Bentuk Pemujaan Tri Purusha
268 Kelas XII SMA
Semester 1
Bentuk bangunan suci Padma Tiga yang berada di Pura Agung Besakih adalah tempat pemujaan Tri Purusha yakni Siwa, Sada Siwa, dan Parama Siwa Tuhan
Yang Mahaesa. Piodalan di Padmasana Tiga dilangsungkan setiap Purnama Kapat. Ini terkait dengan tradisi ngapat. Sasih Kapat atau Kartika, merupakan
saat-saat bunga bermekaran. Kartika juga berarti penedengan sari. Padmasana tersebut dibangun dalam satu altar atau yoni. Palinggih padmasana merupakan
sthana Tuhan Yang Maha Esa. Padmasana berasal dari kata padma dan asana. Padma berarti teratai dan asana berarti tempat duduk atau singgasana. Jadi,
padmasana artinya tempat duduk atau singgasana teratai.
Tuhan Yang Mahaesa secara simbolis bertahta di atas tempat duduk atau singgasana teratai atau padmasana. Padmasana lambang kesucian dengan
astadala atau delapan helai daun bunga teratai. Bali Dwipa atau Pulau Bali dibayangkan oleh para Rsi Hindu zaman dulu sebagai padmasana, tempat
duduk Tuhan Siwa, Tuhan Yang Maha Esa dengan asta saktinya delapan kemahakuasaan-Nya yang membentang ke delapan penjuru asta dala Pulau
Bali masing-masing dengan Deva penguasanya. Deva Iswara berada di arah Timur, bersemayam di Pura Lempuyang. Brahma di selatan bersemayam di
Pura Andakasa. Deva Mahadeva di barat Pura Batukaru, Wisnu di utara Pura Batur, Maheswara di arah tenggara Pura Goa Lawah, Rudra di barat
daya Pura Uluwatu, Sangkara di barat laut Pura Puncak Mangu, Sambhu di timur laut Pura Besakih, Siwa bersemayam di tengah, pada altar dari Pura
Besakih dengan Tri Purusa-Nya yaitu Parama Siwa, Sada Siwa dan Siwa.
Tri Purusha tersebut dipuja di Padmasana Tiga Besakih. Palinggih Padmasana Tiga tersebut merupakan intisari dari padma bhuwana, yang memancarkan
kesucian ke seluruh penjuru dunia. ‘’Karena itu, sumber kesucian tersebut penting terus dijaga, sebagai sumber kehidupan. Pembangunan Pura Agung
Besakih dan Pura-pura Sad Kahyangan lainnya adalah berdasarkan konsepsi Padma Mandala, bunga padma dengan helai yang berlapis-lapis Catur Lawa
dan Astadala. Pura Besakih adalah sari padma mandala atau padma bhuwana. Pura Gelap, Pura Kiduling Kerteg, Pura Ulun Kulkul dan Pura Batumadeg
adalah Catur Lawa. Sedangkan Pura Lempuyang Luhur, Goa Lawah, Andakasa, Luhur Uluwatu, Batukaru, Puncak Mangu, dan Pura Batur adalah Astadala.
Pura-pura tersebut sangat disucikan dan merupakan satu kesatuan yang utuh. Pura-pura tersebut pusat kesucian dan kerahayuan bagi umat Hindu.
Pura Besakih sebagai huluning Bali Rajya, hulunya daerah Bali. Pura Besakih sebagai kepala atau jiwanya Pulau Bali. Hal ini sesuai dengan letak Pura
Besakih di bagian timur laut Pulau Bali. Timur laut adalah arah terbitnya matahari dengan sinarnya sebagai salah satu kekuatan alam ciptaan Tuhan
yang menjadi sumber kehidupan di bumi. Pura Besakih juga hulunya berbagai
Pendidikan Agama Hindu Dan Budi Pekerti 269
pura di Bali. Di Padma Tiga ini Tuhan dipuja sebagai Sang Hyang Tri Purusha, tiga manifestasi Tuhan sebagai jiwa alam semesta. Tuhan sebagai Tri Purusha
adalah jiwa agung tiga alam semesta yakni Bhur Loka alam bawah, Bhuwah Loka alam tengah dan Swah Loka alam atas. Tuhan sebagai penguasa alam
bawah disebut Siwa atau Iswara. Sebagai jiwa alam tengah, Tuhan disebut Sadha Úiwa dan sebagai jiwa agung alam atas, Tuhan disebut Parama Úiwa
atau Parameswara.
Palinggih padma paling kanan tempat memuja Sang Hyang Parama Siwa. Bangunan ini biasa dihiasi busana hitam. Sebab, alam yang tertinggi Swah
Loka tak terjangkau sinar matahari sehingga berwarna hitam. Bangunan padma yang terletak di tengah adalah lambang pemujaan terhadap Sang Hyang
Sadha Siwa. Busana yang dikenakan pada padma tengah itu berwana putih. Warna putih lambang akasa. Sedangkan, bangunan padma paling kiri lambang
pemujaan Sang Hyang Siwa yaitu Tuhan sebagai jiwa Bhur Loka. Busana yang dikenakan berwarna merah. Di Bhur Loka inilah Tuhan meletakkan ciptaan-
Nya berupa stavira tumbuh-tumbuhan, janggama hewan dan manusia. Jadi, palinggih Padma Tiga merupakan sarana pemujaan Tuhan sebagai jiwa
Tri Loka. Karena itu dalam konsepsi rwa-bhineda, Pura Besakih merupakan Pura Purusha, sedangkan Pura Batur sebagai Pura Predana.
Busana hitam pada palinggih Padma Tiga bukanlah simbol Deva Wisnu, tetapi Parama Siwa. Dalam Mantra Rgveda dinyatakan bahwa keberadaan Tuhan
Yang Maha Esa yang memenuhi alam semesta ini hanya seperempat bagian. Selebihnya ada di luar alam semesta. Keberadaan di luar alam semesta ini
amat gelap, karena tidak dijangkau oleh sinar matahari. Tuhan juga maha- ada di luar alam semesta yang gelap. Tuhan sebagai jiwa agung yang hadir
di luar alam semesta yang disebut Parama Siwa. Parama Siwa adalah Tuhan dalam keadaan Nirguna Brahman atau tanpa sifat. Manusia tidak mungkin
melukiskan sifat-sifat Tuhan Yang Maha Kuasa itu.
Padmasana yang berada di tengah, busananya putih-kuning sebagai simbol Tuhan dalam keadaan Saguna Brahman. Artinya Tuhan sudah menunjukkan
ciri-ciri niskala untuk mencipta kehidupan yang suci dan sejahtera. Putih lambang kesucian dan kuning lambang kesejahteraan. Sedangkan busana
warna merah pada padma paling kiri bukanlah sebagai lambang Deva Brahma. Warna merah itu sebagai simbol yang melukiskan keberadaan Tuhan sudah
dalam keadaan krida untuk Utpati, Sthitti dan Pralina. Dalam hal inilah Tuhan Siwa bermanifestasi menjadi Tri Murti. Sementara di kompleks Pura Besakih,
manifestasi Tuhan sebagai Batara Brahma dipuja di Pura Kiduling Kreteg, Batara Wisnu di Pura Batu Madeg dan Batara Iswara di Pura Gelap.
270 Kelas XII SMA
Semester 1
Di tingkat Pura Padma Bhuwana, Batara Wisnu dipuja di Pura Batur, simbol Tuhan Maha Kuasa di arah utara. Bhatara Iswara dipuja di Pura
Lempuhyang Luhur, simbol Tuhan di arah timur dan Batara Brahma dipuja di Pura Andakasa, simbol Tuhan Maha Kuasa di arah selatan. Demikianlah
keberadaan Pelinggih Padma Tiga yang berada di Mandala kedua dari Pura Penataran Agung Besakih. Di Mandala kedua ini sebagai simbol bertemunya
antara bhakti dengan sweca. Bhakti adalah upaya umat manusia atau para bhakta untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Sedangkan sweca dalam bahasa
Bali maksudnya suatu anugerah Tuhan kepada para bhakta-nya. Sweca itu akan diterima oleh manusia atau para bhakta sesuai dengan tingkatan bhakti-
nya kepada Tuhan. Bentuk bhakti pada Tuhan di samping secara langsung juga seyogianya dilakukan dalam wujud asih dan punia. Asih adalah bentuk bhakti
pada Tuhan dengan menjaga kelestarian alam lingkungan dengan penuh kasih sayang. Karena alam semesta ini adalah badan nyata dari Tuhan. Sedangkan
punia adalah bentuk bhakti pada Tuhan dalam wujud pengabdian pada sesama umat manusia sesuai dengan swadharma kita masing-masing.
Tuhan telah menciptakan Rta sebagai pedoman atau norma untuk memelihara dan melindungi alam ini dengan asih. Tuhan juga menciptakan dharma sebagai
pedoman untuk melakukan pengabdian pada sesama manusia. Dengan konsep asih, punia dan bhakti itulah umat manusia meraih sweca-nya Tuhan yang
dilambangkan di Pura Besakih di Mandala kedua ini. Di Mandala ketiga ini tepatnya di sebelah kanan Padma Tiga itu adalah bangunan suci yang disebut
Bale Kembang Sirang. Di Bale Kembang Sirang inilah berlangsung upacara pedanaan saat ada upacara besar di Besakih seperti saat ada upacara Batara
Turun Kabeh maupun upacara Manca Walikrama, apalagi Upacara Eka Dasa Ludra.
Upacara Pedanaan yang dipusatkan di Bale Kambang Sirang inilah sebagai simbol bahwa antara bhakti umat dengan sweca-nya Hyang Widhi bertemu.
Di Pura Penataran Agung Besakih sebagai simbol Sapta Loka tergolong Pura Luhuring Ambal-Ambal. Ini dilukiskan bagaimana umat seyogianya
melakukan bhakti pada Tuhan dan bagaimana Tuhan menurunkan sweca pada umat yang dapat melakukan bhakti dengan baik dan benar. Semuanya
dilukiskan dengan sangat menarik di Pura Penataran Agung Besakih dan amat sesuai dengan konsep Veda, kitab suci agama Hindu.
Sementara di tingkat desa pakraman, Batara Tri Murti itu dipuja di Pura Kahyangan Tiga. Ajaran Agama Hindu demikian serius mengajarkan umatnya
untuk memuja Tuhan Yang Maha Esa itu dalam manifestasinya sebagai Deva Tri Murti. Salah satu ciri hidup manusia melakukan dinamika hidup.
Memuja Tuhan sebagai Tri Murti untuk menuntun umat manusia agar dalam
Pendidikan Agama Hindu Dan Budi Pekerti 271
hidupnya ini selalu berdinamika yang mampu memberikan kontribusi
pada kemajuan hidup menuju hidup yang semakin baik, benar dan tepat.
Pemujaan pada Deva Tri Murti itu agar dinamika hidup manusia itu
berada di koridor Utpati, Stithi dan Pralina. Maksudnya menciptakan
sesuatu yang patut diciptakan disebut Utpati, memelihara serta melindungi
sesuatu yang sepatutnya dipelihara dan dilindungi disebut Stithi. Serta
meniadakan sesuatu yang sudah usang yang memang sudah sepatutnya
dihilangkan yang disebut Pralina.
Demikian umat Hindu di Bali memuja Tuhan, bagaimana dengan umat Hindu di luar Bali? Seiring dengan kemajuan zaman dan pengetahuan yang ada,
terkait tentang sarana pemujaan kehadapan Tuhan oleh umat Hindu di luar Bali, dapat dinyatakan sudah mengalami kemajuan yang patut kita banggakan
bersama. Di antara mereka juga sudah memiliki dan mempergunakan “Padmasana” sebagai tempat untuk memuja kebesaran Sang Pencipta. Berikut
ini adalah tempat-tempat suci umat Hindu yang ada di luar Bali, antara lain:
Sumber: http: serbaserbiHindu.blogspot. com 11-07-2013.
Gambar 6.6 Palemahan Desa Pakraman
Sumber: Sukirno Dok. 1-07- 2014.
Gambar 6.7 Pura Umat Hindu di Palu - Sulawesi
Sumber: Sukirno Dok. 1-01- 2013.
Gambar 6.8 Pura Umat Hindu di Lumajang
Sumber: Dwaja dok. 11-07- 2013.
Gambar 6.9 Padmasana Pura Jagadnatha Bali
272 Kelas XII SMA
Semester 1
Latihan:
1. Buatlah ringkasan yang berhubungan dengan pemanfaatan bentuk
pemujaan Tri Purusha
dalam ajaran Hindu, dari berbagai sumber media pendidikan dan sosial yang anda ketahui Tuliskan dan
laksanakanlah sesuai dengan petunjuk dari BapakIbu guru yang mengajar di kelas
2. Apakah yang anda ketahui terkait dengan adanya
bentuk pemujaan Tri
Purusha dalam ajaran Hindu
? Jelaskanlah 3.
Bagaimana caramu untuk mengetahui keberadaan bentuk pemujaan
Tri Purusha
dalam ajaran Hindu ? Jelaskan dan tuliskanlah
pengalamanmu 4.
Manfaat apakah yang dapat dirasakan secara langsung dari usaha dan upaya untuk mengetahui
keberadaan bentuk pemujaan Tri Purusha
dalam kehidupan dan penerapan ajaran Hindu ? Tuliskanlah
pengalaman anda 5.
Amatilah lingkungan sekitar anda terkait dengan adanya bentuk pemujaan Tri
Purusha dalam kehidupan dan penerapan ajaran
Hindu guna mewujudkan tujuan hidup manusia dan tujuan Agama Hindu, buatlah catatan seperlunya dan diskusikanlah dengan orang
tuanya Apakah yang terjadi? Buatlah narasinya 1 – 3 halaman
diketik dengan huruf Times New Roman – 12, spasi 1,5 cm, ukuran kertas kuarto; 4-3-3-4