26
dan B. Ketika faktor A berada pada level tinggi maka desain tersebut disebut dengan formula A, ketika faktor B berada pada level tinggi maka desain tersebut
disebut dengan formula B, sedangkan ketika faktor A dan B berada pada level tinggi maka desain tersebut disebut dengan formula AB Armstrong and James,
1996.
Tabel I. Rancangan Desain Faktorial dengan 2 Level 2 Faktor Formula
Faktor A Faktor B
Interaksi A
+ -
+ B
_ +
- AB
+ +
- I
- -
+
Optimasi campuran dua bahan yang mempunyai dua faktor dengan
menggunakan pendekatan desain faktorial memiliki rumus: Y = b
+ b
1
A + b
2
B + b
12
AB dengan nilai Y merupakan respon yang diamati, A dan B merupakan level faktor
dengan b ,b
1
, b
2
dan b
12
adalah koefisien yang dapat dihitung dari hasil percobaan Kurniawan dan Sulaiman, 2009.
Istilah-istilah pada desain faktorial yang perlu diamati menurut Kurniawan dan Sulaiman 2009 adalah:
a. Faktor, yaitu variabel yang telah ditetapkan pada suatu penelitian yang dapat
bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Faktor ini harus bisa dinyatakan dalam suatu harga atau nilai.
b. Level, yaitu harga yang ditetapkan untuk faktor.
c. Respon, yaitu hasil terukur yang didapat dari suatu penelitian dan harus dapat
dikuantifikasi.
27
d. Interaksi, yaitu akibat dari penambahan efek-efek faktor yang dapat bersifat
antagonis atau sinergis. Antagonis berarti interaksi memiliki efek yang memperkecil efek faktor sedangkan sinergis berarti interaksi memiliki efek
yang memperbesar efek faktor.
E. Monografi Bahan Pembuat Gel
1. CMC-Na
Gambar 3. Struktur Carboxymethylcellulose Sodium
Rowe, Sheskey and Quinn, 2009 Gelling agent yang sering digunakan adalah carboxymethylcellulose,
yang dikenal sebagai CMC. Carboxymethylcellulose Sodium CMC-Na berbentuk seperti granul putih, tidak berbau, tidak berasa, dan bersifat
higroskopis. Tidak dapat larut dalam aseton, etanol 95, eter dan toluene, tetapi mudah terdispersi dalam air pada segala temperatur. Umumnya CMC-Na
digunakan pada konsentrasi 3-6 untuk menghasilkan sediaan gel. Keuntungan penggunaan CMC-Na sebagai basis gel diantaranya adalah
memberikan viskositas stabil pada sediaan, selain itu mempunyai kemampuan sebagai zat pengemulsi hidrofilik yang mampu mengikat air, sehingga tidak
terjadi endapan, serta CMC-Na merupakan bahan penstabil yang memiliki daya ikat yang kuat dan berperan untuk meningkatkan kekentalan produk Rowe,
28
Sheskey and Quinn, 2009. Dari hasil penelitian Octavia 2009 dengan menggunakan bahan pengikat CMC-Na, gelatin, dan gum arab
menunjukkan bahwa dengan menggunakan CMC-Na sebagai bahan pengikat dalam konsentrasi 0,9 menghasilkan sediaan dengan sifat kimia dan
organoleptik terbaik.
2. Gliserin
Gliserin berupa cairan jernih, kental, tidak berbau dan bersifat higroskopis. Gliserin dapat digunakan untuk sediaan farmasi termasuk sediaan
topikal. Dalam formulasi farmasetika terutama untuk kosmetik, gliserin digunakan sebagai humektan, emollient, juga sebagai bahan tambahan pada
aquous maupun non aquous gel, Sebagai humektan konsentrasi ≤30. Pada
sediaan gel, jika hanya digunakan gliserin sebagai humektan, dikhawatirkan gel yang dihasilkan terlalu kental. Maka penelitian ini digunakan kombinasi
humektan yaitu propilen glikol dan gliserin agar gel yang dihasilkan baik, yaitu tidak telalu kental dan tidak terlalu encer Rowe, Sheskey and Quinn, 2009.
Gambar 4. Struktur gliserin Rowe, Sheskey and Quinn, 2009
Propilenglikol banyak digunakan sebagai humektan dengan konsentrasi umum yang digunakan adalah 15. Propilenglikol merupakan
cairan jernih, tidak berwarna, kental, praktis tidak berbau, rasa manis dan higroskopis. Zat ini larut dalam aseton, kloroform, air, gliserin, eter dan etanol