Pendekatan Accelerated Learning Accelerated Learning

6. Reflecting How You’ve Learned Merefleksikan Bagaimana Anda Belajar Seseorang perlu merefleksikan pengalaman belajarnya, bukan hanya pada apa yang telah ia pelajari tetapi juga pada bagaimana mempelajarinya. Dalam langkah ini seseorang meneliti dan menguji cara belajarnya sendiri. Kemudian menyimpulkan teknik-teknik dan ide-ide yang terbaik untuk diri sendiri. Secara bertahap, seseorang akan dapat mengembangkan suatu pendekatan cara belajar yang paling sesuai dengan kemampuan dirinya. Langkah terakhir dalam rencana belajar ini adalah berhenti, kemudian merenungkan dan menanyakan pertanyaan ini pada diri sendiri: Bagaimana pembelajaran berlangsung? Bagaimana pembelajaran dapat berjalan lebih baik? Dan apa makna pentingnya bagi saya? Mengkaji dan merenungkan kembali pengalaman belajar dapat membantu mengubah karang penghalang yang keras menjadi batu pijakan untuk melompat ke depan. Sekali bisa mempelajari kombinasi personal kecerdasan dan cara belajar yang disukai, maka potensi belajar akan terbuka lebar-lebar. Pemantuan diri, evaluasi diri dan introspeksi terus-menerus adalah karakteristik kunci yang harus dimiliki pembelajar yang punya motivasi diri. 14

c. Prinsip-prinsip dan Tujuan Accelerated Learning

Accelerated learning adalah sebuah konsep pembelajaran yang berupaya untuk mengoptimalkan proses internal dalam diri peserta didik ketika sedang belajar, sehingga terjadi perolehan, pengorganisasian dan pengungkapan pengetahuan baru. Upaya percepatan belajar yang dikenal adalah konsep accelerated learning dalam penerapannya didasarkan pada prinsip-prinsip, yakni sebagai berikut: 1. Belajar melibatkan seluruh pikiran dan tubuh Belajar tidak hanya menggunakan “otak” sadar, rasional, memakai otak kiri, dan verbal, tetapi juga melibatkan seluruh tubuhpikiran dengan segala emosi, indra, dan sarafnya. 14 Ibid., h. 94-97 2. Belajar adalah berkreasi, bukan mengonsumsi Pengetahuan bukanlah sesuatu yang diserap oleh pembelajar, melainkan sesuatu yang diciptakan oleh pembelajar. Pembelajaran terjadi ketika seorang pembelajar memadukan pengetahuan dan keterampilan baru ke dalam struktur dirinya sendiri yang telah ada. Belajar secara harfiah adalah menciptakan makna baru, jaringan saraf baru, dan pola interaksi elektrokimia baru di dalam sistem otaktubuh secara menyeluruh. 3. Kerjasama membantu proses belajar Semua usaha belajar yang baik mempunyai landasan sosial. Kita biasanya belajar lebih banyak berinteraksi dengan kawan-kawan, dari pada yang kita pelajari dengan cara lain manapun. Persaingan di antara pembalajar memperlambat pembelajaran. Kerjasama di antara mereka mempercepatnya. Suatu komunitas belajar selalu lebih baik hasilnya dari pada beberapa individu yang belajar sendiri-sendiri. 4. Pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan Belajar bukan hanya menyerap satu hal kecil pada satu waktu secara linear, melainkan menyerap banyak hal sekaligus. Pembelajaran yang baik, melibatkan orang pada banyak tingkatan secara simultan sadar dan bawah sadar, mental dan fisik dan memanfaatkan seluruh saraf reseptor, indra, jalan dalam dalam sistem total otaktubuh seseorang. Bagaimanapun juga otak bukanlah prosesor berurutan, melainkan prosesor paralel, dan otak akan berkembang pesat jika ia ditantang untuk melakukan banyak hal sekaligus. 5. Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri dengan umpan balik. Belajar paling baik adalah dalam kontes. Hal-hal yang dipelajari secara terpisah akan sulit diingat dan mudah menguap. Kita belajar berenang dengan berenang, cara mengelola sesuatu dengan mengelolanya, cara bernyanyi dengan bernyanyi, cara menjual dengan menjual, dan cara memperhatikan kebutuhan konsumen dengan memperhatikan kebutuhannya. Pengalaman yang nyata dan konkret dapat menjadi guru yang jauh lebih baik daripada sesuatu yang hipotesis dan abstrak. Asalkan di dalamnya tersedia peluang untuk terjun langsung secara total, mendapatkan umpan balik, merenung, dan menerjunkan diri kembali. 6. Emosi positif sangat membantu pembelajaran Perasaan menentukan kualitas dan kuantitas belajar seseorang. Perasaan negatif menghalangi belajar. Perasaan positif mempercepatnya. Belajar yang penuh tekanan, menyakitkan, dan bernuansa muram tidak dapat mengungguli hasil belajar yang menyenangkan, santai dan menarik hati. 7. Otak-citra menyerap menyerap informasi secara langsung dan otomatis. Sistem saraf manusia lebih merupakan prosesor citra daripada prosesor kata. Gambar konkret jauh lebih mudah ditangkap dan disimpan daripada abstraksi verbal. Menerjemahkan abstraksi verbal menjadi berbagai jenis gambar konkret akan membuat abstraksi verbal itu bisa lebih cepat dipelajari dan lebih mudah diingat. 15 Adapun tujuan dari accelerated learning antara lain: a. Melibatkan secara aktif otak emosional, yang berarti membuat segala sesuatu lebih mudah diingat. b. Mensikronkan aktifitas otak kiri dan otak kanan. c. Menggerakkan kedelapan kecerdasan sedemikian sehingga pembelajaran dapat diakses oleh setiap orang dan sumber daya segenap kemampuan otak digunakan. 8 kecerdasan menurut Howard Gardner : Kecerdasan Linguistik, Logis-Matematic, Visual-Spasial, Musical, Kinestetik, Interpersonal, dan Intrapersonal, serta tahun 1996 ditambah dengan kecerdasan Naturalis. d. Memperkenalkan saat-saat relaksasi untuk memungkinkan konsolidasi seluruh potensi otak berlangsung. Walaupun memahami sesuatu dan mengingatnya merupakan hal yang berbeda, semua pembelajaran, agar bermanfaat perlu disimpan dalam memori. 16 Ciri dari accelerated learning adalah pembelajaran yang luwes, gembira, bekerja sama, serta gembira. Oleh karena itu, diperlukan tidak hanya metode- metode yang cocok dan menarik sebagai pendukung terlaksananya accelerated learning dengan baik, tetapi juga aspek lain seperti lingkungan belajar yang kondusif dan media pembelajaran. Media pembelajaran yang digunakan bertujuan 15 Eki Baihaki, loc.cit. 16 Collin Rose dan Malcolm J. Nichole, op.cit., h.65 agar membantu siswa lebih mudah memahami konsep yang diajarkan serta membuat pembelajaran lebih bermakna.

2. Pendekatan Ekspositori

Pendekatan ekspositori bertolak dari pandangan bahwa tingkah laku kelas dan penyebaran pengetahuan dikontrol dan ditentukan oleh gurupengajar. Hakekat mengajar menurut pandangan ini adalah menyampaikan ilmu pengetahuan kepada siswa. Siswa dipandang sebagai objek yang menerima apa yang diberikan guru. Biasanya guru menyampaikan informasi mengenai bahan pengajaran dalam bentuk penjelasan dan penuturan secara lisan, yang dikenal dengan istilah kuliah, ceramah, dan lecture. Dalam pendekatan ini siswa diharapkan dapat menangkap dan mengingat informasi yang telah diberikan guru, serta mengungkap kembali apa yang dimilikinya melalui respon yang ia berikan pada saat diberikan pertanyaan oleh guru. Komunikasi yang digunakan guru dalam interaksinya dengan siswa, menggunakan komunikasi satu arah atau komunikasi sebagai aksi. Oleh sebab itu, kegiatan belajar siswa kurang optimal, sebab terbatas pada mendengarkan uraian guru, mencatat, dan sesekali bertanya pada guru. Kegiatan belajar yang bersifat menerima terjadi karena guru menggunakan pendekatan mengajar yang bersifat ekspositori, baik pada perencanaan maupun pada pelaksanaannya. Pendekatan ekspositori menempatkan guru sebagai pusat pengajaran, karena guru lebih aktif memberikan informasi, menerangkan suatu konsep, mendemonstrasikan keterampilan dalam memperoleh pola, aturan, dalil, memberi contoh soal beserta penyelesaiannya, memberi kesempatan siswa untuk bertanya, dan kegiatan guru lainnya dalam pembelajaran ini. Pendekatan ekspositori disebut juga mengajar secara konvensional seperti metode ceramah maupun demonstrasi. Pada pendekatan ini tidak terus menerus memberi informasi tanpa peduli apakah siswa memahami informasi tersebut atau tidak. Guru hanya memberi informasi pada saat tertentu jika diperlukan, misalnya pada permulaan pelajaran, memberi contoh soal, menjawab pertanyaan siswa, dan sebagainya. Dalam pembelajaran ekspositori ini, guru menyajikan bahan dalam bentuk yang telah