Kesepian di Tuban

19. Kesepian di Tuban

Pelabuhan itu sepi. Hanya kadan g saja terdengar seseoran g menohok-nohok mem perbaiki sesuatu . Pasar pelabuhan kosong. Bangsal-bangsal pelabuhan yang selalu kedatangan rempah-rempah baru dari Maluku sekarang melom pong dengan pintu semua terbuka.

Rejeki telah segan datang dari laut. D ari darat pun tiada sesuatu datang ke tempat ini. D engan gerobak tidak, dengan pikulan pun tidak. Bahkan wanita-wanita gelandangan pada meninggalkan pond ok daun kelapanya, mengungsi entah ke mana: Perkampungan orang-orang Islam di sebelah timur sana tertinggal lengan g. Tinggal kucing dan ayam nya tidak dibawa mengungsi ke pedalaman masih berkeliaran tanpa pemilik.

D i pantai baran g dua puluh atau dua puluh lima perahu tercancang pada patok. Air hujan mu lai mengisinya. Mereka berayun tidak menentu, hanya menunggu datangn ya hujan deras untuk kemu dian tenggelam.

W arung Yakub pun sudah lama tutup. Ada terdengar berita dari seseorang yang telah bertemu dengannya di

G resik, ia telah mem buka warung tuak di sana. Berita lain menyebutkan orang pernah memapasi-nya di Pasuruan. Berita ketiga m engabarkan ia telah masuk jadi prajurit pada balatentara D emak. Tak ada berita yang pasti. Yang jelas warungnya tinggal tutup.

Kapal peronda pantai Tuban tiada lagi namp ak sebuah pun. Semua telah diungsikan ke G resik atas perintah

Senapati Tuban. Kapal-kapal itu takkan dapat m embela diri terhadap serangan Peranggi, percuma mo ndar-m andir sepanjang pantai untuk menunggu peluru besi. Harus bisa mem bikin meriam sendiri maka kapal-kapal itu bisa berguna kembali.

Tholib Sungkar Az-Z ubaid tak memp unyai kegiatan harian. Ia kelihatan lebih kurus daripada biasanya. Jarang ia nam pak di rumah. Ia lebih sering kelihatan di dalam kadipaten, baik dipanggil atau tidak oleh Sang Adipati. Tak sering lagi orang melihatnya berjalan mem eriksai bagian- bagian pelabuhan yang mem butuhkan perbaikan. D ana untuk itu sudah tak ada lagi dalam perbendaharaan kesyahbandaran. D an setiap berad a di dermaga orang dapat melihat ia sedang gelisah m eninjau ke jurusan timu r.

Menara pelabuhan tiada berpenjagaan lagi. Tinggal canangnya tergantung tanpa disentuh orang lagi.

Pemukulnya menggeletak di pojokan geladak. Kesyahbandaran lebih sunyi daripada di mana pun.

G ando k kiri dan kanan tiada berpenghuni. G edung utama pun kosong. G edun g batu kedua di seluruh negeri Tuban itu kehilangan serinya, nampak seperti candi besar yang telah ditinggalkan oleh pemeluk agam anya. Syahbandar sendiri jaran g namp ak. D an tiada terdengar gelaktawa atau tangis

G elar. Ia dibawa oleh Idayu ke Awis Krambil. N yi G ede Kati ikut pula ke sana. Hanya Paman Marta yang setiap

hari kelihatan m engurus tam an.

D i luar kesepian ini terdapat kesibukan yang tak dapat difahami oleh penduduk. Ratusan lelaki berjalan kuat dan tegap selalu kelihatan berjalan tersebar ke sana ke mari tanp a pekerjaan. Karena tiada keris pada pinggan g dan tiada tom bak pada tangan, oran g yang tak mengenalnya menduga mereka prajurit-prajurit yang sedang melepaskan diri dari kesatuan. D an m ereka selalu berada di luar daerah pelabuhan .

Orang-orang yang mengenal salah seorang di antara mereka segera tahu, mereka tidak lain daripada anggota- anggota pasukan pengawal kadipaten yang tidak berpakaian prajurit. G erak-gerik menarik perhatian. D an oran g-orang Orang-orang yang mengenal salah seorang di antara mereka segera tahu, mereka tidak lain daripada anggota- anggota pasukan pengawal kadipaten yang tidak berpakaian prajurit. G erak-gerik menarik perhatian. D an oran g-orang

dengan daerah tak berpenghuni ditempatkan cetbang-cetbang yang semua diarahkan ke laut. Orang hanya menduga-duga mereka disiapkan untuk menan ggulangi kemungkinan masuknya Peranggi atau sebangsan ya dari laut, sementara pertempuran sedan g terjadi di pedalaman.

Perkam pungan non-N usantara juga sepi karena setelah terjadi kerusuhan sebagian besar penduduknya telah meninggalkan Tuban belayar entah ke mana. Hanya penduduk Pecinan tidak susut, karena hukum Tuban melindun gi mereka di waktu perang. Artinya, semua prajurit dari dua belah tentara yang bermusuhan tidak diperkenankan menginjak daerah itu baik untuk kepentingan penyerangan ataupun pertahanan. Penduduk biasa pun tidak diperkenankan mem asuki di waktu perang, sekalipun untuk m enyelamatkan diri. Belum jelas benar dari mana asalnya hak perlindun gan yang seakan berjalan dengan sendirinya ini. Boleh jadi sudah sejak Majapahit atau lebih tua lagi. Sedang perjanjian antara Ceng He dengan Adipati Tuban mem perkokoh perjanjian itu untuk ganti pengakuan armada Tiongkok itu. Pada mo nopoli Tuban atas sumber rempah-rempah Maluku Pecinan malah mendapat hak bertahan dan hak kepolisian demi keselam atan warganya.

Sunyi pula alun-alun yang biasanya jadi pusat keramaian dan daerah pusat praja. Tak ada oran g menginjakkan kaki di sini, apalagi kanak-kanak. Kalau oran g tua melewatinya, ia berjalan tanpa semau sendiri. Peristiwa pem bunuhan atas diri Sang Patih didekat pohon beringin kurung, telah mem bikin tempat ini jadi sangar. Bahkan mereka yang Sunyi pula alun-alun yang biasanya jadi pusat keramaian dan daerah pusat praja. Tak ada oran g menginjakkan kaki di sini, apalagi kanak-kanak. Kalau oran g tua melewatinya, ia berjalan tanpa semau sendiri. Peristiwa pem bunuhan atas diri Sang Patih didekat pohon beringin kurung, telah mem bikin tempat ini jadi sangar. Bahkan mereka yang

Mayat Sang Patih masih juga tergeletak, berpindah dari tempat semula karena serbuan anjing. Lalat dan gagak ikut pula menyerangnya. Bau busuk dibawa angin ke seluruh penjuru mata-angin. Tak ada orang mem eliharan ya. Keluarga Sang Patih sendiri pun tak beran i turun tangan.

D i dalam kadipaten Sang Adipati kelihatan selalu mu rung dan gusar. Tak ada seoran g pun prajurit pengawal menjaga kadipaten. Mesin praja lumpuh sama sekali. Arus bahan makanan ke dalam kadipaten terputus, dan bahaya kelaparan akan segera mengancam bila keadaan tidak berubah.

Sang Adipati tak dapat berbuat sesuatu apa tanpa pengawal dan tanpa punggawa. D an para punggawa telah diperintah kan keluar dari kadipaten oleh pasukan pengawal atas perintah W iranggaleng.

Untuk pertama kali dalam hidupnya ia baru mengerti, tanp a kawula yang dengan sukarela melayani dan

menjalankan perintahnya, ternyata ia tidak berarti sesuatu pun. Anggapan, bahwa seorang raja dimungkinkan oleh para dewa, dan oleh para dewa saja, kini ternyata mengh adapi ujian. D an justru karena pengetahuan baru itu ia m enjadi murung dan gu sar setiap hari, tak tahu apa harus

diperbuatnya.

D ari ajaran-ajaran istana leluhur ia tahu dan yakin, kekuasaan seorang raja tidak berasal dari dunia manusia, untuk mengatur kawula, untuk mengatur perang dan dam ai, perjanjian dan pembatalann ya. Semuanya berasal dari Dia yang mem bikin hidup. Maka sudah menjadi patokan, barangsiapa melanggar ketentuan praja, D ari ajaran-ajaran istana leluhur ia tahu dan yakin, kekuasaan seorang raja tidak berasal dari dunia manusia, untuk mengatur kawula, untuk mengatur perang dan dam ai, perjanjian dan pembatalann ya. Semuanya berasal dari Dia yang mem bikin hidup. Maka sudah menjadi patokan, barangsiapa melanggar ketentuan praja,

melanggar dan mem bangkang terhadap D ia. Bagaimana sekaran g?

adalah

juga

Sang Patih jelas telah mem bangkang terhadap dirinya.

D ia layak menerima hukumannya. Kematiannya adalah sudah sepatutnya sebagai satria – mendapat tikaman keris sekali. D alam hal ini para dewa benar. Dia yang m embikin hidup telah mengawal aturanN ya sendiri. Bila dia tidak mati karena W iranggaleng, pasti karena perintahnya. D an itu pasti terjadi. Biarlah itu jadi peringatan pada setiap kawula. Karena itu setiap perm ohonan untuk mem elihara dan merawat mayatnya ia tolak tanpa alasan.

Tetapi W iranggaleng! Apakah yang diperbuatnya? D ia telah menarik dan mengerahkan semua balatentara Tuban. Ia telah bunuh Sang Patih tanpa perintahnya. Ia telah seret Tuban seluruhnya dalam perang, mem beri kelonggaran pada bupati-bupati tetangga untuk datang menyerbu. Ia mem biarkan Tuban terbuka terhadap D emak! D ia telah kosongkan kadipaten dari pengawalan dan punggawa. Tanpa kawula, tanp a balatentara, tanpa punggawa, tanpa

saksi dun ia yang mengagumi, tanpa kebesaran, terutama tanp a kawula yang menghinakan dan merendah kan diri dengan sukarela terhadapnya, tanpa kekecilan di sekitar diri – seorang raja tidak mempunyai sesuatu arti. D ia sama dengan seorang desa tak berpendidikan. Bahkan gam elan

tiada keindahan nya lagi. Tarian tiada daya penarik lagi bagi mata dan hati. Makanan hilang rasa: Tetapi jantung terus juga berdenyut.

Hiburan batin yang ada padan ya adalah: balas dendam. Ya, kelak bila semua telah kembali dalam genggam an

tangan, tumpaslah mereka yang lancang mengurangi kebesaran dan kekuasaan ini. Tumpaslah semua m ereka. Ia akan jatuhkan hukuman yang sekejam-kejam nya. D an untuk mengisi waktu menunggu datan gnya waktu itu ia tangan, tumpaslah mereka yang lancang mengurangi kebesaran dan kekuasaan ini. Tumpaslah semua m ereka. Ia akan jatuhkan hukuman yang sekejam-kejam nya. D an untuk mengisi waktu menunggu datan gnya waktu itu ia

D endam dalam hati, keriaan yang meriah dan kesenangan badan i di luarnya. Ia sudah tidak mengingat lagi mu suh dari darat ataupun laut. N egeri dan praja tak punya sesuatu arti lagi baginya.

Terhadap keam anan jiwanya pribadi ia tak pernah punya waswas. Leluhurnya, dari penguasa yang satu pada penguasa yang lain telah membangunkan sikap batin satria: hanya ada satu m acam maut dengan tiga nilai, tidak kurang dan tidak lebih. N ilai pertam a dan terpuji adalah maut karena lanjut usia. N ilai kedua yang patut adalah karena kehorm atan sebagai satria, di medan perang dan di mana saja. N ilai ketiga yang dianggapnya hina adalah karena hukum an dan tidak dengan keris. D an seorang satria hanya boleh mengambil dua nilai yang sebelum terakhir. Setiap saat ia bersedia mati baik karena usia mau pun karena kehorm atan. Ia tak pernah punya keraguan.

kelak melakukan pengkhianatan terhadap dirinya, ia akan mengam bil nilai kedua. D an pengkhianatan itu bisa datan g dari setiap sudut, dan ia selalu waspada terhadap setiap kemungkinan. Ia yakin dirinya sendiri, ia akan mengh embuskan nafas

Bila ternyata

W iranggaleng

penghabisan sebagai satria dengan kehorm atan. D an apalah salahnya selam a ia tetap satria? Putra-putranya akan mendengar berita kematiannya itu, dan mereka akan mengerti dan m enghormatinya.

D an setiap ia ingat pada putra-putran ya, ia mengebaskan mereka semua dari pikiran nya. Tak ada perlunya mengingat mereka. Mereka akan dihadapi oleh jamannya, atau jaman itu sendiri akan m embunuh-nya bila ia m elawannya, karena jaman adalah tidak lebih dan tidak kurang daripada Batara

Kala itu sendiri, tak peduli mereka Islam atau Hindu, atau Buddh a atau Peranggi sekalipun. Semua sudah mendap at tempatnya.

Tetapi yang satu ini: kekoson gan dari kekuasaan. Kesepian dari kebesaran. Tak ada orang-o rang kecil di selingkungan yang melaksanakan segala apa yang diri kehendaki. Semua sudah terasa ingkar terhadapnya. Tanpa kekuasaan dan kebesaran segala-galanya menjadi berubah.

D an semua bersumber hanya pada seorang anak desa yang tak tahu adat. Seorang anak desa telah mem bunuh saudara sepupunya, kemudian mengangkat diri sendiri menjadi Patih Senapati Tuban! Siapakah dewa sembahannya maka dia berbuat tanpa titahku?

Terngiang-ngiang ajaran praja itu: seorang raja tidak akan berbuat sesuatu berdasarkan belas kasihan, ia berbuat hanya demi keselam atan praja. Seseorang raja tidak akan berbuat sesuatu berdasarkan terimakasih, ia berbuat hanya demi keselam atan praja. Dan beberapa kalim at lagi se- bangsanya.

D an praja sekarang lump uh.

D an praja adalah raja. Bagaimana pun dan ke mana pun pikirannya ia

kerahkan, datangnya pada satu nama itu juga: W iranggaleng, seorang anak desa tanp a makna yang telah

berani mem bunuh seorang dari darah Majapahit, darah tertinggi dalam kehidupan yang dikenalnya. Anak desa lancang itu begitu bodohnya, dia tidak mengerti, bahwa setiap orang yang dialiri darah Majapahit mempunyai hak untuk menjadi raja.

Pengetahuannya tentang sejarah praja, bahwa M ajapahit bisa berdiri hanya karena bantuan oran g-orang kebanyakan, dan orang-orang itu kemudian diangkat oleh Sri Bagin da

Kertarajasa menjadi gubernur terper-caya tak juga mampu melenyapkan dendamnya pada Wiranggaleng. Ia harus mem bunuhnya, dengan

jalan dan cara apa pun sebagaimana o-rang-oran g lain telah juga dibunuhnya. Hanya ada kesulitan pelaksanaan terhadap oran g yang satu ini: ia dicintai dan dihorm ati oleh kawula Tuban. Bagaimana mengh ukum dia kalau semua orang mencintai dan menghormatinya? Tidakkah kawula Tuban akan melindun ginya, dan itu berarti menentangnya? Hukum an padanya akan berarti kebencian yang tertujukan kepada raja. D an bagaiman a kalau seluruh kawula karenanya

ingkar dan m embangkang terhadap dirinya? Bila demikian maka dewa-dewa tidak lagi mem benarkan

kekuasaan nya, mencabut kembali kebesarannya. Ternyata dewa-dewa juga berpihak pada m anusia….

D an bila pikiran itu sampai di situ ia menjadi pusing.

D alam kepusingan itu satu-satunya tempat yang baik hanya haremnya.

Sang Adip ati mendengar peristiwa di dekat pohon beringin itu dari persembahan Syahbandar Tuban.

N am paknya orang lain tak ada yang berani mengh adap. Persembahan yang cukup teliti itu telah menyorong W iranggaleng ke pojokan sebagai biangkeladi segala keonaran yang tak patut mendap at sedikit pun pengampunan daripadan ya.

“W ira, si anak desa itu, G usti, telah berani melanggar titah setelah dia mengangkat diri jadi Patih Senapati Tuban,” Tholib Sungkar As-Zubaid mengadu, “bukan hanya menggerakkan lima ratus prajurit. Dia telah perintahkan semua kepala pasukan untuk mengikuti dan menjalankan perintahnya. D ialah yang pertam a-tama mengu asakan kepala pasukan pengawal. D ia telah mem bikin-bikin alasan untuk bertengkar dengan Sang Patih “W ira, si anak desa itu, G usti, telah berani melanggar titah setelah dia mengangkat diri jadi Patih Senapati Tuban,” Tholib Sungkar As-Zubaid mengadu, “bukan hanya menggerakkan lima ratus prajurit. Dia telah perintahkan semua kepala pasukan untuk mengikuti dan menjalankan perintahnya. D ialah yang pertam a-tama mengu asakan kepala pasukan pengawal. D ia telah mem bikin-bikin alasan untuk bertengkar dengan Sang Patih

Sang Adip ati hanya mengajukan satu pertanyaan: “Bagaimana bisa kepala-kepala pasukan mendengarkan dia?”

“Takut, G usti. Setan telah merasuki dirinya.” Sang Adip ati mengerti, bukan karena takut mereka

mendengarkan nya. Juga bukan karena kerasukan setan. Mem ang ada sesuatu yang hidup dalam jiwa si anak desa itu. D an semua itu takkan terjadi tanpa perkenan dewa- dewa. D an tidak mu ngkin kalau hanya karena kepala- kepala pasukan itu bukan berdarah ningrat. Sekiranya mereka berdarah ningrat pun, kalau dewa-dewa telah berkenan, mereka akan m endengarkannya juga.

Yang teringat olehnya adalah pemberontakan- pemberontakan besar yang berkali-kali meletus dalam masa kejayaan Majapahit, hanya karena pembagian kekuasaan antara ningrat dan tidak ningrat. Ini jugakah akan jadi akhir kadipaten Tuban?

Bila pikiran nya sampai di situ ia pun menjadi pusing. Syahbandar Tuban tak mem biarkan kesempatan berlalu

tanp a mem bakar-bakar Sang Adipati untuk bertindak terhadap anak desa itu bila keadaan sudah reda.

“Tidak bisa dibiarkan anak desa itu mengangkat diri jadi Patih dan Senapati sekaligu s, G usti, itu adalah menyalahi

darah, menyalahi takdir, melawan ketentuan kodrat,” dan ia m erenungkan m akna dari darah, takdir dan kodrat.

Tetapi Sang Adipati lebih cenderung untuk mengingat- ingat akan mendesaknya G ajah Mada, si anak desa itu, ke atas sehingga jadi Mahapatih Majapahit. Ia teringat juga pada anak desa lain, juga mendesak naik terus, bukan saja Tetapi Sang Adipati lebih cenderung untuk mengingat- ingat akan mendesaknya G ajah Mada, si anak desa itu, ke atas sehingga jadi Mahapatih Majapahit. Ia teringat juga pada anak desa lain, juga mendesak naik terus, bukan saja

D an sejak mem persembahkan peristiwa di alun-alun Tholib Sungkar Az-Zubaid selain berkitar-kitar di sekeliling kadipaten, tak peduli pada bau m ayat yang mengem bara ke mana-mana. Ia merasa lebih am an di dekat Sang Adip ati. Sebaliknya keputrian yang kadan g mem bosankan itu mem bikin Sang Adipati merindukan Syahbandar Tuban – satu-satu orang yang kini dapat diajaknya bicara.

Pada kesempatan -kesempatan seperti itu Tholib Sungkar suka mencoba-coba bicara tentang jalannya pertempuran di pedalaman. Tetapi Sang Adipati tidak pernah m elayaninya. Ia percaya pada balatentara Tuban. Biar pun mu suh itu menggunakan meriam, balatantaranya takkan mu ngkin dap at dikalahkan. D engan atau tanpa Wiranggaleng atau pun Sang Patih, balatentara Tuban pasti akan m enang. Tidak percuma selam a dua ratus tahun jadi andal-andal Majapahit.

Bila Syahbandar Tuban mulai bicara tentang W iranggaleng makin jelas gam baran anak desa itu di

hadapannya untuk waktu dekat mendatang. Anak desa itu akan mengh adap padanya dan mempersembahkan, mu suh telah dikalahkan. Dia akan menganggap kemenangan balatentara Tuban sebagai kemenangan nya sendiri. Pada waktu itu dia akan tahu, sekiran ya ada seekor anjing dap at diangkat jadi Senapati, balatentara Tuban akan tetap menan g. D ia akan menghadap seperti seekor anak kambing yang mengem bik-ngembik mem ohon pengesahan. D an dia

akan menunggu datangnya karunia dari tanganku.

Kambing yang mengem bik itu takkan mendapat umpan. Selamanya badut yang tidak lucu dihukum oleh penonton.

Ia tidak menan ggapi Tholib Sungkar Az-Zubaid. Pertem puran akan segera selesai. Semua akan kembali seperti sediakala, atau semua akan tumpas tanpa ia saksikan sendiri. Sederhana.

D i dalam rumah-rumah pendudu k Tuban yang suram pula orang masih juga tak habis-habis pikir tentang perbuatan Wiranggaleng. Tak ada seorang kawula yang mem punyai perasaan tidak senang terhadap Sang Patih. Orang menganggapnya bijaksana. Mengapa justru anak desa itu yang mem bunuhnya? Mengapa Wiranggaleng? Anak desa yang justru dicintai dan dihorm ati itu?

D an orang pun terkenanglah pada masa ia diarak jadi pengantin agun g dengan Idayu. Semua oran g ikut bersuka cita bersama dengannya. Apakah perbuatan nya yang menggoncan gkan itu bukan telah diram alkan dalam jatuhnya tand u pengantin? D an mengapa sebagai Senapati Tuban ia tidak mengerahkan pagardesa dan penduduk? Mengapa hanya balatentara yang dikerahkannya?

D alam rumah-rumah yang suram dalam suasana yang suram pula pertanyaan-pertanyaan seperti itu tiada pernah terjawab. Maka oranghan ya bisa menunggu selesainya pertempuran. Seperti halnya dengan setiap oran g Tuban, gum pilan-gumpilan sejarah masalalu tentang seorang anak desa yang naik ke atas. G ajah Mada dan Ken Arok.

Tetap tak ada yang dapat meramalkan apa yang bakal terjadi. Setidak-tidaknya setiap orang percaya, pertempuran di pedalaman akan segera selesai, dan semua akan kembali seperti semu la.

Yang orang tak habis-habis mengerti ialah mengapa Syahbandar Tuban, Sayid Habibuliah Almasawa, yang Yang orang tak habis-habis mengerti ialah mengapa Syahbandar Tuban, Sayid Habibuliah Almasawa, yang

D an Idayu? Seluruh kota Tuban mengerti dia sedang tetirah ke Awis Kram bil untuk melahirkan. Dan mu ngkin juga sudah melahirkan. Mereka semua berdoa dengan diam-diam agar anak yang dilahirkan pada waktu sekitar terjadinya pembunuhan terhadap Sang Patih tidak akan terjatuh dalam pengaruh Sang Banaspati. Semoga anak itu mem ang menjadi perpaduan kemuliaan antara bapak dan ibunya. Anak cinta itu semestinya jadi gemilang, lebih gemilang daripada kedua orangtuan ya.

Pada hari-hari itu langit selalu bermendung, ditingkah oleh guruh dan petir. Hutan-hutan yang hijau kelam di kejauhan nampaknya sedang menggigil ketakutan menunggu datan gnya taufan.

Angin tak henti-hentinya bertiup, dan kesenyapan semakin m embikin hati gundah.

D i malam hari bintan g yang sekecil-kecilnya pun enggan menjenguk bum i. D an laut pun tak jera-jera berdebur, sedang hati penduduk Tuban tawar kehilangan gairah.

Tinggal Sang Adipati saja percaya: tak lain dari Syahbandar Tuban, Sayid Habibuliah Almasawa yang bisa

mendatan gkan persahabatan dan Peranggi dan Ispanya. Ia m erasa m asih mem punyai cukup kehormatan: Ia tidak

akan mengirimkan utusan sebagaimana halnya dengan raja Blam bangan G iri D ahan aputra, G irindra W ardhan a. Tuban tidak perlu mengakui keunggulan M alaka….

0o-d w-o0