Mantra Ajaran Tantra, Yantra, dan Mantra
180 Kelas XII SMA
Semester 1
didengar oleh orang bijak dan dapat membawa seseorang yang mengucapkannya melintasi lautan kelahiran kembali, inilah yang merupakan arti mantra yang
tertingi. Mantra adalah rumusan gaib untuk melepaskan berbagai kesulitan atau untuk memenuhi bermacam-macam keinginan duniawi, tergantung dari
motif pengucapan mantra tersebut. Mantra sebagai sebuah kekuatan kata yang dapat dipergunakan untuk mewujudkan keinginan spiritual atau keinginan
material, yang dapat dipergunakan untuk kesejahteraan ataupun penghancuran diri seseorang. Mantra seperti suatu tenaga yang bertindak sesuai dengan rasa
bakti seseorang yang mempergunakannya. Sabda adalah Brahman, karena itu
Ia menjadi penyebab Brāhmanda Svami Rama: 1984: 24. Khanna 2003: 21 menyatakan hubungan mantra dan yantra dengan manifestasi mental energi
sebagai berikut: Mantra-mantra, suku kata Sanskerta yang tertulis pada yantra, sejatinya merupakan ‘perwujudan pikiran’ yang merepresentasikan keilahian
atau kekuatan kosmik, yang menggunakan pengaruh mereka dengan getaran suara. Mantra juga dikenal masyarakat Indonesia sebagai rapalan untuk maksud
dan tujuan tertentu “maksud baik maupun maksud kurang baik”. Dalam dunia sastra, mantra adalah jenis puisi lama yang mengandung daya magis. Setiap
daerah di Indonesia umumnya memiliki mantra, biasanya mantra di daerah- daerah tertentu menggunakan bahasa daerah masing-masing. Mantra di
dalam bahasa Minangkabau disebut juga sebagai manto, jampi-jampi, sapo- sapo, kato pusako, kato, katubah, atau capak baruak. Sampai saat ini mantra
masih bertahan di tengah-tengah masyarakat di Minangkabau. Isi mantra di Minangkabau saat ini berupa campuran antara bahasa Minangkabau lama
“kepercayaan animisme dan dinamisme”, Melayu, bahasa Arab sebagaimana pengaruh Islam dan bahasa Sanskerta sebagai wujud dari pengaruh Hindu
Budha Djamaris E. : 2001. Sebagian masyarakat tradisional khususnya di Nusantara biasanya menggunakan mantra untuk tujuan tertentu. Hal tersebut
sebenarnya bisa sangat efektif bagi para penggunanya. Selain merupakan salah satu sarana komunikasi dan permohonan kepada Tuhan, mantra dengan
kata yang berirama memungkinkan orang semakin rileks dan masuk pada keadaan kerasukan kesurupan. Dalam kalimat mantra yang kaya metafora
dengan gaya bahasa yang hiperbola tersebut membantu perapal melakukan visualisasi terhadap keadaan yang diinginkan dalam tujuan mantra. Kalimat
mantra yang diulang-ulang menjadi airmasi, pembelajaran di level tidak sadar dan membangun apa yang para psikolog dan motivator menyebutnya sebagai
sugesti diri. Sedangkan Prapancha Sara menyatakan bahwa: “Brāhmanda
diresapi oleh sakti, yang terdiri atas Dhvani, yang juga disebut Nada, Prana, dan sebagainya”. Manifestasi dari Sabda menjadi wujud kasar Sthūla itu
tidak bisa terjadi terkecuali Sabda itu ada dalam wujud halus Suksma.
Pendidikan Agama Hindu Dan Budi Pekerti 181
Dari penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa Mantra merupakan aspek dari Brahman dan seluruh manfestasi Kulakundalini
. Secara ilosois sabda itu adalah guna dari akasa atau ruang ethernal. Tetapi sabda itu bukan produksi
akasa. Sabda memanifestasikan diri di dalam akasa. Sabda itu adalah Brahman, seperti halnya di antariksa, gelombang bunyi dihasilkan oleh gerakan-gerakan
udara Vāyu; karena itu di dalam rongga jiwa atau di rongga tubuh yang menyelubungi jiwa, gelombang bunyi dihasilkan sesuai dengan gerakan-
gerakan Praóa vāyu dan proses menarik napas dan mengeluarkan napas.
Mantra disusun dengan menggunakan akûara-akûara tertentu, diatur sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu bentuk bunyi, sedangkan huruf-huruf itu
sebagai perlambang-perlambang dari bunyi tersebut. Untuk menghasilkan pengaruh yang dikehendaki, mantra harus disuarakan dengan cara yang tepat,
sesuai dengan
svara ‘ritme’ dan varna ‘bunyi’. Huruf-huruf penyusunannya pada dasarnya ialah mantra sastra, karena itu dikatakan sebagai perwujudan
Śastra dan Tantra. Mantra adalah Paramātma., Veda sebagai Jivātma, Dharsana sebagai indriya, Puraóa sebagai jasad, dan Småti sebagai anggota. Karena itu
Tantra merupakan Śākti dan kesadaran, yang terdiri atas mantra. Mantra tidak
sama dengan doa-doa atau kata-kata untuk menasehati diri ‘Ātmanivedana’. Dalam Nitya Tantra, disebutkan berbagai nama terhadap mantra menurut
jumlah suku katanya. Mantra yang terdiri dari satu suku kata disebut Pinda. Mantra tiga suku kata disebut Kartari, yang terdiri dari empat suku kata sampai
sembilan suku kata disebut
Vija Mantra, sepuluh sampai duapuluh suku kata disebut Mantra, dan yang terdiri lebih dari duapuluh suku kata disebut
Mālā. Tetapi istilah
Vija juga diberikan kepada mantra yang bersuku kata tunggal. Dalam melaksanakan Tri Sandhya, sembahyang dan berdoa setiap umat
Hindu sepatutnya menggunakan mantra, namun bila tidak memahami makna mantra, maka sebaiknya menggunakan bahasa hati atau bahasa ibu, bahasa
yang paling dipahami oleh seseorang yang dalam tradisi Bali disebut “Sehe” atau “ujuk-ujuk” dalam bahasa Jawa. Penggunaan mantra sangat diperlukan
dalam sembahyang. Mantra memiliki makna sebagai alat untuk mengikatkan pikiran kepada obyek yang dipuja. Pernyataan ini tidak berarti bahwa setiap
orang harus mampu mengucapkan mantra sebanyak-banyaknya, melainkan ada mantra-mantra yang merupakan ciri atau identitas seseorang penganut
Hindu yang taat, yakni setiap umat Hindu paling tidak mampu mengucapkan mantra sembahyang Tri Sandhya, Kramaning Sembah dan doa-doa tertentu,
misalnya mantra sebelum makan, sebelum bepergian, mohon kesembuhan dan lain-lain.
Umumnya umat Hindu di seluruh dunia mengenal Gayatri mantra, mantra- mantra subhasita ‘yang memberikan rasa bahagia dan kegembiraan’ termasuk
mahamrtyunjaya ‘doa kesembuhanmengatasi kematian’, sanyipatha ‘mohon
182 Kelas XII SMA
Semester 1
ketenangan dan kedamaian’ dan lain-lain. Mantra pada umumnya adalah untuk menyebutkan syair-syair yang merupakan wahyu Tuhan Yang Maha Esa,
yang disebut dengan sruti. Dalam pengertian ini yang termasuk mantra adalah seluruh syair dalam kitab-kitab Samhita Ågveda, Yajurveda, Samaveda,
Atharvaveda, Brahmana Sathapatha, Gopatha dan lain-lain, Aranyaka Taittiriya, Brhadaranyaka, dan lain-lain dan seluruh Upanisad Chandogya,
Isa, Kena, dan lain-lain.
Di samping pengertian mantra seperti tersebut di atas, syair-syair untuk pemujaan yang tidak diambil dari kitab Sruti, sebagian diambil dari kitab-kitab
Itihasa, Purana, kitab-kitab Agama dan Tantra juga disebut mantra, termasuk pula mantra para Pandita Hindu di Bali. Mantra-mantra ini digolongkan ke
dalam kelompok stuti, stava, stotra dan puja. Selanjutnya yang dimaksud dengan sutra adalah kalimat-kalimat singkat yang mengandung makna yang
dalam seperti kitab Yogasutra oleh Maharsi Patanjali, Brahmasutra oleh Badarayana dan lain-lain, sedangkan syair-syair yang dipakai dalam kitab-
kitab Itihasa dan Purana, termasuk seluruh kitab-kitab sastra agama setelah kitab-kitab Itihasa dan Purana disebut dengan nama Sloka. Demikian makna
mantra yang disebut-sebut sebagai bagian dari ajaran Agama Hindu yang bersifat magis dapat dipahami oleh umat sedharma.
Latihan:
1. Setelah anda membaca teks ajaran yantra, tantra dan mantra,
apakah yang anda ketahui tentang Agama Hindu? Jelaskan dan tuliskanlah
2. Buatlah ringkasan yang berhubungan dengan ajaran yantra, tantra dan mantra, dari berbagai sumber media pendidikan dan sosial
yang anda ketahui Tuliskan dan laksanakanlah sesuai dengan petunjuk dari BapakIbu guru yang mengajar di kelas anda
3. Bagaimana caramu untuk mengetahui ajaran tantra, yantra, dan
mantra ? Jelaskan dan tuliskanlah pengalamannya
4. Manfaat apakah yang dapat dirasakan secara langsung dari usaha dan upaya untuk memengetahui
ajaran tantra, yantra, dan mantra ?
Tuliskanlah pengalaman anda 5. Amatilah lingkungan sekitar anda terkait dengan adanya pengamalan
ajaran tantra, yantra, dan mantra guna mewujudkan tujuan hidup manusia dan tujuan agama Hindu, buatlah catatan seperlunya dan
diskusikanlah dengan orang tuanya Apakah yang terjadi? Buatlah
narasinya 1 – 3 halaman diketik dengan huruf Times New Roman – 12, spasi 1,5 cm, ukuran kertas kuarto; 4-3-3-4
Pendidikan Agama Hindu Dan Budi Pekerti 183