exit
, merupakan perilaku yang ditujukan utnuk meninggalkan organisasi termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri; 2 aspirasi
voice
, secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk menyarankan
perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja; 3 kesetiaan
loyality
, secara pasif tapi optimis menunggu membaiknya kondisi, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan
kecaman eksternal dan mepercaai organisasi dan manajemen untuk melakukan hal yang benar; 4 pengabaian
neglect
, secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk, termasuk ketidak hadiran atau keterlambatan yang terus-
menerus, kurangnya usaha dan meningkatnya angka kesalahan. Dalam beberapa disiplin ilmu seperti sosiologi, psikologi, ekonomi dan
manajemen ilmu pengetahuan, kepuasan kerja dan ketidakpuasan adalah subjek yang sering dipelajari dalam literature pekerjaan dan organisasi. Hal ini terutama
disebabkan oleh kenyataan bahwa banyak ahli menganggap bahwa tren ketidakpuasan kerja dapat mempengaruhi perilaku pasar tenaga kerja dan
berakibat terhadap produktivitas, absen karyawan dan tingkat perputaran karyawan. Selain itu, kepusan atau ketidakpuasan kerja dianggap sebagai
predictor yang kuat dari keseluruhan individual
well-being
Diaz-Serrano dan Vieira 2005 dalam Ahmad
et. al
. 2010. Multahada 2008 menyatakan, kepuasan kerja memiliki implikasi yang
sangat penting untuk kesuksesan organisasi. Organisasi dengan karyawan yang lebih puas cendrung menjadi lebih efektif dari pada organisasi dengan karyawan
yang kurang puas. Karyawan yang tidak puas lebih besar kemingkinan tidak bekerja. Ketidak puasan kerja memastikan karyawan dapat menarik diri dari
pekerjaan. Sebaliknya kepuasan kerja akan mendorong kehadrian. Kepuasan kerja yang tinggi belum tentu menghasilkan ketidakhadiran yang rendah tetapi
kepuasan kerja yang rendah mungkin menyebabkan ketidakhadiran. Lutans 2006 menyatakan kepuasan kerja yang tinggi belum tentu menghasilkan
ketidakhadiranyang rendah tetapi kepuasan kerja yang rendah mungkin menyebabkan ketidakhadiran.
Penelitian yang dilakukan oleh Robert 2003 dalam Multahada 2008 menyatakan bahwa di Chicago, pekerja dengan skor kepuasan yang tinggi
mempunyai kehadiran yang jauh lebih tinggi daripada mereka dengan tingkat
kepuasan lebih rendah. Karyawan yang puas tampaknya akan lebih mungkin berbicara positif tentang organisasi, membantu orang lain dan jauh melebihi
harapan yang normal dalam pekerjaan mereka. Karyawan yang lebih puas lebih bangga melebihi tugas mereka sehingga mereka mampu memberikan hal yang
positif bagi organisasi. Hal ini tentu akan sangat menguntungkan organisasi dalam bidang produktivitas.
Menurut As’ad 2004 dalam Multahada 2008 menyatakan organisasi yang ingin memperhitungkan tentang produktivitas kerja karyawan, maka
masalah kepuasan kerja yang harus diperhitungkan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan hal yang penting bagi organisai
karena kepuasan kerja merupakan variabel yang melihat pada tingkah laku yang produktif dan bukan sebaliknya yaitu adanya ketidakhadiran karyawan, stress,
pemberhentian dan perilaku negatif lainnya. Beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kepuasan kerja dapat
mempengaruhi intention to quit disampaikan oleh: Bonenberger
et. al.
2014 menyatakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh terhadap niat berpindah kerja
turnover intention
. Gamage 2013 menyatakan kepuasan kerja berpengaruh terhadap keinginan untuk keluar
intention to leave
. Ali 2010 menyatakan kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap keinginan keluar
turnover
. Foon
et. al
. 2010 menyebutkan bahwa kepuasan kerja berhubungan negatif dengan
turnover
keinginan berpindah kerja. Yahaya
et. al
. 2010 mengatakan kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap keinginan keluar dan ketidak
hadiran. Alam dan Mohammad 2010 menyatakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap intensi keluar. Demikianpula Lee
et. al
. 2009 menyebutkan kepuasan kerja berpengaruh dominan terhadap intensi keluar.
Beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kepuasan kerja dapat mempengaruhi kualitas pelayanan disampaikan oleh: David and Wuk 2011
menyatakan bahwan kepuasan berpengaruh signifikan terhadap kualitas pelayanan rumah makan. Cerdric and Rong 2009 menyebutkan kepuasan
pelangggan berpengaruh signifikan terhadap kualitas pelayanan hotel dan
restoran. Lagas 2005 menyatakan bahwa motivasi kepuasan berpengaruh signifikan terhadap kualitas pelayanan kesehatan rumah sakit. Sedangkan Kim
et. al.
2005 juga menyatakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap kualitas pelayanan restoran.
2.4. Keinginan Berpindah Kerja
Intention to Quit
2.4.1 Pengertian keinginan berpindah kerja
Price 1977 dalam Andini 2006 mengembangkan model
turnover
dimana ketiganya memprediksi hal yang sama terhadap bkeinginan seseorang keluar dari organisasi, yaitu evaluasi mengenai posisi seseorang saat ini
berkenaan dengan ketidakpuasan yang dapat memicu keinginan seseorang untuk keluar dan mencari pekerjaan lain. Zeffance 1994 dalam Kurniasari 2004
mengartikan keinginan berpindah sebagai kecendrungan atau niat karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara sukarela menurut pilihannya
sendiri. Keinginan berpindah kerja telah diakui sebagai predictor terbaik dari
turnover
yang sebenarnya Randhawa, 2007. Sedangkan Mobley
et. al
. 1979 dalam Randhawa 2007 mengemukakan bahwa perilaku keinginan untuk
bertahan atau meninggalkan secara konsisten terkait dengan perilaku
turnover
. Wunder
et. al
. 1982, dalam model turnover mereka, juga mengukur keinginan berpindah kerja sebagai indikasi untuk turnover yang sebenarnya. Keinginan
berpindah kerja adalah fenomena kompleks yang tergantung berbagai factor. Penelitian perilaku turnover karyawan menunjukkan bahwa umur, kepuasan
kerja, kepemilikan, citra kerja, harapan bertemu , komitmen organisasi secara konsisten terkait dengan keinginan berpindah kerja dan turnover yang
sebenarnya Arnold dan Mahler, 2010. Keinginan berpindah kerja mencerminkan keinginan individu untuk
meninggalkan organisasi dan mencari alternative pekerjaan lain. Dalam studi yang dilakukan, variable ini digunakan dalam cakupan luas meliputi keseluruhan
tindakan penarikan diri
withdra wal cognitions
yang dilakukan oleh karyawan. Tindakan penarikan diri menurut Abellson 1987 dalam Andini 2006 terdiri
atas beberapa komponen yang secara simultan muncul dalam individu berupa
adanya pikiran untuk keluar, keinginan untuk mencari lowongan pekerjaan lain, mengevaluasi kemungkinan untuk menemukan pekerjaan yang layak di tempat
lain, dan adanya keinginan untuk meninggalkan organisasi.
2.4.2 Dimensi keinginan berpindah kerja
Menurut Mueller 2003 dalam Kurniasari 2004, ada beberapa aspek yang bisa dipakai sebagai prediktor dari
turnover,
yakni: 1.
Variabel kontekstual Menurut Eagly dan Chaiken 1993 dalam Kurniasari 2004
permasalahan mengenai konteks adalah komponen yang penting dalam mempelajari perilaku, faktor yang penting dalam permasalahan mengenai
turnover
adalah adanya alternatif pekerjaan lain yang tersedia di luar organisasi, alternative-alternatif organisasi dan bagaimana individu tersebut menerima nilai
atau menghargai perubahan pekerjaan
perceived costs of job change
. Dalam variable kontekstual ini tercakup didalamnya adalah:
a. Alternatif-alternatif yang ada di luar organisasi
external alternatives
Karena adanya kecendrungan karyawan untuk meninggalkan organisasi di saat mereka memiliki tempat yang menjadi tujuan, maka literatur lebih
menekankan pada persepsi mengenai alternatif eksternal sebagai prediktor dari
turnover
organisasional Arnold dan Mahler, 2010. Sementara itu dari sisi individu umumnya membentuk itensi untuk
turnover
berdasarkan impresi subyektif dari pasar tenaga kerja, dan umumnya individu-indiividu ini akan
benar-benar melakukan perpindahan kerja, jika persepsi yang ia bentuk dengan kanyataan dan mereka merasa aman dengan pekerjaan yang baru
.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka pengangguran yang rendah berkaitan dengan peningkatan angka
turnover.
b. Alternatif-alternatif
Menurut Vable dan Turban 2001 dalam Muller 2003, bagi banyak karyawan, minat dan ketertarikan pada pekerjaan tidak hanya semata
didasarkan pada posisi yang tersedia namun juga konteks organisasi secara keseluruhan. Salah satu konteks organisasi yang penting adalah tersedianya
alternatif di dalam organisasi tersebut.
Ketersediaan dan kualitas pekerjaan yang bias dicapai dalam organisasi bisa digunakan sebagai indeks utilitas dari
turnover
disamping persepsi terhadap alternatif eksternal. Karyawan tidak akan melakukan
turnover
dari organisasi jika ia merasa behwa ia bias atau mempunyai kesempatan untuk pindah
internal transfer
ke pekerjaan lain, di organisasi yang sama yang dianggapnya lebih baik.
c. Harga nilai dari perubahan kerja
cost of job change
Individu meninggalkan organisasi seringkali dikarenakan tersedianya alternatif-alternatif yang mendorong mereka keluar dari organisasi. Namun
ada factor lain yang membuat individu memilih untuk tetap bertahan, yakni factor keterikatan
embeddedness.
Individu yang merasa terikat dengan organisasi cendrung untuk tetap bertahan di organisasi Mitchell
et. al. 2001.
Keterikatan menunjukkan pada kesulitan yang dihadapi oleh individu untuk berpindahmengubah pekerjaan, meski ia mengetahui adanya alternative yang
lebih baik di luar. Salah satu factor yang meningkatkan harga dari
turnover
adalah asuransi kesehatan dan
benefit-benebit yang didapat dari organisa si. misalnya, pension dan bonus-bonus
Hubungan finansial ini juga berkaitan erat dengan komitmen kontinuans
continuance commitment
, yaitu kesadaran karyawan bahwa
turnover
membutuhkan biaya Mayer dan Allen, 1977 dalam Mueller, 2003.
2. Sikap kerja
work attitudes
Model
turnover
pada umumnya menitik beratkan sikp karyawan terhadap pekerjaan dan organisasinya sebagai pemicu dari proses
turnover
. Hampir semua model proses
turnover
dimulai dengan premis yang menyatakan bahwa kepuasan untuk
turnover
dikarenakan oleh tingkat kepuasan kerja yang rendah dan komitmen organisasi yang rendah pula Hom dan Griffeth, 1995. Dimana yang
tercakup sikap kerja diantaranya: a.
Kepuasan kerja Kepuasan kerja adalah sikap yang paling berpengaruh terhadap
turnover .
Hasil stusi menunjukkan kepuasan kerja berkaitan erat dengan proses kognisi menarik diri
pre-withdra wl cognition
, intensi untuk pergi dan tindakan nyata berupa
turnover
Kinicki
et. al
. 2002 dalam Mueller 2003.