Pengaruh penerapan metode inkuiri terhadap kemampuan mengingat dan memahami pada mata pelajaran IPA siswa kelas IV SD Sokowaten Baru Yogyakarta.

(1)

ABSTRAK

Wikantri, Hijjah. (2016). Pengaruh penerapan metode inkuiri terhadap kemampuan

mengingat dan memahami pada mata pelajaran IPA siswa kelas IV SD

Sokowaten Baru Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

Kata kunci: metode inkuiri, kemampuan mengingat, kemampuan memahami, pelajaran IPA.

Latar belakang penelitian ini adalah keprihatinan terhadap rendahnya prestasi IPA sesuai studi TIMSS 2007, PISA 2009 dan 2012. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penerapan metode inkuiri terhadap kemampuan mengingat dan

memahami pada mata pelajaran IPA siswa kelas IV SD Sokowaten Baru tahun ajaran

2015/2016. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian quasi experimental tipe

non-equivalent control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV

SD Sokowaten Baru dengan jumlah 79 siswa. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas IVA sebanyak 27 siswa sebagai kelompok eksperimen dan siswa kelas IVB sebanyak 27 siswa sebagai kelompok kontrol.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) penerapan metode inkuiri berpengaruh terhadap kemampuan mengingat. Hal ini ditunjukkan dengan harga Sig.

(2-tailed) yakni 0,00 atau (p ˂ 0,05) dengan df = 52; t = -4,05. Rerata pada kelompok kontrol lebih rendah dari pada kelompok eksperimen. Hal ini ditunjukkan dengan M = 0,91; SD = 0,62; SE = 0,12; n = 27; dan df = 52 pada kelompok kontrol, sedangkan

M = 1,55; SD = 0,52; SE = 0,10; n = 27; dan df = 52 pada kelompok eksperimen.

Besarnya pengaruh metode inkuiri adalah r = 0,49 atau 24% yang setara dengan efek besar. (2) penerapan metode inkuiri berpengaruh terhadap kemampuan memahami. Hal ini ditunjukkan dengan harga Sig. (2-tailed) yakni 0,01 atau (p ˂ 0,05) dengan df = 52; t = -3,35. Rerata pada kelompok kontrol lebih rendah dari pada kelompok eksperimen. Hal ini ditunjukkan dengan M = 0,92; SD = 0,72; SE = 0,13; n = 27; dan

df = 52 pada kelompok kontrol, sedangkan M = 1,51; SD = 0,56; SE = 0,10; n = 27;

dan df = 52 pada kelompok eksperimen. Besarnya pengaruh metode inkuiri adalah r = 0,42 atau 17% yang setara dengan efek besar.


(2)

ABSTRACT

Wikantri, Hijjah. (2016). The effect of inquiriy method application towards the ability to remember and understand of science subject of fourth grade students of Sokowaten Baru Yogyakarta Elementary School. Thesis. Yogyakarta: Elementary Teacher Education Study Program, Sanata Dharma University.

Key words: inquiry method, ability, understand, remember, science subject.

The background of the research was the researcher’s concern on the low result of Science subject resulted by the study of TIMSS in 2007, PISA in 2009 and 2012. The research was intended to know the effect of inquiry method application toward the ability to remember and understand of science subject of fourth grade students’ of Sokowaten Baru Elementary School in the academic year of 2015/2016. This research used Quasi Experimental Non-Equivalent Control Group Design. The population of the research involved 79 students of grade four of Sokowaten Baru. The samples of the research were 27 students of IV A class as the experimental group and 27 students of IV B class as the control group.

The result of the research showed that (1) the application f inquiry method effected on the students’ ability to remember. This was proved by the value of Sig (2-tailed) 0,00 or (p < 0,05) with the df = 52, t =-4,05. The average score of the control group was lower than that of the experimental group. This was showed by the value of M=0, 91; SD=0,52; SE=0,10; n=27 and df= 52 gained by the experimental group. The effect of the inquiry method showed by the r value, that was 0,49 or 24%. That represented a big effect. (2) the application of inquiry method effected on the students’ ability to understand. This was showed by the value of Sig (2-tailed) 0,01 or (p < 0,05) with the df =52; t=-3,35. The average score of the control group was lower than that of the experimental group. This was explained by the M=0,92; SD =0,72; SE=0,13; n=27’ and df=52 of the control group, while M=1,51; Sd=0,56; Se=0,10; n=27, df 52 of the experimental group. The effect of the inquiry method showed by the r value that was 0,42 or 17% represented a big effect.


(3)

PENGARUH PENERAPAN METODE INKUIRI

TERHADAP KEMAMPUAN MENGINGAT DAN MEMAHAMI PADA MATA PELAJARAN IPA SISWA KELAS IV

SD SOKOWATEN BARU YOGYAKARTA

SKRIPSI HALAMAN JUDUL

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh: Hijjah Wikantri NIM. 121134238

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

i PENGARUH PENERAPAN METODE INKUIRI

TERHADAP KEMAMPUAN MENGINGAT DAN MEMAHAMI PADA MATA PELAJARAN IPA SISWA KELAS IV

SD SOKOWATEN BARU YOGYAKARTA

SKRIPSI HALAMAN JUDUL

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh: Hijjah Wikantri NIM. 121134238

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(5)

(6)

iii HALAMAN PENGESAHAN


(7)

iv HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ilmiah sederhana ini Peneliti persembahkan kepada:

1. Allah SWT yang selalu memberikan jalan terbaik dalam hidupku. 2. Ayah dan Ibuku yang sangat luar biasa mendidikku.

3. Adikku yang telah memberiku banyak motivasi.

4. Sahabat-sahabatku yang selalu menemani dan membantuku. 5. Almamaterku Universitas Sanata Dharma yang kucinta.


(8)

v HALAMAN MOTTO

Belajarlah mengalah sampai tak seorangpun mengalahkanmu. Belajarlah merendah sampai tak seorangpun bisa merendahkanmu.

~ Gobind Vashdev ~

Seseorang yang tidak pernah berbuat kesalahan maka ia tidak pernah mencoba suatu hal yang baru.

~ Albert Einstein ~

Belajar dari pengalaman hidup, berlandaskan jiwa pantang menyerah untuk menggapai suatu cita-cita yang indah.


(9)

vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar referensi sebagai layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 19 Januari 2016 Penulis,


(10)

vii LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma,

Nama : Hijjah Wikantri

Nomor Mahasiswa : 121134238

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul:

PENGARUH PENERAPAN METODE INKUIRI TERHADAP

KEMAMPUAN MENGINGAT DAN MEMAHAMI PADA MATA

PELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SD SOKOWATEN BARU YOGYAKARTA”, beserta perangkat yang diperlukan (bila ada).

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 19 Januari 2016 Yang menyatakan,


(11)

viii ABSTRAK

Wikantri, Hijjah. (2016). Pengaruh penerapan metode inkuiri terhadap kemampuan mengingat dan memahami pada mata pelajaran IPA siswa kelas IV SD Sokowaten Baru Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

Kata kunci: metode inkuiri, kemampuan mengingat, kemampuan memahami, pelajaran IPA.

Latar belakang penelitian ini adalah keprihatinan terhadap rendahnya prestasi IPA sesuai studi TIMSS 2007, PISA 2009 dan 2012. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penerapan metode inkuiri terhadap kemampuan mengingat dan memahami pada mata pelajaran IPA siswa kelas IV SD Sokowaten Baru tahun ajaran 2015/2016. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian quasi experimental tipe non-equivalent control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Sokowaten Baru dengan jumlah 79 siswa. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas IVA sebanyak 27 siswa sebagai kelompok eksperimen dan siswa kelas IVB sebanyak 27 siswa sebagai kelompok kontrol.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) penerapan metode inkuiri berpengaruh terhadap kemampuan mengingat. Hal ini ditunjukkan dengan harga

Sig. (2-tailed) yakni 0,00 atau (p 0,05) dengan df = 52; t = -4,05. Rerata pada kelompok kontrol lebih rendah dari pada kelompok eksperimen. Hal ini ditunjukkan dengan M = 0,91; SD = 0,62; SE = 0,12; n = 27; dan df = 52 pada kelompok kontrol, sedangkan M = 1,55; SD = 0,52; SE = 0,10; n = 27; dan df = 52 pada kelompok eksperimen. Besarnya pengaruh metode inkuiri adalah r = 0,49 atau 24% yang setara dengan efek besar. (2) penerapan metode inkuiri berpengaruh terhadap kemampuan memahami. Hal ini ditunjukkan dengan harga

Sig. (2-tailed) yakni 0,01 atau (p 0,05) dengan df = 52; t = -3,35. Rerata pada kelompok kontrol lebih rendah dari pada kelompok eksperimen. Hal ini ditunjukkan dengan M = 0,92; SD = 0,72; SE = 0,13; n = 27; dan df = 52 pada kelompok kontrol, sedangkan M = 1,51; SD = 0,56; SE = 0,10; n = 27; dan df = 52 pada kelompok eksperimen. Besarnya pengaruh metode inkuiri adalah r = 0,42 atau 17% yang setara dengan efek besar.


(12)

ix ABSTRACT

Wikantri, Hijjah. (2016). The effect of inquiriy method application towards the ability to remember and understand of science subject of fourth grade students of Sokowaten Baru Yogyakarta Elementary School. Thesis. Yogyakarta: Elementary Teacher Education Study Program, Sanata Dharma University.

Key words: inquiry method, ability, understand, remember, science subject.

The background of the research was the researcher’s concern on the low result of Science subject resulted by the study of TIMSS in 2007, PISA in 2009 and 2012. The research was intended to know the effect of inquiry method application toward the ability to remember and understand of science subject of fourth grade students’ of Sokowaten Baru Elementary School in the academic year of 2015/2016. This research used Quasi Experimental Non-Equivalent Control Group Design. The population of the research involved 79 students of grade four of Sokowaten Baru. The samples of the research were 27 students of IV A class as the experimental group and 27 students of IV B class as the control group.

The result of the research showed that (1) the application f inquiry method effected on the students’ ability to remember. This was proved by the value of Sig (2-tailed) 0,00 or (p < 0,05) with the df = 52, t =-4,05. The average score of the control group was lower than that of the experimental group. This was showed by the value of M=0, 91; SD=0,52; SE=0,10; n=27 and df= 52 gained by the experimental group. The effect of the inquiry method showed by the r value, that was 0,49 or 24%. That represented a big effect. (2) the application of inquiry method effected on the students’ ability to understand. This was showed by the value of Sig (2-tailed) 0,01 or (p < 0,05) with the df =52; t=-3,35. The average score of the control group was lower than that of the experimental group. This was explained by the M=0,92; SD =0,72; SE=0,13; n=27’ and df=52 of the control group, while M=1,51; Sd=0,56; Se=0,10; n=27, df 52 of the experimental group. The effect of the inquiry method showed by the r value that was 0,42 or 17% represented a big effect.


(13)

x PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmad, hidayah, dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar dan tepat waktu. Skripsi yang berjudul “PENGARUH PENERAPAN METODE INKUIRI TERHADAP KEMAMPUAN MENGINGAT DAN MEMAHAMI PADA MATA PELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SD SOKOWATEN BARU YOGYAKARTA” disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini dengan tepat waktu dan lancar berkat adanya bantuan dan dukungan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, dengan rasa syukur penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. G. Ari Nugrahanta, S.J., S.S., BST., M.A. Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta sekaligus dosen pembimbing I yang telah membimbing dan memberi motivasi dari awal hingga penyusunan skripsi.

3. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd. Dosen pembimbing II yang telah membimbing dan memberi motivasi dengan penuh kesabaran.

5. Wahyu Wido Sari, M.Biotech. Dosen penguji ke-3 yang telah memberikan saran dan menguji dengan penuh kesabaran.

6. Siti Maryani, S.Pd. Kepala SD Sokowaten Baru yang telah memberikan izin dalam melaksanakan penelitian.

7. Gundari, S.Pd.Si. Guru mitra peneliti yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian.

8. Siswa kelas IVA dan IVB SD Sokowaten Baru yang telah bersedia menjadi sampel dalam penelitian sehingga penelitian dapat berjalan dengan lancar. 9. Sekretariat PGSD Universitas Sanata Dharma yang telah membantu dalam


(14)

xi 10. Kedua orangtuaku, Sarijan, S.E. dan Warsinah, S.Pd. Selalu memberikan

dukungan, doa, dan nasihat.

11. Adikku, Annursina yang selalu memberikan motivasi dan semangat.

12. Tri Wahyu Budi Santoso dan Felisha Nixie Alfita yang telah menjadi penyemangat dalam hidupku.

13. Sahabat-sahabatku penelitian kolaboratif payung inkuiri Dewi, Tira, Nindya, Agnes, Andan, Stevani, Ami, Desti, Vega, Adi, Dea, dan Bayu yang telah memberikan banyak bantuan dan saran selama menyelesaikan skripsi.

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu namun telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaannya skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca.

Penulis


(15)

xii DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING Error! Bookmark not defined. HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

PRAKATA ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Definisi Operasional ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

2.1 Kajian Pustaka ... 8

2.1.1 Teori-teori yang Mendukung ... 8

2.1.1.1 Teori Perkembangan Anak ... 8

2.1.1.2 Metode Pembelajaran ... 12

2.1.1.3 Metode Inkuiri ... 13

1. Pengertian Metode Inkuiri... 13

2. Keunggulan Metode Inkuiri ... 14

3. Prinsip-prinsip Metode Inkuiri ... 14

4. Jenis-jenis Metode Inkuiri ... 16

5. Pengertian Metode Inkuiri Terbimbing ... 17

6. Langkah-langkah Metode Inkuiri ... 17

2.1.1.4 Teori Kognitif Bloom ... 19

2.1.1.5 Kemampuan Mengingat ... 20

2.1.1.6 Kemampuan Memahami ... 21


(16)

xiii

2.1.1.8 Materi tentang IPA ... 24

2.2 Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 29

2.2.1 Penelitian tentang Inkuiri ... 29

2.2.2 Penelitian tentang Kemampuan Proses Kognitif ... 31

2.2.3 Literature Map ... 33

2.3 Kerangka Berpikir ... 34

2.4 Hipotesis Penelitian ... 35

BAB III METODE PENELITIAN ... 36

3.1 Jenis Penelitian ... 36

3.2 Setting Penelitian ... 38

3.2.1 Lokasi Penelitian... 38

3.2.2 Waktu Penelitian ... 38

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 39

3.4 Variabel Penelitian ... 41

3.4.1 Variabel Independen ... 41

3.4.2 Variabel Dependen ... 41

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 42

3.6 Instrumen Penelitian ... 43

3.7 Teknik Pengujian Instrumen... 44

3.7.1 Validitas ... 45

3.7.2 Reliabilitas ... 46

3.8 Teknik Analisis Data ... 47

3.8.1 Uji Normalitas Distribusi Data ... 48

3.8.2 Uji Pengaruh Perlakuan ... 48

3.8.2.1 Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 48

3.8.2.2 Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan ... 49

3.8.2.3 Uji Besar Pengaruh Metode Inkuiri ... 50

3.8.3 Analisis Lebih Lanjut... 52

3.8.3.1 Perhitungan Persentase Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest ... 52

3.8.3.2 Uji Signifikansi Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest ... 52

3.8.3.3 Uji Korelasi antara Rerata Pretest dan Posttest ... 53

3.8.3.4 Uji Retensi Pengaruh Perlakuan... 54

3.8.3.5 Dampak Pengaruh Perlakuan ... 55

3.8.3.6 Pembahasan Lebih Lanjut ... 57

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 58


(17)

xiv

4.1.1 Implementasi Penelitian ... 58

4.1.1.1 Deskripsi Populasi Penelitian ... 58

4.1.1.2 Deskripsi Implementasi Pembelajaran ... 59

1. Deskripsi Implementasi Pembelajaran Kelompok Kontrol... 59

2. Deskripsi Implementasi Pembelajaran Kelompok Eksperimen ... 60

4.1.2 Hasil Uji Hipotesis Penelitian I ... 62

4.1.2.1 Uji Normalitas Distribusi Data... 62

4.1.2.2 Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 63

4.1.2.3 Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan ... 65

4.1.2.4 Uji Besar Pengaruh Perlakuan ... 67

4.1.2.5 Analisis Lebih Lanjut ... 68

1. Perhitungan Persentase Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest... 68

2. Uji Signifikansi Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest ... 70

3. Uji Korelasi antara Rerata Pretest dan Posttest ... 71

4. Uji Retensi Pengaruh Perlakuan ... 73

4.1.3 Hasil Uji Hipotesis Penelitian II ... 75

4.1.3.1 Uji Normalitas Distribusi Data... 75

4.1.3.2 Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 76

4.1.3.3 Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan ... 78

4.1.3.4 Uji Besar Pengaruh Perlakuan ... 80

4.1.3.5 Analisis Lebih Lanjut ... 81

1. Perhitungan Persentase Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest... 81

2. Uji Signifikansi Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest ... 82

3. Uji Korelasi antara Rerata Pretest dan Posttest ... 84

4. Uji Retensi Pengaruh Perlakuan ... 85

4.2 Pembahasan ... 88

4.2.1 Pengaruh Metode Inkuiri terhadap Kemampuan Mengingat ... 89

4.2.2 Pengaruh Metode Inkuiri terhadap Kemampuan Memahami ... 91

4.2.3 Dampak Pengaruh Perlakuan ... 94

4.2.4 Pembahasan Lebih Lanjut ... 97

BAB V PENUTUP ... 99

5.1 Kesimpulan ... 99

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 100

5.3 Saran ... 100

DAFTAR REFERENSI ... 101


(18)

xv CURRICULUM VITAE ... 187


(19)

xvi DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Benda padat bentuknya tetap... 25

Gambar 2.2 Benda padat dapat diubah dengan cara tertentu ... 26

Gambar 2.3 Benda padat memiliki massa/berat ... 26

Gambar 2.4 Benda cair bentuknya dapat berubah sesuai tempatnya ... 27

Gambar 2.5 Benda cair memiliki massa/berat ... 27

Gambar 2.6 Permukaan benda cair yang tenang selalu mendatar ... 27

Gambar 2.7 Benda cair mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah ... 28

Gambar 2.8 Benda cair meresap melalui celah-celah kecil ... 28

Gambar 2.9 Benda cair menekan ke segala arah ... 29

Gambar 2.10 Bagan Penelitian-penelitian yang Relevan ... 33

Gambar 3.1 Desain Penelitian ... 37

Gambar 3.2 Pemetaan Variabel Penelitian... 42

Gambar 3.3 Rumus Besar Efek untuk Data Normal ... 51

Gambar 3.4 Rumus Besar Efek untuk Data Tidak Normal ... 51

Gambar 3.5 Rumus Persentase Uji Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest I ... 52

Gambar 3.6 Rumus Persentase Uji Retensi... 55

Gambar 4.1 Diagram Rerata Selisih Skor Pretest-Posttest I Kemampuan Mengingat ... 67

Gambar 4.2 Grafik Gain Score Kemampuan Mengingat... 69

Gambar 4.3 Grafik Pretest, Posttest I, dan Posttest II Kemampuan Mengingat .. 74

Gambar 4.4 Diagram Rerata Selisih Skor Pretest-Posttest I Kemampuan Memahami ... 80

Gambar 4.5 Grafik Gain Score Kemampuan Memahami ... 82


(20)

xvii DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Waktu Pengambilan Data... 39

Tabel 3.2 Teknik Pengumpulan Data ... 43

Tabel 3.3 Matriks Pengembangan Instrumen... 44

Tabel 3.4 Hasil Validitas Instrumen ... 46

Tabel 3.5 Hasil Uji Aspek Setiap Variabel ... 46

Tabel 3.6 Klasifikasi Koefisien Korelasi Reliabilitas ... 47

Tabel 3.7 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 47

Tabel 3.8 Kriteria Besar Pengaruh Perlakuan ... 51

Tabel 3.9 Pedoman Wawancara Siswa Kelompok Eksperimen Setelah Perlakuan ... 56

Tabel 3.10 Pedoman Wawancara Guru Mitra Setelah Perlakuan ... 57

Tabel 4.1 Hasil Uji Normalitas Distribusi Data Kemampuan Mengingat ... 63

Tabel 4.2 Hasil Uji Homogenitas Varians Data ... 64

Tabel 4.3 Hasil Uji Perbedaan Kemampuan Awal terhadap Kemampuan Mengingat ... 64

Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas Varians Data ... 66

Tabel 4.5 Hasil Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan Kemampuan Mengingat ... 66

Tabel 4.6 Hasil Uji Effect Size terhadap Kemampuan Mengingat ... 68

Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Persentase Peningkatan Rerata Skor Pretest ke Posttest I Kemampuan Mengingat ... 68

Tabel 4.8 Hasil Uji Signifikansi Peningkatan Skor Pretest ke Posttest I Kemampuan Mengingat ... 70

Tabel 4.9 Persentase Peningkatan Rerata Skor Pretest ke Posttest I Kemampuan Mengingat ... 71

Tabel 4.10 Hasil Uji Korelasi antara Rerata Pretest dan Posttest I Kemampuan Mengingat ... 72


(21)

xviii Tabel 4.11 Hasil Uji Normalitas Distribusi Data Posttest II Kemampuan

Mengingat ... 73

Tabel 4.12 Hasil Uji Retensi Pengaruh Perlakuan Kemampuan Mengingat ... 73

Tabel 4.13 Hasil Uji Normalitas Distribusi Data Kemampuan Memahami... 76

Tabel 4.14 Hasil Uji Homogenitas Varians Data ... 77

Tabel 4.15 Hasil Uji Perbedaan Kemampuan Awal terhadap Kemampuan Memahami ... 77

Tabel 4.16 Hasil Uji Homogenitas Varians Data ... 79

Tabel 4.17 Hasil Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan Kemampuan Memahami 79 Tabel 4.18 Hasil Uji Effect Size terhadap Kemampuan Memahami ... 81

Tabel 4.19 Hasil Perhitungan Persentase Peningkatan Rerata Skor Pretest ke Posttest I Kemampuan Memahami ... 81

Tabel 4.20 Hasil Uji Signifikansi Peningkatan Skor Pretest ke Posttest I Kemampuan Memahami ... 83

Tabel 4.21 Hasil Persentase Peningkatan Rerata Skor Pretest ke Posttest I Kemampuan Memahami ... 84

Tabel 4.22 Hasil Uji Korelasi antara Rerata Pretest dan Posttest I Kemampuan Memahami ... 84

Tabel 4.23 Hasil Uji Normalitas Distribusi Data Posttest II Kemampuan Memahami ... 86


(22)

xix DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.1 Surat Izin Penelitian... 106

Lampiran 1.2 Surat Izin Validitas Instrumen ... 107

Lampiran 2.1 Silabus Kelompok Kontrol ... 107

Lampiran 2.2 Silabus Kelompok Eksperimen ... 111

Lampiran 2.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok Kontrol... 119

Lampiran 2.4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok Eksperimen ... 124

Lampiran 3.1 Soal Uraian ... 138

Lampiran 3.2 Kunci Jawaban ... 142

Lampiran 3.3 Rubrik Penilaian ... 147

Lampiran 3.4 Hasil Rekap Nilai Expert Judgemen ... 150

Lampiran 3.5 Hasil Analisis SPSS Uji Validitas ... 151

Lampiran 3.6 Hasil Analisis SPSS Uji Reliabilitas ... 154

Lampiran 4.1 Tabulasi Nilai Pretest, Posttest I, dan Posttest II Kemampuan

Mengingat ... 155

Lampiran 4.2 Tabulasi Nilai Pretest, Posttest I, dan Posttest II Kemampuan

Memahami ... 158

Lampiran 4.3 Hasil SPSS Uji Normalitas Distribusi Data ... 161

Lampiran 4.4 Hasil SPSS Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 162

Lampiran 4.5 Hasil SPSS Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan ... 164

Lampiran 4.6 Hasil Uji Besar Pengaruh Perlakuan ... 166

Lampiran 4.7 Hasil Perhitungan Persentase Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest ... 167

Lampiran 4.8 Hasil Uji Signifikansi Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest .... 171

Lampiran 4.9 Hasil SPSS Uji Korelasi Rerata Pretest ke Posttest ... 173


(23)

xx Lampiran 4.11 Transkrip Wawancara ... 178

Lampiran 5.1 Foto-foto Kegiatan Pembelajaran ... 184


(24)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab I ini peneliti membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional. Latar belakang penelitian berisikan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian ini. Rumusan masalah berisikan pertanyaan tentang masalah yang akan diteliti. Manfaat penelitian berisikan manfaat penelitian bagi sekolah, guru, peneliti, dan siswa.

1.1 Latar Belakang Masalah

Kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Trens in International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2007, Indonesia menduduki peringkat 36 dari 49 negara, sedangkan dalam IPA peringkat 35. Program for International Student Assessment (PISA) juga melakukan penelitian dalam bidang matematika, membaca, dan sains. Hasil PISA tahun 2006 menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat 48 dari 56 negara dalam membaca, peringkat 52 dalam sains, dan 51 dalam matematika (Chang, 2014: 23-24). Indonesia mengalami penurunan peringkat dalam bidang matematika, membaca, dan sains. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian PISA pada tahun 2009 bahwa Indonesia peringkat 57 dari 65 negara dengan skor 371 dalam matematika, 402 dalam membaca, dan 383 dalam sains. Perolehan skor tersebut masih di bawah rata-rata skor Organisation for Economic Co-operation

and Development (OECD) yakni kurang dari 500 (OECD, 2010: 8). PISA tahun

2012 menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat 64 dari 65 negara dalam sains (OECD, 2013: 232). Hal tersebut membuktikan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia semakin menurun khususnya dalam bidang sains.

Kualitas pendidikan yang semakin menurun khususnya dalam bidang sains diimbangi dengan rendahnya kemampuan kognitif siswa. Bloom (dalam Anderson & Krathwohl, 2010: 6-7) mengklasifikasikan dimensi proses kognitif menjadi 6 tahapan dalam taksonomi Bloom yang sudah direvisi yakni mengingat,


(25)

2 memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Mengingat dan memahami merupakan kemampuan paling rendah yakni pada level

pertama dan kedua dalam taksonomi Bloom. Mengingat adalah mengambil pengetahuan dari memori jangka panjang. Kemampuan mengingat penting sebagai bekal untuk belajar yang bermakna dan menyelesaikan masalah karena pengetahuan tersebut dipakai dalam tugas-tugas yang lebih kompleks serta meretensi materi pelajaran sama seperti materi yang diajarkan. Kemampuan

mengingat terdiri dari dua aspek yakni mengenali dan mengingat kembali.

Mengenali adalah menempatkan pengetahuan dalam memori jangka panjang yang sesuai dengan pengetahuan tersebut. Kata lain dari mengenali adalah mengidentifikasi, sedangkan mengingat kembali adalah mengambil pengetahuan yang relevan dari memori jangka panjang. Kata lain dari mengingat kembali adalah mengambil (Anderson & Krathwohl, 2010: 99-105).

Memahami adalah mengkonstruksi makna dari materi pembelajaran,

termasuk apa yang diucapkan, dituliskan, dan digambarkan oleh guru. Kemampuan memahami penting untuk menghubungkan pengetahuan baru dan pengetahuan lama, artinya pengetahuan yang baru masuk dipadukan dengan skema-skema dan kerangka-kerangka kognitif yang telah ada. Kemampuan

memahami terdiri dari tujuh aspek yakni menafsirkan, mencontohkan,

mengklasifikasikan, merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan (Anderson & Krathwohl, 2010: 105-106). Menafsirkan adalah mengubah satu bentuk gambaran jadi bentuk lain. Mencontohkan adalah menemukan contoh atau ilustrasi tentang konsep atau prinsip. Mengklasifikasikan adalah menentukan sesuatu dalam satu kategori. Merangkum adalah mengabstraksikan tema umum atau poin pokok. Menyimpulkan adalah membuat kesimpulan yang logis dari informasi yang diterima. Membandingkan adalah menentukan hubungan antara dua ide, dua objek, dan semacamnya. Menjelaskan adalah membuat model sebab-akibat dalam sebuah sistem (Anderson & Krathwohl, 2010: 106-115).

Rendahnya kemampuan kognitif ditunjukkan dari hasil PISA tahun 2012 dalam bidang sains yakni lebih dari 60% siswa yang berumur 15 tahun berada pada tingkat kemampuan level 1 yang setara dengan kemampuan memahami


(26)

3 (OECD, 2013: 232). Pada tingkat kemampuan level 1, siswa memiliki keterbatasan pengetahuan ilmiah dan itu hanya dapat diterapkan dalam beberapa situasi. Mereka dapat menyajikan penjelasan ilmiah disertai dengan bukti yang eksplisit (OECD, 2013: 231).

Pemerintah telah berusaha dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia melalui UU Guru dan Dosen tahun 2005 yakni dengan program sertifikasi guru serta penerimaan tunjangan khusus dan tunjangan profesional (Chang, 2014: 2). Namun, usaha yang dilakukan pemerintah tersebut belum berhasil karena tidak terjadi kenaikan kualitas guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas sehingga hasil belajar siswa masih rendah (Chang, 2014: 117). Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Chang (2014: 120-121) bahwa tidak ada bukti mengenai prosedur sertifikasi dan tunjangan khusus serta tunjangan profesional telah menyebabkan kinerja guru di dalam kelas lebih baik. Barber dan Mourshed (dalam Chang, 2014: 40) mengungkapkan bahwa kualitas pendidikan tidak terlepas dari kualitas guru. Hal ini berarti kualitas guru dalam melaksanakan pembelajaran dapat mempengaruhi kualitas pendidikan. Guru perlu memberikan kurikulum yang relevan dan menggunakan teknik pembelajaran yang aktif dan lebih berpusat pada siswa (Chang, 2014: 40). Berdasarkan paparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa peningkatan kualitas pendidikan dapat dilakukan melalui teknik pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa.

Usaha memperbaiki kualitas pembelajaran dapat dimulai dengan memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan usia anak (Suyono & Hariyanto, 2011: 212). Metode merupakan cara yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran supaya tercapai dengan optimal dengan mengimplementasi suatu rencana yang telah disusun dalam suatu kegiatan yang nyata (Sanjaya, 2006: 145). Berdasarkan paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan metode pembelajaran yang tepat akan menentukan keberhasilan suatu pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal dan kualitas pendidikan dapat meningkat. Metode pembelajaran yang dapat mendukung keberhasilan pembelajaran salah satunya adalah metode inkuiri.

Metode inkuiri adalah suatu strategi yang membutuhkan siswa menemukan sesuatu dan mengetahui bagaimana cara memecahkan masalah dalam


(27)

4 suatu penelitian ilmiah. Tujuan utamanya adalah mengembangkan sikap dan keterampilan siswa yang memungkinkan mereka menjadi pemecah masalah yang mandiri (Ngalimun, 2012: 33). Gulo (dalam Trianto, 2009: 166) mengemukakan bahwa strategi inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Berdasarkan paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa metode inkuiri adalah metode pembelajaran yang mengembangkan kemampuan siswa dalam mencari dan memecahkan permasalahannya sendiri secara sistematis, kritis, dan logis.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa metode inkuiri merupakan salah satu metode pembelajaran inovatif yang sangat efektif. Hal ini ditunjukkan dari penelitian yang dilakukan oleh Kitot, Ahmad, dan Seman (2010) tentang efektifitas pengajaran inkuiri dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menggunakan metode pengajaran inkuiri pada kelompok perlakuan atau eksperimen adalah efektif. Setiawan (2013) melakukan penelitian tentang pengaruh metode pembelajaran inkuiri terhadap ketuntasan hasil belajar siswa di SMKN 3 Buduran Sidoarjo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar siswa menggunakan metode pembelajaran inkuiri lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Asni dan Novita (2015) melakukan penelitian tentang penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing untuk meningkatkan keterampilan proses siswa. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa rerata keterlaksanaan model pembelajaran inkuiri pada pertemuan I sampai dengan IV tergolong sangat baik sehingga peningkatan keterampilan proses siswa sebesar 70,85% yang termasuk dalam kategori tinggi. Dari beberapa hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa metode inkuiri sangat efektif diterapkan dalam pembelajaran.

Susanto (2013: 172) mengemukakan bahwa metode pembelajaran inkuiri dianggap sebagai metode yang paling tepat dalam pembelajaran IPA. Hasil penelitian Schlenker (dalam Trianto, 2009: 167) menunjukkan bahwa latihan inkuiri dapat meningkatkan pemahaman sains, produktif dalam berpikir kreatif,


(28)

5 dan siswa menjadi terampil dalam memperoleh dan menganalisis informasi. Berdasarkan paparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa metode inkuiri merupakan metode pembelajaran inovatif yang sesuai digunakan dalam pembelajaran IPA. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Simsek dan Kabapinar (2010) menunjukkan bahwa pengajaran berbasis inkuiri tidak memiliki dampak yang signifikan atassikap ilmiah siswa. Berdasarkan penelitian terdahulu yang relevan menunjukkan bahwa penerapan metode inkuiri untuk meningkatkan kemampuan mengingat dan memahami pada mata pelajaran IPA belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, perlu diujicobakan penerapan metode inkuiri terhadap kemampuan mengingat dan memahami dalam mata pelajaran IPA sebagai sarana penelitian.

Penelitian ini dibatasi pada pengaruh penerapan metode inkuiri terhadap kemampuan mengingat dan memahami pada mata pelajaran IPA materi wujud dan sifat benda, siswa kelas IV SD Sokowaten Baru Yogyakarta tahun ajaran 2015/2016. Penelitian ini dilaksanakan di SD Sokowaten Baru Yogyakarta karena sekolah tersebut memiliki tiga kelas paralel disetiap jenjangnya. Selain itu, sekolah tersebut memiliki banyak prestasi dibidang akademik maupun non akademik sehingga siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan baik dan memudahkan peneliti dalam melaksanakan penelitian. Standar Kompetensi yang digunakan dalam penelitian ini adalah “6. Memahami beragam sifat dan perubahan wujud benda serta berbagai cara penggunaan benda berdasarkan sifatnya”. Kompetensi Dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah “6.1 Mengidentifikasi wujud benda padat, cair, dan gas memiliki sifat tertentu”. Aspek-aspek kemampuan mengingat dibatasi pada kemampuan mengenali, mengidentifikasi, mengingat kembali, dan mengambil. Aspek-aspek kemampuan

memahami dibatasi pada kemampuan menafsirkan, memberi contoh, mengklasifikasikan, dan menjelaskan (Anderson & Krathwohl, 2010: 100-101). Kelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelas IV sebagai populasi. Kelas IVA digunakan sebagai kelompok eksperimen, sedangkan kelas IVB digunakan sebagai kelompok kontrol. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuasi eksperimental dengan tipe non-equivalent


(29)

6 1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apakah penerapan metode inkuiri berpengaruh terhadap kemampuan

mengingat pada mata pelajaran IPA siswa kelas IV SD Sokowaten Baru

Yogyakarta tahun ajaran 2015/2016?

1.2.2 Apakah penerapan metode inkuiri berpengaruh terhadap kemampuan

memahami pada mata pelajaran IPA siswa kelas IV SD Sokowaten Baru

Yogyakarta tahun ajaran 2015/2016?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Mengetahui pengaruh penerapan metode inkuiri terhadap kemampuan

mengingat pada mata pelajaran IPA siswa kelas IV SD Sokowaten Baru

Yogyakarta tahun ajaran 2015/2016.

1.3.2 Mengetahui pengaruh penerapan metode inkuiri terhadap kemampuan

memahami pada mata pelajaran IPA siswa kelas IV SD Sokowaten Baru

Yogyakarta tahun ajaran 2015/2016.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Sekolah

Sekolah dapat mengetahui bahwa dengan menerapkan metode inkuiri pada mata pelajaran IPA dapat berpengaruh terhadap kemampuan

mengingat dan memahami siswa sehingga mutu pendidikan di sekolah

dapat meningkat. 1.4.2 Bagi Guru

Penelitian ini dapat mengenalkan salah satu metode pembelajaran inovatif yakni metode inkuiri sehingga mampu menginspirasi guru untuk melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan metode inkuiri. Metode inkuiri ini dapat diterapkan pada mata pelajaran lain untuk membantu proses pembelajaran sehingga berpengaruh terhadap kemampuan

mengingat dan memahami.

1.4.3 Bagi Peneliti

Peneliti memperoleh pengalaman dan wawasan dalam menerapkan salah satu metode inovatif yakni metode inkuiri dalam mata pelajaran IPA


(30)

7 pada materi wujud dan sifat benda sehingga dapat diterapkan ketika melaksanakan pembelajaran.

1.4.4 Bagi Siswa

Siswa dapat memperoleh pengalaman belajar dengan menggunakan metode inkuiri. Selain itu, siswa dapat belajar menemukan suatu permasalahan dan menyelesaikannya sendiri serta mengembangkan kemampuan mengingat dan memahami.

1.5 Definisi Operasional

1.5.1 Metode inkuiri adalah metode pembelajaran yang mendorong siswa untuk merumuskan pertanyaan yang berarti dan mencoba menemukan jawabannya dengan tujuh langkah pembelajaran yakni orientasi, merumuskan permasalahan, merumuskan hipotesis, melakukan eksperimen, menarik kesimpulan, mempresentasikan hasil, dan mengevaluasi.

1.5.2 Metode inkuiri terbimbing adalah metode inkuiri yang dilaksanakan dengan disertai bimbingan dari guru secara intensif.

1.5.3 Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala alam beserta seluruh isinya.

1.5.4 Kemampuan mengingat adalah proses mengambil pengetahuan baik pengetahuan faktual maupun konseptual dalam memori jangka panjang yang meliputi mengingat kembali dan mengenali.

1.5.5 Kemampuan memahami adalah proses mengkonstruksi makna atau materi dari pembelajaran yang meliputi menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan, merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan.

1.5.6 Subjek dalam penelitian ini yaitu siswa kelas IV SD Sokowaten Baru Yogyakarta.


(31)

8 BAB II

LANDASAN TEORI

Bab II ini berisi kajian teori, kerangka berpikir, dan hipotesis tindakan. Kajian teori membahas mengenai teori-teori yang mendukung yakni teori perkembangan anak, metode pembelajaran, metode inkuiri, teori kognitif Bloom, kemampuan mengingat, kemampuan memahami, pembelajaran IPA, dan materi tentang IPA. Hasil penelitian yang relevan membahas mengenai penelitian terdahulu yang berisi penelitian tentang inkuiri, penelitian tentang kemampuan proses kognitif, dan literature map.

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Teori-teori yang Mendukung 2.1.1.1 Teori Perkembangan Anak

Supratiknya (2002: 26) mengungkapkan bahwa ada dua teori konstruktivisme sosial yang terkemuka yaitu teori konflik sosiokognitif Jean Piaget 1980) dan teori sosiokultural Lev Semenovich Vygotsky (1896-1934). Jean Piaget memiliki pendapat mengenai teori perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif tergantung pada empat faktor yaitu pertumbuhan biologis, pengalaman dengan lingkungan fisik, pengalaman dengan lingkungan sosial, dan ekuilibrasi (Piaget, dalam Schunk, 2012: 331). Ekuilibrasi merupakan faktor utama dan dorongan motivasi di belakang perkembangan kognitif. Ekuilibrasi mengkoordinasikan tindakan-tindakan dari tiga faktor lainnya dan membuat struktur-struktur mental dan realitas lingkungan eksternal. Ekuilibrasi mengacu pada dorongan biologis untuk menciptakan sebuah kondisi keseimbangan atau ekuilibrium yang optimal antara struktur-struktur kognitif dan lingkungan (Duncan, dalam Schunk, 2012: 331). Ekuilibrium adalah mekanisme yang diusulkan Piaget untuk menjelaskan bagaimana anak-anak berpindah dari satu tahap pemikiran ke pemikiran berikutnya. Pergeseran ini terjadi karena anak-anak mengalami konflik kognitif atau disEkuilibrium dalam mencoba memahami dunia (Piaget, dalam Santrock, 2014: 44).


(32)

9 Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa proses kognitif dapat dipangaruhi oleh ekuilibrasi yaitu dorongan untuk mencapai keseimbangan (Ekuilibrium) dan menyebabkan terjadinya pergeseran pemikiran sehingga anak mengalami konflik (disEkuilibrium). Konflik tersebut dapat diselesaikan dan mencapai keseimbangan (Ekuilibrium) dengan adanya asimilasi dan akomodasi.

Asimilasi adalah proses merespons lingkungan sesuai dengan struktur kognitif seseorang (Hergenhahn, 2010: 314). Asimilasi terjadi ketika orang memasukkan informasi baru ke dalam pengetahuan skema yang ada. Akomodasi terjadi ketika orang menyesuaikan skema pengetahuan mereka terhadap informasi baru. Skema adalah tindakan atau representasi mental yang mengorganisasikan pengetahuan (Piaget, dalam Santrock, 2014: 43). Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa asimilasi dan akomodasi sangat berkaitan erat dengan skema. Anak menggunakan skema mereka dengan cara asimilasi dan akomodasi.

Perkembangan kognitif seseorang akan berjalan seiring dengan bertambahnya usia. Perkembangan tersebut berlangsung melalui tahapan-tahapan yang berbeda dan semakin kompleks. Piaget (dalam Santrock, 2014: 45-52) mengusulkan empat tahapan perkembangan kognitif yakni sensorimotorik, pra operasional, operasional konkret, dan operasional formal. Keempat tahapan tersebut akan diuraikan sebagai berikut.

1. Tahap Sensorimotorik

Tahap sensorimotor berlangsung dari lahir sampai dengan 2 tahun (0-2 tahun). Pada tahap ini bayi membangun pemahaman tentang dunia dengan mengoordinasikan pengalaman sensorik mereka (seperti melihat dan mendengar) dengan tindakan motorik mereka (mencapai, menyentuh). Pada awal tahap ini, bayi lebih menunjukkan pola refleksif untuk beradaptasi dengan dunia. Pada akhir tahap ini, mereka menampilkan pola sensorimotor yang jauh lebih kompleks (Piaget, dalam Santrock, 2014: 45).

2. Tahap Pra Operasional

Tahap pra operasional berlangsung dari anak usia 2 sampai 7 tahun. Tahap ini lebih simbolis dari cara berpikir sensorimotor, namun tidak melibatkan


(33)

10 pemikiran operasional. Pemikiran pra operasional dapat dibagi menjadi sub-tahap fungsi simbolis dan pikiran intuitif. Sub-sub-tahap fungsi simbolis terjadi antara usia 2 sampai 4 tahun. Sub-tahap ini, anak mendapatkan kemampuan untuk merepresentasikan secara mental benda yang tidak ada, namun mereka masih memiliki keterbatasan yakni egosentrisme. Sub-tahap pemikiran intuitif terjadi antara usia 4 sampai 7 tahun. Pada sub-tahap ini, anak mulai menggunakan penalaran primitif dan ingin mengetahui jawaban atas segala macam pertanyaan (Piaget, dalam Santrock, 2014: 46-48).

3. Tahap Operasional Konkret

Tahap operasional konkret berlangsung antara usia 7 sampai 11 tahun. Pemikiran operasional konkret melibatkan penggunaan operasi. Penalaran logis menggantikan penalaran intuitif, tetapi hanya dalam situasi konkret. Operasi konkret adalah tindakan mental yang dapat dibalik yang berkaitan dengan benda nyata (konkret). Pada tahap operasional konkret, anak-anak dapat melakukan secara mental yang dapat mereka lakukan sebelumnya dan dapat membalikkan operasi konkret. Tahap operasional konkret melibatkan penyusunan stimulus sepanjang dimensi kuantitatif (seriation) dan kemampuan untuk berpikir serta menggabungkan hubungan secara logis atau transitivitas (Piaget, dalam Santrock, 2014: 49).

4. Tahap Operasional Formal

Tahap operasional formal berlangsung antara usia 11 sampai 15 tahun. Pada tahap ini, individu bergerak melampaui penalaran tentang pengalaman konkret dan masuk berpikir dengan cara yang lebih abstrak, idealis, serta logis. Pada tahap ini, anak mulai mewujudkan konsep dan mengembangkan hipotesis mengenai cara untuk memecahkan masalah dan mencapai kesimpulan secara sistematis (Piaget, dalam Santrock, 2014: 50-52).

Setiap anak akan mengalami perkembangan seiring dengan bertambahnya usia anak. Perkembangan yang dialami setiap anak dapat berbeda-beda sesuai dengan kecepatan anak untuk berkembang. Tahap perkembangan kognitif yang digunakan peneliti adalah tahap operasional konkret yakni antara usia 7 sampai 11 tahun karena subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV Sekolah Dasar. Anak dalam tahap operasional konkret dapat berpikir secara rasional yang dapat diterapkan


(34)

11 pada masalah-masalah yang konkret. Mereka dapat mengatasi atau menyelesaikan permasalahan berdasarkan hal-hal yang konkret atau nyata.

Pemikiran atau pengetahuan yang semakin kompleks tidak lepas dari peran lingkungan sosial yang berada disekeliling individu sehingga dapat dikatakan bahwa lingkungan sosial sebagai fasilitator perkembangan dan pembelajaran. Teori pembelajaran yang didasarkan pada gagasan tersebut adalah teori pembelajaran konstruktivis yang dikemukakan oleh Lev Vygotsky. Slavin (2011: 4) mengemukakan teori ini mempunyai implikasi terhadap pengajaran karena menjadikan siswa lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran mereka sendiri sehingga dapat disebut pengajaran yang berpusat pada siswa. Vygotsky (dalam Slavin, 2011: 4) berpendapat bahwa siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu melalui proyek kooperasi.

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konstruktivis adalah pembelajaran yang kooperatif yakni siswa saling berinteraksi dengan orang dewasa atau teman sebaya sehingga siswa secara aktif mengikuti pembelajaran. Interaksi memberikan peranan penting bagi perkembangan dan pemikiran manusia. Perbedaan perkembangan dan pemikiran manusia didasarkan pada kultur masing-masing individu.

Pandangan Vygotsky dikenal sebagai teori sosiokultural yang berarti bahwa teori ini menekankan pembelajaran berlangsung melalui interaksi anak dengan seseorang yang berpengetahuan, baik itu orang dewasa seperti orang tua atau guru dan teman sebaya (Vygotsky, dalam Salkind, 2009: 373). Berdasarkan paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa teori Vygotsky menekankan pada perkembangan dipengaruhi oleh interaksi sosial dan kultural, yakni anak dapat berinteraksi dengan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu sehingga mereka dapat membangun pengetahuannya sendiri melalui pembelajaran yang aktif.

Vygotsky mengemukakan bahwa siswa paling baik memelajari konsep yang berada dalam zona perkembangan proksimal (zone of proximal development) atau ZPD. Zona perkembangan proksimal atau ZPD adalah jarak antara tingkatan perkembangan aktual yang berupa pemecahan masalah secara mandiri dan tingkatan perkembangan potensial yang berupa pemecahan masalah di bawah


(35)

12 bimbingan orang dewasa atau bekerja sama dengan teman sebaya yang mampu. ZPD dapat digambarkan sebagai perbedaan antara kemampuan anak untuk memecahkan masalah dengan dibantu. ZPD mencakup semua fungsi dan aktivitas yang bisa dilakukan anak hanya dengan bantuan orang lain. Orang lain dalam proses ini memberikan intervensi yang terstruktur yang disebut sebagai perancahan atau scaffolding (Vygotsky, dalam Salkind, 2009: 375-376).

Perancahan atau scaffolding dapat diartikan sebagai teknik-teknik yang digunakan oleh pendidik untuk membangun jembatan antara apa yang sudah diketahui oleh anak dan apa yang harus diketahui olehnya. Perancahan atau

scaffolding terdiri atas kegiatan-kegiatan yang disediakan oleh pendidik untuk

menopang dan menuntun anak melalui zona perkembangan proksimal. Perancahan dapat diberikan oleh guru atau teman sebaya. Teman sebaya yang tahu dapat menjadi pendidik bagi anak agar berhasil mempelajari apa yang harus diketahui (Vygotsky, dalam Salkind, 2009: 379-380).

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa ZPD merupakan daerah saat anak membutuhkan bantuan dari orang dewasa baik orang tua maupun guru serta teman sebaya yang lebih terampil dalam memecahkan suatu permasalahan. Bantuan yang diberikan oleh orang lain disebut sebagai perancahan atau

scaffolding. Perancahan atau scaffolding berarti upaya-upaya yang dilakukan guna

mengatasi permasalahan ketika anak berada pada daerah ZPD. Bantuan dari orang lain atau teman sebaya yang lebih terampil dapat menjadikan anak meraih ide berpikir yang baru.

Upaya dalam mengatasi permasalahan tidak terlepas dari teknik atau metode yang digunakan agar anak mencapai suatu keberhasilan sehingga pemilihan metode yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak sangat menentukan keberhasilan suatu pembelajaran.

2.1.1.2 Metode Pembelajaran

Setiap pembelajaran tidak terlepas dari metode yang digunakan untuk menyampaikan suatu materi kepada anak. Metode merupakan cara yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran supaya tercapai dengan optimal dengan mengimplementasi suatu rencana yang telah disusun dalam suatu kegiatan yang nyata (Sanjaya, 2006: 145). Metode pembelajaran adalah seluruh


(36)

13 perencanaan dan prosedur maupun langkah kegiatan pembelajaran termasuk pilihan cara penilaian yang akan dilaksanakan pada pembelajaran di kelas (Suyono dan Hariyanto, 2011: 19). Bagi Majid (2009: 135) metode merupakan cara yang ditempuh untuk mencapai suatu tujuan. Hal ini sejalan dengan pendapat Surakhmad (dalam Suryosubroto, 2002: 148) bahwa metode pengajaran adalah langkah-langkah pelaksanaan dalam proses pengajaran atau teknisnya suatu bahan pelajaran yang diberikan kepada murid-murid di sekolah.

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah suatu proses atau langkah-langkah yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran serta cara penilaiannya. Ada berbagai macam metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar tetapi metode tersebut harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa sehingga pembelajaran menjadi bermakna.

Berdasarkan paparan Piaget dan Vygotsky, metode pembelajaran yang dipilih sesuai dengan tingkat perkembangan siswa yaitu pada tahapan operasional konkret adalah metode yang membuat siswa aktif sendiri untuk memecahkan suatu permasalahan melalui kegiatan kelompok dan dengan bantuan atau bimbingan orang lain yang lebih terampil. Metode yang cocok digunakan dan dapat melibatkan siswa secara aktif dengan bantuan orang lain yang lebih terampil adalah metode inkuiri.

2.1.1.3 Metode Inkuiri

1. Pengertian Metode Inkuiri

Metode inkuiri merupakan salah satu metode pembelajaran inovatif yang melibatkan siswa secara aktif mengikuti pembelajaran. Pendekatan inkuiri adalah suatu strategi yang membutuhkan siswa menemukan sesuatu dan mengetahui bagaimana cara memecahkan masalah dalam suatu penelitian ilmiah. Tujuan utamanya adalah mengembangkan sikap dan keterampilan siswa yang memungkinkan mereka menjadi pemecah masalah yang mandiri (Ngalimun, 2012: 33). Inkuiri berarti mengetahui bagaimana menemukan sesuatu dan bagaimana mengetahui cara untuk memecahkan masalah. Menginkuiri tentang sesuatu berarti mencari informasi, memiliki rasa ingin tahu, menanyakan


(37)

14 pertanyaan, menyelidiki dan mengetahui keterampilan yang akan membantunya memecahkan masalah (Seif, dalam Ngalimun, 2012: 34).

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa metode inkuiri merupakan metode pembelajaran yang mendorong siswa untuk bertanya dan dan bertindak secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Metode inkuiri melibatkan siswa berpikir menemukan sesuatu dan mencari solusi untuk memecahkan permasalahannya sendiri.

2. Keunggulan Metode Inkuiri

Melalui pendekatan inkuiri, siswa dikondisikan untuk berpikir secara kritis dan kreatif, dan untuk mendorong kesimpulannya sendiri atas observasi yang mereka lakukan (Nagalski, dalam Ngalimun, 2012: 40). Pendekatan ini memungkinkan siswa membangun jalur discovery dan investigasinya melalui pengalaman kelas dan perpustakaan yang dapat membimbing mereka memahami konsep-konsep yang bernilai (Fredericks, dalam Ngalimun, 2012: 40).

Sanjaya (2006: 206) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran inkuiri merupakan strategi pembelajaran yang banyak dianjurkan karena strategi ini memiliki beberapa keunggulan antara lain sebagai berikut.

1. Strategi pembelajaran inkuiri merupakan strategi pembelajaran yang menekankan pada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik secara seimbang, sehingga pembelajaran lebih bermakna.

2. Strategi pembelajaran inkuiri dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.

3. Strategi pembelajaran inkuiri merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.

4. Strategi pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata.

3. Prinsip-prinsip Metode Inkuiri

Ada lima prinsip dalam metode inkuiri yakni (1) berorientasi pada pengembangan intelektual, (2) prinsip interaksi, (3) prinsip bertanya, (4) prinsip


(38)

15 belajar untuk berpikir, dan (5) prinsip keterbukaan (Sanjaya, 2006: 197-199). Kelima prinsip tersebut adalah sebagai berikut.

1. Berorientasi pada Pengembangan Intelektual

Tujuan utama strategi inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir. Strategi ini selain berorientasi pada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar. Kriteria keberhasilan ditentukan oleh sejauh mana siswa beraktivitas untuk mencari dan menemukan sesuatu sehingga gagasan yang dikembangkan adalah gagasan yang ditemukan.

2. Prinsip Interaksi

Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi antara siswa dengan lingkungannya. Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru sebagai pengatur lingkungan atau interaksi, bukan sebagai sumber belajar.

3. Prinsip Bertanya

Peran guru yang harus dilakukan dalam pembelajaran inkuiri adalah sebagai penanya. Kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya merupakan sebagian dari proses berpikir. Kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langkah inkuiri sangat diperlukan. Berbagai teknik pertanyaan perlu dikuasi guru baik untuk meminta perhatian siswa, bertanya untuk melacak, mengembangkan kemampuan, atau untuk menguji.

4. Prinsip Belajar untuk Berpikir

Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir, yakni mengembangkan potensi seluruh otak. Pembelajaran bepikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal. Belajar tidak hanya memanfaatkan otak kiri tetapi juga memanfaatkan otak kanan yang mendukung untuk belajar berpikir logis dan rasional.

5. Prinsip Keterbukaan

Siswa perlu diberikan kebebasan untuk mencoba sesuai dengan perkembangan kemampuan logika dan nalarnya. Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. Tugas guru adalah


(39)

16 menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan pada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebebasan hipotesis yang diajukan.

4. Jenis-jenis Metode Inkuiri

Sund dan Trowbridge (dalam Mulyasa, 2006: 109) mengemukakan bahwa metode inkuiri ada tiga macam, yakni sebagai berikut.

a. Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry)

Salah satu metode inkuiri yang dalam penerapannya atau pendekatan pembelajarannya masih membutuhkan bantuan guru dalam memberikan bimbingan dan pengarahan bagi siswa. Pada tahap awal, guru memberikan bimbingan serta pengarahan secara luas, kemudian pada tahap berikutnya guru mengurangi sedikit demi sedikit bantuan bagi siswa. Bimbingan serta pengarahan dari guru diwujudkan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan diskusi yang memancing siswa untuk berpikir.

b. Inkuiri Bebas (Free Inquiry)

Pada metode inkuiri ini, siswa melakukan penelitian sendiri layaknya seorang ilmuan, antara lain masalah dirumuskan sendiri, penyelidikan dilakukan sendiri, dan kesimpulan diperoleh sendiri. Siswa harus dapat mengidentifikasi serta merumuskan sendiri topik permasalahan yang akan diselidiki.

c. Inkuiri Bebas yang Dimodifikasi (Modified Free Inquiry)

Merupakan metode campuran dari metode inkuiri terpimpin dan metode inkuiri bebas. Guru memberikan permasalahan kemudian siswa diminta untuk memecahkan permasalahan tersebut melalui pengamatan, eksplorasi, dan prosedur penelitian.

Berdasarkan paparan di atas, peneliti memilih menggunakan metode inkuiri terbimbing karena siswa masih membutuhkan bimbingan atau arahan dari guru dalam proses pembelajaran.


(40)

17 5. Pengertian Metode Inkuiri Terbimbing

Inkuiri terbimbing merupakan kegiatan pembelajaran dimana guru menyediakan bimbingan atau petunjuk yang cukup luas kepada siswa (Amien, 1987: 137). Guru memberikan petunjuk yang cukup luas kepada siswa bagaimana menyusun dan mencatat. Langkah sebelum memberikan petunjuk kepada siswa, guru terlebih dahulu harus mengarahkan siswa untuk membuat rumusan hipotesis. Merumuskan hipotesis merupakan salah satu langkah dalam metode inkuiri terbimbing. Dalam merumuskan hipotesis, rumusan dituliskan dengan menggunakan kata tanya apakah. Kata tanya apakah digunakan sebagai dasar untuk menjawab hipotesis penelitian (Amien, 1987: 137). Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa inkuiri terbimbing adalah kegiatan pembelajaran inkuiri yang melibatkan peran guru sebagai pembimbing atau fasilitator terhadap proses belajar siswa.

6. Langkah-langkah Metode Inkuiri

Langkah-langkah metode inkuiri adalah (1) orientasi, (2) merumuskan masalah, (3) mengajukan hipotesis, (4) mengumpulkan data, (5) menguji hipotesis, dan (6) merumuskan kesimpulan (Sanjaya, 2006: 199-203). Keenam langkah tersebut akan diuraikan sebagai berikut.

1. Orientasi

Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini guru mengkondisikan agar siswa siap melaksanakan proses pembelajaran dan merangsang serta mengajak siswa untuk berpikir memecahkan masalah. Hal yang dapat dilakukan dalam tahap orientasi adalah menjelaskan topik atau tujuan pembelajaran, menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan, dan menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. 2. Merumuskan Masalah

Merumuskan masalah merupakan langkah untuk membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk berpikir memecahkan teka-teki dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses mencari jawaban


(41)

18 itulah yang sangat penting dalam strategi inkuiri sehingga melalui proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir.

3. Mengajukan Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji. Perkiraan sebagai hipotesis harus memiliki landasan berpikir yang kokoh sehingga hipotesis yang dimunculkan itu bersifat rasional dan logis.

4. Mengumpulkan Data

Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Proses pengumpulan data membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. Tugas dan peran guru dalam tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan.

5. Menguji Hipotesis

Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Hal yang terpenting dalam menguji hipotesis adalah mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan. Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.

6. Merumuskan Kesimpulan

Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Merumuskan kesimpulan


(42)

19 merupakan akhir dalam proses pembelajaran. Penarikan kesimpulan yang akurat dapat dilakukan melalui peran guru yang mampu menunjukkan pada siswa data yang relevan.

Pendapat lain dikemukakan oleh Gulo (dalam Trianto, 2009: 169) bahwa kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan pembelajaran inkuiri adalah (1) mengajukan pertanyaan atau permasalahan, (2) merumuskan hipotesis, (3) mengumpulkan data, (4) analisis data, dan (5) membuat kesimpulan. Dari beberapa langkah dalam inkuiri, peneliti memilih menggunakan langkah-langkah kegiatan sebagai berikut: orientasi, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, melakukan eksperimen, menarik kesimpulan, mempresentasikan hasil, dan melakukan evaluasi.

2.1.1.4 Teori Kognitif Bloom

Bloom (dalam Anderson & Krathwohl, 2010: 6-7) menjelaskan dimensi proses kognitif dibagi menjadi beberapa kategori pengklasifikasian proses-proses kognitif yang terdapat pada tujuan di bidang pendidikan berdasarkan 6 tahapan taksonomi Bloom yang sudah direvisi. Terdapat enam tahapan pada dimensi proses kognitif (Anderson & Krathwohl, 2010: 99-133), yaitu sebagai berikut.

1. Mengingat

Proses mengingat adalah proses mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dari memori jangka panjang. Pengetahuan yang dibutuhkan dapat berupa pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, atau metakognitif, atau kombinasi dari beberapa pengetahuan tersebut. Pengetahuan mengingat penting sebagai bekal untuk belajar yang bermakna dan menyelesaikan masalah. Proses kognitif mengingat meliputi mengenali dan mengingat kembali.

2. Memahami

Proses memahami terjadi ketika siswa dapat mengkonstruksi makna dari pesan-pesan pembelajaran, baik yang bersifat lisan, tulisan, ataupun grafis, yang disampaikan melalui pengajaran, buku, atau layar komputer (Anderson & Krathwohl, 2010: 105-128). Proses kognitif dalam kategori memahami


(43)

20 meliputi menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan, merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan.

3. Mengaplikasi

Proses kognitif mengaplikasi melibatkan penggunaan prosedur-prosedur tertentu untuk mengerjakan soal-soal latihan atau menyelesaikan masalah. Proses kognitif dalam ketegori mengaplikasi meliputi mengeksekusi dan mengimplementasikan.

4. Menganalisis

Proses kognitif menganalisis melibatkan proses memecah-mecah materi menjadi bagian-bagian kecil dan menentukan bagaimana hubungan antar bagian dan antara setiap bagian dan struktur keseluruhannya. Kategori proses menganalisis meliputi membedakan, mengorganisasi, dan mengatribusikan. 5. Mengevaluasi

Proses kognitif mengevalusasi adalah membuat keputusan berdasarkan kriteris dan standar. Kriteria-kriteria yang paling sering digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi, dan konsistensi. Kategori proses kognitif mengevaluasi meliputi memeriksa dan mengkritik.

6. Mencipta

Proses kognitif mencipta melibatkan proses menyusun elemen-elemen menjadi sebuah keseluruhan yang koheren atau fungsional. Proses mencipta meminta siswa membuat produk baru dengan mereorganisasi sejumlah elemen atau bagian menjadi suatu pola atau struktur yang tidak pernah ada sebelumnya. Kategori proses mencipta meliputi merumuskan, merencanakan, dan memproduksi.

Peneliti akan membahas lebih lanjut mengenai kemampuan mengingat dan

memahami dalam penelitian ini karena kedua kemampuan tersebut menjadi

variabel dependen pada penelitian ini.

2.1.1.5 Kemampuan Mengingat

Proses mengingat adalah mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dari memori jangka panjang. Pengetahuan dapat berupa pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, atau metakognitif. Pengetahuan mengingat penting


(44)

21 sebagai bekal untuk belajar bermakna dan menyelesaikan masalah karena pengetahuan tersebut dipakai dalam tugas-tugas yang lebih kompleks (Anderson & Krathwohl, 2010: 99-105).

Ada dua kategori dalam proses kognitif mengingat yaitu mengenali dan mengingat kembali (Anderson & Krathwohl, 2010: 99-105). Kedua kategori tersebut akan diuraikan sebagai berikut.

1. Mengenali

Proses mengenali adalah mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dari memori jangka panjang untuk membandingkannya dengan informasi yang baru saja diterima. Di dalam mengenali, siswa mencari di memori jangka panjang suatu informasi yang identik atau mirip sekali dengan informasi yang baru diterima. Istilah lain dari mengenali adalah mengidentifikasi (Anderson & Krathwohl, 2010: 103).

2. Mengingat Kembali

Proses mengingat kembali adalah mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dari memori jangka panjang. Di dalam mengingat kembali, siswa mencari informasi di memori jangka panjang dan membawa informasi tersebut ke memori kerja untuk diproses. Istilah lain untuk mengingat kembali adalah mengambil (Anderson & Krathwohl, 2010: 104).

2.1.1.6 Kemampuan Memahami

Memahami adalah mengkonstruksi makna dari materi pembelajaran,

termasuk apa yang diucapkan, ditulis, dan digambar oleh guru. Di dalam

memahami tujuan utama pembelajarannya adalah menumbuhkan kemampuan

transfer. Siswa dikatakan memahami bila mereka dapat mengkonstruksi makna dari pesan-pesan pembelajaran, baik yang bersifat lisan, tulisan ataupun grafis, yang disampaikan melalui pengajaran, buku, atau layar komputer (Anderson & Krathwohl, 2010: 105-115).

Proses-proses kognitif dalam kategori memahami meliputi menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan, merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan (Anderson & Krathwohl, 2010: 106-115). Ketujuh kategori tersebut adalah sebagai berikut.


(45)

22 1. Menafsirkan

Menafsirkan berupa pengubahan kata-kata menjadi kata-kata lain (memparafrasakan). Menafsirkan terjadi ketika siswa dapat mengubah informasi dari satu bentuk ke bentuk lain. Nama lain dari menafsirkan adalah menerjemahkan, memparafrasakan, menggambarkan, dan mengklarifikasi (Anderson & Krathwohl, 2010: 106).

2. Mencontohkan

Proses kognitif mencontohkan terjadi manakala siswa memberikan contoh tentang konsep atau prinsip umum. Mencontohkan melibatkan proses identifikasi ciri-ciri pokok dari konsep atau prinsip umum dan menggunakan ciri-ciri ini untuk memilih atau membuat contoh. Nama lain untuk mencontohkan adalah mengilustrasikan dan memberi contoh (Anderson & Krathwohl, 2010: 108).

3. Mengklasifikasikan

Proses kognitif mengklasifikasikan terjadi ketika siswa mengetahui bahwa sesuatu termasuk dalam kategori tertentu. Mengklasifikasikan melibatkan proses mendeteksi ciri-ciri atau pola-pola yang “sesuai” dengan contoh dan konsep atau prinsip tersebut. Mengklasifikasikan adalah proses kognitif yang melengkapi proses mencontohkan. Mengklasifikasikan dimulai dengan contoh tertentu dan mengharuskan siswa menemukan konsep atau prinsip umum. Nama lain dari mengklasifikasikan adalah mengategorikan dan mengelompokkan (Anderson & Krathwohl, 2010: 109).

4. Merangkum

Proses kognitif merangkum terjadi ketika siswa mengemukakan satu kalimat yang merepresentasikan informasi yang diterima atau mengabstraksikan sebuah tema. Merangkum melibatkan proses membuat ringkasan informasi. Nama lain untuk merangkum adalah menggeneralisasi dan mengabstraksi (Anderson & Krathwohl, 2010: 110).

5. Menyimpulkan

Menyimpulkan adalah membuat kesimpulan yang logis dari informasi yang diterima. Proses kognitif menyimpulkan menyertakan proses menemukan pola dalam sejumlah contoh. Menyimpulkan terjadi ketika siswa


(46)

23 dapat mengabstraksikan sebuah konsep atau prinsip yang menerangkan contoh-contoh tersebut dengan mencermati ciri-ciri setiap contohnya dengan menarik hubungan di antara ciri-ciri tersebut. Proses menyimpulkan melibatkan proses kognitif membandingkan seluruh contohnya. Nama lain dari menyimpulkan adalah mengekstrapolasi, menginterpolasi, memprediksi, dan menyimpulkan (Anderson & Krathwohl, 2010: 111).

6. Membandingkan

Membandingkan adalah menentukan hubungan antara dua ide, dua objek, dan semacamnya. Proses kognitif membandingkan melibatkan proses mendeteksi persamaan dan perbedaan antara dua atau lebih objek, peristiwa, ide, masalah, atau situasi. Membandingkan meliputi pencarian koresponden satu-satu antara elemen-elemen dan pola-pola pada satu objek, peristiwa, atau ide lain. Membandingkan dapat mendukung penalaran dengan analogi. Nama lain dari membandingkan adalah mengontraskan, memetakan, dan mencocokkan (Anderson & Krathwohl, 2010: 113).

7. Menjelaskan

Menjelaskan adalah membuat model sebab-akibat dalam sebuah sistem. Proses kognitif menjelaskan berlangsung ketika siswa dapat membuat dan menggunakan model sebab-akibat dalam sebuah sistem. Nama lain dari menjelaskan adalah membuat model (Anderson & Krathwohl, 2010: 99-114).

2.1.1.7 Pembelajaran IPA

IPA adalah pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan dedukasi untuk menghasilkan penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya (Trianto, 2010: 102). IPA merupakan pengetahuan secara garis besar tentang fakta yang ada di alam untuk dapat memahami dan memperdalam lebih lanjut, dan melihat adanya keterangan serta keteraturannya (Trianto, 2010: 142-143).

Prihantoro (dalam Trianto, 2010: 130) mengatakan bahwa IPA merupakan suatu produk, proses, dan aplikasi. IPA sebagai produk dapat diartikan sebagai sekumpulan pengetahuan, konsep, dan bagan konsep. IPA sebagai proses dapat diartikan sebagai proses yang digunakan untuk mempelajari objek studi,


(47)

24 menemukan, dan mengembangkan produk sains. IPA sebagai aplikasi dapat diartikan sebagai teori-teori IPA yang melahirkan teknologi yang berguna bagi kehidupan manusia. Carin dan Sund (dalam Samatowa, 2011: 20) mengatakan bahwa unsur-unsur sains terdiri dari tiga macam, yakni proses, produk, dan sikap.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan ilmu pengetahuan yang membahas mengenai gejala-gejala alam yang di dalamnya terdapat unsur proses, produk, dan sikap.

2.1.1.8 Materi tentang IPA

Standar Kompetensi IPA kelas IV yang digunakan dalam penelitian ini adalah 6. Memahami beragam sifat dan perubahan wujud benda serta berbagai cara penggunaan benda berdasarkan sifatnya. Kompetensi Dasar penelitian ini adalah 6.1 Mengidentifikasi wujud benda padat, cair, dan gas memiliki sifat tertentu. Berikut ini diuraikan materi tentang wujud benda dan sifat-sifatnya.

Zat terdiri atas bagian-bagian yang sangat kecil yang disebut dengan partikel. Partikel-partikel zat berukuran sangat kecil sehingga tidak dapat terlihat dengan mata telanjang. Walaupun demikian, susunan dan sifat partikel tersebut sangat menentukan wujud suatu zat, apakah berwujud padat, cair, atau gas. Setiap zat tersusun dari partikel-partikel yang memiliki jarak dan kebebasan gerak yang berbeda-beda (Purwoko, 2008: 51). Oleh karena itu, berdasarkan wujudnya benda dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yakni benda padat, benda cair, dan benda gas (Rositawaty & Muharam, 2008: 83).

Zat padat mempunyai susunan partikel yang sangat rapat dan teratur serta gaya tarik-menarik antar partikelnya sangat kuat. Dengan demikian zat padat mempunyai volume dan bentuk tetap. Pada zat cair, letak partikelnya lebih rapat dibandingkan zat gas dan gaya tarik-menarik partikel-partikelnya agak kuat disbanding zat gas. Partikel-partikel dapat berpindah-pindah, tetapi tidak mampu meninggalkan kelompoknya. Partikel zat cair dapat mengalir karena gaya tarik-menarik antar partikel tidak terlalu kuat. Pada zat gas, letak partikel-partikelnya sangat renggang dan gaya tarik-menarik antar partikel sangat kecil. Gerak partikelnya sangat cepat dan saling bertumbukan, baik dengan partikel lain maupun dengan dinding pembatasnya (Sally, 2014: 51). Masing-masing benda


(48)

25 tersebut memiliki sifat yang dapat membedakan jenis benda yang satu dengan benda yang lainnya.

1. Benda Padat

Benda padat mempunyai sifat yang berbeda dengan benda cair atau benda gas. Sifat-sifat dari benda padat di antaranya adalah wujudnya tetap, dapat diubah bentuknya dengan cara tertentu, dan mempunyai massa (Sulistyanto & Wiyono, 2008: 75).

a. Bentuknya tetap

Buku dan pensil tidakakan berubah bentuk jika kita pindahkan dari suatu tempat ke tempatyang lain. Penggaris yang memanjang tidak mengikuti bentuk gelas. Hal itu menunjukkan bahwa setiap benda yang berwujud padat bentuknya selalu tetap.

Gambar 2.1 Benda padat bentuknya tetap Sumber: Rositawaty&Muharam (2008: 83)

b. Benda padat dapat diubah dengan cara tertentu

Benda-benda yang digunakan sehari-hari bentuknya sudah berubah dari bentuk aslinya, misalnya baju. Bentuk semula adalah sehelai kain, kemudian dipotong dan dijahit sehingga berubah bentuk menjadi sebuah baju. Untuk dapat mengubah benda padat menjadi bentuk lain, benda tersebut harus mendapat perlakuan tertentu, misalnya ditekan, dipahat, dipotong, diraut, dibor, digergaji, diamplas, dan sebagainya.


(49)

26 Gambar 2.2 Benda padat dapat diubah dengan cara tertentu

Sumber: Sulistyanto&Wiyono (2008: 76)

c. Mempunyai massa

Benda padat mempunyai berat/massa. Berat benda berbeda-beda bergantung pada jenis benda padat tersebut. Berat atau ringan suatu benda tidak hanya ditentukan oleh besar atau kecil benda itu. Berat benda bergantung pula pada jenis benda padat tersebut.

Gambar 2.3 Benda padat memiliki massa/berat Sumber: Devi&Anggraeni (2008: 84)

2. Benda Cair

Contoh benda cair yaitu air, minyak, susu, kecap, dan sebagainya. Benda cair memiliki sifat-sifat sebagai berikut.

a. Bentuknya dapat berubah sesuai dengan tempatnya

Jika menuangkan air ke dalam gelas maka bentuk air seperti gelas. Akan tetapi jika menuangkan air ke dalam mangkok maka bentuknya seperti mangkok, dan jika menuangkan air ke dalam botol maka bentuk air seperti botol. Peristiwa tersebut membuktikan bahwa bentuk benda cair dapat berubah sesuai dengan tempatnya.


(50)

27 Gambar 2.4 Benda cair bentuknya dapat berubah sesuai tempatnya

Sumber: Sulistyanto&Wiyono (2008: 77)

b. Benda cair memiliki massa

Air mempunyai massa hal ini dibuktikan jika mengangkat gelas kosong terasa akan lebih ringan dibandingkan jika mengangkat gelas yang berisi air. Jika air semakin banyak, beratnya pun bertambah, maka benda cair mempunyai berat, dan berat benda cair bergantung pada volumenya.

Gambar 2.5 Benda cair memiliki massa/berat Sumber: Devi&Anggraeni (2008: 86)

c. Permukaan benda cair yang tenang selalu mendatar

Saat keadaan tenang, permukaan air selalu datar. Akan tetapi, jika mendapat usikan permukaan air tidak lagi datar. Sifat ini dapat dimanfaat oleh tukang bangunan seperti untuk mengetahui kedataran lantai pada saat pemasangan ubin.

Gambar 2.6 Permukaan benda cair yang tenang selalu mendatar Sumber: Sulistyanto&Wiyono (2008: 77)


(51)

28 d. Benda cair mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah

Air di sungai mengalir mulai dari hulu sampai ke hilir. Hulu sungai berada dipegunungan sementara hilir berada dimuara, biasanya berakhir di laut. Hal ini membuktikan bahwa air mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah.

Gambar 2.7 Benda cair mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah Sumber: Sulistyanto&Wiyono (2008: 78)

e. Benda cair dapat melarutkan zat tertentu

Air dapat melarutkan zat atau bahan tertentu sehingga air disebut zat pelarut. Air dan zat yang terlarut di dalamnya disebut larutan. Contohnya larutan gula artinya air yang di dalamnya terdapat gula seperti pada teh manis.

f. Benda cair meresap melalui celah-celah kecil

Air yang berada dalam toples pot airnya menjadi berkurang. Air tersebut berkurang karena habis diambil oleh tanaman bunga yang hidup di atasnya. Air tersebut naik karena air memiliki sifat kapilaritas, yaitu dapat naik melalui pipa-pipa kecil.

Gambar 2.8 Benda cair meresap melalui celah-celah kecil Sumber: Rositawaty&Muharam (2008: 86)


(1)

182

4.11.7 Wawancara Guru Mitra Setelah Perlakuan

Hari, tanggal : Senin, 24 Agustus 2015

Baris Pertanyaan Keterangan

P : Apakah Ibu pernah menerapkan metode inkuiri selama mengajar IPA?

3 G : Belum pernah menerapkannya pada pembelajaran, tapi pernah dengar metode inkuiri.

Belum pernah (B3-4)

P : Bagaimana pembelajaran IPA dengan menerapkan metode inkuiri?

7 G : Metode inkuiri sangat baik digunakan untuk pembelajaran IPA karena dalam pembelajaran IPA juga lebih ditekankan untuk melakukan praktikum. Siswa juga lebih senang dan aktif selama pembelajaran. Siswa diajak untuk melakukan sebuah penelitian sederhana mulai merumuskan masalah hingga membuat kesimpulan. Jadi, metode inkuiri sangat baik diterapkan dipembelajaran IPA

Sangat baik diterapkan (B7-13)

P : Apakah kelebihan dari metode inkuiri jika diterapkan dalam pembelajaran?

G : Ya siswa lebih aktif selama pembelajaran dan dapat

mengajarkan pada siswa melakukan penelitian sederhana yang selama ini belum pernah mereka dapatkan.

P : Apakah kendala yang Ibu hadapi ketika mengajar dengan menerapkan metode inkuiri?

21 G : Kendala saya kira tidak ada. Selama pembelajaran saya mengamati bahwa siswa lebih senang dan antusias ketika melakukan percobaan maupun presentasi di depan kelas. Namun, ketika melakukan percobaan terkadang ada siswa yang bermain-main dengan alat percobaan, sehingga pengawasan perlu ditingkatkan. Saya rasa guru mengalami kesulitan jika harus mempersiapkan alat dan bahan untuk percobaan, apalagi jika alat dan bahannya susah untuk didapatkan

Guru tidak menemui kendala (B21-29)

P : Bagaimana kemampuan mengingat siswa pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen setelah pembelajaran? 32 G : Ya jelas berbeda kemampuan mengingat antara kelompok

kontrol dan eksperimen. Kemampuan mengingat untuk kelompok kontrol lebih rendah dari kelompok eksperimen. Buktiknya ketika saya bertanya mengenai materi pada pertemuan sebelumnya, hanya ada beberapa siswa yang bisa menjawab. Itu dikelompok kontrol. Kalau di eksperimen, sebagian siswa itu mampu menjawab dengan benar dan rinci.

Kemampuan mengingat antara kelompok kontrol lebih rendah dari kelompok eksperimen (B32-38)

P : Bagaimana kemampuan memahami siswa pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen setelah pembelajaran? 41 G : Apalagi untuk kemampuan memahamisangat berbeda antara

kelompok kontrol dan eksperimen. Siswa kelompok kontrol untuk mengingat saja sudah rendah apalagi untuk memahami materi karena mereka hanya mendengarkan materi yang disampaikan sehingga susah untuk memahami materi. Kalau kelompok eksperimen siswanya lebih dapat memahami materi karena mereka kan melakukan percobaan secara langsung sehingga mereka dapat membuktikan sendiri mengenai sifat-sifat benda. Kalau mereka paham, ya kemungkinan ingat lah dengan materi yang disampaikan


(2)

183

Baris Pertanyaan Keterangan

P : Bagaimana keadaan siswa pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen saat pembelajaran?

G : Siswa dikelompok eksperimen lebih aktif selama

pembelajaran dibandingkan dengan kelompok kontrol. Siswa juga dapat bekerja sama dengan teman satu kelompok dan mengasah keberaniannya untuk mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas. Siswa kelompok kontrol kalau disuruh bertanya saja tidak mau.

P : Apakah metode inkuiri efektif diterapkan dalam pembelajaran IPA?

G : Metode inkuiri sangat efektif diterapkan dalam pembelajaran IPA, karena IPA kan lebih banyak praktikumnya jadi dengan inkuiri ini siswa diharapkan lebih banyak melakukan praktikum diimbangi dengan teori. Jadi siswa lebih aktif dalam pembelajaran.


(3)

184

Lampiran 5.1 Foto-foto Kegiatan Pembelajaran

5.1.1 Kelompok Kontrol


(4)

185


(5)

186


(6)

187

CURRICULUM VITAE

Hijjah Wikantri merupakan anak pertama dari pasangan

Sarijan, S.E. dan Warsinah, S.Pd. Lahir di Bantul pada

tanggal 24 Mei 1994. Pendidikan awal dimulai dari TK

ABA Pantisiwi, Serut, Palbapang, Bantul pada tahun

1999-2000. Pendidikan dilanjutkan ke jenjang Sekolah

Dasar Negeri 3 Bantul, Dukuh, Bejen, Bantul pada tahun

2000-2006. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah

Menengah Pertama Negeri 1 Bantul pada tahun 2006 dan lulus pada tahun 2009.

Penulis lalu melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Swasta Budaya

pada tahun 2009 dan lulus pada tahun 2012. Penulis melanjutkan pendidikan di

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta pada tahun 2012. Berikut ini daftar kegiatan yang pernah diikuti

penulis selama menjadi mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

No Nama Kegiatan Tahun Peran

1 Inisiasi FKIP Sanata Dharma 2012 Peserta 2 English Club Program 2012 Peserta 3 Seminar “Una Seminar and Workshop on Anti Bias

Curriculum and Teaching” 2012 Peserta

4 Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa I dan II 2013 Peserta 5 Kursus Pembina Pramuka Mahir Tingkat Dasar (KMD) 2013 Peserta 6 Week-end Moral 2013 Peserta 7 Seminar “Learning from the past for a better future: We and

the 1965 tragedy” 2013 Peserta

8 Kuliah Umum “Diseminasi Hasil Magang Dosen: Pendidikan

Luar Biasa” 2014 Peserta

9 Kuliah Umum “Mental Health in Children: Theory and

Research” 2014 Peserta

10 Seminar “Love Datting and Sex: Pacaran dengan Akal Sehat” 2014 Peserta 11 Pandu Konservasi Lingkungan 2014 Fasilitator 12 Kuliah Umum “Family Problems and Children’s Motivation

to Learn” 2014 Peserta

13 Kuliah Umum “Diseminasi Hasil Magang International Baccalaureate-Primary Years Programme (IB-PYP)

2014 Peserta

14 Kuliah Umum “Diseminasi Hasil Magang Dosen: Curriculum Cambridge”

2014 Peserta

15 Pekan Kreativitas dan Malam Kreativitas Mahasiswa “The

Future Educator” 2014 Anggota divisi usaha dana


Dokumen yang terkait

Pengaruh penerapan metode inkuiri terhadap kemampuan mengingat dan memahami mata pelajaran IPA siswa kelas V SD Negeri Cebongan Yogyakarta.

0 1 2

Pengaruh penerapan metode inkuiri terhadap kemampuan mengingat dan memahami mata pelajaran IPA siswa kelas V SD BOPKRI Gondolayu Yogyakarta.

0 0 199

Pengaruh penerapan metode inkuiri terhadap kemampuan mengevaluasi dan mencipta pada pelajaran IPA Siswa Kelas V SD Sokowaten Baru Yogyakarta.

0 0 202

Pengaruh penerapan metode inkuiri terhadap kemampuan mengingat dan memahami pada pelajaran IPA siswa kelas V SD Sokowaten Baru Yogyakarta.

0 1 213

Pengaruh penerapan metode inkuiri pada mata pelajaran IPA terhadap kemampuan mengingat dan memahami kelas V SD Kanisius Sorowajan Yogyakarta.

1 3 182

Pengaruh penggunaan metode inkuiri terhadap kemampuan mengingat dan memahami pada mata pelajaran IPA kelas V SD Kanisius Sorowajan-Yogyakarta.

0 0 192

Pengaruh penggunaan metode inkuiri terhadap kemampuan mengingat dan memahami pada mata pelajaran IPA SD Kanisius Kalasan Yogyakarta.

3 69 161

Pengaruh penggunaan metode inkuiri terhadap kemampuan mengingat dan memahami pada mata pelajaran IPA SD BOPKRI Gondolayu Yogyakarta.

0 2 148

Pengaruh penerapan metode inkuiri terhadap kemampuan mengevaluasi dan mencipta pada mata pelajaran IPA siswa kelas IV SD Sokowaten Baru Yogyakarta.

0 1 197

PENGARUH PENERAPAN METODE INKUIRI TERHADAP KEMAMPUAN MENGEVALUASI DAN MENCIPTA PADA MATA PELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SD SOKOWATEN BARU YOGYAKARTA

0 0 195