Pengaruh penerapan metode inkuiri pada mata pelajaran IPA terhadap kemampuan mengingat dan memahami kelas V SD Kanisius Sorowajan Yogyakarta.

(1)

ABSTRAK

Sudarto, Agnes Lirinanda. (2016). Pengaruh penerapan metode inkuiri pada pelajaran IPA terhadap kemampuan mengingat dan memahami kelas V SD Kanisius Sorowajan Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

Kata Kunci: metode inkuiri, kemampuan mengingat, kemampuan memahami, mata pelajaran IPA.

Latar belakang penelitian ini adalah adanya keprihatinan terhadap rendahnya prestasi belajar IPA di Indonesia berdasarkan studi yang dilakukan PISA pada tahun 2009 dan 2012. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) pengaruh penggunaan metode inkuiri terhadap kemampuan mengingat dan 2) kemampuan memahami.

Penelitian ini merupakan penelitian quasi experimental design tipe

nonequivalent control group design. penelitian ini dilakukan di SD Kanisius Sorowajan Yogyakarta, tanggal 15 September sampai dengan tanggal 10 Oktober 2015. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Kanisius Sorowajan sebanyak 53 siswa. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas VA sebagai kelas eksperimen sebanyak 26 siswa, dan kelas VB sebagai kelompok kontrol sebanyak 27 siswa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) penggunaan metode inkuiri berpengaruh terhadap kemampuan mengingat. Rerata skor yang diperoleh pada kelompok eksperimen lebih tinggi dari kelompok kontrol df = 51; t = -8,68. Harga

Sig. (2-tailed) sebesar 0,01 (atau p < 0,05) dengan nilai M = 1,16; SD = 0,79; SE = 0,15 untuk kelompok kontrol, dan M = 1,75; SD = 0,41; SE = 0,07 untuk kelompok eksperimen. Besar effect size adalah r = 0,53 atau 28% setara dengan efek besar. 2) Penggunaan metode inkuiri berpengaruh terhadap kemampuan memahami. Rerata skor yang diperoleh pada kelompok eksperimen lebih tinggi dari kelompok kontrol df

= 51; t = -6,11. Harga Sig. (2-tailed) sebesar 0,00 (atau p < 0,05) dengan nilai M = 0,67; SD = 0,58; SE = 0,110 untuk kelompok kontrol, dan M = 1,61; SD = 0,54; SE = 0,107 untuk kelompok eksperimen. Besar effect size adalah r = 0,65 atau 42% setara dengan efek besar.


(2)

ABSTRACT

Sudarto , Agnes Lirinanda .(2016) . The Effect of the Using Inquiry Method Towards the Ability of Remember and Understand in Science Subject Class V at Kanisius Elementary School Yogyakarta. Thesis .Yogyakarta: Elementary School Teacher Education Study Program, Sanata Dharma University

Keywords: inquiry methods, ability to remember, ability to understand, and science.

The background of this research is the concern in the low Science Education achievements in Indonesia based on study conducted pisa in 2009 and 2012 .This research aims to investigate the use of inquiry based learning method on 1) the ability to remember and 2 ) of the ability understand.

The research is a quasi design research experimental type nonequivalent control group design . The study is done in primary kanisius sorowajan yogyakarta , on 15 september until the date of 10 october 2015 .The population of the research is grade school students kanisius sorowajan about 53 students .The sample this is a student va as a class experiment about 26 students , and class vb as the control group about 27 students.

The result showed that 1 ) usage method of inkuiri exert influence over the capacity of. Mean score obtained in the experiment higher than the control group df = 51; t = -8,68 .The price of Sig .( 2-tailed ) is 0,01 ( or P < 0,05 ) with M = 1,16; SD = 0,79; SE = 0,15 to the control group, and M = 1,75; SD = 0,41; SE = 0,07for the experiment group.The effect size is r = 0,53 or 28 % equivalent with large effect.. 2 ) usage method of inkuiri impact on the ability to see the .Rerata score obtained in the experiment higher than the control group df = 51; t = -6,11 .The price of Sig .( 2-tailed ) is 0,00 ( or p < 0,05 ) with M = 0,67; SD = 0,58; SE = 0,110 to the control group, and M = 1,61; SD = 0,54; SE = 0,107 for the experiment group.The effect size is r = 0,65 or 42 % equivalent with large effect.


(3)

PENGARUH PENERAPAN METODE INKUIRI PADA MATA

PELAJARAN IPA TERHADAP KEMAMPUAN MENGINGAT

DAN MEMAHAMI KELAS V SD KANISIUS SOROWAJAN

YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh :

Agnes Lirinanda Sudarto NIM. 121134032

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

i

PENGARUH PENERAPAN METODE INKUIRI PADA MATA

PELAJARAN IPA TERHADAP KEMAMPUAN MENGINGAT

DAN MEMAHAMI KELAS V SD KANISIUS SOROWAJAN

YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh :

Agnes Lirinanda Sudarto NIM. 121134032

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(5)

SKコLIPSI

PENGARUH PENERAPAN DEIETODE INKUIRIPADA MATA

PELAJARAN PA TERHADAP KEMApIIPuAN MENGINGAT

DAN MEMAHAMIKELAS V SD KANISIUS SOROWAJAN

YOGYAKARTA

G Ari Nugrahanta,SJ,SS,BST,MA Tanggal. 29 Desember 20i5

¨


(6)

SKRIPSI

PENGARUH PENERAPAN METODEINKUIRIPADA PIATA

PELAJARAN IPA TERIADAP KEMApIIPUAN PIENGINGAT

DAN PIIEMAⅡ

AMI KELAS V SD KANISIUS SOROWAJAN

YOGYAKARTA

E)ipersiapkan dan ditulis olehi Agnes Lil・inallda Sudalto

121134032

a Penguli

Nama

Ketua

S

Anggota I

Anggota II Anggota III

Yogyakart4 l8 Jarruan 2A16

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma


(7)

iv HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ilmiah sederhana ini Peneliti persembahkan kepada: 1. Tuhan Yesus Kristus.

2. Kedua orang tuaku yang selalu mendukungku.

3. Kedua kakakku dan adikku yang selalu membuatku tersenyum. 4. Sahabat-sahabatku yang baik.


(8)

v HALAMAN MOTTO

Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh.

-Confusius-

Semua orang tidak perlu menjadi malu karena pernah berbuat kesalahan, selama ia menjadi lebih bijaksana daripada sebelumnya.


(9)

vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka sebagai layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 18 Januari 2016 Penulis,


(10)

vii LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma,

Nama : Agnes Lirinanda Sudarto Nomor Mahasiswa : 121134032

demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul:

PENGARUH PENERAPAN METODE INKUIRI PADA MATA

PELAJARAN IPA TERHADAP KEMAMPUAN MENGINGAT

DAN MEMAHAMI KELAS V SD KANISIUS SOROWAJAN

YOGYAKARTA

”, beserta perangkat yang diperlukan (bila ada).

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan memplubikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya, selama tetap mencantukan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 18 Januari 2016 Yang menyatakan,


(11)

viii ABSTRAK

Sudarto, Agnes Lirinanda. (2016). Pengaruh penerapan metode inkuiri pada pelajaran IPA terhadap kemampuan mengingat dan memahami kelas V SD Kanisius Sorowajan Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

Kata Kunci: metode inkuiri, kemampuan mengingat, kemampuan memahami,

mata pelajaran IPA.

Latar belakang penelitian ini adalah adanya keprihatinan terhadap rendahnya prestasi belajar IPA di Indonesia berdasarkan studi yang dilakukan PISA pada tahun 2009 dan 2012. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) pengaruh penggunaan metode inkuiri terhadap kemampuan mengingat dan 2) kemampuan memahami.

Penelitian ini merupakan penelitian quasi experimental design tipe

nonequivalent control group design. penelitian ini dilakukan di SD Kanisius Sorowajan Yogyakarta, tanggal 15 September sampai dengan tanggal 10 Oktober 2015. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Kanisius Sorowajan sebanyak 53 siswa. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas VA sebagai kelas eksperimen sebanyak 26 siswa, dan kelas VB sebagai kelompok kontrol sebanyak 27 siswa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) penggunaan metode inkuiri berpengaruh terhadap kemampuan mengingat. Rerata skor yang diperoleh pada kelompok eksperimen lebih tinggi dari kelompok kontrol df = 51; t = -8,68. Harga

Sig. (2-tailed) sebesar 0,01 (atau p < 0,05) dengan nilai M = 1,16; SD = 0,79; SE = 0,15 untuk kelompok kontrol, dan M = 1,75; SD = 0,41; SE = 0,07 untuk kelompok eksperimen. Besar effect size adalah r = 0,53 atau 28% setara dengan efek besar. 2) Penggunaan metode inkuiri berpengaruh terhadap kemampuan

memahami. Rerata skor yang diperoleh pada kelompok eksperimen lebih tinggi dari kelompok kontrol df = 51; t = -6,11. Harga Sig. (2-tailed) sebesar 0,00 (atau p < 0,05) dengan nilai M = 0,67; SD = 0,58; SE = 0,110 untuk kelompok kontrol, dan M = 1,61; SD = 0,54; SE = 0,107 untuk kelompok eksperimen. Besar effect size adalah r = 0,65 atau 42% setara dengan efek besar.


(12)

ix ABSTRACT

Sudarto , Agnes Lirinanda .(2016) . The Effect of the Using Inquiry Method Towards the Ability of Remember and Understand in Science Subject Class V at Kanisius Elementary School Yogyakarta. Thesis .Yogyakarta: Elementary School Teacher Education Study Program, Sanata Dharma University

Keywords: inquiry methods, ability to remember, ability to understand, and science.

The background of this research is the concern in the low Science Education achievements in Indonesia based on study conducted pisa in 2009 and 2012 .This research aims to investigate the use of inquiry based learning method on 1) the ability to remember and 2 ) of the ability understand.

The research is a quasi design research experimental type nonequivalent control group design . The study is done in primary kanisius sorowajan yogyakarta , on 15 september until the date of 10 october 2015 .The population of the research is grade school students kanisius sorowajan about 53 students .The sample this is a student va as a class experiment about 26 students , and class vb as the control group about 27 students.

The result showed that 1 ) usage method of inkuiri exert influence over the capacity of. Mean score obtained in the experiment higher than the control group df = 51; t = -8,68 .The price of Sig .( 2-tailed ) is 0,01 ( or P < 0,05 ) with M = 1,16; SD = 0,79; SE = 0,15 to the control group, and M = 1,75; SD = 0,41; SE = 0,07for the experiment group.The effect size is r = 0,53 or 28 % equivalent with large effect.. 2 ) usage method of inkuiri impact on the ability to see the .Rerata score obtained in the experiment higher than the control group df = 51; t = -6,11 .The price of Sig .( 2-tailed ) is 0,00 ( or p < 0,05 ) with M = 0,67; SD = 0,58; SE = 0,110 to the control group, and M = 1,61; SD = 0,54; SE = 0,107 for the experiment group.The effect size is r = 0,65 or 42 % equivalent with large effect.


(13)

x PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, kasih, dan rahmat-Nya yang telah diberikan, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh penggunaan metode inkuiri

terhadap kemampuan mengingat dan memahami pada pelajaran IPA kelas V SD”.

Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan berbagai pihak, sulit bagi peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini. Maka dari itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Gregorius Ari Nugrahanta, S.J., S.S., BST., M.A. Dosen Pembimbing I yang selalu memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis.

3. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd. Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis.

5. Segenap dosen dan staf Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma, yang telah memberikan pengetahuan dan dukungan dalam menyelesaikan studi strata I.

6. Suwardi, S.Pd. Kepala Sekolah SD Kanisius Sorowajan yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian di SD tersebut.

7. Vitus Gading Sasongko, S.Pd. Guru kelas VA yang telah menjadi guru mitra dalam pelaksanaan pembelajaran selama penelitian.

8. Siswa-siswi kelas VA dan VB SD Kanisius Sorowajan yang telah ikut berpartisipasi sebagai subjek penelitian.

9. Teman-teman PPL (Mira, Stepani, dan Andan) SD Kanisius Sorowajan atas kerjasamanya di sekolah.

10.Teman-teman satu payung skripsi (Stepani, Andan, Desty, Vega, Ami, Wikan, Dewi, Nindya, Tira, Adi, Bayu, dan Dea) yang banyak membantuku agar skripsi ini dapat selesai tepat waktu.


(14)

xi 11.Papa dan mama yang selalu mendoakan, memberi dukungan dan semangat. 12.Clara dan Dictus selaku kakak yang selalu memberikan semangat dan

dukungan, serta deus selaku adek yang selalu memberiku semangat.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini belum sempurna dan masih banyak kekurangan karena keterbatasan kemampuan. Oleh karena itu, peneliti terbuka terhadap masukan, kritik dari semua pihak yang membaca. Peneliti juga berharap semoga karya ilmiah ini berguna bagi semua pihak yang membacanya.

Penulis


(15)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

PRAKATA ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ...xvii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Definisi Operasional ... 6

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Teori ... 8

2.1.1 Teori-teori yang Mendukung ... 8

2.1.1.1 Teori Perkembangan Anak... 8

2.1.1.2 Teori Pembelajaran Vygotsky ... 10

2.1.1.3 Proses Kognitif Mengingat dan Memahami ... 12

1. Proses Kognitif Benjamin S. ... 12

2. Proses Kognitif Mengingat dan Memahami ... 14

2.1.1.4 Metode Inkuiri ... 17

2.1.1.5 Pembelajaran ... 23

2.1.1.6 Hakikat Pembelajaran KTSP ... 24

2.1.1.7 Ilmu Pengetahuan Alam ... 26

2.1.2 Materi KTSP ... 27

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan ... 31

2.2.1 Penelitian-penelitian tentang Metode Inkuiri ... 31

2.2.2 Penelitian-penelitian tentang Proses Kognitif ... 33

2.3 Literature Map ... 35

2.4 Kerangka Berpikir ... 35

2.5 Hipotesis Penelitian ... 36

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 37


(16)

xiii

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 39

3.2.2 Waktu Pengambilan Data ... 40

3.3 Populasi dan Sampel ... 40

3.4 Variabel Penelitian ... 42

3.4.1 Variabel Independen ... 42

3.4.2 Variabel Dependen ... 42

3.5 Instrumen Penelitian ... 43

3.6 Teknik Pengujian Data ... 46

3.6.1 Validitas Instrumen ... 46

3.6.2 Reliabilitas Instrumen ... 47

3.7 Teknik Pengumpulan Data ... 48

3.8 Teknik Analisis Data ... 49

3.8.1 Uji Normalitas Distribusi Data ... 50

3.8.2 Uji Pengaruh Perlakuan ... 50

3.8.2.1 Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 51

3.8.2.2 Uji Perbedaan Skor Pretest ke Posttest ... 52

3.8.2.3 Uji Besar Pengaruh Metode Inkuiri ... 53

3.8.2.4 Analisis Lebih Lanjut ... 54

1. Uji Persentase Peningkatan Rerata Pretest-Posttest I ... 54

2. Uji Signifikansi Peningkatan Rerata Pretest-Posttest I ... 55

3. Uji Korelasi antara Rerata Pretest dan Posttest I ... 56

4. Uji Retensi Pengaruh Metode Inkuiri ... 56

3.8.3 Dampak Pengaruh Perlakuan ... 57

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 59

4.1.1 Implementasi Penelitian ... 59

4.1.1.1 Deskripsi Populasi Penelitian ... 60

4.1.1.2 Deskripsi Implementasi Pembelajaran ... 60

4.1.2 Hasil Uji Hipotesis Penelitian I ... 65

4.1.2.1 Uji Normalitas Distribusi Data ... 66

4.1.2.2 Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 67

4.1.2.3 Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan ... 67

4.1.2.4 Uji Besar Pengaruh Perlakuan ... 70

4.1.2.5 Analisis Lebih Lanjut ... 70

1. Perhitungan Persentase Peningkatan Rerata Pretest-Posttest I ... 70

2. Uji Signifikansi Peningkatan Rerata Pretest-Posttest I ... 72

3. Uji Korelasi antara Rerata Pretest dan Posttest I ... 74

4. Uji Retensi Pengaruh Perlakuan ... 75

4.1.3 Hasil Uji Hipotesis Penelitian II ... 77

4.1.3.1 Uji Normalitas Distribusi Data ... 78

4.1.3.2 Uji Perbedaan Rerata Pretest ... 79

4.1.3.3 Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan ... 80

4.1.3.4 Uji Besar Pengaruh Perlakuan ... 82

4.1.3.5 Analisis Lebih Lanjut ... 83

1. Perhitungan Persentase Peningkatan Rerata Pretest-Posttest I ... 83

2. Uji Signifikansi Peningkatan Rerata Pretest-Posttest I ... 85


(17)

xiv

4. Uji Retensi Pengaruh Perlakuan ... 87

5. Dampak Lebih Lanjut ... 89

4.2 Pembahasan ... 93

4.2.1 Pengaruh Metode Inkuiri terhadap Kemampuan Mengingat ... 93

4.2.2 Pengaruh Metode Inkuiri terhadap Kemampuan Memahami ... 96

4.2.3 Pembahasan Lebih Lanjut ... 98

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan ... 101

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 102

5.3 Saran ... 102

DAFTAR REFERENSI ... 103

LAMPIRAN ... 107


(18)

xv DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan Materi Pembelajaran ... 28

Gambar 2.2 (a) Serat Wol, (b) Serat Kapas, (c) Serat Baja ... 29

Gambar 2.3 (a) Benang Jahit, (b) Benang Wol ... 29

Gambar 2.4 (a) Tali Rafia, (b) Tambang Baja, (c) Tambang Plastik ... 30

Gambar 2.5 Bagan Penelitian yang Relevan ... 35

Gambar 3.1 Desain Penelitian ... 38

Gambar 3.2 Variabel Penelitian ... 43

Gambar 3.3 Rumus Besar Efek untuk Data Normal ... 53

Gambar 3.4 Rumus Besar Efek untuk Data Tidak Normal ... 53

Gambar 3.5 Rumus Persentase Uji Peningkatan ... 54

Gambar 3.6 Rumus Gain Score ... 54

Gambar 4.1 Diagram Rerata Selisih Skor Pretest-Postest I Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 69

Gambar 4.2 Grafik perbedaan rerata pretest ke posttest I ... 72

Gambar 4.3 Grafik Pretest, Posttest I, dan Posttest II Kemampuan Mengingat ... 77

Gambar 4.4 Diagram Rerata Selisih Skor Pretest-Postest I Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 82

Gambar 4.5 Grafik Perbedaan Rerata Pretest ke Posttest I ... 85

Gambar 4.6 Grafik Pretest, Posttest I, dan Posttest II Kemampuan Memahami ... 89


(19)

xvi DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jadwal Pengambilan Data ... 40

Tabel 3.2 Matriks Pengembangan Instrumen ... 44

Tabel 3.3 Rubrik Penilaian ... 44

Tabel 3.4 Uji Validitas Variabel Mengingat dan Memahami ... 47

Tabel 3.5 Kriteria Koefisien Reliabilitas ... 47

Tabel 3.6 Uji Reliabilitas Semua Variabel Kemampuan Mengingat Dan Memahami ... 47

Tabel 3.7 Pengumpulan Data Pretest dan Posttest ... 49

Tabel 4.1 Hasil Uji Normalitas Kemampuan Mengingat ... 66

Tabel 4.2 Hasil Uji Perbandingan Skor Pretest Kemampuan Mengingat ... 67

Tabel 4.3 Hasil Levene’s test ... 68

Tabel 4.4 Hasil Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan ... 69

Tabel 4.5 Hasil Uji Besar Pengaruh Perlakuan Kemampuan Mengingat ... 70

Tabel 4.6 Tabel Perhitungan Persentase Peningkatan Rerata Pretest-Postest ... 71

Tabel 4.7 Hasil Uji Signifikansi Peningkatan Rerata Pretest-Posttest ... 73

Tabel 4.8 Hasil Uji Besar Peningkatan Rerata Pretest-Posttest I Kemampuan Mengingat ... 73

Tabel 4.9 Uji Korelasi Pretest-Posttest I Kemampuan Mengingat ... 74

Tabel 4.10 Hasil Uji Retensi Pengaruh Perlakuan Kemampuan Mengingat ... 75

Tabel 4.11 Hasil Uji Normalitas Kemampuan Memahami ... 78

Tabel 4.12 Hasil Levene’s test ... 79

Tabel 4.13 Hasil Uji Perbandingan Skor Pretest Kemampuan Memahami ... 80

Tabel 4.14 Hasil Levene’s test ... 81

Tabel 4.15 Hasil Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan ... 81

Tabel 4.16 Hasil Uji Besar Pengaruh Perlakuan Kemampuan Memahami ... 83

Tabel 4.17 Tabel Perhitungan Persentase Peningkatan Rerata Pretest-Postest ... 83

Tabel 4.18 Hasil Uji Signifikansi Peningkatan Rerata Pretest-Posttest ... 86

Tabel 4.19 Hasil Uji Besar Peningkatan Rerata Pretest-Posttest I Kemampuan Memahami ... 86

Tabel 4.20 Uji Korelasi Pretest-Posttest I Kemampuan Memahami... 87

Tabel 4.21 Hasil Uji Retensi Pengaruh Perlakuan Kemampuan Memahami ... 88


(20)

xvii DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.1 Surat Ijin Penelitian ... 107

Lampiran 1.2 Surat Ijin Validitas Instrimen ... 108

Lampiran 2.1 Silabus Kelompok Eksperimen ... 109

Lampiran 2.2 Silabus Kelompok Kontrol ... 117

Lampiran 2.3 RPP Kelompok Eksperimen ... 122

Lampiran 2.4 RPP Kelompok Kontrol ... 128

Lampiran 3.1 Soal Uraian ... 132

Lampiran 3.2 Kunci Jawaban ... 136

Lampiran 3.3. Hasil Rekap Nilai Expert Judgement... 139

Lampiran 3.4 Hasil Analisis SPSS Uji Validitas Semua Kemampuan ... 140

Lampiran 3.5 Hasil Analisis Spss Uji Reliabilitas Semua Kemampuan ... 141

Lampiran 4.1 Tabulasi Nilai Pretest, Posttest I, Selisih dan Posttest II Kemampuan Mengingat ... 142

Lampiran 4.2 Tabulasi Nilai Pretest, Posttest I, dan Posttest II Kemampuan Memahami ... 144

Lampiran 4.3 Hasil Spss Uji Normalitas Data ... 146

Lampiran 4.4 Hasil SPSS Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 147

Lampiran 4.5 Hasil SPSS Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan ... 148

Lampiran 4.6 Hasil Uji Effect Size Signifikansi Pengaruh Perlakuan ... 149

Lampiran 4.7 Hasil Uji Persentase Peningkatan Skor Pretest ke Postttest I ... 150

Lampiran 4.8 Hasil Uji Signifikansi Peningkatan Skor Pretest ke Postttest I ... 150

Lampiran 4.9 Hasil Uji Korelasi Skor Pretest ke Postttest I ... 152

Lampiran 4.10 Hasil Uji Retensi Pengaruh Perlakuan... 153

Lampiran 4.11 Transkrip Wawancara ... 154

Lampiran 5.1 Foto-foto Kegiatan Pembelajaran ... 158


(21)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Pada BAB I ini akan dikemukakan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

1.1Latar Belakang Penelitian

Sebuah cara yang sering berguna sekali untuk mengajarkan pengertian sebuah konsep ialah belajar melalui pengalaman langsung yang terjadi dalam kenyataan-kenyataan yang ada. Sebuah proses pembelajaran yang baik adalah proses pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan kognitif siswa dari level paling rendah yaitu mengingat dan memahami sampai level paling tinggi. Mengingat adalah proses menerima, menyerap, menyimpan, dan mengeluarkan kembali informasi yang telah diterima melalui pengamatan. Mengingat juga dapat dipahami sebagai proses seseorang mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dari memori jangka panjang (Anderson & Krathwohl, 2010: 99). Memahami adalah sebuah kondisi di mana seseorang mengerti akan maksud dari sebuah informasi yang telah diterima (Anderson & Krathwohl, 2010: 106). Pembelajaran IPA adalah suatu aktivitas manusia di mana manusia melakukan observasi, menggunakan metode ilmiah dan memperoleh pengetahuan (Amien, 1987: 4). Oleh karena itu, proses pembelajaran IPA yang diinginkan seorang siswa yaitu guru yang tidak hanya menggunakan metode ceramah namun juga mengajak siswanya untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran sehingga dapat tercipta pembelajaran yang nyata dan bermakna, sehingga materi yang disampaikan guru bisa dengan tepat dipahami siswa.

Perkembangan zaman semakin pesat. Sudah banyak sekali siswa yang juga mengikuti perkembangan zaman. Namun masih banyak pembelajaran di kelas yang kurang mengikuti perkembangan zaman. Dari pengamatan yang dilakukan di SD Kanisius Sorowajan pada tanggal 4 Agustus 2015 dalam pembelajaran IPA, selama kegiatan pembelajaran aktivitas siswa terbatas pada tempat duduknya dan interaksi dengan teman sebangku. Guru cenderung menggunakan metode ceramah pada saat mengajar di dalam kelas. Siswa cenderung takut menjawab pertanyaan


(22)

2 dari guru terkait mata pelajaran IPA karena mereka takut salah. Siswa kurang mau untuk berusaha menafsirkan sebuah data, mencari contoh tentang materi pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dalam kehidupan sehari-hari, ada beberapa siswa yang masih kurang mampu untuk membuat kesimpulan dan merangkum sebuah materi menjadi lebih mudah dalam membuat sebuah catatan sehingga para siswa cenderung hanya terpaku dengan buku pegangan yang mereka punya (buku LKS dan buku cetak). Kekurangan tersebut dapat mempengaruhi kemampuan siswa dalam mengingat dan memahami, karena ketika siswa kurang mampu merangkum dan membuat catatan sendiri sesuai pemahamannya maka siswa belum dapat dikatakan tentu sudah mengingat dan memahami materi yang telah diajarkan guru. Padahal dengan digunakannya metode pembelajaran yang mendukung pasti pembelajaran akan terasa menyenangkan bagi siswa.

Data PISA (Programme For International Student Asessment) tahun 2009 yang dikeluarkan oleh OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) menunjukkan bahwa kemampuan anak-anak Indonesia dalam pelajaran membaca, matematika dan IPA berada pada peringkat 57 dari 65 negara yang diteliti oleh OECD. Seiring berjalannya waktu pendidikan di Indonesia tidak semakin meningkat tetapi semakin menurun. Hal ini dibuktikan dengan hasil yang tertera pada PISA tahun 2012 yang dikeluarkan oleh OECD menunjukkan bahwa peringkat Indonesia turun menjadi peringkat ke dua dari bawah. Dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa dalam pelajaran membaca, matematika dan IPA mengalami penurunan dalam kurun waktu 3 tahun belakangan ini.

Dari kenyataan di atas kita dapat melihat adanya kesenjangan antara pembelajaran yang harusnya tercipta dengan kenyataan yang ada saat ini, sehingga menimbulkan beberapa masalah yang terkadang mempengaruhi pemahaman materi yang diajarkan oleh guru kepada siswa. Beberapa masalah yang kadang muncul dalam pembelajaran yaitu siswa lebih memilih mengobrol dengan temannya dari pada memperhatikan gurunya dan siswa yang mengalami kebinggungan selama pembelajaran berlangsung. Dari beberapa masalah yang ditemukan dalam pembelajaran maka dapat menimbulkan masalah baru yaitu rendahnya tingkat kemampuan mengingat dan memahami seorang anak SD dalam mata pelajaran IPA.


(23)

3 Teori perkembangan Jean Piaget mengemukakan bahwa anak usia sekolah dasar masuk dalam tahap operasi konkret di mana seorang anak mulai memiliki kemampuan untuk berpikir secara logis dan melakukan sebuah pengamatan (Trianto, 2013: 71). Teori tersebut mengatakan pada anak usia SD membutuhkan pembelajaran dengan pengalaman langsung, karena dengan demikian seorang anak dapat mengamati secara langsung apa yang mereka pelajari secara jelas dan nyata. Terkait dengan siswa yang membutuhkan pengalaman langsung dalam pembelajaran hendaknya seorang guru dapat melakukan pembelajaran yang kreatif dan inovatif agar siswa lebih bersemangat dalam mengikuti proses belajar mengajar yang terjadi baik di dalam maupun di luar kelas. Hal ini dapat diterapkan dalam pembelajaran IPA di Sekolah Dasar yang umumnya dapat berisi tentang konsep pemahaman materi melalui pengamatan langsung yang dilakukan oleh siswa. Hal tersebut dapat diatasi dengan menggunakan metode inkuiri untuk dapat meningkatkan kemampuan mengingat dan memahami. Siswa dikatakan memahami apabila mereka dapat membangun sendiri makna dari pesan-pesan pembelajaran baik yang bersifat lisan, tulisan maupun grafis, yang disampaikan melalui pengajaran, buku, atau komputer. Siswa memahami ketika mereka

menghubungkan pengetahuan “baru” dan pengetahuan lama mereka (Anderson & Krathwohl, 2010: 106). Lebih tepatnya pengetahuan yang baru masuk dihubungkan dengan pengetahuan yang pernah didapat terkait materi yang dibahas.

Metode inkuiri adalah suatu cara menyampaikan pelajaran dengan penelaahan sesuatu yang bersifat mencari secara kritis, analisis, dan argumentatif (ilmiah) dengan menggunakan langkah-langkah tertentu menuju kesimpulan (Usman, 1993: 124). Metode inkuiri sangat sesuai untuk mengajarkan mata pelajaran IPA karena pembelajaran yang menggunakan metode ini dapat mengembangkan bakat kemampuan yang dimiliki oleh seorang individu, dapat menghindarkan siswa dari cara belajar tradisional yang hanya menghafal tanpa memahami materi, memberikan waktu kepada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi informasi yang didapat (Amien, 1987: 135-136), siswa dapat memperoleh pengalaman belajar seumur hidup, melatih siswa untuk menggali dan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar yang tidak ada habisnya,


(24)

4 meningkatkan keterlibatan siswa dalam menemukan dan memproses bahan pelajaran, selain itu mengurangi ketergantungan siswa dalam mendapatkan sebuah pelajaran (Mulyani & Johan, 2000: 114).

Beberapa jurnal mengemukakan bahwa metode inkuri mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Wahyuni dan Isa (2010) membuktikan bahwa metode inkuiri mampu meningkatkan minat dan pemahaman siswa dalam pembelajaran fisika. Maryani, Asmayani, dan Tahmid (2014) melakukan penelitian yang membuktikan bahwa metode inkuiri mampu meningkatkan aktivitas siswa SD kelas III dalam pembelajaran matematika. Metode inkuiri juga berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan mengingat dan memahami siswa kelas IV SD Kanisius Kalasan (Marvialista,2013). Beberapa penelitian yang relevan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa metode inkuiri mampu meningkatkan aktivitas siswa, minat, serta pemahaman siswa ketika belajar.

Belajar dari masalah di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh penerapan metode inkuiri terhadap kemampuan mengingat dan memahami.

Peneliti tertarik meneliti kemampuan mengingat dan memahami karena kedua kemampuan tersebut mendasari empat proses kognitif taksonomi bloom yang lebih tinggi, sehingga peneliti memulai meneliti dari hal yang paling dasar kemudian baru ke proses kognitif yang semakin komplek. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas V SD Kanisius Sorowajan Yogyakarta semester ganjil tahun

ajaran 2015/2016 dalam mata Pelajaran IPA Kompetensi Dasar “Mendeskripsikan hubungan antara sifat bahan tali-temali dengan bahan penyusunnya, misalnya tali bahan serat, benang, tali rafia, nilon dan tambang”. Penelitian ini dilakukan di kelas VA sebagai kelompok kontrol dengan jumlah siswa sebanyak 26 anak dan kelas VB sebagai kelompok eksperimen dengan jumlah siswa sebanyak 27 anak. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian quasi experimental design tipe nonequivalent control group design.

Peneliti memilih SD Kanisius Sorowajan karena sekolah ini cukup baik dengan kelas paralel sesuai kebutuhan penelitian kuasi eksperimental. Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan juga menjadi pertimbangan tersendiri bagi peneliti karena peneliti menggunakan KTSP sebagai acuan dalam merumuskan instrumen penelitian. Selain itu, metode inkuiri belum pernah diterapkan di SD


(25)

5 sehingga peneliti tertarik untuk mencoba menerapkan metode inkuiri dalam pembelajaran IPA. Karakteristik siswa yang aktif juga menjadi salah satu pertimbangan penulis untuk memilih SD Kanisius Sorowajan sebagai tempat penelitian.

1.2Rumusan Masalah

1.2.1 Apakah penerapan metode inkuiri pada mata pelajaran IPA berpengaruh terhadap kemampuan mengingat siswa kelas V SDK Sorowajan Yogyakarta pada semester ganjil tahun ajaran 2015/2016?

1.2.2 Apakah penerapan metode inkuiri pada mata pelajaran IPA berpengaruh terhadap kemampuan memahami siswa kelas V SDK Sorowajan Yogyakarta pada semester ganjil tahun ajaran 2015/2016?

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Mengetahui pengaruh penerapan metode inkuiri pada mata pelajaran IPA terhadap kemampuan mengingat siswa kelas V SDK Sorowajan Yogyakarta semester ganjil tahun ajaran 2015/2016.

1.3.2 Mengetahui pengaruh penerapan metode inkuiri pada mata pelajaran IPA terhadap kemampuan memahami siswa kelas V SDK Sorowajan Yogyakarta semester ganjil tahun ajaran 2015/2016.

1.4Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberikan beberapa manfaat sebagai berikut : 1.4.1 Bagi siswa

Siswa menjadi lebih aktif dalam proses pembelajaran, siswa mendapat pemahaman yang bermakna dalam pembelajaran, dan siswa mampu mengembangkan kemampuan mengingat dan memahami suatu materi dalam pembelajaran IPA.

1.4.2 Bagi Guru

Guru menjadi lebih kreatif dalam menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna bagi siswa dan guru mampu menciptakan suasana pembelajaran yang aktif bagi siswa


(26)

6 1.4.3 Bagi Sekolah

Pihak sekolah memiliki wawasan yang baru tentang model pembelajaran yang mampu mengaktifkan siswa saat pembelajaran dan meningkatkan prestasi sekolah dalam pembelajaran IPA.

1.4.4 Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dalam menggunakan metode pembelajaran yang mengaktifkan siswa.

1.5 Definisi Operasional

1.5.1 Proses kognitif adalah proses berpikir yang dialami oleh manusia untuk mendapatkan pengetahuan menggunakan kemampuan berpikir dari tahap rendah sampai tinggi.

1.5.2 Mengingat adalah proses menerima, menyerap, menyimpan, dan mengeluarkan kembali informasi yang telah diterima melalui pengamatan, kemudian disimpan dalam pusat kesadaran (otak).

1.5.3 Kemampuan mengingat adalah kemampuan seseorang untuk mengalami proses mengambil pengetahuan dari memori jangka panjang yang sudah pernah seseorang dapatkan.

1.5.4 Memahami adalah mengetahui benar dan mengetahui akan materi pelajaran yang telah diajarkan.

1.5.5 Kemampuan memahami adalah proses membuat makna atau menafsirkan materi pelajaran yang sudah didapatkan.

1.5.6 Metode inkuiri adalah metode pembelajaran yang mengajarkan siswa untuk memecahkan sebuah masalah dengan melakukan percobaan atau eksperimen, dengan langkah-langkah yaitu orientasi, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, menarik kesimpulan, dan mempresentasikan hasil penelitian yang didapatkan.

1.5.7 Metode inkuiri terbimbing adalah metode inkuiri di mana guru memberikan bimbingan dan arahan kepada siswa saat kegiatan pembelajaran berlangsung. 1.5.8 Siswa SD adalah siswa kelas V SD Kanisius Sorowajan, kelas VA sebagai kelompok kontrol yang berjumlah 26 dan siswa kelas VB sebagai kelompok eksperimen yang berjumlah 26.


(27)

7 1.5.9 Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah salah satu mata pelajaran inti yang diajarkan di SD dan membahas tentang pengetahuan alam sekitar untuk tingkat SD kelas V.


(28)

8 BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini berisi kajian teori, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian. Kajian teori membahas teori-teori yang mendukung dan beberapa kajian penelitian yang relevan. Kerangka berpikir berisi pemikiran dan hipotesis yang berisi dugaan sementara atau jawaban sementara dari rumusan masalah penelitian. 2.1 Kajian Teori

2.1.1 Teori-teori Yang Mendukung 2.1.1.1 Teori Perkembangan Anak

Manusia dilahirkan di dunia dimulai dari bayi hingga dewasa. Setiap manusia pasti pernah mengalami dimana mereka menjadi seorang anak. Dari seorang bayi maka akan tumbuh menjadi seorang anak. Seseorang yang bertumbuh menjadi anak-anak pasti mengalami proses perkembangan baik secara kognitif maupun psikomotorik. Ketika di sekolah anak-anak lebih banyak belajar untuk mengembangkan kemampuan kognitifnya. Para guru sebaiknya mengetahui sampai manakah tahap perkembangan kognitif para siswa sehingga seorang guru mampu menciptakan pembelajaran yang sesuai dengan tahap kemampuan seorang anak sesuai dengan masa perkembangannya.

Jean Piaget (1896-1980) memiliki pendapat bahwa seorang anak maju melalui empat tahap perkembangan kognitif, dari mulai lahir dan dewasa, yaitu tahap sendorimotor, pra operasional, operasi konkret, dan operasi formal (Trianto, 2013: 70). Setiap tahap perkembangan selalu dialami oleh setiap individu secara berurutan dan tidak ada individu yang melompati salah satu tahap. Setiap tahap ditandai dengan munculnya kemampuan intelektual baru yang memungkinkan orang untuk lebih memahami pengetahuan baru dengan cara yang lebih lengkap. Tahap-tahap Perkembangan Kognitif Piaget (Trianto, 2013: 71) :

1. Sensorimotor (0-2 tahun), pada tahap ini mulai Terbentuk konsep

“kepermanenan obyek” dan kemajuan gradual dari perilaku refleksif ke

perilaku yang mengarah kepada tujuan.

2. Praoperasional (2-7 tahun), pada tahap ini perkembangan kemampuan menggunakan simbol-simbol untuk menyatakan obyek-obyek dunia mulai


(29)

9 terlihat. Selain itu anak memiliki masih pemikiran yang egosentris dan sentrasi.

3. Operasonal Kongkret (7-11 tahun) merupakan tahap dimana seorang anak mengalami perbaikan dalam hal kemampuan untuk berpikir secara logis. Kemampuan-kemampuan baru termasuk menggunakan operasi-operasi yang dapat balik. Pemikiran tidak lagi sentarsi tetapi desentarsi dan pemecahan masalah tidak begitu dibatasi oleh keegosentrisan.

4. Operasional Formal (11 tahun sampai dewasa), anak mulai memiliki pemikiran yang abstrak dan murni simbolis mungkin dilakukan. Masalah-masalah dapat dipecahkan melalui penggunaan eksperimentasi sistematis. Berdasarkan teori kognitif Piaget, perkembangan intelektual anak usia Sekolah Dasar berada pada tahap operasional konkret (7-11 tahun). Anak pada masa ini memiliki kemampuan berpikir konkret dan mendalam, mampu mengklasifikasikan dan mengontrol persepsinya (Muhibin, dalam Majid, 2014: 8). Namun, dalam pembelajaran dibutuhkan metode pembelajaran yang dapat merangsang pemikiran anak terhadap hal-hal kritis agar kemampuan berpikir tingkat tinggi anak dapat dimaksimalkan.

Piaget mengutarakan Proses penghubungan antara informasi-informasi lama dan pengalaman baru disebut ekuilibrasi. Guru dapat mengambil keuntungan ekuilibrasi dengan menciptakan situasi yang mengakibatkan ketidakseimbangan, oleh karena itu menimbulkan keingintahuan siswa (Moshman, dalam Slavin, 1994: 33). Kemampuan untuk bergaul dengan hal-hal yang bersifat lebih abstrak yang diperlukan untuk mencerna gagasan-gagasan dalam berbagai mata pelajaran akademik umumnya baru terbentuk ketika siswa duduk di kelas-kelas terakhir sekolah dasar dan berkembang lebih lanjut dengan meningkatnya usia (Trianto, 2013: 72).

Piaget mengemukakan bahwa anak membangun sendiri konsep-konsep dari pengalaman sendiri dengan lingkungannya. Guru hanya berperan sebagai fasilitator dan bukan pemberi informasi. Guru perlu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi para siswanya (Hadisubroto, 2000: 11). Pada anak usia SD kelas 4 dan 5, mereka sedang memasuki tahap operasional konkrit, yang pada saat ini anak mulai memandang pengetahuan secara objektif dan berorientasi secara


(30)

10 konseptual. Tahap operasional konkrit dapat juga dikatakan tahap awal bagi seorang anak untuk mulai berfikir secara ilmiah. Oleh karena itu, pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada anak untuk bersentuhan langsung dengan benda-benda konkrit dalam pembelajaran sains, dapat membantu siswa pada tahap operasional konkrit untuk memulai kerja kelompok dalam melakukan praktikum, mengukur variabel secara bermakna, dapat memahami dan mencatat data dalam tabel, membentuk dan memahami hubungan sederhana dari dua variabel, menggunakan apa yang telah mereka ketahui sebelumnya untuk membuat kesimpulan dan memprediksi serta mengeneralisasi suatu pengalaman yang sering mereka alami.

2.1.1.2 Teori Pembelajaran Vygotsky

Teori Piaget mengemukakan bahwa perkembangan kognitif seseorang dibagi menjadi empat tahap yaitu tahap sensorimotor, praoperasional, operasional konkrit dan operasional formal. Piaget mengemukakan teori tentang perkembangan kognitif, sedangkan Vygotsky mengemukakan tentang teori tentang psikologi perkembangan. Kedua teori tersebut saling mendukung karena setiap orang pasti akan berkembang baik secara kognitif maupun secara psikologinya, perkembangan tersebut diharapkan saling seimbang jadi ketika kognitif seseorang berkembang diharapkan pula psikologi seseorang itu semakin matang/berkembang. Interaksi-interaksi sosial itu penting, karena pengetahuan dibangun di antara dua orang atau lebih yang saling berinteraksi (Schunk, 2012: 341).

Tucdge & Scrimsher (2003) (dalam Schunk, 2012: 339) mengemukakan bahwa teori Vygotsky menitikberatkan interaksi dari faktor-faktor interpersonal (sosial), kultural-historis, dan individual sebagai kunci dari perkembangan manusia. Teori Vygotsky sangat penting dalam teori perkembangan psikologi. Teori ini menekankan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran, menurut Vygotsky pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum pernah dikerjakan/dipelajari namun tugas-tugas-tugas-tugas itu masih dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas tersebut dalam zone of proximal development (Trianto, 2013: 76). Zone of proximal development adalah perbedaan


(31)

11 antara apa yang dapat dilakukan sendiri oleh anak-anak dan apa yang dapat mereka lakukan dengan bantuan orang lain (Schunk, 2012: 341). Interaksi dengan orang dewasa atau teman sebaya dalam Zone of proximal development dapat meningkatkan perkembangan kognitif. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi umumnya muncul dalam percakapan atau kerjasama antar individu (Slavin, 1994: 49). Hal penting yang perlu diterapkan pada teori Vygotsky yaitu

scaffolding. Scaffolding berarti memberikan sejumlah bantuan sementara yang diberikan kepada seorang anak selama tahap-tahap awal pembelajaran kemudian anak diberi kepercayaan untuk mengambil alih tanggung jawab dalam menyelesaikan tugasnya setelah ia dapat melakukannya sendiri, bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, memberi contoh, dan menjelaskan langkah-langkah penyelesaian suatu masalah (Slavin, dalam Trianto, 2013: 76-77).

Teori Vygotsky memiliki dua implikasi dalam pembelajaran sains, pertama, suasana kelas pembelajaran kooperatif antarsiswa, sehingga siswa dapat berinteraksi dengan tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi pemecahan masalah. Kedua, pembelajaran menekankan pada scaffolding sehingga siswa semakin lama semakin bertanggung jawab terhadap pembelajaran sendiri (Susanto, 2013: 97). Teori dari vygotsky ini mendukung pembelajaran yang menggunakan metode inkuiri secara berkelompok sehingga selama pembelajaran dapat saling bertukar pikiran dan menemukan jawabannya bersama-sama dengan kelompok melalui kegiatan praktik. Melalui kerjasama antar teman maka siswa dapat melompati tahapan dari zone of actual development ke zone of potential development yang melalui proses yang disebut sebagai Zone of proximal development.

Jadi, teori Piaget dan teori Vygotsky saling mendukung untuk menciptakan pembelajaran yang sesuai agar siswa memperoleh pengalaman langsung secara berkelompok. Selain itu Piaget mengemukakan bahwa seorang anak usia SD sudah mulai dapat memecahkan masalah secara berkelompok, sehingga sebaiknya guru menerapkan metode pembelajaran yang mampu mendukung siswa untuk menemukan jawabannya sendiri melalui pengalaman langsung dan dilakukan secara berkelompok.


(32)

12 2.1.1.3 Proses Kognitif Mengingat dan Memahami

1. Proses Kognitif Benjamin S.

Bloom Kategori-kategori pada dimensi kognitif merupakan pengklasifikasian proses-proses kognitif siswa secara komprehensif yang terdapat dalam tujuantujuan pendidikan. Kategori-kategori ini merentang dari proses kognitif yang paling banyak dijumpai dalam tujuan-tujuan di bidang pendidikan, yaitu mengingat, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Proses-proses kognitif tersebut akan dijabarkan secara rinci sebagai berikut (Anderson & Krathwohl, 2010: 99-133).

a. Mengingat berarti mengambil pengetahuan tertentu dari memori jangka panjang. Mengingat berisikan dua proses kognitif yang lebih spesifik, yakni mengenali dan mengingat kembali. Kata lain untuk menggantikan mengenali adalah mengidentifikasi, yaitu menempatkan pengetahuan dalam memori jangka panjang yang sesuai dengan pengetahuan tersebut. Mengingat kembali dapat diganti dengan kata mengambil, yaitu mengambil pengetahuan yang relevan dari memori jangka panjang. Untuk melaksanakan pembelajaran dalam kategori proses kognitif mengingat, guru memberikan pertanyaan mengenali atau mengingat kembali dalam kondisi yang sama persis dengan kondisi ketika siswa belajar materi yang diujikan. Kemampuan mengingat penting sebagai bekal untuk belajar yang bermakna dan menyelesaikan masalah dalam tugas-tugas yang lebih kompleks.

b. Memahami mengajak siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang menumbuhkan kemampuan transfer. Fokusnya ialah lima proses kognitif dari memahami sampai mencipta. Siswa dikatakan memahami bila mereka dapat mengkonstruksikan makna dari pesan-pesan pembelajaran baik yang bersifat lisan, tulisan, atau grafis yang disampaikan melalui pengajaran, buku, komputer, dan sebagainya. Kategori yang termasuk dalam memahami adalah kata kerja menafsirkan, memberi contoh, mengklasifikasikan, meringkas, menyimpulkan, membandingkan dan menjelaskan. Kata-kata kerja menafsirkan nama lainnya adalah mengklarifikasi, memparafrasakan,


(33)

13 mempresentasi, atau menerjemahkan. Kata kerja mencontohkan kata lainnya adalah mengilustrasikan atau memberikan contoh. Kata kerja mengklasifikasikan kata lainnya adalah mengkategorikan atau mengkelompokkan. Kata kerja meringkas kata lainnya adalah mengabstraksi atau mengeneralisasi. Kata kerja menyimpulkan kata lainnya adalah menyarikan, mengekstrapolasi, menginterpolasi, dan memprediksi. Kata kerja membandingkan kata lainnya adalah mengontraskan, memetakan, mencocokkan. Kata kerja menjelaskan kata lainnya adalah membuat model.

c. Mengaplikasikan yaitu menggunakan prosedur-prosedur tertentu untuk mengerjakan soal latihan atau menyelesaikan masalah. Kategori mengaplikasikan terdiri dari dua proses kognitif, yakni mengeksekusi yaitu menerapkan suatu prosedur terhadap masalah yang familier dan mengimplementasikan yaitu menerapkan suatu prosedur terhadap masalah yang tidak familier. Kata kerja mengeksekusi dapat diganti dengan kata melaksanakan. Kata kerja mengimplementasikan dapat diganti dengan kata menggunakan.

d. Menganalisis melibatkan proses memecah-mecah materi menjadi bagianbagian kecil yang menentukan bagaimana hubungan antar bagian dan antara setiap bagian dari struktur keseluruhannya. Menganalisis meliputi proses membedakan, mengorganisasi, dan mengatribusikan. Menganalisis mencakup belajar untuk menentukan potongan-potongan informasi yang relevan (membedakan), menentukan cara-cara untuk menata potongan-potongan informasi tersebut (mengorganisasikan), dan menentukan tujuan di balik informasi tersebut (mengatribusikan). e. Mengevaluasi didefinisikan sebagai membuat keputusan berdasarkan

kriteria dan standar. Kriteria yang paling sering digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi, dan konsistensi. Kategori mengevaluasi mencakup proses kognitif memeriksa dan mengkritik. Memeriksa memiliki kata lain mengkoordinasi, mendeteksi, memonitor dan menguji. Sedangkan mengkritik memiliki kata lain menilai.


(34)

14 f. Mencipta melibatkan proses menyusun elemen-elemen menjadi sebuah keseluruhan yang koheren atau fungsional. Mencipta mengandung tiga proses kognitif, yaitu merumuskan atau membuat hipotesis, merencanakan atau mendesain dan memproduksi atau mengkonstruksi.

2. Proses Kognitif Mengingat dan Memahami a. Mengingat

Proses mengingat adalah proses mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dari memori jangka panjang (Anderson dan Krathwohl, 2010: 99). Pengetahuan yang dibutuhkan oleh seorang siswa beraneka macam seperti pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural. Pengetahuan

mengingat penting sabagai bekal untuk belajar yang bermakna dan menyelesaikan masalah karena pengetahuan yang sudah diketahui dapat digunakan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang lain. Adapun beberapa kategori dan proses kognitif (Anderson dan Krathwohl, 2010: 103-105) yaitu:

1) Mengenali

Proses mengenali adalah mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dari memori jangka panjang untuk membandingkannya dengan informasi yang baru saja diterima. Mengenali juga sering disebut dengan mengidentifikasi. Ketika mengenali siswa mencari informasi di memori jangka panjang yang indentik dengan informasi yang baru didapatkan. Setelah menemukan informasi yang identik maka siswa akan mencari hubungan atau keterkaitan kesesuaian di antara kedua informasi tersebut.

2) Mengingat kembali

Proses mengingat kembali adalah mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dari memori jangka panjang ketika soal menghendaki demikian. Soal yang diberikan sering berupa pertanyaan. Siswa

mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya ketika diberi soal. Istilah mengingat kembali sering disebut mengambil.


(35)

15

b. Memahami

Proses kognitif yang berpijak pada kemampuan transfer dan ditekankan di sekolah-sekolah dan perguruan-perguruan tinggi ialah

memahami (Anderson dan Krathwohl, 2010: 105-106). Siswa dikatakan

memahami” bila mereka dapat mengkonstruksi makna dari pesan-pesan pembelajaran, baik yang bersifat lisan, tulisan ataupun grafis, yang disampaikan melalui pengajaran, buku atau layar komputer. Siswa memahami ketika mereka memadukan antara pengetahuan yang baru dengan skema-skema dan kerangka-kerangka kognitif yang telah ada. Proses-proses kognitif dalam kategori memahami meliputi menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan, merangkum, menyimpulkan, membandingkan dan menjelaskan (Anderson dan Krathwohl, 2010: 106-115).

1) Menafsirkan

Menafsirkan terjadi ketika siswa dapat mengubah informasi dari satu bentuk ke bentuk lain yang berupa pengubahan kata-kata menjadi kata-kata lain (misalnya, memparafrasakan), gambar dari kata-kata, kata-kata jadi angka, not balok jadi suara musik, dan semacamnya. Siswa dapat dikatakan sudah mampu menafsirkan, ketika ia diberi informasi dalam bentuk tertentu dan ia dapat mengubahnya menjadi bentuk lain. Format tes untuk mengukur kemampuan menafsirkan yang tepat adalah jawaban singkat dan pilihan ganda.

2) Mencontohkan

Proses kognitif mencontohkan terjadi ketika siswa memberikan contoh tentang konsep atau prinsip umum (misalnya, siswa dapat memilih segitiga sama kaki dari tiga segitiga yang ditunjukkan). Siswa diberi sebuah konsep atau prinsip dan mereka harus memilih atau membuat contohnya yang belum pernah mereka jumpai dalam pembelajaran. Tugas mencontohkan dapat berupa jawaban singkat, siswa harus membuat contoh, atau pilihan ganda. Nama lain untuk mencontohkan adalah mengilustrasikan dan memberi contoh.


(36)

16 3) Mengklasifikasikan

Proses kognitif mengklasifikasikan terjadi ketika siswa mengetahui bahwa sesuatu (misalnya, suatu contoh) termasuk dalam kategori tertentu (misalnya, konsep atau prinsip).

4) Merangkum

Proses konitif merangkum terjadi ketika siswa mengemukakan satu kalimat yang merepresentasikan informasi yang diterima atau mengabstraksikan sebuah tema. Merangkum melibatkan proses membuat ringkasan informasi, misalnya makna suatu adegan drama, dan proses mengabstraksikan ringkasannya, misalnya menentukan tema atau poin-poin pokoknya. Ketika merangkum siswa diberi informasi kemudian mereka membuat rangkuman atau catatan singkat tentang informasi tersebut. Tugas asesmennya dapat berupa tes jawaban singkat dan pilihan ganda, yang berkenaan dengan penentuan tema atau pembuatan rangkuman.

5) Menyimpulkan

Proses kognitif menyimpulkan menyertakan proses menemukan pola dalam sejumlah contoh, misalnya ketika siswa diberi angka-angka 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, mereka dapat membedakan pola dalam susunan angka tersebut (yakni setelah dua angka pertama, setiap angkanya merupakan jumlah dari dua angka sebelumnya). Proses menyimpulkan melibatkan kognitif membandingkan seluruh contohnya. Tiga tes asesmen yang sering digunakan untuk menyimpulkan adalah tes melengkapi, tes analogi dan tes pengecualian.

6) Membandingkan

Proses kognitif membandingkan melibatkan proses mendeteksi persamaan dan perbedaan antara dua atau lebih objek, peristiwa, ide, masalah, atau situasi, seperti menentukan bagaimana suatu peristiwa terkenal (misalnya, skandal politik terdahulu). Pada saat membandingkan siswa mendeteksi keterkaitan antara pengetahuan baru dengan pengetahuan yang lama.


(37)

17 7) Menjelaskan

Proses kognitif menjelaskan berlangsung ketika siswa dapat membuat dan menggunakan model sebab-akibat dalam sebuah sistem. Model ini dapat diturunkan dari teori (sebagaimana seringkali terjadi dalam sains) atau didasarkan pada hasil penelitian atau pengalaman (sebagaimana kerap kali terjadi dalam ilmu sosial dan humaniora).

2.1.1.4 Metode Inkuiri

1. Pengertian Metode Inkuiri

Menurut Scmidt (dalam Putra, 2013: 85) mengemukakan bahwa inkuiri adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi atau eksperimen guna mencari jawaban maupun memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis dan logis. Sedangkan National Science Education Standarts (NRC, 1996) mendefinisikan inkuiri sebagai aktivitas yang beraneka ragam yang meliputi observasi, membuat pertanyaan, dan mencari sumber informasi lain untuk menganalisis data, menginterpretasikan data, mengajukan jawaban, menjelaskan, memprediksi, membuat kesimpulan dan mengkomunikasikan hasil eksperimen atau observasi. Piaget mengemukakan bahwa metode inkuiri adalah suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang dipersiapkan bagi siswa untuk melakukan eksperimen sendiri secara luas dalam melihat sesuatu yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, menggunakan simbol-simbol dan mencari tahu jawaban atas pertanyaan mereka sendiri, menghubungkan menemuan yang satu dengan penemuan yang lain, serta membandingkan sesuatu yang ditemukan oleh diri sendiri dengan yang ditemukan oleh orang lain (Putra, 2013: 87). Trowbridge & Bybee (Putra, 2013: 87) mengemukakan bahwa inquiry is the process of defining and investigating problems formulating hypotheses, designing experiments, gathering data, and drawing calculations about problems.

Secara umum metode inkuiri adalah metode yang berpusat kepada siswa. Metode ini dapat dimulai dengan pertanyaan yang dapat membuat siswa penasaran dan ingin tahu tentang pembelajaran yang akan dilakukan, sehingga


(38)

18 siswa tertarik untuk mau mencoba menemukan sendiri jawaban dari pertanyaan tersebut. Ketika siswa mau mencari tahu sendiri jawaban dari pertanyaan yang telah diberikan, siswa akan berusaha untuk mencari sumber-sumber lain agar dapat menganalisis data, menjelaskan, memprediksi, membuat kesimpulan dan mengkomunikasikan hasil observasi atau eksperimen yang telah mereka lakukan. Setelah siswa mampu mengomunikasikan hasil kerjanya maka secara tidak langsung siswa tidak hanya mengingat namun juga memahami jawaban yang mereka temukan itu. Melalui metode inkuiri siswa diajak untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran yang berlangsung dengan cara menemukan sendiri jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang sudah diajukan melalui observasi maupun eksperimen (Sanjaya, 2006: 193).

2. Prinsip-prinsip Metode Inkuiri

Metode inkuiri menekankan kepada pengembangan inteklektual anak. Menurut Piaget perkembangan intelektual dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu kematangan (maturation), physical experience, social experience, dan

equilibration. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh setiap guru dalam menggunakan metode inkuiri (Sanjaya, 2006: 197-199) :

1) Berorientasi pada pengembangan intelektual. Tujuan utama dari metode inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir. Oleh karena itu metode pembelajaran ini selain berorientasi pada hasil belajar juga berorientasi pada proses selama pembelajaran.

2) Prinsip interaksi adalah menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi guru sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi antara siswa dengan guru maupun siswa dengan siswa. Guru hanya perlu mengarahkan agar siswa mampu mengembangkan kemampuan berpikirnya melalu proses interaksi.

3) Prinsip bertanya yaitu guru berperan sebagai penanya. Kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langkah inkuiri sangat diperlukan, berbagai jenis dan teknik bertanya perlu dikuasai oleh guru. Kemampuan guru untuk bertanya digunakan untuk memancing siswa agar mengeluarkan pendapatnya dalam merumuskan masalah.


(39)

19 4) Prinsip belajar untuk berpikir, belajar bukan hanya untuk mengingat fakta tetapi juga mengembangkan potensi seluruh otak, baik otak kiri maupun otak kanan sehingga anak dapat belajar menggunakan otak kiri dan kanan secara seimbang.

5) Prinsip keterbukaan, anak perlu diberikan kebebasan untuk mencoba sesuai dengan perkembangan kemampuan logika dan nalarnya. Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya.

Beberapa prinsip penggunaan model inkuiri yang lain yaitu (Majid, 2014: 174) : 1) Berorientasi pada pengembangan intelektual

Tujuan utama metode inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir. Jadi, metode ini selain berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar.

2) Prinsip interaksi

Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menepatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri.

3) Prinsip bertanya

Guru harus mengembangkan kemampuan bertanya kepada siswa. karena, dengan menjawab pertanyaan guru siswa sudah melewati proses berpikir. 4) Prinsip belajar untuk berpikir

Belajar bukan berarti hanya mengingat fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir, yakni proses mengembangkan potensi otak.

5) Prinsip keterbukaan

Pembelajaran bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya.

3. Macam-macam Metode Inkuiri

Metode inkuiri dibedakan menjadi tiga yaitu (Hanafiah dan Suhana 2010: 77) : 1) Inkuiri terbimbing yaitu kegiatan inkuiri dimana pelaksanaan atas dasar

arahan dari guru berupa seperangkat pertanyaan inti dan pertanyaan melacak yang mengarahkan siswa pada kesimpulan yang diharapkan. Guru


(40)

20 membimbing dengan rumusan masalah yang dimulai dengan kata tanya

“Apakah…” yang hanya jawaban ya atau tidak.

2) Inkuiri bebas yaitu kegiatan inkuiri dimana peserta didik melakukan penyelidikan secara bebas, siswa merumuskan masalah, melakukan penyelidikan dan menarik kesimpulan secara mandiri.

3) Inkuiri bebas yang dimodifikasi yaitu kegiatan inkuiri yang bertujuan untuk membuktikan kebenaran suatu teori dimana guru mengajukan masalah berdasarkan teori yang sudah dimengerti siswa.

Sund and Trowbridge (dalam Sanjaya, 2006: 199-201) mengemukakan tiga macam metode inkuiri sebagai berikut:

1) Inkuiri terbimbing (guided inquiry); peserta didik memperoleh pedoman sesuai dengan yang dibutuhkan. Pedoman tersebut biasanya berupa pertanyaan-pertanyaan yang membimbing.

2) Inkuiri bebas (free inquiry), metode ini digunakan bagi peserta didik yang telah berpengalaman dengan pendekatan inkuiri (Putra, 2013: 97). Peserta didik bebas melakukan penelitian sendiri bagaikan seorang ilmuwan, sehingga peserta didik harus dapat mengidentifikasikan dan merumuskan berbagai topik permasalahan yang hendak diselidiki.

3) Inkuiri bebas yang dimodifikasi (modified free inquiry), metode ini merupakan gabungan dari dua metode sebelumnya yaitu metode inkuiri terbimbing dan inkuiri bebas (Putra, 2013: 99). Pada inkuiri ini guru memberikan permasalahan atau problem dan kemudian peserta didik diminta untuk memecahkan permasalahan tersebut melalui pengamatan, eksplorasi, dan prosedur penelitian. Peran guru untuk membimbing hanya terbatas sehingga siswa diajarkan untuk mandiri dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi.

4. Metode Inkuiri Terbimbing

Pendekatan inkuiri terbimbing adalah pendekatan inkuiri saat guru membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberikan pertanyaan awal sebagai tuntunan kepada siswa untuk mengarahkan kepada suatu diskusi (Putra, 2013: 96). Pendekatan ini biasanya digunakan untuk siswa yang belum terbiasa


(41)

21 dengan pembelajaran inkuiri. Guru berperan sebagai pembimbing yang memberi petunjuk atau bimbingan kepada siswa dalam melakukan suatu tugas agar siswa mampu memahami konsep-konsep pelajaran. Pada pendekatan ini siswa akan mengerjakan tugas-tugas yang sesuai dengan masa perkembangan, baik melalui tugas kelompok maupun tugas individu, agar dapat menyelesaikan masalah dan menarik suatu kesimpulan. Metode inkuiri juga bisa disebut dengan istilah

guided discovery-inquiry”. Guided discovery-inquiry digunakan apabila dalam pembelajaran guru menyediakan bimbingan atau petunjuk yang cukup luas kepada siswa (Amin, 1987: 137).

5. Langkah-langkah Pembelajaran Metode Inkuiri

Sanjaya (2006: 199-203) mengemukakan langkah-langkah pembelajaran menggunakan metode inkuiri sebagai berikut :

1) Orientasi adalah langkah untuk mempersiapkan suasana pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini guru mengkondisikan siswa untuk siap melaksanakan proses pembelajaran.

2) Merumuskan masalah merupakan langkah untuk mengajak siswa masuk pada persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang diberikan kepada siswa haruslah persoalan yang menantang mereka untuk mau memecahkan masalah itu.

3) Mengajukan atau merumuskan hipotesis adalah mengajukan jawaban sementara yang akan diuji kebenarannya melalui sebuah ekspeimen atau observasi.

4) Mengumpulkan data yaitu aktivitas memilah dan memilih informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis.

5) Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data.

6) Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis.


(42)

22 1) Orientasi adalah langkah untuk mempersiapkan suasana pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini guru mengkondisikan siswa untuk siap melaksanakan proses pembelajaran.

2) Merumuskan masalah merupakan langkah untuk mengajak siswa masuk pada persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang diberikan kepada siswa haruslah persoalan yang menantang mereka untuk mau memecahkan masalah itu.

3) Mengajukan atau merumuskan hipotesis adalah mengajukan jawaban sementara yang akan diuji kebenarannya melalui sebuah ekspeimen atau observasi.

4) Melakukan eksperimen adalah proses melakukan percobaan untuk mengumpulkan data dalam rangka menguji hipotesis.

5) Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis.

6) Mempresentasikan hasil adalah proses mengemukakan hasil kesimpulan yang telah didapat dari eksperimen yang telah dilakukan.

7) Melakukan evaluasi adalah proses pembenaran jawaban bagi kelompok yang jawabannya kurang tepat dan melakukan penguatan terhadap jawaban siswa dalam kelompok yang sudah benar dan tepat.

6. Keunggulan Metode Inkuiri

Metode inkuiri merupakan metode yang banyak dianjurkan dalam pembelajaran IPA. Hal ini dikarenakan metode inkuiri memiliki beberapa keunggulan, yaitu 1) metode inkuiri merupakan metode yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang sehingga pembelajaran menggunakan metode inkuiri dianggap lebih bermakna, 2) metode inkuiri memberikan ruang yang bebas kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajarnya, 3) metode inkuiri dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku melalui pengalaman langsung (Sanjaya, 2006: 206).


(43)

23 2.1.1.5 Pembelajaran

1. Pengertian Pembelajaran

Slavin (dalam Putra, 2013: 15) berpendapat bahwa pembelajaran didefinisikan sebagai perubahan tingkah lagu individu yang disebabkan oleh adanya pengalaman. Corey (dalam putra, 2013: 16) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi yang menunjukkan bahwa lingkungan seseorang sengaja dibuat untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus. Woolfolk mengatakan bahwa pembelajaran berlaku apabila suatu pengalaman secara relatif menghasilkan perubahan kekal dalam pengetahuan dan tingkah laku (putra, 2013: 16). Dari beberapa pengertian tentang pembelajaran yang dikemukakan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah upaya menyampaikan materi antara guru dan siswa dalam bentuk teori maupun praktik yang dilakukan dengan memperhatikan unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling berhubungan untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran.

2. Pengajaran dan Mengajar

Tujuan-tujuan pengertian mengajar yang dimaksudkan (Putra, 2013: 18) sebagai berikut :

a. Mengajar merupakan upaya menyampaikan pengetahuan kepada siswa di sekolah. Dalam tujuan ini terdapat konsep bahwa pendidikan mementingkan mata pelajaran yang dipelajari oleh siswa. adapun beberapa konsep pembelajaran yang terkandung dalam tujuan mengajar ini yaitu pembelajar merupakan persiapan di masa depan, pembelajaran merupakan suatu proses penyampaian pengetahuan, pembelajaran adalah penguasaan pengetahuan oleh siswa, siswa bersikap dan bertindak pasif, dan kegiatan hanya berlangsung di dalam kelas.

b. Mengajar adalah mewariskan kebudayaan kepada generasi muda melalui lembaga pendidikan. Menurut teori ini pembelajaran bertujuan untuk membentuk manusia berbudaya dan materi pembelajarannya bersumber dari kebudayaan yang turun temurun.


(44)

24 c. Pembelajaran adalah upaya mengorganisasi lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi siswa. Teori tersebut memiliki arti bahwa pembelajaran bertujuan untuk mengembangkan dan mengubah tingkah laku siswa. Selain itu kegiatan pembelajaran berupa pengaturan lingkungan, maksudnya sekolah berfungsi untuk menyediakan lingkungan yang dibutuhkan bagi perkembangan tingkah laku siswa, seperti menyiapkan bahan ajar, metode mengajar, alat peraga, dan lain-lain. Dalam hal ini lingkungan belajar yang nyaman dan menyenangkan juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan siswa. Teori ini juga mengakui bahwa setiap siswa memiliki potensi, kebutuhan, minat, intelegensi, dan tingkat emosi yang berbeda-beda.

d. Pembelajaran adalah upaya untuk mempersiapkan siswa menjadi warga masyarakat yang baik. Pembelajaran berlangsung dalam suasana yang konkrit dan sesungguhnya. Para siswa mengerjakan hal-hal yang menarik minat dan sesuai dengan kebutuhan di masyarakat.

3. Ciri-ciri Pembelajaran

Ciri-ciri pembelajaran terletak pada unsur-unsur yang saling berkaitan dalam proses belajar yaitu motivasi, bahan belajar, media belajar, suasana belajar dan kondisi siswa saat belajar. Walker (dalam Ahmad Rohani, 1995: 10) mengemukakan bahwa suatu aktivitas belajar sangat berhubungan dengan motivasi, perubahan motivasi akan turut mengubah wujud, bentuk dan hasil belajar. Ada atau tidaknya motivasi dalam belajar sangat mempengaruhi seseorang dalam proses belajar itu sendiri. Oleh karena itu sebaiknya guru dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dengan berbagai macam metode mengajar, bahan ajar, media belajar dan lain-lain yang dapat menarik siswa untuk mau belajar.

2.1.1.6 Hakikat Pembelajaran KTSP 1. Pengertian

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi). KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan


(45)

25 pendidikan/sekolah (Muslich, 2007). KTSP adalah suatu ide tentang pengembangan kurikulum yang diletakan pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran, yakni sekolah dan satuan pendidikan. Penyusunan KTSP yang dipercayakan pada setiap satuan pendidikan hampir senada dengan prinsip implementasi KBK (kurikulum 2004) disebut Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah (KBS). Prinsip ini diimplementasikan untuk memberdayakan daerah dan sekolah dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengelola serta menilai pembelajaran sesuai dengan kondisi dan aspirasi mereka (Muslich, 2007). Dengan adanya pengelolaan KBS, banyak pihak/instansi yang akan berperan dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas di sekolah, yaitu sekolah, kepala sekolah, guru, dinas pendidikan kabupaten atau kota, dinas pendidikan provinsi dan Depdiknas. Pada KTSP kewenangan untuk mengembangkan dan mengelola kurikulum lebih dibesarkan diberikan kepada sekolah.

2. Karakteristik

Nasution (dalam Jumari 2007) menjelaskan bahwa KTSP memiliki beberapa kharakteristik yaitu:

a. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa, baik secara individual, maupun klasikal.

b. Berorientasi pada hasil belajar (learning out comes) dan keberagaman. c. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode

yang bervariasi.

d. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsure edukatif.

e. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.

3. Ciri-ciri KTSP

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada dasarnya merupakan aplikasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (Kurikulum 2004) di tingkat satuan pendidikan, sebagai suatu konsep dan sekaligus sebagai sebuah program, memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Siskandar, 2003):


(46)

26 a. Menekankan pada ketercapaian siswa baik secara individual maupun

klasikal

b. Berorientasi pada hasil dan keberagaman

c. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi

d. Sumber belajar bukan hanya guru tetapi sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif

e. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan suatu kompetensi.

4. Prinsip-prinsip KTSP

Prinsip-prinsip yang ada pada KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yaitu (Muslich, 2007: 18):

a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, kepentingan peserta didik dan lingkungannya

b. Beragam dan terpadu

c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan

e. Menyeluruh dan berkesinambungan f. Belajar sepanjang hayat

g. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.

2.1.1.7 Ilmu Pengetahuan Alam 1. Hakikat IPA

Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Selain itu, IPA dipandang pula sebagai proses, produk, dan sebagai prosedur (Donosepoetro dalam Trianto, 2013: 137). Hakikat IPA semata-mata tidak hanya pada dimensi pengetahuan, tetapi lebih dari itu, IPA menekankan pada keteraturan di alam sekitar agar semakin meningkat.


(47)

27 2. Tujuan IPA

Fungsi dan tujuan IPA menurut Depdiknas tahun 2003 (dalam Trianto 2013:138) adalah sebagai berikut: 1) menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; 2) mengembangkan ketrampilan, sikap, dan nilai ilmiah; 3) mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan teknologi; 4) menguasai konsep sains untuk bekal hidup masyarakat dan melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.

Laksmi (dalam Trianto, 2010: 142) mengungkapkan pendidikan IPA di sekolah mempunyai tujuan-tujuan sebagai berikut : 1) Memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia tempat hidup dan bagaimana bersikap. 2) Menanamkan sikap hidup ilmiah. 3) Memberikan ketrampilan untuk melakukan pengamatan. 4) Mendidik siswa untuk mengenal, mengetahui cara kerja serta menghargai para ilmuwan penemunya. 5) Menggunakan dan menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan permasalahan.

2.1.2 Materi KTSP

Standar Kompetensi yang diambil oleh peneliti adalah SK 4. Memahami hubungan antara sifat bahan dengan penyusunnya dan perubahan sifat benda sebagai hasil suatu proses. Kompetensi dasar yang diambil oleh peneliti yaitu KD 4.1 mendeskripsikan hubungan antara sifat bahan tali-temali dengan bahan penyusunnya, misalnya tali bahan serat, benang, tali rafia, nilon dan tambang. Materi dalam pembelajaran ini yaitu hubungan antara jenis bahan dan kekuatannya. Pada penelitian ini materi yang akan diajarkan lebih dikhususkan pada sifat bahan benang terhadap penyerapan air dan kekuatan bahan benang dan tali berdasarkan struktur penyusunnya. Materi dibatasi pada sifat bahan tali-temali berdasarkan bahan penyusunnya, berikut bagan materi


(48)

28

Gambar 2.1 Bagan Materi Pembelajaran

1. Bahan Tali - temali: Serat, Benang, Tali dan Tambang

Terdapat banyak jenis tali yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti tali sepatu, tali tambang, benang layangan, dan benang jahit. Benda-benda tersebut biasa kita gunakan untuk mengikat, menggantung, menarik, maupun menyambung benda lain. Berdasarkan bahan penyusunnya, terdapat tiga tingkatan bahan tali-temali yaitu serat, benang, tali. Serat berasal dari tumbuhan atau buatan pabrik. Serat dipintal menjadi benang, benang digabung dan dipilin menjadi tali (Yousnelly, dkk, 2010: 56).

a. Serat

Serat merupakan bagian dasar benang dan tali. Serat merupakan untaian-untaian bahan yang tidak dapat dipisahkan lagi dengan tangan. Terdapat dua macam serat yaitu serat alam dan serat sintesis. Serat alam merupakan serat yang berasal dari tumbuhan atau hewan. Contoh serat alam adalah serat kapas, serat ijuk, serat wol, dan serat sutra. Serat kapas diperoleh dari bunga tanaman kapas. Serat ijuk diperoleh dari pangkal pelepah pohon enau. Serat wol diperoleh dari bulu-bulu domba. Serat sutra diperoleh dari kepompong ulat sutra. Sedangkan serat sintesis berasal dari pengolahan minyak bumi, logam, dan lain-lain. Contoh serat sintesis adalah serat nilon, serat baja, dan berbagai jenis serat plastik lainnya (Yousnelly, dkk, 2010: 57).

Sifat Bahan Tali-temali Berdasarkan Bahan Penyusunnya

Bahan Tali-temali: Pengertian Serat, Benang,

Tali dan Tambang

Sifat Bahan Benang terhadap

Penyerapan Air

Kekuatan Bahan Benang dan Tali

Berdasarkan Struktur Penyusunnya


(49)

29

(a) (b)

Sumber: www.merdeka.com Sumber: www.caramenjahit.com

(c)

Sumber: www.findotek.indonetwork.co,id

Gambar 2.2: (a) serat wol, (b) serat kapas, (c) serat baja

b. Benang

Benang adalah gabungan dari serat serat-serat. Serat-serat disatukan dengan cara tertentu sehingga dihasilkan benang. Benang jauh lebih kuat dibandingkan dengan serat karena tersusun dari banyak serat. Benang jahit tersusun dari serat kapas, benang sutra tersusun dari serat sutra, benang wol tersusun dari serat bulu domba, sedangkan benang nilon tersusun dari serat nilon. Contoh-contoh benang diantaranya, benang jahit, benang sutra, dan benang nilon (Yousnelly, dkk, 2010: 57).

(a) (b)

Sumber: https://butikkaffah.wordpress.com Sumber: http://yoanzidan42.blogspot.co.id


(50)

30 c. Tali

Tali adalah gabungan dari beberapa benang. Bentuk susunan tali menunjukkan cara penggabungan benang-benangnya. Bentuk pilinan pada tali tambang, bentuk anyaman pada tali sepatu, dan bentuk lurus pada tali rafia menunjukkan cara penggabungannya (Yousnelly, dkk, 2010: 57).

Tambang berbentuk tali yang sangat besar. Tambang banyak sekali digunakan untuk berbagai keperluan, seperti menambat kapal agar tidak lepas ke laut. Adapun tambang plastik digunakan untuk tali jemuran, mendirikan tenda, menaikkan bendera, dan lain sebagainya. Tambang baja untuk menambat kapal laut dan benda-benda berat lainnya harus kuat dan besar (Hermana, 2009: 88).

(a)

Sumber: https://belajar.kemdikbud.go.id

(b) (c)

Sumber: www.talibesi.com Sumber:http://supadmobama.blogspot.co.id


(1)

156

4.11.3 Wawancara Siswa C

Transkrip Wawancara

Kelompok Eksperimen Siswa C Sesudah Perlakuan : SC1-SC42

Hari/ Tanggal : Kamis, 15 Oktober 2015

Wawancara Keterangan P : Apakah kamu senang dengan pelajaran IPA?

S3 : Senang.

P : Bagaimana cara guru kelasmu mengajarkan materi IPA selama ini?

S3 : Menggunakan metode ceramah.

P : Apakah guru kelasmu pernah menggunakan media saat belajar IPA? Sebutkan!

S3 : Jarang.

P : Apakah kegiatan IPA selama ini berlangsung menarik dan menyenangkan? Apa alasanmu?

S3 : Ya, karena mudah dimengerti.

P : Materi apa yang paling kamu sukai di pelajaran IPA? Apa alasanmu?

S3 : Organ tubuh manusia, benda dan sifatnya.

P : Apakah dengan menggunakan metode inkuiri/percobaan dapat membantu kamu dalam belajar IPA? Apa alasanmu?

S3 : Ya, karena mudah dimengerti

P : Apakah kamu merasa bosan ketika melakukan percobaan? Apa alasanmu?

S3 : Tidak bosan, karena melakukan percobaan menyenangkan. Tidak bosan P : Apakah kamu merasa mendapatkan pengetahuan baru dalam

mengenal kekuatan benang berdasarkan jenis bahannya dengan menggunakan metode inkuiri/percobaan?

S3 : Ya. Pengetahuan baru P : Bagaimana pendapatmu ketika pembelajaran menggunakan

metode inkuiri/percobaan?

S3 : Senang, karena mudah dilakukan. Menyenangkan P : Apakah kamu dapat mengerjakan soal nomor 1a dengan mudah?

S3 : Tidak, agak karena bingung.

P : Apakah kamu dapat mengerjakan soal nomor 1b dengan mudah?

S3 : Tidak, karena agak bingung.

P : Apakah kamu dapat mengerjakan soal nomor 2a dengan mudah?

S3 : Tidak, karena agak bingung.

P : Apakah kamu dapat mengerjakan soal nomor 2b dengan mudah?

S3 : Tidak, karena agak bingung.

P : Bagaimana pendapatmu mengenai pelaksanaan posttest I?

S3 : Soal yang dikerjakan susah. Soal yang susah P : Bagaimana pendapatmu mengenai pelaksanaan posttest 2?


(2)

157

4.11.4 Wawancara Guru

Transkrip Wawancara

Wawancara Guru : G1

G24

Hari/Tanggal : Rabu, 14 Oktober 2015

Wawancara I Keterangan P : Apakah metode yang digunakan pernah digunakan oleh

bapak dalam pembelajaran IPA sebelum penerapan metode inkuiri?

G : Diskusi, pengamatan, mencongak, dan ceramah. P : Bagaimana sikap / respon siswa selama pembelajaran? G : Siswa aktif dalam berdiskusi, mengamati dan menjawab

pertanyaan. Sedangkan jika menggunakan metode ceramah siswa cenderung bosan.

Aktif

P : Apakah Bapak pernah menerapkan / mengamati pembelajaran dengan menggunakan metode inkuiri?

G : Pernah. Pengalaman sebelumnya

P : Bagaimana pendapat Bapak mengenai pembelajaran dengan menggunakan metode inkuiri?

G : Sangat diminati siswa, memudahkan siswa memahami materi, dan butuh alokasi waktu yang banyak.

Berminat

P : Bagaimana pendapat Bapak mengenai pembelajaran dengan menggunakan metode inkuiri di kelas eksperimen?

G : Pembelajaran menarik bagi anak, anak memahami materi dengan cepat, butuh penguasaan kelas yang baik agar langkah dan tujuan pembelajaran sesuai rencana.

Menarik

P : Bagaimana pendapat Bapak dengan pembelajaran di kelas kontrol yang hanya menggunakan metode ceramah? G : Anak kurang bersemangat dan pemahaman anak terhadap

materi dangkal atau mudah lupa.

Metode ceramah yang membosankan


(3)

158

Lampiran 5.1 Foto-foto Kegiatan Pembelajaran

5.1.1 Kelompok Eksperimen


(4)

159

5.1.2 Kelompok Kontrol


(5)

160


(6)

161

CURRICULUM VITAE

Agnes Lirinanda Sudarto merupakan anak ketiga dari

pasangan Yohanes Sudarto dan Theresia Dina Ari

Anugerahwati. Lahir di Sidoarjo pada tanggal 1 Juli

1994. Pendidikan awal dimulai TK Santo Yusuf,

Karang Pilang, Surabaya tahun 1999-2001. Pendidikan

dilanjutkan ke jenjang Sekolah Dasar Santo Yosef,

Joyoboyo, Surabaya pada tahun 2000-2006. Penulis

melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama

Santo Yosef Surabaya pada tahun 2006 dan lulus pada tahun 2009. Kemudian

penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Stella Duce I pada

tahun 2009 dan lulus pada tahun 2012. Penulis melanjutkan pendidikan di

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma pada

tahun 2012. Berikut ini daftar kegiatan yang pernah diikuti penulis selama

menjadi mahasiswa Universitas Sanata Dharma.

No Nama Kegiatan Tahun Peran 1 Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa I dan II 2013 Peserta 2 Penguasaan Bahasa Inggris Aktif 2015 Peserta 3 English Club 2012 Peserta 4 Kursus Mahir Dasar Pramuka (KMD) 2013 Peserta 5 Inisiasi Fakultas (Infisa) 2012 Peserta 6 Studium Generale “Family Problems and Children’s

Motivation to Learn” 2014 Peserta

7 Parade Gamelan Anak 2014 2014 Co-Dokumentasi 8 Malam Kreativitas PGSD 2013 2013 Ketua 9 HMPS

2013 Koordinator Bidang Kesenian 10 Parade Gamelan Anak 2013 2013 Co-Humas 11 Week-end Moral 2013 Peserta 12 Inisiasi Sanata Dharma 2012 Peserta 13 Malam Kreativitas PGSD 2014

2014 Ketua Bidang Acara

14 CSL 2014 Fasilitator

15 Kuliah Umum: “Diseminasi Hasil Magang Dosen :


Dokumen yang terkait

Pengaruh penerapan metode inkuiri terhadap kemampuan mengingat dan memahami mata pelajaran IPA siswa kelas V SD Negeri Cebongan Yogyakarta.

0 1 2

Pengaruh penerapan metode inkuiri terhadap kemampuan mengingat dan memahami mata pelajaran IPA siswa kelas V SD BOPKRI Gondolayu Yogyakarta.

0 0 199

Pengaruh penerapan metode inkuiri terhadap kemampuan mengaplikasi dan menganalisis pada mata pelajaran IPA kelas V SD Kanisius Sorowajan Yogyakarta.

0 3 175

Pengaruh penerapan metode inkuiri terhadap kemampuan mengevaluasi dan mencipta pada mata pelajaran IPA kelas V SD Kanisius Sorowajan Yogyakarta.

0 6 192

Pengaruh penggunaan metode inkuiri terhadap kemampuan mengingat dan memahami pada mata pelajaran IPA kelas V SD Kanisius Sorowajan-Yogyakarta.

0 0 192

Pengaruh penggunaan metode inkuiri terhadap kemampuan mengingat dan memahami pada pelajaran IPA SD Kanisius Sengkan Yogyakarta.

0 3 146

Pengaruh penggunaan metode inkuiri terhadap kemampuan mengingat dan memahami pada mata pelajaran IPA SD Kanisius Kalasan Yogyakarta.

3 69 161

Pengaruh penggunaan metode inkuiri terhadap kemampuan mengaplikasi dan menganalisis pada mata pelajaran IPA kelas V SD Kanisius Sorowajan Yogyakarta.

0 1 170

Pengaruh penggunaan metode inkuiri terhadap kemampuan mengingat dan memahami pada mata pelajaran IPA kelas V SD Kanisius Sorowajan Yogyakarta

0 2 190

Pengaruh penggunaan metode inkuiri terhadap kemampuan mengingat dan memahami pada mata pelajaran IPA SD Kanisius Kalasan Yogyakarta

0 2 159