  Indonesia.  Selain  itu,  media  ini  akan memunculkan kreativitas anak saat belajar. Anak bisa bermain sambil belajar
serta  berfungsi  membimbing  siswa  secara  sistematis  maupun  terarah  dan merupakan  upaya  untuk  memberi  kesempatan  kepada  siswa  untuk
mendapatkan pengalaman langsung.