Akibat Penegak Hukum Faktor Penegakan Hukum

undang ini cukup melindungi anak dari ancaman penjualan anak dengan memberikan sanksi yang lebih berat dibandingkan dengan KUHP yang ancamannya 0-6 tahun penjara, sedangkan Undang-Undang Perlindungan Anak mengancam pelaku kejahatan perdagangan anak 3-15 tahun penjara dan denda antara Rp 60 juta sampai Rp 300 juta. Undang-Undang ini sering digunakan sebagai dasar untuk menangkap pelaku perdagangan orang. Penerapan pasal-pasal tersebut bukan berarti secara otomatis menyelesaikan masalah. Sejumlah kekurangan yang terkandung dalam pasal-pasal tersebut tidak jarang membuat para pelaku perdagangan manusia lolos dari hukum yang seharusnya diterima.

b. Akibat Penegak Hukum

Penegakan hukum di dalam masyarakat selain dipengaruhi oleh peraturan atau kaidah-kaidah, juga ditentukan oleh para penegak hukum atau pengembala hukum 104 Terjadinya korupsi dalam pengurusan-pengurusan dokumen misalnya pemalsuan informasi pada dokumen-dokumen resmi seperti KTP, akta kelahiran, dan paspor. Akibatnya anak maupun orang dewasa yang tidak terdaftar serta tidak memiliki akta kelahiran amat rentan terhadap eksploitasi. Orang yang tidak dapat memperlihatkan akta kelahirannya sering kali kehilangan perlindungan yang diberi hukum karena dimata negara secara teknis mereka tidak ada. Rendahnya registrasi kelahiran, khususnya di kalangan masyarakat desa, memfasilitasi , sering terjadi beberapa peraturan tidak dapat terlaksana dengan baik karena ada penegak hukum yang tidak melaksanakan suatu peraturan dengan cara sebagaimana mestinya. 104 Farhana, Op cit, hlm 66. Universitas Sumatera Utara perdagangan manusia. Agen dan pelaku perdagangan memanfaatkan ketiadaan akta kelahiran asli untuk memalsukan umur khususnya bagi perempuan yang belum cukup umur agar mereka dapat bekerja di luar negeri. Selain pemalsuan dokumen para korban, tindak pidana perdagangan orang juga rentang terjadi akibat para penegak hukum korupsi dalam menjalani tugas dan wewenangnya. Sebagai mana kita ketahui pada saat ini masalah utama di setiap jenjang adalah korupsi corruption, yang mana kerap terjadi di lingkungan pegawai negeri, kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Misalnya yang berhubungan dengan kepolisian, seperti diberikan perihal tugas polisi yang menolak memulai penyidikan atau menghentikan penyidikan setelah menerima uang, perlakuan buruk petugas polisi kepada korban, serta keterlibatan polisi dalam praktik-praktik perdagangan orang dan pemerasan pengelola rumah pelacuran atau bordil, mucikari, dan para pelacur oleh polisi. 105 Hal yang sama juga terjadi di lembaga peradilan, dimana masih hangatnya kasus Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, yang tersandung kasus korupsi. Walaupun tidak ada kaitannya dalam kasus perdagangan orang, namun dapat tergambarkan bahwa kurangnya kesadaran hakim akan tugas dan wewenangnya Adapun berkenaan dengan kejaksaan, seperti yang diberikan mencakup informasi tentang jaksa yang menghentikan proses penuntutan, mengajukan dakwaan dengan menggunakan ketentuan pidana dengan ancaman yang lebih rendah dari yang sebenarnya dapat diajukan, menuntut penjatuhan pidana yang lebih rendah dalam persidangan. 105 Ibid, hlm 67. Universitas Sumatera Utara sebagai penegak hukum, pengambil kuputusan, dan Tuhan bagi mereka yang diputuskan bersalah di pengadilan. Kasus lain yang sering kita dengar seperti hakim yang membebaskan atau melepas terdakwa ataupun menjatuhkan pidana lebih rendah tergantung pada bayaran yang diterima. Seakan-akan tidak mau kalah pegawai negeri sipil dilingkungan tertentu juga ikut berperan untuk korupsi sebagaimana diurai sebelumnya didalam pembuatan dokumen-dokumen penting. Namun tidak hanya itu kasus lain misalnya pemerasan buruh migran yang mendarat di terminal 3 bandara Soekarno-Hatta Cengkareng, sejumlah LSM mengungkap kecurigaan akan adanya kolusi antara pegawai-pegawai Departemen Tenaga Kerja dengan Perusahan Penyalur Jasa Tenaga Kerja. Dari penjelasan diatas tergambarkan bahwa masih kurangnya penegakan hukum dilembaga-lembaga negara, kurangnya asas tranparansi berkenaan dengan aturan-aturan serta prosedur yang berlaku, termasuk juga tidak adanya akuntabilitas dari pejabat negara khususnya dilingkungan penegak hukum serta petugas lainnya, dimana hal ini tercermin dengan tidak tersedianya mekanisme kontrol, pengawasan, dan penerimaan pengaduan baik internal maupun eksternal. Akibatnya, banyak korban yang tidak mau menyelesaikan masalah melalui proses hukum. Hal ini memberikan peluang terhadap praktik pedagangan orang human trafficking yang semakin meningkat.

5. Faktor Sarana dan Koordinasi

Dokumen yang terkait

Analisis Juridis Terhadap Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Percobaan Tindak Pidana Perdagangan Orang Dikaitkan Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007

3 59 100

Penerapan Undang-Undang nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (Kajian Putusan No.1554/Pid.B/2012/PN.Mdn)

2 99 187

Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Beberapa Putusan Pengadilan Negeri di Indonesia)

1 74 133

Pemalsuan Dokumen Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 (Studi Putusan No. 2960/PID.B/2008/PN.Medan)

0 34 116

Analisa Hukum Pidana Dan Kriminologi Terhadap Putusan Hakim Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

0 43 146

Tinjauan Yuridis Terhadap Perdagangan Anak Yang Masih Dalam Kandungan Dihubungkan Dengan Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

0 2 3

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Juridis Terhadap Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Percobaan Tindak Pidana Perdagangan Orang Dikaitkan Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007

0 0 27

BAB II FAKTOR - FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG - Penerapan Undang-Undang nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (Kajian Putusan No.1554/Pid.B/20

0 0 40

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penerapan Undang-Undang nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (Kajian Putusan No.1554/Pid.B/2012/PN.Mdn)

0 0 35

BAB I PENDAHULUAN - Analisa Hukum Pidana Dan Kriminologi Terhadap Putusan Hakim Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

0 0 28