Hakekat Mata Pelajaran Seni Budaya

6. Tinjauan Tentang Batik

a. Sejarah Batik Indonesia

Batik berasal dari bahasa Jawa “Mbatik”, kata mbat dalam bahasa yang juga disebut ngembat. Arti kata tersebut melontarkan atau melemparkan, sedangkan kata tik dapat diartikan titik. Jadi yang dimaksud batik atau mbatik adalah melemparkan titik berkali-kali pada kain Tim Sanggar Batik Barcode, 2010: 3. Batik adalah salah satu cara pembuatan bahan pakaian. Selain itu batik bisa mengacu pada dua hal, yang pertama adalah teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Dalam literatur internasional, teknik ini dikenal sebagai wax-resist dyeing. Pengertian kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik tersebut, termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki kekhasan. Batik Indonesia, SENI RUPA Seni Rupa Murni 1 Berdasarkan Dimensi a Seni rupa dua dimensi b Seni rupa tiga dimensi 2 Berdasarkan Ciri dan Bentuk a Seni Lukis b Seni Patung c Seni Relief d Seni Reklame e Seni Kriya Seni Rupa Terapan 1 Furniture 2 Tekstil kerajinan batik 3 Keramik sebagai keseluruhan batik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi sejak 2 Oktober 2009 Prasetyo, 2010: 1-2. Seni pewarnaan kain dengan teknik pencegahan pewarnaan menggunakan malam adalah salah satu bentuk seni kuno. Penemuan di Mesir menunjukkan bahwa teknik ini telah dikenal semenjak abad ke-4 SM, dengan ditemukannya kain pembungkus mumi yang juga dilapisi malam untuk membentuk pola. Di Asia, teknik serupa juga diterapkan di Tiongkok semasa Dinasti Tang 618-907 serta di India dan Jepang semasa Periode Nara 645-794. Di Afrika, teknik seperti batik dikenal oleh Suku Yoruba di Nigeria, serta Suku Sononke dan Wolof di Senegal. Di Indonesia, batik dipercaya sudah ada sejak zaman Majapahit, dan menjadi sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah seluruhnya batik tulis hingga awal abad XX dan batik cap baru dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920-an Prasetyo, 2010: 2. Walaupun kata “batik” berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri tidaklah tercatat. G. P. Rouffaer dalam Prasetyo, 2010: 2 berpendapat bahwa teknik batik ini kemungkinan diperkenalkan dari India atau Srilangka pada abad ke-6 atau abad ke-7. Disisi lain, J. L. A. Brandes seorang arkeolog Belanda dan F. A. Sutjipto seorang arkeolog Indonesia dalam Prasetyo, 2010: 2 percaya bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua. G. P. Rouffaer dalam Prasetyo, 2010: 2 juga mengemukakan bahwa pola gringsing sudah dikenal sejak abad ke-12 di Kediri, dan disimpulkan bahwa pola tersebut hanya dapat dibentuk dengan menggunakan alat canting, sehingga timbul anggapan bahwa canting ditemukan di Jawa Prasetyo, 2010: 3. Legenda dalam literatur Melayu abad ke-17, Sulalatus Salatin dalam Prasetyo, 2010: 3 mengemukakan bahwa Laksamana Hang Nadim yang diperintahkan oleh Sultan Mahmud untuk berlayar ke India agar mendapatkan 140 lembar kain serasah dengan pola 40 jenis bunga pada setiap lembarnya. Karena tidak mampu memenuhi perintah tersebut, maka dibuatnya sendiri masing-masing kain tersebut. Namun kapalnya karam dalam perjalanan pulang dan hanya mampu membawa empat lembar, sehingga membuat Sultan merasa tidak puas. Oleh beberapa penafsir, serasah tersebut ditafsirkan sebagai batik. Dalam literatur Eropa, teknik batik pertama kali dikisahkan dalam buku History of Java London, 1817. Pada 1873 seorang saudagar Belanda Van Rijekevorsel memberikan selambar batik yang diperoleh saat berkunjung ke Indonesia di Museum Etnik di Rotterdam dan pada awal abad ke-19 batik mulai mencapai masa keemasannya. Batik Indonesia juga memukau publik dan seniman pada pameran tahun 1900 di Exposition Universelle Paris Prasetyo, 2010: 3-4. Semenjak industrialisasi dan globalisasi, yang memperkenalkan teknik otomatisasi, batik jenis baru bermunculan, dikenal dengan batik cap dan batik cetak. Sementara batik tradisional yang diproduksi dengan teknik tulisan tangan menggunakan canting dan malam disebut batik tulis. Pada waktu yang sama imigran dari Indonesia ke Persekutuan Malaya juga membawa batik bersamanya Prasetyo, 2010: 4.

b. Dinamika Budaya Batik

Sejarah pembatikan di Indonesia berkaitan dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan kerajaan-kerajaan sesudahnya. Perkembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerajaan Solo dan Kerajaan Yogyakarta. Kesenian batik merupakan kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja. Hasil pembatikan digunakan untuk pakaian raja dan keluarga serta pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal di luar kraton, maka kesenian batik tersebut dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing- masing Prasetyo, 2010: 10-11. Dalam perkembangannya, lambat laun kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya batik yang tadinya hanya digunakan sebagai pakaian untuk keluarga istana, kemudian berkembang menjadi pakaian yang juga digunakan oleh rakyat biasa. Bahan kain putih yang digunakan pada saat itu adalah kain hasil tenunan sendiri. Sedangkan bahan-bahan pewarna yang digunakan terdiri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia diantaranya adalah pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya terbuat dari soda abu, serta garamnya terbuat dari tanah lumpur Prasetyo, 2010: 11. Oleh karena itu, kerajinan batik di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit dan terus berkembang hingga kerajaan-kerajaan berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik tersebut menjadi milik rakyat Indonesia,