BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian mengenai Penerapan Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang PTPPO Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang Kajian
Putusan No.1554PID.B2012PN.MDN, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan dari permasalahan-permasalahan dari bab yang sebelumnya, serta
penulis akan mencoba memberikan sumbangsih pemikiran berupa saran terkait permasalahan diatas. Oleh karna itu dari uraian skripsi ini penulis mengambil
kesimpulan sebagai berikut : 1.
Perdagangan orang human trafficking merupakan tindak pidana yang menghilangkan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan
Tuhan yang paling sempurna dan melanggar Hak Asasi Manusia serta terkesan tidak manusiawi ketika seorang korban tindak pidana
perdagangan orang adalah perempuan baik dibawah umur maupun telah dewasa menurut hukum, sebab sebagai ciptaan Tuhan kita dilahirkan lewat
rahim seorang perempuan, sudah selayaknya semua elemen baik masyarakan maupun negara melindungi dan menghargainya. Perdagangan
Orang human trafficking dilatar belakangi berbagai faktor yaitu faktor ekonomi, faktor sosial budaya, faktor pendidikan yang minim dan tingkat
buta huruf yang tinggi, faktor penegakan hukum, faktor sarana dan koordinasi, faktor media massa, dan faktor masyarakat serta dibekali
dengan modus operandi pelaku yang beragam yang dapat dilihat dari kaca
Universitas Sumatera Utara
mata kriminologi tentang sebab-sebab kejahatan. Saat ini faktor ekonomilah yang mayoritas penyebab terjadinya perdagangan orang hal
tersebut didorong karena kebutuhan hidup yang semakin besar dan pengaruh perkembangan teknologi informasi, komunikasi dan
transformasi, yang mendorong kejahatan perdagangan orang semakin kompleks, terorganisir organized
dan bahkan lintas negara transnational pada akhirnyaperdagangan orang merupakan bentuk tindak
pidana yang modren. 2.
Perbuatan perdagangan orang human trafficking sangatlah mempengaruhi kinerja dan intensitas suatu negara, terlihat ketika banyak
Tenaga Kerja Indonesia TKI sebagai omset pendapatan negara yang besar dijadikan lahan pratek perdagangan orang, dengan berbagi iming-
iming pekerjaan maupun pendapatan. Melihat hal tersebut negara yang bergabung dalam Perserikatan Bangsa-bangsa PBB tidak tinggal diam,
berbagai aturan pun lahir untuk mengatur dan mencegah tindak pidana perdagangan orang, mulai dari berbagai instrumen internasional yang
disahkan oleh negara Indonesia salah satunya Convention ILO 105, 111, 138 dan 182, Keppres No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convetion
on the Rights of the Child dan UU RI No. 14 Tahun 2009 Tentang Pengesahan Protocol To Prevent, Suppress And PunishTrafficking In
Persons, Especially Women And Children dan lain sebagainya. Hal ini tergambarkan bahwa perdagangan orang merupakan kejahatan yang dapat
terjadi lintas negara transnational dan sangatlah merugikan korban baik
Universitas Sumatera Utara
psikis maupun fisik, materill maupun non meterill serta merugikan masyarakat dan menghambat pembangunan negara.
3. Melihat berbagai dampak yang terjadi akibat tindak pidana perdagangan
orang dan dianggap sebagai suatu tindak pidana yang bersifat khusus lex specialis, maka Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 Tentang PTPPO
lahir sebagai payung hukum untuk melindungi korban dan menindak tegas para pelaku TPPO. UU PTPPO terlihat mempunyai semangat untuk
perlindungan korban seperti yang terdapat pada Bab V Pasal 43 sampai Pasal 55 UU PTPPO. Penerapan undang-undang ini mengikat berbagai
elemen, baik oleh aparat penegak hukum, yaitu Polisi, bertugas untuk mencari dan memproses sindikat-sindikat pratek perdagangan orang, Jaksa
bertugas dalam proses penyidikan, penyelidikan dan proses penuntutan di Pengadilan, Hakim bertugas sebagai pemberi keadilan bagi korban, pelaku
dan masyarakat lewat putusan yang diambil, dan serta Kontribusi Lembaga Pemasyarakatan. Selain aparat penegak hukum, undang-undang PTPPO
juga mengikat elemen Masyarakat dan Pemerintah, untuk memberikan kontribusi dalam penanganan TPPO, yaitu masyarakat berkewajiban untuk
memberikan informasi melaporkan setiap adanya pratek perdagangan orang. Sedangkan Pemerintah baik di pusat maupun didaerah wajib
membuat kebijakan, program, kegiatan dan mengalokasikan anggaran untuk penanganan perdagangan orang. serta menjalin kerja sama
internasional yang tujuannya untuk mencegah dan memberantas TPPO baik yang bersifat birateral, regional maupun multilateral.
Universitas Sumatera Utara
B. Saran