3 Faktor Sarana dan Prasarana
Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung serta langsung terhadap kelancaran proses pembelajaran, misalnya media pembelajaran, alat-alat
pelajaran, perlengkapan sekolah, dan lain sebagainya.
E. Pengertian Konstruktivisme
Teori Pembelajaran konstruktivisme Constructivist Theory of Learning menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan
informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan tersebut tidak lagi sesuai.
15
Teori belajar konstruktivisme dipelopori oleh J. Piaget dan Vygotsky. Belajar menurut
pandangan konstruktivisme berarti membangun, yaitu siswa dapat mengkonstruksi sendiri pemahamannya dengan melakukan aktivitas aktif
dalam pembelajarannya.
16
Menurut Dwi Larasati, pendekatan konstruktivisme berasumsi bahwa siswa belajar sedikit demi sedikit dari konteks yang terbatas kemudian siswa
mengkonstruksi sendiri pemahamannya dan pemahaman tersebut diperoleh dari pengalaman belajar yang bermakna.
17
Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Darma dalam Nazila Ramadhani pada jurnal Pendidikan
Fisika, yaitu philosofi konstruktivisme menekankan pada pembelajaran yang berpusat pada siswa student-centered yang memebrikan ruang seluas-
luasnya bagi siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka secara mandiri sesuai dengan pengalaman, kemampuan dan tingkat perkembangan individual
siswa, baik perkembangan kognitif, afektif maupun psikomotorik. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir, bahwa pengetahuan dibangun
15
Trianto, Mendesain Model Pembelajar Inovatif-Progresif, Jakarta: Prenada Media Group, 2011, hal. 28.
16
Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sains, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009, h. 119.
17
Larasati Dwi, Penerapan Pendekatan Konstruktivisme Pada Pembelajaran Teorema Phytagoras di Kelas 8 SMP, Jurnal Inovatif Volume 3, Nomor 1, September 2007, h. 47.
oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas.
18
F. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif
bernaung dalam
teori konstruktivis.
Pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi
dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang
kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif. Selama belajar secara kooperatif
siswa tetap tinggal dalam kelompoknya selama beberapa kali pertemuan. Mereka diajarkan ketrampilan0ketrampilan khusus agar dapat bekerja sama
dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar aktif, memberikan penjelasan kepada teman sekelompok dengan baik, berdiskusi,
dan sebagainya. Agar terlaksana dengan baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan dan tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama
bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan guru dan saling membantu di antara teman
sekelompok untuk mencapai ketuntasan materi. Belajar belum selesai jika salah satu anggota kelompok ada yang belum menguasai materi
pembelajaran.
19
Menurut Johnson Johnson, kooperatif adalah cara belajar yang menggunakan kelompok kecil, maka siswa bekerja dan belajar satu
sama lain.
20
Dalam suasananya pembelajaran kooperatif, kehadiran dan partisipasi tiap anggota harus diberdayakan atau dimanfaatkan, dimana pada setiap siswa
ada tanggung jawab, ada pembagian tugas, harus ada interaksi dan
18
Ramadhani Nazila, Pengaruh Model Pembelajaran Konstruktivisme 5E terhadap Hasil Belajar Fisiska di SMA Laksamana Martadinata, Jurnal Fisika ISSN 2252-732X, Vol. 1 No. 1 Juni 2012,
h. 47.
19
Trianto, op. cit, hal.56-57.
20
Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, op. cit, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009, h. 130.
komunikasi antar siswa, ada hubungan yang saling menguntungkan diantara anggota kelompok. Komunikasi dan interaksi memungkinkan terjadinya
pertukaran informasi yang membantu meningkatkan pemikiran serta memberikan gagasan-gagasan baru dalam disi siswa. Hal ini memang dapat
terjadi karena dalam kelompok kecil yang dibentuk itu terdiri dari siswa- siswa yang latar belakang kemampuan akademis serta pengalaman yang
heterogen. Dalam hal ini agar proses pembelajaran kooperatif dapat berlangsung, dari siswa diperlukan adanya will dan skill, yaitu kemauan dan
ketrampilan untuk kerjasama.
21
Pembelajaran kooperatif ini membagi beberapa kelompok, sehingga terjadi kerjasama dalam proses pembelajaran. Di dalam kelompok inilah
siswa dilatih untuk saling melengkapi dan mengajar teman satu kelompok. Hubungan kerja seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positif
tentang apa yang dapat dilakukan siswa untuk mencapai keberhasilan belajar berdasarkan kemampuan dirinya secara individu dan andil dari anggota
kelompok lain selama belajar bersama dalam kelompok. Untuk mencapai hasil yang maksimal, maka menurut Johnson Johnson dan Suton, terdapat
lima unsur penting dalam belajar kooperatif, yaitu:
22
1 Saling ketergantungan positif, 2 Tanggung jawab perseorangan, 3 a\Adanya tatap
muka, 4 Komunikasi antar anggota dan, 5 Evaluasi proses kelompok Pembelajaran kooperatif menggunakan model pembelajaran gotong
royong juga mempunyai karakteristik tersendiri. Karakteristik kooperatif ini sangat membantu dalam pembelajaran student centre, secara umum
pembelajaran kooperatif mempunyai lima karakteristik, yaitu:
23
1 Siswa melakukan proses pembelajaran dengan tugas-tugas umum
atau aktivitas untuk menyelesaikan
21
Isjoni dkk., Pembelajaran Visioner: Perpaduan Indonesia-Malaysia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, hal. 67.
22
Trianto, op. cit, Jakarta: Prenada Media Group, 2011, hal. 60-61
23
Zulfiani, op. cit, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009, h. 131.