mengukur apa yang hendak diukur, bila perlu item yang demikian di drop dan sebaliknya.
6. Selanjutnya  apabila  dari  hasil  CFA  terdapat  item  yang  koefisien  muatan
faktornya  negatif,  maka  item  tersebut  harus  di  drop.  Sebab  hal  ini  tidak sesuai dengan sifat item, yang bersifat positif favorable.
Adapun  pengujian  analisis  CFA  seperti  ini  dilakukan  dengan  bantuan softwre LISREL 8.70.
I. Metode Analisis Data
Metode  analisis  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  adalah  dengan menggunakan  Metode  Structural  Equation  Modeling  SEM.  Byrne  2001
menyebutkan  bahwa  SEM  merupakan  sebuah  metodologi  statistika  yang menggunakan
pendekatan kofirmatori
pengujian hipotesis
untuk menganalisis  teori  struktural.  SEM  terdiri  dari  2  aspek,  yaitu  sekumpulan
persamaan  struktural  sebagaimana  regresi  dan  relasi  struktural  yang dimodelkan  dengan  diagram  skematik  pictorial  diagram  atau  diagram  jalur
path  diagram  untuk  memudahkan  konseptualisasi.
7
Dalam  membuat permodelan SEM perlu dilakukan langkah-langkah berikut ini :
1.
Pengembangan dan Analisis Model Pengukuran
Langkah  awal  dalam  analisis  SEM  adalah  memastikan  bahwa model  pengukuran  lengkap  melibatkan  seluruh  konstruk  yang  terlibat
dalam penelitian merupakan model yang bisa diterima. Evaluasi terhadap
7
Usman Dachlan, Panduan Lengkap Structural Equation Modeling – Tingkat Dasar –, h.
203-216.
model  pengukuran  dilakukan  dengan  menggunakan  analisis  faktor konfirmatori  CFA,  sehingga  model  pengukuran  seringkali  juga  disebut
sebagai  model  konfirmatori.  Evaluasi  terhadap  model  pengukuran dilakukan berdasarkan beberapa tahapan, yaitu :
a. Menetapkan Model Pengukuran Awal
Dalam  tahapan  ini  yang  harus  dilakukan  adalah  mengevaluasi validitas  model,  dan  mungkin  harus  diperbaiki  terlebih  dahulu
sehingga  dapat  menjadi  model  pengukuran  yang  baik  established. Untuk  menetapkan  model  pengukuran  awal,  tahapan  yang  dilakukan
adalah sebagai berikut : 1
Mengidentifikasi  setiap  konstruk  laten  yang  akan  dimasukkan  ke dalam model penelitian baik  sebagai  variabel  independen maupun
dependen, dan sekaligus membuat definisi konsep yang baik untuk setiap konstruk tersebut berdasarkan teori.
2 Membuat  operasionalisasi  konstruk  yaitu  dengan  menghadirkan
indikator-indikatoratributukuran  untuk  masing-masing  konstruk yang telah teridentifikasi melalui tahap 1.
3 Menentukan model pengukuran yaitu dengan cara menghubungkan
setiap  konstruk  yang  dilibatkan  dalam  model  dengan  masing- masing indikatornya.
b. Merancang Studi Empiris
Setelah  tahapan  awal  telah  ditentukan,  selanjutnya  studi empiris  perlu  dirancang  untuk  keperluan  estimasi  parameter,  baik
model  pengukuran  maupun  struktural.  Perancangan  ini  meliputi  6 tahap, yaitu :
1 Menetapkan tipe matriks sebagai input analisis.
2 Menetapkan ukuran sampel. Kebanyakan analisis SEM tidak baik
bila digunakan untuk sampel berukuran kurang dari 100. Hair, dkk 2006  mengemukakan  bahwa  jika  model  yang  mengandung  5
buah konstruk atau kurang dimana masong-masing konstruk diukur dengan  lebih  dari  3  item  indikator  yang  mempunyai  komunalitas
cukup besar 0,6 atau lebih, maka ukuran sampel yang diperlukan cukup antara 100 hingga 150.
3 Menetapkan perlakuan terhadap data yang tidak lengkap missing
data.  Jika  data  yang  didapat  mengandung  missing  value,  maka akan  berpotensi  memunculkan  hasil  analisis  yang  bias.  Data  yang
tidak lengkap dapat ditangani dengan menggunakan dua cara, yaitu dengan
penghapusan deletion
atau penggantian
replacementimputasi. 4
Menetapkan  struktur  model.  Struktur  model  meliputi  relasi  antar variabel  sesuai  teori  yang  mendasarinya  beserta  parameter-
parameter  yang  terdapat  pada  model.  Pada  tahap  ini,  model  yang telah  dibangun  secara  teoritis  dikomunikasikan  ke  dalam  program
dengan  membuat  diagram  jalur  sebagai  gambaran  relasi  antar variabel  dan  juga  menentukan  parameter-parameter  mana  yang
akan  diestimasi.  Penetapan  struktur  model  seringkali  juga
berhubungan  dengan  notasi  dan  simbol  masing-masing  variabel yang  digunakan  untuk  menggambarkan  model  dalam  bentuk
diagram jalur. 5
Menetapkan teknik estimasi. Teknik estimasi yang biasa digunakan dalam  analisis  SEM  adalah  metode  estimasi  kemungkinan
maksimum  atau  Maximum  Likelihood  ML.  Metode  estimasi  ini mengasumsikan bahwa
8
: a
Ukuran sampel besar asimtotis b
Variabel-variabel  observed  memenuhi  distribusi  normal multivariat.
c Model yang dihipotesiskan valid.
d Data pada variabel-variabel observed berskala kontinu.
Kebanyakan  bentuk  estimasi  ML  dalam  SEM  bersifat simultan,  artinya  estimasi  semua  parameter  model  dilakukan
dengan  sekali  perhitungan  secara  sekaligus.  Hal  inilah  yang menyebabkan  ML  disebut  sebagai  metode  informasi  penuh  full
information  method.  Metode  estimasi  ML  pada  umumnya  cukup rumit  karena  seringkali  harus  dilakukan  dengan  banyak  iterasi
untuk bisa mencapai solusi. Jika  estimasi  iteratif  gagal  dan  solusi  optimum  tidak
tercapai  maka  program  komputer  akan  menampilkan  pesan kegagalan  tersebut.  Namun  metode  ini  bisa  menghasilkan  solusi
8
Ibid, h. 158-160.
yang  tidak  bisa  diterima  seperti  heywood  cases.  Heywood  cases adalah  kasus  dimana  dihasilkan  solusi  berupa  nilai  yang  tidak
masuk  akal.  Jika  hal  tersebut  terjadi,  maka  langkah  yang  perlu dilakukan  adalah  mencari  tahu  penyebab  kemunculannya  atau
dengan  memberi  batasan  varians  error  dengan  harga  positif  yang dilanjutkan dengan mengulang analisis.
6 Menetapkan  program  aplikasi  komputer  yang  akan  digunakan.
Dalam  penelitian  ini  program  aplikasi  komputer  yang  digunakan adalah AMOS 22 for Windows.
c. Memeriksa data. Jika metode estimasi yang digunakan adalah metode
estimasi ML Maximum Likelihood, maka data yang digunakan harus memenuhi sejumlah asumsi. Asumsi-asumsi tersebut yaitu
9
: 1
Normalitas Analisis  SEM  mensyaratkan  data  kontinu  yang  memenuhi
asumsi  normalitas  karena  jika  hal  ini  dilanggar  maka  signifikansi pengujian  parameter  yang  pada  umumnya  menggunakan  uji  t
dinyatakan  tidak  valid.  Ada  dua  macam  asumsi  normalitas  yang harus dipenuhi dalam SEM, yaitu:
a Normalitas Univariat
Untuk  menguji  asumsi  normalitas,  digunakan  ukuran kemencengan  skewness  dan  kelancipan  kurtosis  distribusi.
9
Ibid, h. 126-135.
Untuk  menguji  distribusi  normal  suatu  data  yaitu  dengan menghitung Z
skewness
dan Z
kurtosis
yaitu dengan persamaan :
√ √
Dimana  n  merupakan  ukuran  sampel  sedangkan  6  dan  24 adalah  kesalahan  baku  standard  error  dari  skewness  dan
kurtosis. Kedua nilai tersebut adalah nilai kritis Critical Ratio, C.R  dan  dibandingkan  dengan  tabel  harga  statistik  distribusi
normal  Z  untuk  taraf  signifikan  α  sama  dengan  5.  Data dianggap tidak normal jika |C.R|  Z
tabel
. b
Normalitas Multivariat Untuk  mendeteksi  normalitas  multivariat,  program
aplikasi  SEM  menggunakan  koefisien  kurtosis  multivariat Mardia  dimana  dari  koefisien  tersebut  akan  dicari  harga
kritisnya C.R dengan persamaan :
Jika  harga  absolut  C.R  yang  dihasilkan  lebih  besar  dari  harga kritis Z untuk taraf signifikan α yang diberikan α = 5, maka
data sampel tidak memenuhi normalitas multivariat. 2
Linearitas dan Homoskedastisitas Sama  halnya  dengan  analisis  regresi,  analisis  SEM  juga
terdapat  asumsi  linearitas  dan  homoskedastisitas.  Uji  linearitas dapat  dilakukan  dengan  cara  membuat  plot  antara  dua  variabel
bivariate  scatterplot.  Plot  yang  mengarah  pada  hubungan  linear menunjukkan
bahwa asumsi
linearitas telah
terpenuhi. Pemeriksaan tehadap terpenuhinya asumsi homoskedastisitas dapat
dilakukan melalui inspeksi terhadap bivariate scatterplot. 3
Multikolinearitas Asumis  multikolinearitas  dalam  analisis  SEM  dapat
dideteksi  secara  sederhana  melalui  pemeriksaan  terhadap  matriks korelasi  bivariabel.  Pendeteksian  lebih  tepat  yaitu  dengan
menggunakan  korelasi  berganda  kuadrat  squared  multiple correlation,  SMC,  yaitu
.  Sama  halnya  dalam  analisis  regresi, multikolinearitas dapat dideteksi dengan :
a Koefisien  determinasi
.  Jika yang  dihasilkan  cukup
besar  dan  kebanyakan  variabel  independen  tidak  signifikan, maka terjadi multikolinieritas.
b Koefisien toleransi Tolerance = 1 -
. Jika terdapat variabel independen  yang  mempunyai  koefisien  toleransi    10,  maka
terjadi multikolinearitas. c
Koefisien  VIF  =  1Tolerance.  Jika  terdapat  variabel independen  yang  mempunyai  koefisien  VIF10,  maka  terjadi
multikolinearitas. d
Indeks  kondisi  Condition  Indices.  Jika  indeks  kondisi  yang terlalu  besar  dibandingkan  yang  lain,  maka  hal  ini
mengindikasikan adanya multikolinearitas.
4 Outlier
Outlier adalah hasil observasi yang sangat berbeda ekstre, terhadap observasi-observasi lainnya baik secara univariat maupun
multivariat.  Untuk  mengetahui  outlier  univariat  yaitu  dengan melihat  distribusi  skor  baku  Zscore  variabel  yang  bersangkutan.
Obsevasi  dengan  harga  absolut  dari  nilai  terstandarisirnya  lebih besar  dari  3  dikatakan  sebagai  outlier.  Untuk  mendeteksi  outlier
multivariat yaitu dengan menggunakan statistik D yang dinyatakan dalam bentuk kuadrat
. Jika p-value dari uji statistik cukup
rendah maka observasi tersebut merupakan outlier. d.
Mengevaluasi dan Memperbaiki Model Pengukuran Untuk  mengevaluasi  model  pengukuran  maka  dilakukan  uji
statistik terlebih dahulu yaitu dengan menguji validitas konstruk model pengukuran.  Validitas  adalah  derajat  keabsahan  instrumen  dalam
mengukur  konsep  yang  akan  diukur.  Setiap  model  pengukuran  harus memenui validitas konstruk. Uji  validitas konstruk ini terdiri atas :
1 Validitas Isi
Yaitu  merupakan  derajat  yang  menunjukkan  bahwa instrumen  pengukuran  memasukkan  sekumpulan  item  yang
memadai  dan  meyakinkan  untuk  mengungkap  konstruk  atau konsep.
Validitias isi
dapat ditunjukkan
dengan cara
mengungkapkan  bahwa  proses  pengembangan  instumen  telah
dilakukan  dengan  prosedur,  tahapan,  metode,  atau  tatacara  yang dapat diterima.
2 Validitas Konvergen
Validitas  Konvergen  terpenuhi  jika  terdapat  interkorelasi yang  cukup  antar  variabel-variabel  indikator  yang  digunakan
untuk  mengukur  konstruk  yang  sama.  Untuk  mengukur  validitas konvergen digunakan loading faktor nilai estimasi koefisien jalur
terstandarisir  dan  signifikansinya  dalam  model  pengukuran  yang dapat  ditunjukkan  melalui  analisis  faktor  konfirmatori.  Dengan
kriteria  ini,  minimal  semua  loading  faktor  secara  statistik signifikan,  dan  sebagai  acuan  batas  nilai  loading  minimal  adalah
0,45, namun disarankan 0,70. 3
Reliabilitas Reliabilitas
adalah derajat
keandalan konsistensi
instrumen pengukuran.
10
Dalam analisis SEM, terdapat dua macam reliabilitas yang diukur, yaitu :
a Reliabilitas Indikator
Reliabilitas  ini  diukur  dengan  menghitung  varians  error dimana  1,00  minus  error  pengukuran.  Semakin  kecil  error
pengukuran ini, maka semakin reliabel item indikator tersebut. b
Reliabilitas Konstruk
10
Ibid, h. 188.
Reliabilitas  ini  dilihat  berdasarkan  besarnya  nilai  CR Construct  Reliability  dimana  batas  minimal  CR  untuk
instrumen  yang  reliabel  adalah  0,60,  namun  disarankan minimal  0,70.  Acuan  lain  yang  dijadikan  batasan  adalah  nilai
AVE  Average  Variance  Extracted  dimana  batas  minimal untuk instrumen yang reliabel adalah 0,50.
4 Unidimensionalitas
Unidimensionalitas  adalah  derajat  yang  menunjukkan bahwa  hanya  sebuah  konstruk  saja  yang  diukur  oleh  sekumpulan
item  ukuran  indikator  dan  tidak  ada  item  yang  mengukur  lebih dari  satu  faktorkonstruk.  Untuk  memenuhi  unidimensionalitas
model pengukuran yaitu jika pada model pengukuran tersebut tidak ada  indikator  yang  mengukur  kedua  konstruk  secara  sekaligus
cross  loading.  Hal  ini  dapat  diperhatikan  berdasarakan  nilai loading  yang  diperoleh  berdasarkan  analisis  CFA  dengan  metode
ekstraksi Principal Component PCA dan metode rotasi Varimax. Jika  tidak  ada  atribut  indikator  yang  mempunyai  nilai  loading
cukup  sama  besar  untuk  kedua  faktor  sekaligus,  maka unidimensionalitas model pengukuran telah terpenuhi.
5 Validitas Diskriminan
Validitas  diskriminan  terpenuhi  ketika  sekumpulan indikator  yang  mengukur  sebuah  konstruk  mampu  membedakan
dirinya  dari  sekumpulan  indikator  lain  yang  mengukur  konstruk
lainnya. Validitas
diskriminan dapat
diukur dengan
membandingkan  nilai  AVE  konstruk  yang  akan  diuji  dengan estimasi korelasi kuadrat antar konstruk tersebut terhadap konstruk
lainnya.  Jika  AVE  lebih  besar  daripada  korelasi  kuadrat  antar konstruk, maka validitas diskriminan telah terpenuhi.
2. Pengembangan dan Analisis Model Struktural
Setelah  mendapatkan  model  pengukuran  yang  valid  dan established,  maka  perlu  adanya  pengembangan  dan  analisis  model
struktural. Pada tahapan ini terdapat 2 tahapan lanjutan, yaitu : a.
Menetapkan Model Struktural Yaitu  membuat  relasi  dependensi  dari  sebuah  konstruk  ke
konstruk  yang  lain.  Pada  tahap  ini  diagram  jalur  disajikan  berupa model lengkap full model.
b. Mengevaluasi Model Struktural
Setelah model struktural lengkap ditetapkan, tahap selanjutnya adalah  mengevaluasi  model  yang  bertujuan  untuk  menguji  apakah
sebuah  model  akan diterima atau ditolak. Uji  untuk menilai fit model yaitu  menggunakan  ukuranindeks  fit  goodness  of  fit.  Ukuran  atau
indeks fit dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu
11
: 1
Ukuran Fit Absolut Absolute Fit Ukuran  ini  digunakan  untuk  menentukan  seberapa  baik
model  yang dibangun fit dengan data sampel.  Beberapa indeks  fit
11
Ibid, h. 162-179.
yang termasuk ke dalam kelompok ini dan umum dijadikan sebagai indeks fit absolut dalam penelitian adalah :
a Statistik �
2
Model  yang  diuji,  dipandang  baik  atau  memuaskan  jika nilai chi-square
�
2
nya rendah. Nilai �
2
berkisar dari 0 hingga tak  terhingga.  Semakin  kecil  statistik  chi-square,  maka
semakin  fit  model  tersebut  dan  dapat  diterima  berdasarkan probabilitas nilai p-value yang besar, yaitu p0,05.
b Goodness of Fit Indices GFI
GFI  adalah  ukuran  fit  model  yang  menjelaskan  jumlah varians  dan  kovarians  dalam  matriks  kovarians  sampel  yang
diprediksi  oleh  matriks  kovarians  hasil  estimasi.  Nilai  GFI berkisar dari 0 hingga 1. Model dengan nilai GFI yang semakin
mendekati  0  berarti  model  tersebut  semakin  tidak  fit, sedangkan semakin mendekati 1 semakin fit. Namun nilai GFI
yang disarankan untuk model yang fit adalah ≥ 0,90. c
Adjusted Goodness of Fit Index AGFI AGFI  merupakan  indeks  fit  GFI  yang  derajat  bebasnya
disesuaikan  adjusted  terhadap  banyaknya  variabel.  Nilai AGFI berkisar dari 0 hingga 1. Namun pada kenyaraannya bisa
saja  di  luar  jangkauan  tersebut.  Nilai  AGFI  yang  disarankan untuk dijadikan acuan untuk model yang fit adalah ≥ 0,90.
d Root Mean Square Error of Approximation RMSEA
Indeks fit RMSEA ditujukan untuk memperbaiki indeks fit  statistik  chi-square  yang  cenderung  menolak  model  yang
mempunyai variabel observed yang banyak dan ukuran sampel yang  besar.  Model  yang  fitnya  bagus  mempunyai  RMSEA  ≤
0,05  dan  model  yang  tidak  fit  mempunyai  RMSEA  ≥  0,10. Selain  batasan  tersebut,  indikator  lain  yang  juga  digunakan
dalam  RMSEA  adalah  nilai  p-value.  Jika  p-value  yang dihas
ilkan cukup kecil, yaitu lebih kecil dari taraf signifikan α = 0,05 , maka model tersebut tidak fit.
2 Ukuran Fit Incremental Incremental Fit
Ukuran  ini  merupakan  indeks-indeks  fit  yang  menilai peningkatan  relatif  fit  model  yang  diajukan  peneliti  model
hipotes  bilamana  dibandingkan  dengan  beberapa  model  dasar alternatif.  Beberapa  indeks  fit  yang  termasuk  dalam  kelompok
ukuran fit ini adalah : a
Relative Fit Index RFI RFI  merupakan  indkes  pengembangan  dari  NFI
Normed  Fit  Index,  yaitu  dengan  menyertakan  derajat  bebas untuk  mengoreksi  indeks  fit  dalam  hal  kompleksitas  model.
Nilai  indeks  fit  RFI  berkisar  dari  0  tidak  fit  hingga  1  fit sempurna.  Batas  nilai  indeks  yang  biasa  digunakan  untuk
model yang fit adalah ≥ 0,90. b
Tucker-Lewis Index TLI
TLI  yang juga dikenal sebagai  NNFI Non Normed Fit Index  digunakan  untuk  secara  matematis  membandingkan
model  hipotesis  yang  diajukan  dengan  model  nol.  Batas  nilai indeks yang digunakan untuk model yang fit adalah ≥ 0,90.
c Comparative Fit Index CFI
Indeks  ini  merupakan  indeks  fit  perbaikan  dari  NFI Normed Fit Indeks. Nilai indeks CFI berkisar dari 0 tidak fit
hingga  1  fit  sempurna.  Batas  nilai  indeks  yang  digunakan untuk model yang fit adalah ≥ 0,90.
d Incremental Fit Index IFI
Indeks  ini  meripakan  indeks  perbaikan  dari  NFI,  yaitu mempertimbangkan
kompleksitas model
dengan car
menyertakan  derajat  bebas  model  dalam  perhitungan.  Nilai indeks fit IFI berkisar dari 0 tidak fit hingga 1 fit sempurna.
Batas nilai indeks yang digunakan untuk model yang fit adalah ≥ 0,90.
3 Ukuran Fit Parsimoni Parsimonious Fit
Ukuran fit parsimoni adalah ukuran  yang digunakan untuk menunjukkan model yang terbaik di antara model-model yang ada
berdasarkan  fit  yang  dihasilkan  bilamana  dibandingkan  dengan kompleksitasnya.  Beberapa  indeks  yang  termasuk  kelompok  ini
yaitu :
a Parsimonious Comparative Fit Index PCFI
PCFI  merupakan  indeks  fit  CFI  yang  disesuaikan terhadap  derajat  bebas  model.  Nilai  indeks  ini  berkisar  dari  0
tidak  fit  hingga  nilai  positif  semakin  besar  semakin  fit. Untuk  menilainya  harus  dibandingkan  dengan  fit  model
alternatifnya. b
Parsimonious Normed Fit Index PNFI PNFI merupakan indeks NFI yang disesuaikan terhadap
derajat bebas model. Nilai indeks ini berkisar dari 0 tidak fit hingga  nilai  positif  semakin  besar  semakin  fit.  Untuk
menilainya harus dibandingkan dengan fit model alternatifnya. Tabel 3.3 Indeks Fit Model dan Nilai Batas Penerimaannya
Indeks Fit Batas Penerimaan
Absolute Fit �
2
0 = fit sempurna; semakin besar semakin tidak fit GFI
0 = tidak fit; 1 = fit sempurna; ≥ 0,90 = fit AGFI
0 = tidak fit; 1 = fit sempurna; ≥ 0,90 = fit RMSEA
≤ 0,05 = fit;  0,10 = tidak fit Incremental Fit
RFI 0 = tidak fit; 1 = fit sempurna; ≥ 0,90 = fit
TLI 0 = tidak fit; 1 = fit
sempurna; ≥ 0,90 = fit CFI
0 = tidak fit; 1 = fit sempurna; ≥ 0,90 = fit
IFI 0 = tidak fit; 1 = fit sempurna; ≥ 0,90 = fit
Parsimonious Fit PCFI
Bandingkan  dengan  model  alternatifnya,  0  =  tidak  fit; semakin besar semakin fit
PNFI Bandingkan  dengan  model  alternatifnya,  0  =  tidak  fit;
semakin besar semakin fit Sumber : Usman Dachan 2014
c. Uji Hipotesis Relasi Struktural
Uji  ini  merupakan  tahap  terakhir  dari  analisis  SEM.  Uji hipotesis ini dilakukan dengan menguji signifikansi estimasi parameter
model  struktural,  yaitu  koefisien    gamma  adalah  loading  struktural dari konstruk eksogenus ke konstruk endogenus dan koefisien
beta adalah  loading  struktural  dari  konstruk  endogenus  ke  konstruk
endogenus  lainnya.  Dalam  program  AMOS,  estimasi  loading struktural  ini  dinyatakan  sebagai  nilai  estimasi  Regression  Weight
tidak terstandarisir. Untuk uji signifikansi parameter ini perhatian difokuskan pada
nilai  Critical  Ratio  C.R  beserta  p-value  nya  dari  loading  struktural tersebut. Jika p-value
yang dihasilkan lebih kecil dari taraf signifikan α 5  atau  1  maka  asumsi  yang  menyatakan  loading  struktural
bernilai  0 ditolak. Artinya konstruk independen  mempunyai  pengaruh yang signifikan terhadap konstruk endogenus. Pengujian hipotesis juga
dapat  dilakukan  menggunakan  nilai  critical  ratio  C.R.  Jika  |C.R|
1,96 untuk α = 5 atau |C.R|  2,58 untuk α = 1, maka hipotesis yang menyatakan loading struktural bernilai 0 ditolak.
Dengan  demikian  maka  dapat  disimpulkan  bahwa  untuk menguji  hipotesis  dalam  penelitian  ini  peneliti  menggunakan  dua
karakter penerimaan dan penolakan hipotesis. Kedua karakter tersebut yaitu :
1. Dengan membandingkan nilai C.R Critical Ratio yang dihasilkan
dengan t
tabel
dengan taraf signifikan α=5 dan didapat t
tabel
sebesar 1,96. Jika |C.R.|  1,96, maka H
diterima dan Ha ditolak. 2.
Dengan  membandingkan  P-value  yang  dihasilkan  dengan  taraf signifikan yang digunakan yaitu α=5 0,05. Jika P-value  0,05
maka H diterima dan Ha ditolak.
70
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Sejarah BNI Syariah
Tempaan krisis moneter tahun 1997 telah memberikan bukti yang kuat bahwa  sistem  syariah  mampu  bertahan  dari  kondisi  tersebut.  Berlandaskan
pada  Undang-Undang  No.  10  Tahun  1998,  pada  tanggal  29  April  2000  PT Bank Negara Indonesia Persero telah resmi mendirikan Unit Usaha Syariah
UUS  dengan  5  kantor  cabang  di  Yogyakarta,  Malang,  Pekalongan,  Jepara, dan  Banjarmasin  dan  kemudian  berkembang  menjadi  28  Kantor  Cabang  dan
31 Kantor Cabang Pembantu. Sesuai dengan Corporate Plan UUS BNI tahun 2000, pada 19 Juni 2010 PT Bank Negara Indonesia Persero Tbk melakukan
spin  off atas UUS BNI dan meresmikan PT Bank BNI Syariah sebagai  Bank Umum  Syariah  BUS  berdasarkan  Surat  Keputusan  Gubernur  Bank  No.
1241KEP.GBI2010.    Realisasi  tersebut  tidak  terlepas  dari  faktor  eksternal yang  berupa  aspek  regulasi  yang  kondusif  yaitu  dengan  diterbitkannya  UU
No.  19  tahun  2008  tentang  Surat  Berharga  Syariah  Negara  SBSN  dan  UU No.  21  tahun  2008  tentang  Perbankan  Syariah.  Selain  itu,  komitmen
pemerintah  terhadap  pengembangan  perbankan  syariah  semakin  kuat  dan kesadaran terhadap keunggulan produk perbankan syariah juga semakin kuat.
1
1
Laporan Tahunan Annual Report PT Bank BNI Syariah tahun 2013, h. 31.
Hingga  Juni  2014  jumlah  cabang  BNI  Syariah  telah  mencapai  65 Kantor  Cabang,  161  Kantor  Cabang  Pembantu,  17  Kantor  Kas,  22  Mobil
Layanan  Gerak,  dan  20  Payment  Point.  Selain  itu  nasabah  juga  dapat menikmati  layanan  syariah  di  Kantor  Cabang  BNI  Konvensional  office
channelling  dengan  lebih  kurang  1.500  outlet  yang  tersebar  di  seluruh wilayah Indonesia. Di dalam pelaksanaan operasional perbankan, BNI Syariah
senantiasa  memperhatikan  kepatuhan  terhadap  aspek  syariah  dengan memastikan  bahwa  semua  produk  BNI  Syariah  telah  melalui  pengujian  dari
Dewan Pengawas Syariah yang saat ini diketuai oleh KH. Ma’ruf Amin.
2
2. Visi dan Misi
Visi
“Menjadi  bank  syariah  pilihan  masyarakat  yang  unggul  dalam  layanan  dan kinerja”.
Misi
a. Memberikan  kontribusi  positif  kepada  masyarakat  dan  peduli  pada
kelestarian lingkungan. b.
Memberikan  solusi  bagi  masyarakat  untuk  kebutuhan  jasa  perbankan syariah.
c. Memberikan nilai investasi yang optimal bagi investor.
2
www.bnisyariah.co.idsejarah-bni-syariah , diakses pada hari tanggal 6 Desember 2014,
jam 21.29 WIB.
d. Menciptakan  wahana  terbaik  sebagai  tempat  kebanggaan  untuk  berkarya
dan berprestasi bagi pegawai sebagai perwujudan ibadah. e.
Menjadi acuan tata kelola perusahaan yang amanah.
3. Struktur Organisasi
Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT Bank BNI Syariah
Dewan Komisaris
Direktur Utama
DPS
Direktur Bisnis
Dir. Risiko Kepatuhan
Dir. Keuangan Operasional
Div. Enterprise Risk Management
Div. Product Management
Div. Hukum, Kepatuhan
Kesekretariatan Satuan Kerja
Kepatuhan
Div. Pengendalian Keuangan
Div. Teknologi Informasi
Div. Komunikasi Jaringan
Logistik
Div. Bisnis Risk
Div. Operasional
Pengawas Intern
Div. Human Capital
Div.Perencanaan Strategis
Div. Usaha Menengah
Div. Recovery Remedial
Div. Bisnis Ritel
Div. Tresuri Internasional
Div. Bisnis Kartu
Div. Bisnis Mikro
Cabang Mikro
Cabang