mengukur apa yang hendak diukur, bila perlu item yang demikian di drop dan sebaliknya.
6. Selanjutnya apabila dari hasil CFA terdapat item yang koefisien muatan
faktornya negatif, maka item tersebut harus di drop. Sebab hal ini tidak sesuai dengan sifat item, yang bersifat positif favorable.
Adapun pengujian analisis CFA seperti ini dilakukan dengan bantuan softwre LISREL 8.70.
I. Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Metode Structural Equation Modeling SEM. Byrne 2001
menyebutkan bahwa SEM merupakan sebuah metodologi statistika yang menggunakan
pendekatan kofirmatori
pengujian hipotesis
untuk menganalisis teori struktural. SEM terdiri dari 2 aspek, yaitu sekumpulan
persamaan struktural sebagaimana regresi dan relasi struktural yang dimodelkan dengan diagram skematik pictorial diagram atau diagram jalur
path diagram untuk memudahkan konseptualisasi.
7
Dalam membuat permodelan SEM perlu dilakukan langkah-langkah berikut ini :
1.
Pengembangan dan Analisis Model Pengukuran
Langkah awal dalam analisis SEM adalah memastikan bahwa model pengukuran lengkap melibatkan seluruh konstruk yang terlibat
dalam penelitian merupakan model yang bisa diterima. Evaluasi terhadap
7
Usman Dachlan, Panduan Lengkap Structural Equation Modeling – Tingkat Dasar –, h.
203-216.
model pengukuran dilakukan dengan menggunakan analisis faktor konfirmatori CFA, sehingga model pengukuran seringkali juga disebut
sebagai model konfirmatori. Evaluasi terhadap model pengukuran dilakukan berdasarkan beberapa tahapan, yaitu :
a. Menetapkan Model Pengukuran Awal
Dalam tahapan ini yang harus dilakukan adalah mengevaluasi validitas model, dan mungkin harus diperbaiki terlebih dahulu
sehingga dapat menjadi model pengukuran yang baik established. Untuk menetapkan model pengukuran awal, tahapan yang dilakukan
adalah sebagai berikut : 1
Mengidentifikasi setiap konstruk laten yang akan dimasukkan ke dalam model penelitian baik sebagai variabel independen maupun
dependen, dan sekaligus membuat definisi konsep yang baik untuk setiap konstruk tersebut berdasarkan teori.
2 Membuat operasionalisasi konstruk yaitu dengan menghadirkan
indikator-indikatoratributukuran untuk masing-masing konstruk yang telah teridentifikasi melalui tahap 1.
3 Menentukan model pengukuran yaitu dengan cara menghubungkan
setiap konstruk yang dilibatkan dalam model dengan masing- masing indikatornya.
b. Merancang Studi Empiris
Setelah tahapan awal telah ditentukan, selanjutnya studi empiris perlu dirancang untuk keperluan estimasi parameter, baik
model pengukuran maupun struktural. Perancangan ini meliputi 6 tahap, yaitu :
1 Menetapkan tipe matriks sebagai input analisis.
2 Menetapkan ukuran sampel. Kebanyakan analisis SEM tidak baik
bila digunakan untuk sampel berukuran kurang dari 100. Hair, dkk 2006 mengemukakan bahwa jika model yang mengandung 5
buah konstruk atau kurang dimana masong-masing konstruk diukur dengan lebih dari 3 item indikator yang mempunyai komunalitas
cukup besar 0,6 atau lebih, maka ukuran sampel yang diperlukan cukup antara 100 hingga 150.
3 Menetapkan perlakuan terhadap data yang tidak lengkap missing
data. Jika data yang didapat mengandung missing value, maka akan berpotensi memunculkan hasil analisis yang bias. Data yang
tidak lengkap dapat ditangani dengan menggunakan dua cara, yaitu dengan
penghapusan deletion
atau penggantian
replacementimputasi. 4
Menetapkan struktur model. Struktur model meliputi relasi antar variabel sesuai teori yang mendasarinya beserta parameter-
parameter yang terdapat pada model. Pada tahap ini, model yang telah dibangun secara teoritis dikomunikasikan ke dalam program
dengan membuat diagram jalur sebagai gambaran relasi antar variabel dan juga menentukan parameter-parameter mana yang
akan diestimasi. Penetapan struktur model seringkali juga
berhubungan dengan notasi dan simbol masing-masing variabel yang digunakan untuk menggambarkan model dalam bentuk
diagram jalur. 5
Menetapkan teknik estimasi. Teknik estimasi yang biasa digunakan dalam analisis SEM adalah metode estimasi kemungkinan
maksimum atau Maximum Likelihood ML. Metode estimasi ini mengasumsikan bahwa
8
: a
Ukuran sampel besar asimtotis b
Variabel-variabel observed memenuhi distribusi normal multivariat.
c Model yang dihipotesiskan valid.
d Data pada variabel-variabel observed berskala kontinu.
Kebanyakan bentuk estimasi ML dalam SEM bersifat simultan, artinya estimasi semua parameter model dilakukan
dengan sekali perhitungan secara sekaligus. Hal inilah yang menyebabkan ML disebut sebagai metode informasi penuh full
information method. Metode estimasi ML pada umumnya cukup rumit karena seringkali harus dilakukan dengan banyak iterasi
untuk bisa mencapai solusi. Jika estimasi iteratif gagal dan solusi optimum tidak
tercapai maka program komputer akan menampilkan pesan kegagalan tersebut. Namun metode ini bisa menghasilkan solusi
8
Ibid, h. 158-160.
yang tidak bisa diterima seperti heywood cases. Heywood cases adalah kasus dimana dihasilkan solusi berupa nilai yang tidak
masuk akal. Jika hal tersebut terjadi, maka langkah yang perlu dilakukan adalah mencari tahu penyebab kemunculannya atau
dengan memberi batasan varians error dengan harga positif yang dilanjutkan dengan mengulang analisis.
6 Menetapkan program aplikasi komputer yang akan digunakan.
Dalam penelitian ini program aplikasi komputer yang digunakan adalah AMOS 22 for Windows.
c. Memeriksa data. Jika metode estimasi yang digunakan adalah metode
estimasi ML Maximum Likelihood, maka data yang digunakan harus memenuhi sejumlah asumsi. Asumsi-asumsi tersebut yaitu
9
: 1
Normalitas Analisis SEM mensyaratkan data kontinu yang memenuhi
asumsi normalitas karena jika hal ini dilanggar maka signifikansi pengujian parameter yang pada umumnya menggunakan uji t
dinyatakan tidak valid. Ada dua macam asumsi normalitas yang harus dipenuhi dalam SEM, yaitu:
a Normalitas Univariat
Untuk menguji asumsi normalitas, digunakan ukuran kemencengan skewness dan kelancipan kurtosis distribusi.
9
Ibid, h. 126-135.
Untuk menguji distribusi normal suatu data yaitu dengan menghitung Z
skewness
dan Z
kurtosis
yaitu dengan persamaan :
√ √
Dimana n merupakan ukuran sampel sedangkan 6 dan 24 adalah kesalahan baku standard error dari skewness dan
kurtosis. Kedua nilai tersebut adalah nilai kritis Critical Ratio, C.R dan dibandingkan dengan tabel harga statistik distribusi
normal Z untuk taraf signifikan α sama dengan 5. Data dianggap tidak normal jika |C.R| Z
tabel
. b
Normalitas Multivariat Untuk mendeteksi normalitas multivariat, program
aplikasi SEM menggunakan koefisien kurtosis multivariat Mardia dimana dari koefisien tersebut akan dicari harga
kritisnya C.R dengan persamaan :
Jika harga absolut C.R yang dihasilkan lebih besar dari harga kritis Z untuk taraf signifikan α yang diberikan α = 5, maka
data sampel tidak memenuhi normalitas multivariat. 2
Linearitas dan Homoskedastisitas Sama halnya dengan analisis regresi, analisis SEM juga
terdapat asumsi linearitas dan homoskedastisitas. Uji linearitas dapat dilakukan dengan cara membuat plot antara dua variabel
bivariate scatterplot. Plot yang mengarah pada hubungan linear menunjukkan
bahwa asumsi
linearitas telah
terpenuhi. Pemeriksaan tehadap terpenuhinya asumsi homoskedastisitas dapat
dilakukan melalui inspeksi terhadap bivariate scatterplot. 3
Multikolinearitas Asumis multikolinearitas dalam analisis SEM dapat
dideteksi secara sederhana melalui pemeriksaan terhadap matriks korelasi bivariabel. Pendeteksian lebih tepat yaitu dengan
menggunakan korelasi berganda kuadrat squared multiple correlation, SMC, yaitu
. Sama halnya dalam analisis regresi, multikolinearitas dapat dideteksi dengan :
a Koefisien determinasi
. Jika yang dihasilkan cukup
besar dan kebanyakan variabel independen tidak signifikan, maka terjadi multikolinieritas.
b Koefisien toleransi Tolerance = 1 -
. Jika terdapat variabel independen yang mempunyai koefisien toleransi 10, maka
terjadi multikolinearitas. c
Koefisien VIF = 1Tolerance. Jika terdapat variabel independen yang mempunyai koefisien VIF10, maka terjadi
multikolinearitas. d
Indeks kondisi Condition Indices. Jika indeks kondisi yang terlalu besar dibandingkan yang lain, maka hal ini
mengindikasikan adanya multikolinearitas.
4 Outlier
Outlier adalah hasil observasi yang sangat berbeda ekstre, terhadap observasi-observasi lainnya baik secara univariat maupun
multivariat. Untuk mengetahui outlier univariat yaitu dengan melihat distribusi skor baku Zscore variabel yang bersangkutan.
Obsevasi dengan harga absolut dari nilai terstandarisirnya lebih besar dari 3 dikatakan sebagai outlier. Untuk mendeteksi outlier
multivariat yaitu dengan menggunakan statistik D yang dinyatakan dalam bentuk kuadrat
. Jika p-value dari uji statistik cukup
rendah maka observasi tersebut merupakan outlier. d.
Mengevaluasi dan Memperbaiki Model Pengukuran Untuk mengevaluasi model pengukuran maka dilakukan uji
statistik terlebih dahulu yaitu dengan menguji validitas konstruk model pengukuran. Validitas adalah derajat keabsahan instrumen dalam
mengukur konsep yang akan diukur. Setiap model pengukuran harus memenui validitas konstruk. Uji validitas konstruk ini terdiri atas :
1 Validitas Isi
Yaitu merupakan derajat yang menunjukkan bahwa instrumen pengukuran memasukkan sekumpulan item yang
memadai dan meyakinkan untuk mengungkap konstruk atau konsep.
Validitias isi
dapat ditunjukkan
dengan cara
mengungkapkan bahwa proses pengembangan instumen telah
dilakukan dengan prosedur, tahapan, metode, atau tatacara yang dapat diterima.
2 Validitas Konvergen
Validitas Konvergen terpenuhi jika terdapat interkorelasi yang cukup antar variabel-variabel indikator yang digunakan
untuk mengukur konstruk yang sama. Untuk mengukur validitas konvergen digunakan loading faktor nilai estimasi koefisien jalur
terstandarisir dan signifikansinya dalam model pengukuran yang dapat ditunjukkan melalui analisis faktor konfirmatori. Dengan
kriteria ini, minimal semua loading faktor secara statistik signifikan, dan sebagai acuan batas nilai loading minimal adalah
0,45, namun disarankan 0,70. 3
Reliabilitas Reliabilitas
adalah derajat
keandalan konsistensi
instrumen pengukuran.
10
Dalam analisis SEM, terdapat dua macam reliabilitas yang diukur, yaitu :
a Reliabilitas Indikator
Reliabilitas ini diukur dengan menghitung varians error dimana 1,00 minus error pengukuran. Semakin kecil error
pengukuran ini, maka semakin reliabel item indikator tersebut. b
Reliabilitas Konstruk
10
Ibid, h. 188.
Reliabilitas ini dilihat berdasarkan besarnya nilai CR Construct Reliability dimana batas minimal CR untuk
instrumen yang reliabel adalah 0,60, namun disarankan minimal 0,70. Acuan lain yang dijadikan batasan adalah nilai
AVE Average Variance Extracted dimana batas minimal untuk instrumen yang reliabel adalah 0,50.
4 Unidimensionalitas
Unidimensionalitas adalah derajat yang menunjukkan bahwa hanya sebuah konstruk saja yang diukur oleh sekumpulan
item ukuran indikator dan tidak ada item yang mengukur lebih dari satu faktorkonstruk. Untuk memenuhi unidimensionalitas
model pengukuran yaitu jika pada model pengukuran tersebut tidak ada indikator yang mengukur kedua konstruk secara sekaligus
cross loading. Hal ini dapat diperhatikan berdasarakan nilai loading yang diperoleh berdasarkan analisis CFA dengan metode
ekstraksi Principal Component PCA dan metode rotasi Varimax. Jika tidak ada atribut indikator yang mempunyai nilai loading
cukup sama besar untuk kedua faktor sekaligus, maka unidimensionalitas model pengukuran telah terpenuhi.
5 Validitas Diskriminan
Validitas diskriminan terpenuhi ketika sekumpulan indikator yang mengukur sebuah konstruk mampu membedakan
dirinya dari sekumpulan indikator lain yang mengukur konstruk
lainnya. Validitas
diskriminan dapat
diukur dengan
membandingkan nilai AVE konstruk yang akan diuji dengan estimasi korelasi kuadrat antar konstruk tersebut terhadap konstruk
lainnya. Jika AVE lebih besar daripada korelasi kuadrat antar konstruk, maka validitas diskriminan telah terpenuhi.
2. Pengembangan dan Analisis Model Struktural
Setelah mendapatkan model pengukuran yang valid dan established, maka perlu adanya pengembangan dan analisis model
struktural. Pada tahapan ini terdapat 2 tahapan lanjutan, yaitu : a.
Menetapkan Model Struktural Yaitu membuat relasi dependensi dari sebuah konstruk ke
konstruk yang lain. Pada tahap ini diagram jalur disajikan berupa model lengkap full model.
b. Mengevaluasi Model Struktural
Setelah model struktural lengkap ditetapkan, tahap selanjutnya adalah mengevaluasi model yang bertujuan untuk menguji apakah
sebuah model akan diterima atau ditolak. Uji untuk menilai fit model yaitu menggunakan ukuranindeks fit goodness of fit. Ukuran atau
indeks fit dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu
11
: 1
Ukuran Fit Absolut Absolute Fit Ukuran ini digunakan untuk menentukan seberapa baik
model yang dibangun fit dengan data sampel. Beberapa indeks fit
11
Ibid, h. 162-179.
yang termasuk ke dalam kelompok ini dan umum dijadikan sebagai indeks fit absolut dalam penelitian adalah :
a Statistik �
2
Model yang diuji, dipandang baik atau memuaskan jika nilai chi-square
�
2
nya rendah. Nilai �
2
berkisar dari 0 hingga tak terhingga. Semakin kecil statistik chi-square, maka
semakin fit model tersebut dan dapat diterima berdasarkan probabilitas nilai p-value yang besar, yaitu p0,05.
b Goodness of Fit Indices GFI
GFI adalah ukuran fit model yang menjelaskan jumlah varians dan kovarians dalam matriks kovarians sampel yang
diprediksi oleh matriks kovarians hasil estimasi. Nilai GFI berkisar dari 0 hingga 1. Model dengan nilai GFI yang semakin
mendekati 0 berarti model tersebut semakin tidak fit, sedangkan semakin mendekati 1 semakin fit. Namun nilai GFI
yang disarankan untuk model yang fit adalah ≥ 0,90. c
Adjusted Goodness of Fit Index AGFI AGFI merupakan indeks fit GFI yang derajat bebasnya
disesuaikan adjusted terhadap banyaknya variabel. Nilai AGFI berkisar dari 0 hingga 1. Namun pada kenyaraannya bisa
saja di luar jangkauan tersebut. Nilai AGFI yang disarankan untuk dijadikan acuan untuk model yang fit adalah ≥ 0,90.
d Root Mean Square Error of Approximation RMSEA
Indeks fit RMSEA ditujukan untuk memperbaiki indeks fit statistik chi-square yang cenderung menolak model yang
mempunyai variabel observed yang banyak dan ukuran sampel yang besar. Model yang fitnya bagus mempunyai RMSEA ≤
0,05 dan model yang tidak fit mempunyai RMSEA ≥ 0,10. Selain batasan tersebut, indikator lain yang juga digunakan
dalam RMSEA adalah nilai p-value. Jika p-value yang dihas
ilkan cukup kecil, yaitu lebih kecil dari taraf signifikan α = 0,05 , maka model tersebut tidak fit.
2 Ukuran Fit Incremental Incremental Fit
Ukuran ini merupakan indeks-indeks fit yang menilai peningkatan relatif fit model yang diajukan peneliti model
hipotes bilamana dibandingkan dengan beberapa model dasar alternatif. Beberapa indeks fit yang termasuk dalam kelompok
ukuran fit ini adalah : a
Relative Fit Index RFI RFI merupakan indkes pengembangan dari NFI
Normed Fit Index, yaitu dengan menyertakan derajat bebas untuk mengoreksi indeks fit dalam hal kompleksitas model.
Nilai indeks fit RFI berkisar dari 0 tidak fit hingga 1 fit sempurna. Batas nilai indeks yang biasa digunakan untuk
model yang fit adalah ≥ 0,90. b
Tucker-Lewis Index TLI
TLI yang juga dikenal sebagai NNFI Non Normed Fit Index digunakan untuk secara matematis membandingkan
model hipotesis yang diajukan dengan model nol. Batas nilai indeks yang digunakan untuk model yang fit adalah ≥ 0,90.
c Comparative Fit Index CFI
Indeks ini merupakan indeks fit perbaikan dari NFI Normed Fit Indeks. Nilai indeks CFI berkisar dari 0 tidak fit
hingga 1 fit sempurna. Batas nilai indeks yang digunakan untuk model yang fit adalah ≥ 0,90.
d Incremental Fit Index IFI
Indeks ini meripakan indeks perbaikan dari NFI, yaitu mempertimbangkan
kompleksitas model
dengan car
menyertakan derajat bebas model dalam perhitungan. Nilai indeks fit IFI berkisar dari 0 tidak fit hingga 1 fit sempurna.
Batas nilai indeks yang digunakan untuk model yang fit adalah ≥ 0,90.
3 Ukuran Fit Parsimoni Parsimonious Fit
Ukuran fit parsimoni adalah ukuran yang digunakan untuk menunjukkan model yang terbaik di antara model-model yang ada
berdasarkan fit yang dihasilkan bilamana dibandingkan dengan kompleksitasnya. Beberapa indeks yang termasuk kelompok ini
yaitu :
a Parsimonious Comparative Fit Index PCFI
PCFI merupakan indeks fit CFI yang disesuaikan terhadap derajat bebas model. Nilai indeks ini berkisar dari 0
tidak fit hingga nilai positif semakin besar semakin fit. Untuk menilainya harus dibandingkan dengan fit model
alternatifnya. b
Parsimonious Normed Fit Index PNFI PNFI merupakan indeks NFI yang disesuaikan terhadap
derajat bebas model. Nilai indeks ini berkisar dari 0 tidak fit hingga nilai positif semakin besar semakin fit. Untuk
menilainya harus dibandingkan dengan fit model alternatifnya. Tabel 3.3 Indeks Fit Model dan Nilai Batas Penerimaannya
Indeks Fit Batas Penerimaan
Absolute Fit �
2
0 = fit sempurna; semakin besar semakin tidak fit GFI
0 = tidak fit; 1 = fit sempurna; ≥ 0,90 = fit AGFI
0 = tidak fit; 1 = fit sempurna; ≥ 0,90 = fit RMSEA
≤ 0,05 = fit; 0,10 = tidak fit Incremental Fit
RFI 0 = tidak fit; 1 = fit sempurna; ≥ 0,90 = fit
TLI 0 = tidak fit; 1 = fit
sempurna; ≥ 0,90 = fit CFI
0 = tidak fit; 1 = fit sempurna; ≥ 0,90 = fit
IFI 0 = tidak fit; 1 = fit sempurna; ≥ 0,90 = fit
Parsimonious Fit PCFI
Bandingkan dengan model alternatifnya, 0 = tidak fit; semakin besar semakin fit
PNFI Bandingkan dengan model alternatifnya, 0 = tidak fit;
semakin besar semakin fit Sumber : Usman Dachan 2014
c. Uji Hipotesis Relasi Struktural
Uji ini merupakan tahap terakhir dari analisis SEM. Uji hipotesis ini dilakukan dengan menguji signifikansi estimasi parameter
model struktural, yaitu koefisien gamma adalah loading struktural dari konstruk eksogenus ke konstruk endogenus dan koefisien
beta adalah loading struktural dari konstruk endogenus ke konstruk
endogenus lainnya. Dalam program AMOS, estimasi loading struktural ini dinyatakan sebagai nilai estimasi Regression Weight
tidak terstandarisir. Untuk uji signifikansi parameter ini perhatian difokuskan pada
nilai Critical Ratio C.R beserta p-value nya dari loading struktural tersebut. Jika p-value
yang dihasilkan lebih kecil dari taraf signifikan α 5 atau 1 maka asumsi yang menyatakan loading struktural
bernilai 0 ditolak. Artinya konstruk independen mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap konstruk endogenus. Pengujian hipotesis juga
dapat dilakukan menggunakan nilai critical ratio C.R. Jika |C.R|
1,96 untuk α = 5 atau |C.R| 2,58 untuk α = 1, maka hipotesis yang menyatakan loading struktural bernilai 0 ditolak.
Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua
karakter penerimaan dan penolakan hipotesis. Kedua karakter tersebut yaitu :
1. Dengan membandingkan nilai C.R Critical Ratio yang dihasilkan
dengan t
tabel
dengan taraf signifikan α=5 dan didapat t
tabel
sebesar 1,96. Jika |C.R.| 1,96, maka H
diterima dan Ha ditolak. 2.
Dengan membandingkan P-value yang dihasilkan dengan taraf signifikan yang digunakan yaitu α=5 0,05. Jika P-value 0,05
maka H diterima dan Ha ditolak.
70
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Sejarah BNI Syariah
Tempaan krisis moneter tahun 1997 telah memberikan bukti yang kuat bahwa sistem syariah mampu bertahan dari kondisi tersebut. Berlandaskan
pada Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, pada tanggal 29 April 2000 PT Bank Negara Indonesia Persero telah resmi mendirikan Unit Usaha Syariah
UUS dengan 5 kantor cabang di Yogyakarta, Malang, Pekalongan, Jepara, dan Banjarmasin dan kemudian berkembang menjadi 28 Kantor Cabang dan
31 Kantor Cabang Pembantu. Sesuai dengan Corporate Plan UUS BNI tahun 2000, pada 19 Juni 2010 PT Bank Negara Indonesia Persero Tbk melakukan
spin off atas UUS BNI dan meresmikan PT Bank BNI Syariah sebagai Bank Umum Syariah BUS berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Bank No.
1241KEP.GBI2010. Realisasi tersebut tidak terlepas dari faktor eksternal yang berupa aspek regulasi yang kondusif yaitu dengan diterbitkannya UU
No. 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara SBSN dan UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Selain itu, komitmen
pemerintah terhadap pengembangan perbankan syariah semakin kuat dan kesadaran terhadap keunggulan produk perbankan syariah juga semakin kuat.
1
1
Laporan Tahunan Annual Report PT Bank BNI Syariah tahun 2013, h. 31.
Hingga Juni 2014 jumlah cabang BNI Syariah telah mencapai 65 Kantor Cabang, 161 Kantor Cabang Pembantu, 17 Kantor Kas, 22 Mobil
Layanan Gerak, dan 20 Payment Point. Selain itu nasabah juga dapat menikmati layanan syariah di Kantor Cabang BNI Konvensional office
channelling dengan lebih kurang 1.500 outlet yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Di dalam pelaksanaan operasional perbankan, BNI Syariah
senantiasa memperhatikan kepatuhan terhadap aspek syariah dengan memastikan bahwa semua produk BNI Syariah telah melalui pengujian dari
Dewan Pengawas Syariah yang saat ini diketuai oleh KH. Ma’ruf Amin.
2
2. Visi dan Misi
Visi
“Menjadi bank syariah pilihan masyarakat yang unggul dalam layanan dan kinerja”.
Misi
a. Memberikan kontribusi positif kepada masyarakat dan peduli pada
kelestarian lingkungan. b.
Memberikan solusi bagi masyarakat untuk kebutuhan jasa perbankan syariah.
c. Memberikan nilai investasi yang optimal bagi investor.
2
www.bnisyariah.co.idsejarah-bni-syariah , diakses pada hari tanggal 6 Desember 2014,
jam 21.29 WIB.
d. Menciptakan wahana terbaik sebagai tempat kebanggaan untuk berkarya
dan berprestasi bagi pegawai sebagai perwujudan ibadah. e.
Menjadi acuan tata kelola perusahaan yang amanah.
3. Struktur Organisasi
Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT Bank BNI Syariah
Dewan Komisaris
Direktur Utama
DPS
Direktur Bisnis
Dir. Risiko Kepatuhan
Dir. Keuangan Operasional
Div. Enterprise Risk Management
Div. Product Management
Div. Hukum, Kepatuhan
Kesekretariatan Satuan Kerja
Kepatuhan
Div. Pengendalian Keuangan
Div. Teknologi Informasi
Div. Komunikasi Jaringan
Logistik
Div. Bisnis Risk
Div. Operasional
Pengawas Intern
Div. Human Capital
Div.Perencanaan Strategis
Div. Usaha Menengah
Div. Recovery Remedial
Div. Bisnis Ritel
Div. Tresuri Internasional
Div. Bisnis Kartu
Div. Bisnis Mikro
Cabang Mikro
Cabang