Sumber Hukum Hindu dalam Arti Sosiologi.
Pendidikan Agama Hindu Dan Budi Pekerti 75
a. Traktat Internasional yang kedudukannya sama dengan undang-undang terhadap negara itu.
b. Kebiasaan Internasional. c. Azas-azas hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab.
d. Keputusan-keputusan hukum sebagai yurisprudensi bagi suatu negara. e. Ajaran-ajaran yang dipublikasikan oleh para ahli dari berbagai negara
hukum tersebut sebagai alat tambahan dalam bidang pengetahuan hukum. Sistem dan azas yang dipergunakan mengenai sumber hukum terdapat pula
dalam kitab Veda, sebagaimana tersurat dalam kitab Manawa Dharmasastra bahwa “seluruh pustaka suci Veda sruti merupakan sumber utama dari pada
dharma Agama Hindu, kemudian barulah smrti di samping sila kebiasaan- kebiasaan yang baik dari orang-orang yang menghayati Veda dan kemudian
acara tradisi-tradisi dari orang-orang suci serta akhirnya atmanastuti yakni rasa puas diri sendiri”.
Berdasarkan penjelasan sloka suci kitab Hukum Hindu tersebut di atas, maka dapat kita mengetahui bahwa sumber-sumber Hukum Hindu menurut Menawa
Dharmasastra, adalah sebagai berikut; Veda Sruti, Veda Smrti, Sila, Acara Sadacara, Atmanastuti.
Sruti berdasarkan penafsiran yang autentik dalam kitab smrti adalah Veda dalam arti murni, yaitu wahyu-wahyu yang dihimpun dalam beberapa buah
buku, yang disebut mantra samhita. Kitab Veda samhita ada empat jenis yang disebut dengan catur Veda samhita. Bila keberadaan kitab-kitab ini
kita bandingkan dengan kitab-kitab perundang-undangan, maka sruti adalah undang-undang dasar itu, karena sruti merupakan sumber atau asal dari segala
aturan sumber dari segala sumber hukum. Sedangkan smrti merupakan peraturan-peraturan atau ajaran-ajaran yang dibuat bersumberkan pada sruti.
Oleh karena itu, dalam perundang-undangan smrti disamakan dengan undang- undang, baik undang-undang organik maupun undang-undang anorganik.
Sila merupakan tingkah laku orang-orang beradab, dalam kaitannya dengan hukum, sila adalah menjadikan tingkah laku orang-orang beradab sebagai
contoh dalam kehidupan. Sedangkan acarya adalah adat-istiadat yang hidup dalam masyarakat yang merupakan hukum positif. Atmanastuti adalah rasa
puas pada diri. Rasa puas merupakan ukuran yang selalu diusahakan oleh setiap manusia. Namun, kalau rasa puas itu diukur pada diri pribadi seseorang
akan menimbulkan berbagai kesulitan karena setiap manusia memiliki rasa puas yang berbeda-beda. Oleh karena itu, rasa puas tersebut harus diukur atas
dasar kepentingan publik. Penunjukan rasa puas secara umum tidak dapat
76 Kelas XII SMA
Semester 1
dibuat tanpa pelembagaannya. Veda mempergunakan sistem kemajelisan sebagai dasar ukuran untuk dapat mewujudkan rasa puas tersebut. Majelis
Parisada adalah majelis para ahli yang disebut para wipra brahmana ahli dari berbagai cabang ilmu pengetahuan.
Demikian keberadaan hukum formal bila dikaitkan dengan keberadaan hukum agama, berserta lembaganya yang ada sampai sekarang ini.