Identifikasi senyawa dalam fraksi IV ekstrak N-Heksana daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis).

(1)

xviii INTISARI

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui struktur salah satu senyawa metabolit sekunder dalam fraksi IV ekstrak n-heksana daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis). Informasi mengenai struktur senyawa yang terkandung tanaman ini dapat digunakan untuk mengembangkan obat baru. Senyawa ini dapat juga berguna dalam proses standardisasi untuk mendapatkan bukti dalam pengembangan obat tradisional.

Fraksi IV ekstrak n-heksana daun binahong didapatkan melalui proses pemisahan pada proses kromatografi kolom dengan fase diam silika dan fase gerak kloroform. Identifikasi senyawa dalam fraksi IV dilakukan dengan uji fitokimia. Elusidasi struktur senyawa yang terkandung dalam isolat, dilakukan dengan KG-SM dan Spektrometri UV-Vis. Isolat didapatkan dari pemisahan fraksi IV dalam proses kromatografi lapis tipis preparatif dengan fase diam silika dan fase gerak kloroform.

Dari hasil uji fitokimia, didapatkan bahwa fraksi IV mengandung steroid. Elusidasi struktur menunjukkan bahwa isolat mengandung lutein dan senyawa steroid dengan kerangka kolesta-2,4-diena, pentadekena, heptadekena, 1-oktadekena, 4-tetradekanol, trikosil alkohol, dan n-oktadekana.

Kata Kunci: Identifikasi Senyawa, Ekstrak n-Heksana, Daun Binahong, Anredera cordifolia (Ten.) Steenis


(2)

xix ABSTRACT

This research was conducted to determine the structure of one of the secondary metabolites in fourth fraction of n-hexane’s extract of binahong leaf (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis). The information about the structure of compounds discovered in this plant could be used as a lead in developing new medicines. The compounds could also be useful in the standardization process in order to gather evidences in the development of traditional medicine.

The fourth fraction of n-hexane extract was obtained by separation at a column chromatography process with silica as the stationary phase and chloroform as the mobile phase. Identification of compounds in the fourth fraction was conducted by phytochemical screening. Structure elucidation of the compounds discovered in the isolate was conducted by GC-MS and UV-Vis spectrometry. Isolate was obtained by the fourth fraction separation in a preparative thin layer chromatography process with silica as the stationary phase and chloroform as the mobile phase.

From the phytochemical screening, it was discovered that the fourth fraction contains steroid. Structure elucidation showed that the isolate contained lutein and compounds of a steroid with cholesta-2,4-diene skeleton, 1-pentadecene, 1-heptadecene, 1-octadecene, 4-tetradecanol, tricosyl alcohol, and n-octadecane.

Keywords: Compounds Identification, n-Hexane Extract, Binahong Leaves, Anredera cordifolia (Ten.) Steenis


(3)

IDENTIFIKASI SENYAWA DALAM FRAKSI IV EKSTRAK N-HEKSANA DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi

Program Studi Farmasi

Oleh:

Margaretha Efa Putri NIM : 088114075

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

IDENTIFIKASI SENYAWA DALAM FRAKSI IV EKSTRAK N-HEKSANA DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi

Program Studi Farmasi

Oleh:

Margaretha Efa Putri NIM : 088114075

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

iii

Karya Kecil ini KupersembahKan untuK:

Guru sejatiku, Yesus, yang senantiasa mengajar, membimbing, dan

menyertai setiap langkahku.

Orang tuaku tercinta, Mama Kanthi dan Papa Tri yang senantiasa

mendoakan, mendukung, dan membimbingku dengan penuh

kesabaran, cinta, dan kasih sayang yang tak ada habisnya.

Serta adik-adikku tersayang, Satrio, Hiro, dan Agung yang terus

memberiku kasih sayang dan semangat.

“Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan,

yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan

demikian kamu adalah murid-murid-Ku.”

(Yoh. 15: 8)


(7)

(8)

(9)

(10)

vii

PRAKATA

Segala pujian dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan karena hanya dengan berkat dan pertolongan-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul ”Identifikasi Senyawa Fraksi IV Ekstrak n-Heksana Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)”. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi (S.Farm) pada Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Selama penelitian hingga penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak berupa bimbingan, pengarahan, saran, dukungan, maupun sarana. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada:

1. Ibu Lucia Wiwid Wijayanti, M.Si. selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan petunjuk, saran, arahan, dan bimbingan kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi ini,

2. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si. dan Pak Enade Perdana Istyastono, Ph.D, Apt. selaku Dosen Penguji skripsi yang telah memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini,

3. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan dan segenap dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta,

4. Bapak-bapak Laboran dan staf laboratorium yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi di laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta,


(11)

viii

5. Bapak Supoyo, selaku laboran di laboratorium Gas Chromatography-Mass Spectrometer (GC-MS) Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada, yang telah membantu proses pengerjaan kromatografi gas-spektrometri massa serta diskusi yang membantu dalam pengerjaan penelitian ini,

6. Semua keluarga yang selalu mendukung dan menyemangati dalam suka dan duka selama proses pengerjaan skripsi,

7. Wilfrida, teman sekelompok skripsi yang telah membantu dan menemani selama proses pengerjaan skripsi,

8. Bu Yuli dan beberapa pihak lain yang telah bersedia menyumbangkan banyak sampel daun binahong,

9. Seluruh teman-teman dari fakultas farmasi USD, khususnya kelas B angkatan 2008 dan FST 2008 yang telah banyak berbagi keceriaan dan kesedihan, 10. Semua teman-teman, yang selalu mendukung, menemani dan menyemangati 11. Serta semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini yang tidak

dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan karena keterbatasan kemampuan dan pengalaman penulis. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak. Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca semua, serta turut member sumbangan pada perkembangan ilmu pengetahuan.


(12)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

PERNYATAAN PERSTUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

INTISARI ... xviii

ABSTRACT ... xix

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan ... 4

C. Keaslian Penelitian ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 6


(13)

x

2. Manfaat teoretis ... 6

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 8

A. Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) ... 8

B. Ekstraksi ... 10

C. Metabolit Sekunder pada Tanaman... 11

1. Senyawa Fenolik ... 11

2. Alkaloid ... 15

3. Terpenoid ... 16

D. Kromatografi Kolom ... 18

E. Kromatografi Lapis Tipis ... 22

F. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif ... 24

G. Elusidasi Struktur ... 27

1. Kromatografi gas-spektrometri massa ... 27

2. Spektrometri ultraviolet-sinar tampak (UV-Vis) ... 31

H. Kandungan Binahong ... 37

I. Landasan Teori ... 39

J. Hipotesis ... 41

BAB III METODE PENELITIAN ... 42

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 42

B. Variabel dan Definisi Operasional ... 42

1. Klasifikasi Variabel ... 42

2. Definisi Operasional ... 42


(14)

xi

D. Alat ... 43

E. Tata Cara Penelitian ... 44

1. Determinasi Tanaman Binahong ... 44

2. Preparasi Sampel ... 44

3. Uji pendahuluan ekstrak ... 45

4. Fraksinasi ekstrak n-heksan daun binahong dengan kromatografi kolom (KK) ... 48

5. Isolasi dengan kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP) ... 50

6. Elusidasi Struktur ... 52

F. Analisis Hasil ... 52

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 54

A. Determinasi Tanaman ... 54

B. Preparasi Serbuk Simplisia Daun Binahong ... 54

C. Ekstraksi Serbuk Simplisia Daun Binahong ... 57

D. Uji Pendahuluan Ekstrak ... 58

1. Identifikasi flavonoid ... 58

2. Identifikasi tanin ... 60

3. Identifikasi alkaloida ... 62

4. Identifikasi saponin ... 65

5. Identifikasi triterpenoid dan steroid ... 66

E. Isolasi dengan Kromatografi Kolom ... 70

1. Optimasi fase gerak KK dengan metode pendekatan KLT ... 71


(15)

xii

3. Uji kemurnian eluat hasil KK dengan metode KLT ... 76

F. Isolasi dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP) ... 80

G. Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (KG-SM) ... 83

H. Spektroskopi Ultraviolet-Visibel (UV-Vis) ... 100

I. Analisis Hasil ... 106

BAB V PENUTUP ... 109

A. Kesimpulan ... 109

B. Saran ... 109

DAFTAR PUSTAKA ... 110

LAMPIRAN ... 114


(16)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Warna flavonoid dengan sinar tampak dan sinar

ultraviolet ... 14

Tabel II. Klasifikasi sinar tampak dengan warna komplementernya ... 32

Tabel III. Hasil identifikasi flavonoid dengan KLT ... 60

Tabel IV. Hasil identifikasi alkaloid dengan KLT ... 65

Tabel V. Hasil KLT identifikasi triterpenoid dan steroid ... 68

Tabel VI. Hasil uji fitokimia ekstrak n-heksan daun binahong ... 69

Tabel VII. Kepolaran fase gerak yang digunakan ... 72

Tabel VIII. Hasil KLT ekstrak dengan berbagai fase gerak ... 74

Tabel IX. Hasil KLT eluat dari kromatografi kolom ... 77

Tabel X. Hasil identifikasi fraksi IV dengan KLT ... 79

Tabel XI. Hasil KLTP ... 81

Tabel XII. Uji kemurnian isolat ... 83

Tabel XIII. Hasil Kromatografi Gas-Spektrometri Massa ... 99

Tabel XIV. Panjang gelombang maksimum isolat dalam spektra UV-Vis dengan pelarut kloroform... 102

Tabel XV. Spektra UV-Vis beberapa karotenoid dalam pelarut kloroform ... 102

Tabel XVI. Panjang gelombang maksimum isolat dalam spektra UV-Vis dengan pelarut metanol ... 104


(17)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tanaman binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) .. 8

Gambar 2. Struktur fenol ... 12

Gambar 3. Kerangka umum senyawa golongan flavonoid ... 12

Gambar 4. Proses kromatografi kolom ... 19

Gambar 5. Proses kromatografi lapis tipis ... 22

Gambar 6. Skema peralatan spektrofotometer massa ... 27

Gambar 7. Skema peralatan kromatografi gas-spektrofotometer massa ... 31

Gambar 8. Transisi elektronik oleh sinar UV-Vis ... 33

Gambar 9. Skema peralatan spektrofotometer UV-Vis ... 36

Gambar 10. Beberapa senyawa boussingosida dalam daun binahong .. 38

Gambar 11. Hasil uji flavonoid dengan serbuk seng dan magnesium ... 59

Gambar 12. Hasil KLT identifikasi flavonoid ... 59

Gambar 13. Hasil reaksi uji identifikasi tanin dengan FeCl3 ... 60

Gambar 14. Hasil uji identifikasi tanin dengan larutan gelatin ... 61

Gambar 15. Hasil Uji Identifikasi Alkaloid dengan Wagner LP ... 62

Gambar 16. Hasil Uji Identifikasi Alkaloid dengan Mayer LP ... 63

Gambar 17. Hasil Uji Identifikasi Alkaloid dengan Dragendorff LP ... 63

Gambar 18. Hasil KLT identifikasi alkaloid dengan reagen Dragendorff ... 64


(18)

xv

Gambar 20. Reaksi steroid dengan reagen Liebermann-Burchard ... 66

Gambar 21. Hasil uji identifikasi triterpenoid dan steroid ... 67

Gambar 22. Identifikasi triterpenoid dan steroid dengan KLT ... 68

Gambar 23. Hasil KLT ekstrak dengan berbagai fase gerak ... 73

Gambar 24. Kromatografi Kolom Ekstrak n-Heksan Daun Binahong .. 76

Gambar 25. Hasil KLT masing-masing eluat dari kromatografi kolom ... 76

Gambar 26. Hasil uji identifikasi fraksi IV ekstrak n-heksan daun binahong ... 79

Gambar 27. Hasil KLTP ... 81

Gambar 28. Isolat pekat dari proses isolasi ... 82

Gambar 29. Uji kemurnian isolat ... 82

Gambar 30. Kromatogram KG-SM isolat ... 84

Gambar 31. Spektra peak 1 KG-SM isolat... 86

Gambar 32. Struktur Naftalen ... 87

Gambar 33. Spektra peak 3 KG-SM isolat ... 87

Gambar 34. Fragmentasi 1-alkena ... 87

Gambar 35. Fragmentasi senyawa 1-pentadekena ... 88

Gambar 36. Spektra peak 4 KG-SM isolat... 89

Gambar 37. Fragmentasi senyawa 1-oktadekena ... 90

Gambar 38. Spektra peak 8 KG-SM isolat... 91

Gambar 39. Fragmentasi 4-tetradekanol dengan pemutusan-α dan tata ulang hidrogen ... 92


(19)

xvi

Gambar 40. Spektra peak 10 KG-SM isolat ... 93

Gambar 41. Fragmentasi trikosanol dengan pemutusan-α dan tata ulang hidrogen ... 94

Gambar 42. Spektra peak 11 KG-SM isolat ... 94

Gambar 43. Fragmentasi senyawa siklotetrakosana ... 95

Gambar 44. Spektra peak 14 KG-SM isolat ... 96

Gambar 45. Fragmentasi bis-(2-etilheksil) ftalat... 97

Gambar 46. Spektra peak 16 KG-SM isolat ... 98

Gambar 47. Fragmentasi senyawa 1-oktadekana ... 99

Gambar 48. Spektra UV-Vis isolat dengan pelarut kloroform... 101

Gambar 49. Struktur lutein ... 103

Gambar 50. Spektra UV-Vis isolat dengan pelarut metanol ... 104


(20)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Determinasi Binahong

(Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) ... 114

Lampiran 2. Perhitungan Rendemen Ekstrak ... 115

Lampiran 3. Perhitungan Kepolaran Kloroform:Methanol (1:1) ... 115

Lampiran 4. Contoh Perhitungan Nilai Rf KLT ... 115

Lampiran 5. Hasil Kromatografi Gas-Spektrometri massa ... 116

Lampiran 3. Spektrum UV/Vis ... 141

Lampiran 4. Perhitungan Panjang Gelombang Maksimum Teoretis Berdasarkan Teori Fieser-Kuhn ... 142


(21)

xviii

INTISARI

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui struktur salah satu senyawa metabolit sekunder dalam fraksi IV ekstrak n-heksana daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis). Informasi mengenai struktur senyawa yang terkandung tanaman ini dapat digunakan untuk mengembangkan obat baru. Senyawa ini dapat juga berguna dalam proses standardisasi untuk mendapatkan bukti dalam pengembangan obat tradisional.

Fraksi IV ekstrak n-heksana daun binahong didapatkan melalui proses pemisahan pada proses kromatografi kolom dengan fase diam silika dan fase gerak kloroform. Identifikasi senyawa dalam fraksi IV dilakukan dengan uji fitokimia. Elusidasi struktur senyawa yang terkandung dalam isolat, dilakukan dengan KG-SM dan Spektrometri UV-Vis. Isolat didapatkan dari pemisahan fraksi IV dalam proses kromatografi lapis tipis preparatif dengan fase diam silika dan fase gerak kloroform.

Dari hasil uji fitokimia, didapatkan bahwa fraksi IV mengandung steroid. Elusidasi struktur menunjukkan bahwa isolat mengandung lutein dan senyawa steroid dengan kerangka kolesta-2,4-diena, pentadekena, heptadekena, 1-oktadekena, 4-tetradekanol, trikosil alkohol, dan n-oktadekana.

Kata Kunci: Identifikasi Senyawa, Ekstrak n-Heksana, Daun Binahong,


(22)

xix

ABSTRACT

This research was conducted to determine the structure of one of the secondary metabolites in fourth fraction of n-hexane’s extract of binahong leaf (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis). The information about the structure of compounds discovered in this plant could be used as a lead in developing new medicines. The compounds could also be useful in the standardization process in order to gather evidences in the development of traditional medicine.

The fourth fraction of n-hexane extract was obtained by separation at a column chromatography process with silica as the stationary phase and chloroform as the mobile phase. Identification of compounds in the fourth fraction was conducted by phytochemical screening. Structure elucidation of the compounds discovered in the isolate was conducted by GC-MS and UV-Vis spectrometry. Isolate was obtained by the fourth fraction separation in a preparative thin layer chromatography process with silica as the stationary phase and chloroform as the mobile phase.

From the phytochemical screening, it was discovered that the fourth fraction contains steroid. Structure elucidation showed that the isolate contained lutein and compounds of a steroid with cholesta-2,4-diene skeleton, 1-pentadecene, 1-heptadecene, 1-octadecene, 4-tetradecanol, tricosyl alcohol, and n-octadecane.

Keywords: Compounds Identification, n-Hexane Extract, Binahong Leaves,


(23)

1

BAB I PENGANTAR

A.Latar Belakang Masalah

Dewasa ini, penemuan obat baru tidak lagi dilakukan dengan coba-coba, melainkan dengan mengembangkan senyawa-senyawa aktif yang telah ada. Penemuan senyawa obat baru memiliki proses yang relatif lama dan rumit. Banyak usaha pengembangan obat dilakukan dengan mengeksplorasi senyawa aktif dari sumber daya alam yang banyak tersedia, misalnya tumbuhan. Senyawa aktif yang banyak dikembangkan ini merupakan hasil metabolisme sekunder tanaman. Metabolit sekunder inilah yang banyak bertanggung jawab pada efek farmakologis pada manusia. Metabolit sekunder tiap tanaman berbeda, sehingga khasiat tiap-tiap tanaman pun berbeda.

Banyak analisis tumbuhan dipusatkan pada isolasi dan identifikasi kandungan metabolit sekunder dalam kelompok jenis tumbuhan. Analisis ini bertujuan untuk menemukan beberapa kandungan yang merupakan senyawa baru ataupun tidak biasa. Selain itu, tujuan dilakukannya analisis fitokimia adalah untuk menentukan senyawa aktif penyebab efek racun maupun bermanfaat (Harborne, 1984).

Daun tanaman binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) atau

madeira vine dipercaya dapat mengobati kerusakan ginjal, diabetes, pembengkakan jantung, muntah darah, tifus, wasir, rematik, pemulihan pasca operasi, pemulihan pasca melahirkan, menyembuhkan segala luka dalam dan


(24)

khitanan, radang usus, melancarkan dan menormalkan peredaran dan tekanan darah, sembelit, sesak napas, sariawan berat, pusing-pusing, sakit perut, menurunkan panas tinggi, menyuburkan kandungan, maag, asam urat, keputihan, pembengkakan hati, meningkatkan vitalitas dan daya tahan tubuh (Manoi, 2009). Khasiat yang dipercaya ini, harus dapat dibuktikan melalui suatu penelitian bahwa kandungan metabolit sekunder di dalam daun binahong dapat memenuhi khasiat tersebut. Daun binahong menurut hasil penelitian sebelumnya secara kultur in vitro mengandung flavonoid, alkaloid, terpenoid, dan saponin (Manoi, 2009).

Flavonoid, alkaloid, terpenoid, dan saponin merupakan suatu cara penggolongan senyawa, dimana masing-masing golongan memiliki banyak anggota senyawa. Oleh karena itu, dilakukan penelitian ini agar diketahui kandungan senyawa metabolit sekunder dalam tanaman binahong.

Senyawa yang diteliti pada penelitian ini, dikhususkan pada senyawa-senyawa metabolit sekunder yang non-polar yang larut dalam pelarut n-heksana dalam ekstraksi daun tanaman binahong yang digunakan. Senyawa metabolit sekunder yang non-polar yang kemungkinan besar terekstraksi ke dalam ekstrak

n-heksana daun binahong, terdiri dari golongan triterpenoid dan steroid.

Terpenoid diketahui sangat berguna bagi penyembuhan beberapa penyakit seperti;

1. glikosida jantung sebagai peningkat kontraksi jantung,

2. saponin-spirostane, sitosterol, dan stigmasterol, untuk pengobatan steroidal seperti kontrasepsi, anabolik, dan agen antiinflamasi,


(25)

3. berbagai macam anggota senyawa triterpenoid sebagai sitostatik, insektisida, agen antiinflamasi, analgesik, dan sebagainya (Bruneton, 1999).

Aktivitas farmakologis dari triterpenoid dan steroid yaitu sebagai agen antiinflamasi berkaitan erat dengan aktivitas farmakologis daun binahong sebagai agen penyembuh luka. Sehingga muncul dugaan bahwa aktivitas daun binahong sebagai penyembuh luka disebabkan oleh kandungan senyawa golongan triterpenoid dan steroid. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adanya triterpen dan steroid, dengan menganalisis struktur salah satu senyawanya.

Analisis struktural dari salah satu senyawa yang terdapat dalam ekstrak

n-heksana daun binahong dilakukan dengan metode elusidasi. Hal ini untuk memastikan senyawa yang terkandung dalam daun binahong. Penelitian struktur senyawa ini bermanfaat dalam pengembangan obat dengan menggunakan senyawa dari tanaman sebagai senyawa penuntun (lead compound) yang bermanfaat dalam mensintesis senyawa baru yang memiliki efek farmakologis. Selain itu, informasi struktur senyawa dari tanaman ini berguna untuk mengembangkan obat tradisional yang semula berdasarkan pada keterangan empiris, yaitu pengalaman yang diajarkan secara turun-temurun, berubah menjadi obat tradisional yang memiliki khasiat berdasarkan bukti penelitian (evidence based), serta sebagai awal dari proses standardisasi obat tradisional.

Bahan dari alam terutama tumbuhan, mengandung sangat banyak senyawa didalamnya. Oleh karena itu, dalam menganalisis struktur salah satu senyawa diperlukan proses penghilangan senyawa lain, sehingga jumlah senyawa


(26)

dalam fraksi yang dianalisis dapat diminimalkan. Untuk itu, perlu dilakukan beberapa pemisahan yang dilakukan dengan proses kromatografi kolom yang dilanjutkan dengan kromatografi lapis tipis preparatif.

Dari hasil kromatografi kolom eluat dikelompokkan menjadi 5 fraksi. Fraksi I telah dianalisis oleh Du’a (2012), yaitu gabungan eluat dengan profil KLT (kromatografi lapis tipis) dengan Rf 0,86-0,92 pada fase diam silika gel dan fase gerak kloroform. Fraksi II, III, dan V tidak dianalisis karena berwarna hijau, sehingga diperkirakan mengandung klorofil. Oleh karena itu, fraksi IV yang dianalisis dalam penelitian ini.

Untuk menganalisis kandungan dalam fraksi IV, dilakukan isolasi lanjutan dengan kromatografi lapis tipis, sehingga dapat dihasilkan isolat yang murni secara KLT. Analisis struktur senyawa kimia dalam isolat tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan spektrofotometri massa (MS) dan spektrofotometri Ultraviolet-Visibel (UV-VIS).

B.Permasalahan

Dari latar belakang di atas, maka dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang dijumpai adalah:

1. Golongan senyawa metabolit sekunder apakah yang terkandung dalam fraksi IV ekstrak n-heksana daun binahong?

2. Bagaimanakah struktur dari senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalam fraksi IV ekstrak n-heksana daun binahong?


(27)

C.Keaslian Penelitian

Penelitian yang telah dilakukan terhadap daun binahong lebih banyak terkonsentrasi pada pengujian efek ekstraknya. Telah dilakukan penelitian penetapan kadar asam ursolat dalam ekstrak kloroform daun binahong dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik (Wibisono, 2010). Dalam penelitian tersebut dinyatakan bahwa dari kromatogram yang didapat, waktu retensi salat satu peak sama dengan waktu retensi baku asam ursolat. Maka, penelitian ini tidak sama dengan penelitian yang dilakukan Wibisono (2010).

Penelitian yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi senyawa kimia dilakukan secara in vitro yang mengidentifikasikan adanya flavonoid, alkaloid, terpenoid, dan saponin dalam daun Binahong (Manoi, 2009).

Penelitian lain dilakukan untuk mengisolasi senyawa triterpenoid dari ekstrak metanol, dilakukan oleh Muhammad (2011) dan Saroh, Winarti, dan Djamil (2012), yang didapatkan senyawa yang mirip dengan boussingosida

(Muhamad, 2011) serta diperkirakan terdapat senyawa adenin. Djamil, Wahyudi, Wahono, dan Hanafi (2012), berhasil mengisolasi dan mengidentifikasi 8-glucopyranosyl-4’,5,7,-trihydroxyflavone dari ekstrak methanol daun binahong. Ketiga penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan, dimana identifikasi akan dilakukan pada ekstrak n-heksana daun Binahong. Karena polaritas metanol dan n-heksana sangat berbeda, maka diperkirakan kandungan senyawa dalam kedua ekstrak tersebut berbeda.

Penelitian terbaru dilakukan oleh Facrhiyah dan Kusrini (2012) yang melakukan isolasi, identifikasi, dan uji sitotoksik senyawa steroid dari daun


(28)

binahong. Dalam penelitian ini, digunakan ekstrak n-heksana dengan isolasi dengan metode kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis preparatif. Isolat yang didapatkan dianalisis strukturnya dan didapatkan senyawa stigmasterol. Penelitian ini berbeda dengan penelitian ini mengingat bahwa di dalam ekstrak n -heksana masih terdapat banyak senyawa lain yang tidak teridentifikasi oleh Facrhiyah dan Kusrini (2012).

D.Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui golongan senyawa serta untuk mengetahui struktur dari salah satu senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam fraksi IV ekstrak n-heksana daun binahong.

E.Manfaat Penelitian 1. Manfaat praktis

Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai salah satu kandungan senyawa dari daun tanaman binahong.

2. Manfaat teoretis

Manfaat teoretis dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengembangkan senyawa obat baru dengan memodifikasi struktur (sebagai lead compound). Selain itu, serta sebagai awal dalam proses standardisasi obat tradisional dan pengembangan obat tradisional yang berdasarkan pada bukti penelitian (evidence based). Obat tradisional yang berdasarkan penelitian maksudnya adalah dapat membuktikan khasiat, melalui kandungan kimia dalam


(29)

daun binahong. Standardisasi obat tradisional meliputi profil farmakologis tanaman dan kadar zat berkhasiat dalam tanaman. Penelitian ini merupakan awal dari standarisasi dimana, sebelum menetapkan profil farmakologis dan kadar zat berkhasiat, diperlukan suatu analisis kandungan kimia tanaman itu sendiri.


(30)

8

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A.Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)

Gambar 1. Tanaman binahong

Tanaman binahong atau Anredera cordifolia (Ten.) Steenis, menurut Wagner et al (cit. Starr, Starr, and Loope, 2003) masuk dalam family Basellaceae dan genus Anredera yang terdiri dari 5-10 spesies dari Amerika bagian tropis. Anredera

cordifolia (Ten.) Steenis memiliki sinonim Bossingaultia cordifolia Ten.:

Boussingaultia gracilis Miers: serta Boussingaultia pseudobasselloides Haum. Nama

umum yang sering digunakan yaitu: Madeira vine, mignonette vine, lamb’s tail, serta


(31)

Tanaman binahong merupakan tanaman sepanjang tahun, tanaman merambat, menutup semak atau tanah. Batang ramping, melilit, dan tanpa bulu hingga sekitar 30 meter panjangnya, awalnya berwarna hijau kemerahan dan berupa herba (berbatang basah), kemudian menjadi coklat, mengelupas dan menjadi berkayu dan mencapai diameter 2–3 cm. Madeira vine menghasilkan umbi berdaging pada kedua akar (rimpang dengan diameter sekitar 20 cm) dan pada buku-buku batangnya. Umbi pada batang ini seperti kutil kecil yang tidak teratur berwarna cokelat terang atau hijau dan variasi ukuran dengan diameter 5 mm-25 cm, sering membawa sejumlah tunas pada ketiak daun. Daun subsessile atau hampir duduk pada batang, berbentuk jantung atau dengan tangkai daun hingga 1–12 cm (dan jarang di atas 15 cm) panjangnya, secara luas berbentuk bulat telur, kadang berbentuk lanset, maupun berbentuk jantung, berdaging hingga berair tergantung pada paparan; ujung daun tumpul. Helaian daun berwarna hijau terang, hijau gelap pada permukaan atas, mengkilap, terasa basah ketika disentuh, 1–15 cm panjangnya dan 0.8–11 cm lebarnya (Smith, Lawson, Turnbull, dan Downey, 2007).

Bracteola atas rata dengan bunga, bulat hingga elips, bunga tandan tidak

bercabang atau bercabang 2-4 dengan malai tipis, panjang 4-25 cm; bractea lebih rendah dari tangkai bunga, gigih; tangkai bunga 1,5-2 mm; bracteola terendah berwarna putih kehijauan, sedikit lebih pendek dari perianth (kelopak dan mahkota bunga), perianth berwarna putih, tingginya 5,5-8 mm, cuping bulat telur-lonjong, tumpul; tangkai sari dan tangkai putik berwarna putih. Berasal dari daerah tropis di


(32)

Amerika Selatan, di Jawa dibudidayakan pada ketinggian rendah (Backer dan Van den Brink, 1965).

Daun tanaman binahong atau madeira vine dipercaya dapat mengobati kerusakan ginjal, diabetes, pembengkakan jantung, muntah darah, tifus, wasir, rematik, pemulihan pasca operasi, pemulihan pasca melahirkan, menyembuhkan segala luka dalam dan khitanan, radang usus, melancarkan dan menormalkan peredaran dan tekanan darah, sembelit, sesak napas, sariawan berat, pusing-pusing, sakit perut, menurunkan panas tinggi, menyuburkan kandungan, maag, asam urat, keputihan, pembengkakan hati, meningkatkan vitalitas dan daya tahan tubuh (Manoi, 2009).

B.Ekstraksi

Ekstraksi merupakan penarikan zat utama yang diinginkan dari bahan mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dapat melarutkan zat yang diinginkan tersebut (Ansel, 2005). Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan RI (1995) dalam farmakope IV menyatakan bahwa : “Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstrasi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang ditetapkan”.

Pemilihan pelarut penting untuk menentukan senyawa metabolit eksoseluler atau endoseluler yang dapat terekstraksi. Pada sampel kering, pelarut dengan polaritas


(33)

rendah sebagian besar hanya mengekstraksi metabolit eksoseluler saja. Tetapi pada pelarut alkoholik dapat memecah membran sel dan mengekstraksi sebagian besar material endoseluler (Colegate dan Molyneux, 1993).

Telah diketahui sebelumnya bahwa senyawa organik hanya dapat cenderung larut dalam pelarut organik daripada larut dalam air, serta garam anorganik hanya dapat larut dalam air. Hanya senyawa organik yang memiliki gugus polar seperti hidroksil, sulfonat, nitrat dan gugus hidrofilik lainnya yang memiliki kemungkinan yang cukup tinggi untuk larut dalam air (Basset, Denney, Jeffery, Mendham, 1994).

C.Metabolit Sekunder pada Tanaman 1. Senyawa fenolik

Senyawa fenolik merupakan suatu senyawa yang setidaknya memiliki satu gugus aromatis yang terikat setidaknya satu gugus hidroksil, bebas, ataupun terikat dengan gugus yang lain. Beberapa fenol dapat dilihat secara kasat mata, atau dapat dilihat dibawah sinar UV ataupun dengan reaksi warna. Senyawa fenolik biasanya berada dalam ekstrak etanolik suatu tumbuhan (Bruneton, 1999). Cara klasik untuk mendeteksi senyawa fenol sederhana ialah dengan menambahkan larutan besi (III) klorida 1 % dalam air atau etanol kepada larutan cuplikan, yang menimbulkan warna hijau, merah, ungu, biru, atau hitam yang kuat (Harborne, 1984).


(34)

O H

Gambar 2. Struktur fenol

Secara umum, fenol larut dalam pelarut organik polar, larut di natrium hidroksida, dan larutan karbonat. Asam fenolat larut dengan bikarbonat dan dapat diekstraksi dengan pelarut organik dengan kondisi sedikit asam. Glikosida dari komponen fenolik, umumnya larut di air. Semua senyawa fenolik tidak stabil. Semua fenol dapat dengan segera teroksidasi khususnya pada kondisi basa (Bruneton, 1999). a.Flavonoid. Flavonoid hampir selalu larut dalam air. Flavonoid adalah senyawa yang bertanggung jawab pada pembentukkan warna pada tanaman. Flavonoid yang tidak berwarna berkontribusi pada warna tanaman sebagai kopigment: sebagai contoh kopigmen flavon dan flavonol yang tidak berwarna melindungi antosianin. Dalam beberapa kasus, molekul menyerap daerah spektrum dekat UV, yang berfungsi sebagai atraktan pada beberapa jenis serangga (Bruneton, 1999). .

O

O


(35)

Secara umum glikosida larut di air dan alkohol, hanya beberapa senyawa yang sukar larut dalam air (rutin dan hesperidin). Aglikonnya kebanyakan larut di pelarut nonpolar, ketika terdapat setidaknya satu gugus fenolik bebas, yang larut dalam larutan alkali hidroksida (Bruneton, 1999).

Flavonoid lipofil dari jaringan “superficial leaf” secara langsung terekstrasi dengan pelarut dengan polaritas medium (seperti diklormetan); kemudian harus dipisahkan dari lilin dan lemak yang diekstraksi secara berkelanjutan (dapat dicuci heksana) (Bruneton, 1999). .

Glikosida dapat terekstraksi, sering pada suhu tinggi dengan aseton atau alkohol (etanol, metanol) yang dicampur dengan air (20 – 50 %). Petroleum eter dengan ekstraksi cair-cair dapat menghilangkan klorofil dan lipid. Dietil eter akan mengekstrak aglikon bebas, dan etil asetat dapat melarutkan sebagian besar glikosida. Sakarida bebas tertinggal dalam fase air dengan glikosida yang sangat polar sedikit terikut didalamnya (Bruneton, 1999).

Ada beberapa reaksi warna untuk mengidentifikasi flavonoid dalam bentuk glikosida maupun aglikonnya.

i. Reaksi Cyanidin, dengan serbuk magnesium (untuk flavanon dan dihidroflavanol) atau dengan zink, dengan adanya asam hidroklorida.

ii. Dengan dilihat dibawah sinar UV sebelumnya dan disemprot dengan ammonium klorida dan setelah diuapi ammonia (perubahan warna maupun fluorosent yang terjadi menunjukan tipe flavonoid) (Bruneton, 1999).


(36)

Tabel I. Warna flavonoid dengan sinar tampak dan sinar ultraviolet (Harborne, 1984)

Warna Warna dengan UV Petunjuk

Sendiri Dengan amonia

Jingga Merah Merah muda

Jingga redup, merah

atau merah muda Biru

Antosianidin-3-glikosida Jingga Merah Merah muda Fluoresensi merah, kuning, atau merah jambu Biru Kebanyakan Antosianidin-3-glikosida Kuning redup

Coklat tua atau hitam

Coklat tua atau hitam

6-hidroksi flavonol dan flavon; beberapa khalkon glikosida Merah tua atau

jingga redup Kebanyakan kalkon

Kuning redup atau hijau kuning

Jingga redup atau

merah Auron

Kuning pucat Coklat tua Kuning redup atau

coklat kuning Kebanyakan glikosida flavonol Kuning cerah-hijau, coklat tua Kebanyakan glikosida flavon, biflavonil.

Tak berwarna Merah tua Coklat pudar

Kebanyakan isoflavon dan flavanonol

Biru lemah Biru kuat

5-deoksiisoflavon dan 7,8-dihidrokdi flavanon

Merah tua Kuning pucat atau

hijau kuning

Flavanon dan flavanonol 7-glikosida

b.Tanin. Tanin merupakan bahan polimer dari tumbuhan yang merupakan senyawa polifenol. Secara kimia terdapat 2 jenis tanin, yaitu tanin terkondensasi (seperti protosianidin) dan tanin yang terhidrolisiskan (seperti asam galat dan asam elagat). Penentuan struktur kimia tanin sukar dilakukan karena tingkat kerumitan yang cukup tinggi (Harborne, 1984).


(37)

Dalam pengujiannya, tanin direaksikan dengan FeCl3 dan larutan gelatin. Perubahan warna menjadi hijau kehitaman pada reaksi dengan FeCl3 menunjukkan adanya tanin terhidrolisa, jika menjadi hijau kecoklatan menunjukkan adanya tanin terkondensasi. Jika terbentuk endapan dengan larutan gelatin maka larutan uji positif mengandung tanin (Levita, Musfiroh, Mustarichie, 2011).

2. Alkaloid

Penemu alkaloid, W. Meisner memperkenalkan senyawa alam yang bereaksi seperti basa. Pada awalnya alkaloid didefinisikan sebagai senyawa yang mengandung nitrogen. Karena berasal dari alam dan distribusinya yang terbatas, alkaloid memiliki struktur yang kompleks (Bruneton, 1999).

Alkaloid memiliki range berat molekul dari 100 hingga 900. Dimana kebanyakan basa tidak mengandung atom oksigen dalam bentuk cair, sedangkan yang mengandung atom oksigen terdapat dalam bentuk kristal padat. Hampir semua kristal basa memiliki rotasi optis, dan memiliki titik leleh yang tajam, tanpa terdekomposisi, pada suhu dibawah 200°C. Secara umum alkaloid tidak larut atau sukar larut dalam air, larut dalam nonpolar atau hanya sedikit yang larut dalam pelarut organik polar, dan larut pada larutan asam hidroalkoholik encer (Bruneton, 1999).

Karakter umum alkaloid dalam tanaman berada dalam bentuk garam dengan asam mineral (hidroklorit, sulfat, nitrat) atau asam organik (tartrat, sulfamat, maleat). Garam alkaloid secara umum larut di air dan larutan alkohol, dan tidak larut dalam pelarut organik (Bruneton, 1999).


(38)

Metode deteksi yang paling umum digunakan adalah dengan reaksi pengendapan dengan menggunakan reagen umum untuk alakaloid. Reaksi pengendapan dengan membentuk kombinasi alkaloid dengan metal dan metalloid: bismuth, merkuri, tungsten, dan iodine. Dalam prakteknya, reagen yang biasa digunakan adalah larutan yang mengandung iodine dan iodide, atau larutan yang mengandung kalium iodide dan merkuri klorida (reagen Mayer), atau reagen yang mengandung bismuth nitrat dan kalium iodide (reagen Dragendorff). Untuk pereaksi semprot alkaloid pada KLT, digunakan reagen Dragendorff, larutan iodine-iodida, kalium iodoplatinat, cerium dan ammonium sulfat (Bruneton, 1999).

3. Terpenoid

Triterpenoid dan steroid terbentuk dari beberapa jumlah 5 atom karbon pada 2-metilbutadiena (unit isoprena). Terpenoid di alam terbagi menjadi beberapa golongan yaitu; monoterpen (minyak esensial, oleoresin, dan iridoid), monoterpen ireguler (pyrethrins), sesquiterpen (minyak esensial dan sesquiterpen lakton), diterpen, triterpen dan steroid (saponin, glikosida jantung, fitosterol, dan triterpen termodifikasi), karotenoid, serta poliisopren) (Bruneton, 1999).

Cara umum deteksi ialah dengan menyemprot dengan KMnO4 0,2 % dalam

air, antimoni klorida dalam kloroform, H2SO4 pekat atau vanillin-H2SO4. Setelah disemprot, pelat dipanaskan pada 100-105°C sampai pembentukan warna sempurna (Harborne, 1984).


(39)

a.Triterpen dan steroid. Terdiri dari 30 atom karbon, yang berasal dari siklisasi epoksi-3S-2,3-epoksi-2,3-dihidro-squalena. Steroid, seperti fitosterol, saponin, ekdisteroid, glikosida jantung, dan steroidal alkamin memiliki kerangka struktur yang sama. Glikosida jantung dapat meningkatkan kontraksi jantung, likorisa sebagai pemanis rendah kalori, serta triterpen sebagai sitostatik, insektisida, antiinflamasi, analgesik, dan sebagainya (Bruneton, 1999).

Uji yang banyak digunakan adalah reaksi Liebermann-Burchard (anhidrida asetat-H2SO4 pekat) dengan kebanyakan triterpena dan sterol memberikan warna hijau biru. Pereaksi Liebermann-Burchard telah disesuaikan untuk KLT. Pelat disemprot dengan campuran H2SO4 pekat 1 mL, anhidrida asetat 20 mL, dan kloroform 50 mL lalu dipanaskan 85°-95°C selama 15 menit. Untuk mendeteksi steroid digunakan H2SO4 50 % lalu dipanaskan akan menghasilkan warna merah, dan dengan UV berfluoresensi hijau (Harborne, 1984).

b.Saponin. Saponin merupakan senyawa glikosida, yang memiliki

karakteristik sebagai surfaktan. Secara structural, saponin dibagi menjadi 2, yaitu steroidal saponin dan triterpenoid saponin (Araliaceae, Caryophyllaceae, Cucurbitaceae, Fabales, Primulaceae, Ranunculaceae, Rosaceae, dan Sapindaceae) (Bruneton, 1999).

Saponin larut di air atau menggunakan alkohol ataupun larutan hidroalkoholik setelah partisi penghilangan lemak oleh petroleum eter. Pemisahan saponin dengan kromatografi (kromatografi kolom terbuka, HPLC, KLT, maupun


(40)

agen antiinflamasi, mengobati batuk, dermatologi, serta sebagai adaptogen (Bruneton, 1999). Uji saponin yang sederhana ialah dengan mengocok ekstrak dengan air. Bila terbentuk busa yang tahan lama pada permukaan cairan (Harborne, 1984).

c.Karotenoid. Merupakan tetraterpenoid dengan delapan unit isoprena, memiliki karakteristik kromofor yang menyebabkan warna kuning atau oranye yang sangat mudah teroksidasi, serta larut didalam lipid dalam tumbuhan. Banyak terdapat pada daun, bunga, akar (wortel), dan biji (jagung). Misalnya β-karoten yang merupakan pro-vitamin A. Karotenoid juga dapat melawan penyakit degeneratif, serta sebagai pewarna alami (Bruneton, 1999).

Spektrum karotenoid sangat khas antara 400-500 nm, dua puncak utama disekitar 450 nm dan biasanya ada dua puncak tambahan pada kedua sisi puncak utama (Harborne, 1984).

D.Kromatografi Kolom

Kromatografi merupakan proses pemisahan campuran dimana analit-analit dalam sampel terdistribusi dalam fase diam dan fase gerak. Fase diam dapat berupa bahan padat atau porus dalam bentuk molekul kecil, atau dalam bentuk cairan yang dilapiskan pada pendukung padat. Fase gerak dapat berupa gas maupun cairan. (Rohman, 2009).


(41)

Gambar 4. Proses kromatografi kolom (Gritter, Bobbit, dan Schwarting, 1991) Menurut Székely (cit., Hostettmann, Hostettmann, dan Marston, 1995) kombinasi proses isolasi untuk senyawa lipofil dapat dilakukan dengan; partisi cair-cair dan kromatografi cair-cair, kromatografi cair-cair dan kromatografi padat (misalnya kombinasi kolom terbuka dengan KLT preparatif menggunakan silika gel), ataupun kombinasi kromatografi cair. Kromatografi kolom terbuka biasa dipakai secara luas karena sederhana.

Kromatografi cair yang dilakukan di dalam kolom besar merupakan metode terbaik untuk pemisahan campuran dalam jumlah besar (lebih dari 1 g). Pada kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada bagian atas kolom penjerap yang berada dalam tabung kaca, tabung logam, atau bahkan tabung plastik. Fase gerak dibiarkan mengalir melalui kolom karena aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau didorong dengan tekanan. Pita senyawa akan bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah, dan dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari alas kolom (Gritter, Bobbit, dan Schwarting, 1991).


(42)

Ukuran partikel fase diam untuk kolom biasanya lebih besar daripada untuk KLT. Untuk kolom yang dijalankan dengan gaya tarik bumi biasanya 63-250 µm. sedangkan kolom yang dijalankan dengan tekanan mengandung partikel fase diam dengan ukuran 40-63 µm. Silika gel (SiO2) atau asam silikat merupakan fase diam yang paling banyak digunakan karena dapat dipakai dengan semua pelarut (Gritter, Bobbit, dan Schwarting, 1991).

Fase diam dapat dikemas ke dalam tabung dengan cara basah maupun kering. Umumnya cara basah lebih mudah dan lebih sering dipakai untuk silika gel. Sedangkan cara kering lebih baik untuk alumina. Pada cara basah, fase diam dimasukkan ke dalam kolom, dan tabung diisi sepertiganya dengan pelarut. Pelarut yang dipakai pada proses pengemasan ini mungkin sama dengan fase gerak atau pelarut lain yang kepolarannya lebih rendah. Fase diam dibuat suspensi dengan pelarut, dan suspensi ini dituangkan ke dalam pelarut yang ada di tabung. Selama proses pengendapan, tabung dapat diketuk-ketuk pada semua sisi secara perlahan agar dapat diperoleh lapisan yang seragam (Gritter, Bobbit, dan Schwarting, 1991)

Pendekatan untuk memilih fase gerak ada tiga. Pertama dengan penelusuran pustaka, karena sebagian besar senyawa pada kimia analitik, biokimia, dan kimia obat diketahui dan pernah dikromatografi. Ketika senyawa belum diketahui atau senyawa yang tidak biasa, maka dapat dicari informasi mengenai senyawa yang ukuran serupa dan memiliki gugus fungsi yang sama. Kedua adalah hubungan dengan KLT. Karena KLT membutuhkan waktu yang singkat dengan menggunakan pelarut (fase gerak) yang sesedikit mungkin, maka agak mudah untuk dapat menentukan kondisi untuk


(43)

pemisahan memakai kolom. Ketiga adalah dengan pemakai elusi landaian umum mulai dari pelarut yang tidak menggerakan sampel sampai pelarut yang lebih polar yang menggerakan sampel (Gritter, Bobbit, dan Schwarting, 1991).

Sampel dilarutkan dalam sedikit pelarut, ditambahkan ke bagian atas kolom dan dibiarkan mengalir ke bagian atas fase diam. Kemudian kromatogram dikembangkan. Pada pengembangan ini, sampel yang berupa campuran akan terpisah. (Gritter, Bobbit, dan Schwarting, 1991)

Kecepatan migrasi tiap senyawa melalui fase diam ditentukan oleh perbandingan distribusinya (D) yang ditentukan oleh afinitas relatif senyawa itu pada kedua fase. Nilai D (koefisien distribusi) didefinisikan sebagai perbandingan konsentrasi senyawa dalam fase diam dibanding dengan konsentrasi senyawa tersebut dalam fase gerak. Semakin besar nilai D, maka migrasi senyawa semakin lambat, dan semakin kecil nilai D, migrasinya akan semakin cepat. Semakin besar perbedaan distribusi antar senyawa, maka campuran akan semakin mudah terpisah. (Rohman, 2009).

Secara umum pemantauan senyawa yang telah dipisahkan dilakukan dengan membagi eluat menjadi beberapa fraksi. Fraksi dianalisis dengan menggunakan KLT maupun KCKT sehingga hasilnya dapat digunakan sebagai petunjuk fraksi mana yang harus digabung untuk mengisolasi produk. Sedangkan untuk isolasi produk, fraksi kolom yang telah digabungkan atau mengandung senyawa yang sama, fase geraknya diuapkan dengan tekanan rendah (Gritter, Bobbit, dan Schwarting, 1991).


(44)

E.Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan fisikokimia. Dimana campuran yang akan dipisahkan ditotolkan berupa bercak atau pita. Pemisahan terjadi dalam bejana tertutup rapat yang berisi fase gerak, dan pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (Stahl, 1985). KLT merupakan salah satu metode kromatografi yang paling sederhana yang dapat memisahkan senyawa yang amat berbeda seperti senyawa organik alam dan senyawa organik sintetik, kompleks anorganik, dan bahkan ion anorganik, dapat dilakukan dalam waktu yang singkat dengan biaya yang cukup rendah (Gritter, Bobbit, dan Schwarting, 1991).

Bila KLT dibandingkan dengan kromatografi kertas, KLT memiliki kelebihan yaitu keserbagunaan, kecepatan, dan kepekaannya. Keserbagunaan disebabkan banyaknya jenis fase diam yang dapat digunakan (selulosa atau silika gel, dan sebagainya). Kecepatan KLT yang lebih besar karena sifat penyerap yang lebih padat dan merupakan keuntungan untuk menelaah senyawa yang kurang stabil. Kepekaan KLT karena jumlah yang diperlukan hanya berjumlah dalam µg (Harborne, 1984).

Gambar 5. Proses kromatografi lapis tipis (Gritter, Bobbit, dan Schwarting, 1991)


(45)

KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif atau preparatif. Kedua, dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi (Gritter, Bobbit, dan Schwarting, 1991).

Lapisan buatan sendiri mempunyai beberapa kekurangan dan biasanya memerlukan peralatan tertentu untuk membuatnya (Gritter, Bobbit, dan Schwarting, 1991). Untuk membuat pelat KLT, terlebih dahulu pelat kaca dibersihkan dengan aseton untuk membersihkan lemak. Kemudian bubur silika harus di kocok kuat dalam waktu yang cukup (90 detik) sebelum penyaputan. Setelah itu, pelat dikeringkan pada suhu kamar, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 100-110°C selama 30 menit (Harborne, 1984)

Umumnya jumlah sampel yang ditotolkan sekitar 50-100 µg setiap bercak untuk kromatografi adsorbsi. Untuk meningkatkan konsentrasi sampel pada bercak, dapat dilakukan penotolan berulang (Gritter, Bobbit, dan Schwarting, 1991).

Pada pengembangan lapisan KLT, terdapat 3 gerakan pelarut. Pertama pelarut bergerak ke atas melalui lapisan. Kedua, uap pelarut akan terjerap oleh lapisan di atas garis depan gerakan pertama pelarut. Ketiga, penguapan pelarut dibawah garis depan pada lapisan. Sehingga untuk meminimalkan banyaknya gerakan pelarut, maka dibutuhkan penjenuhan bejana. Penjenuhan bejana dapat dilakukan dengan melapisi dinding bejana dengan kertas saring. Kertas harus dibasahkan dengan pelarut, dan bejana yang tertutup harus dibiarkan sebentar sebelum lapisan fase diam diletakkan di


(46)

dalam bejana (Gritter, Bobbit, dan Schwarting, 1991). Biasanya KLT dilakukan dengan pengembangan naik dalam suatu bejana yang dindingnya dilapisi dengan kertas saring sehingga bejana jenuh dengan pengembang yang digunakan (Harborne, 1984)

Pemisahan pada kromatografi planar (misalnya kromatografi lapis tipis) pada umumnya akan dihentikan sebelum semua fase gerak melewati seluruh permukaan fase diam. Analit dicirikan dengan faktor retardasi (Rf) atau jarak migrasi analit terhadap jarak ujung fase geraknya. (Rohman, 2009)

Rf = (Rohman, 2009) ………..(1)

Cara penampakan bercak yang tidak merusak dapat digunakan untuk KLT preparatif dan kuantitatif. Cara khas merupakan cara yang umumnya digunakan dengan menyemprot pelat dengan pereaksi yang akan menimbulkan warna jika bereaksi dengan bercak cuplikan. Ada dua segi penting mengenai penggunaan pereaksi semprot. Segi pertama ialah mengenai informasi gugus fungsi yang dapat diperoleh. Serta segi kedua yaitu mengenai derajat warna yang kecil yang terjadi jika pereaksi semprot ini dipakai (Gritter, Bobbit, dan Schwarting, 1991).

F.Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP)

Salah satu metode pemisahan yang memerlukan biaya paling murah dan menggunakan peralatan yang paling sederhana adalah kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP) (Hostettmann, Hostettmann, dan Marston, 1995). KLTP adalah


(47)

cara yang ideal untuk pemisahan cuplikan kecil (50 mg sampai 1 g) dari senyawa yang kurang atsiri. Pada KLTP, cuplikan yang akan dipisahkan ditotolkan berupa garis pada salah satu sisi pelat lapisan besar dan dikembangkan secara tegak lurus pada garis cuplikan sehingga campuran akan terpisah menjadi beberapa pita. Pita ditampakkan dengan cara yang tidak merusak jika senyawa itu tidak berwarna, dan fase diam, yang mengandung pita dikerok dari pelat kaca. Kemudian cuplikan diekstraksi dari fase diam dengan pelarut polar (Gritter, Bobbit, dan Schwarting, 1991).

Fase diam yang paling umum digunakan adalah silika gel dan dipakai untuk pemisahan campuran senyawa lipofil maupun hidrofil. Seperti biasa, silika gel lebih banyak digunakan daripada fase diam lain. Ketebalan optimum untuk lapisan preparatif sekitar 1-1,5 mm. Pembatasan ketebalan lapisan dan ukuran pelat akan mengurangi jumlah bahan yang dapat dipisahkan dengan KLTP. Pada umumnya, suspensi yang dipakai untuk mencetak lapisan preparatif agak lebih kental daripada yang dipakai untuk lapisan tipis. Lapisan harus dibiarkan mengering selama beberapa jam pada suhu kamar sebelum diaktifkan. Ini akan mencegah peretakan dan pengerasan pada bagian luar. Pengaktifan dilakukan pada suhu 100°C, sekurang-kurangnya selama 1 jam (Gritter, Bobbit, dan Schwarting, 1991).

Cuplikan dilarutkan dalam sedikit pelarut sebelum ditotolkan pada pelat KLTP. Pelarut yang baik adalah pelarut yang mudah menguap, karena jika pelarut kurang mudah menguap maka dapat terjadi pelebaran pita. Pemilihan pelarut ditentukan berdasarkan pemeriksaan pendahuluan memakai KLT analitik. Karena


(48)

ukuran partikel penyerap sama, maka pelarut yang dipakai pada KLT analitik dapat dipakai langsung pada KLTP (Hostettmann, Hostettmann, dan Marston, 1995). Pelarut yang memiliki titik didih di antara 50-90°C cocok untuk pelarut cuplikan. Pada penotolan dilakukan penyebaran larutan cuplikan yang volumenya agak besar (sampai 2 ml) berbentuk pita seragam tipis (lebar 1 sampai 5 mm) tanpa mengganggu permukaan lapisan secara berlebihan (Gritter, Bobbit, dan Schwarting, 1991).

Pengembangan pelat KLTP biasanya dilakukan dalam bejana kaca yang dapat menampung beberapa pelat sekaligus. Bejana dijaga tetap jenuh dengan pelarut pengembang dengan bantuan sehelai kertas saring yang tercelup di dalam pengembang. Keefisienan pemisahan dapat ditingkatkan dengan cara pengembangan berulang. Jika pemisahan secara KLTP telah dicapai, pelat dikeringkan kemudian dimasukkan lagi ke dalam bejana (Hostettmann, Hostettmann, dan Marston, 1995).

Pita yang kedudukannya telah diketahui dikerok dari pelat dengan spatula atau pengerok berbentuk tabung yang disambungkan dengan pengumpul vakum. Senyawa harus diekstraksi dari penyerap dengan pelarut yang paling kurang polar yang mungkin (sekitar 5 ml untuk 1 g penyerap). Semakin lama senyawa kontak dengan penyerap, semakin besar kemungkinana penguraian. Ekstrak disaring melalui kaca berpori 4 dan kemudian melalui membrane 0,2-0,45 µm. Kemudian pelarut diuapkan dan komponen diisolasi (Hostettmann, Hostettmann, dan Marston, 1995).


(49)

G.Elusidasi Struktur

Setelah suatu senyawa tanaman terisolasi, struktur senyawa kemudian dielusidasi struktur dan dikarakterisasi. Identitas struktural senyawa ditetapkan dengan berbagai metode fisikokimia termasuk inframerah (IR), ultraviolet-Vis, 1H dan 13C resonansi magnetik inti (NMR), dan spektrometri massa (MS), serta berbagai sifat fisika dan data kromatografis seperti titik leleh, analisis element, data kelarutan, parameter kromatografi lapis tipis dan kromatografi cair kinerja tinggi, analisis

thermogravimetri, serta analisis DSC (differential scanning calorimetry) (Ho,

Chi-Tang, Shahidi, dan Fereidoon, 2000). 1. Kromatografi gas-spektrometri massa

Penggunaan spektrometer massa berkembang karena banyak senyawa organic dapat diionisasi pada keadaan uap dan dicatat berat molekul senyawa dengan mengukur perbandingan massa terhadap muatan (m/e). Kedua ion molekul dapat diputus-putus lagi atau difragmentasi dalam fragmentasi yang lebih kecil yang dapat berguna untuk penentuan struktur molekul (Kosela, 2010).


(50)

Peralatan terdiri dari sebuah ruangan pemboman yang diisi sampel dalam bentuk uap. Ruangan dihampakan agar tekanan uapnya rendah sehingga sampel padat dan cairan mudah menguap. Selanjutnya ion molekuler (M) dan ion-ion anak (pecahan) yang bermuatan positif yang terbentuk akan dipercepat oleh akselerator oleh suatu muatan negatif yang terdapat pada ujung lainnya. Selanjutnya ion yang melalui celah (slits) dilewatkan melalui medan magnet dan dibelokkan sesuai dengan kecepatan yang tergantung pada perbandungan massa dan muatan menuju detektor. Selanjutnya rekorder akan mencatat hasil berupa gambar antara limpahan relatif (LR) atau relative abundance (RA) lawan m/e yang dikenal sebagai spektra massa (Sitorus, 2009)

Dalam spektrometer ini, sampel diubah dalam bentuk gas dan dengan elektron berenergi cukup untuk mengalahkan potensial ionisasi pertama senyawa tersebut. Tabrakan antara sebuah molekul organik dan salah satu elektron berenergi tinggi menyebabkan lepasnya sebuah elektron dari molekul tersebut dan terbentuknya suatu ion organik. Ion organik yang dihasilkan oleh penembakan berenergi tinggi tersebut tidak stabil dan pecah menjadi fragmen yang lebih kecil, baik berbentuk radikal bebas maupun ion-ion lain (Supratman, 2010).

Sampel dimasukkan, diuapkan dan diumpankan dalam suatu aliran yang berkesinambungan dengan kamar pengionan yang dijaga tetap dalam keadaan tetap vakum untuk meminimalkan tabrakan dan reaksi antara radikal, molekul udara, dan lain-lain. Sampel melewati suatu aliran elektron berenergi tinggi yang menyebabkan


(51)

ionisasi beberapa molekul sampel menjadi ion-ion molekul, yang dapat mengalami fragmentasi dan penataan ulang (Supratman, 2010).

Radikal ion dan partikel yang terbentuk diumpankan melewati dua elektroda, lempeng pemercepat ion, yang memercepat partikel bermuatan positif. Dari sini, partikel bermuatan positif menuju ke tabung analisator, dimana partikel ini dibelokan oleh medan magnet sehingga lintasannya melengkung (Supratman, 2010).

Pada kuat medan dan tegangan listrik (voltase) yang sama, partikel dengan m/e tinggi akan memiliki jari-jari yang besar. Sehingga, ketika voltase pemercepat dikurangi perlahan dan kontinyu, maka kecepatan semua partikel akan berkurang, dan jari-jari lintasan pun berkurang. Maka, partikel akan mengenai detektor dimulai dengan m/e yang rendah (Supratman, 2010).

Elektron dalam orbital berenergi tertinggi (elektron yang paling longgar) adalah elektron yang pertama kali akan lepas. Jika molekul memiliki elektron n (lone

pair electrons), maka salah satunya akan dilepaskan, jika tidak ada maka akan

dilepaskan sebuah elektron phi (π), jika tidak ada keduanya, maka ion molekul akan

terbentuk dengan lepasnya sebuah elektron sigma (σ) (Supratman, 2010).

Setelah ionisasi awal, ion molekul akan mengalami fragmentasi, suatu proses dimana radikal bebas atau molekul netral kecil dilepaskan dari ion molekul. Ion molekul tidak pecah secara acak, tetapi cenderung membentuk fragmen-fragmen sestabil mungkin (Supratman, 2010).

Spektrum massa adalah alur kelimpahan (abundance) jumlah relatif fragmen yang bermuatan positif berlainan versus massa per muatan (m/e) dari


(52)

fragmen-fragmen tersebut. Muatan ion dari kebanyakan partikel yang dideteksi adalah +1; maka nilai m/e sama dengan massa molekulnya (M). bagaimana suatu molekul atau ion pecah menjadi fragmen-fragmen kecil tergantung dari kerangka karbon dan gugus fungsional yang ada. Oleh karena itu, struktur dari massa fragmen dapat memberikan petunjuk mengenai struktur molekul induknya serta menentukan bobot molekulnya (Supratman, 2010).

Spektrum massa dipaparkan sebagai grafik batangan. Setiap puncak dalam spektrum menyatakan suatu fragmen molekul sehingga puncak ditata menurut kenaikan m/e dari kiri ke kanan. Intensitas puncak sebanding dengan kelimpahan relatif fragmen-fragmen bergantung pada stabilitas relatifnya. Puncak tertinggi dalam spektrum disebut puncak dasar (base peak), diberi intensitas sebesar 100 % (Supratman, 2010).

Ion limpahan yang paling tinggi yang disebut dengan puncak dasar (based peak) menggambarkan fragmen yang paling stabil untuk molekul tersebut. Intensitas fragmen yang lain relatif terhadap puncak dasar yang berarti stabilitasnya juga adalah relatif (Sitorus, 2009).

Pada saat ini banyak alat spektrometer massa digabungkan dengan kromatografi gas, sehingga setiap peak dari kromatogram dapat diukur berat molekul serta bentuk framentasinya. Selain itu ratusan ribu senyawa organik sudah didata dalam komputer, dan hasil pengukurannya dapat dibandingkan derajat kemiripannya. Bila derajat kemiripannya lebih dari 90 % maka senyawa tersebut dapat dikatakan sama atau identik (Kosela, 2010).


(53)

Kromatografi gas adalah suatu cara untuk memisahkan senyawa atsiri dengan meneruskan arus gas melalui fase diam. Pada kromatografi gas, komponen yang akan dipisahkan dibawa oleh gas melalui kolom. Campuran akan terbagi di antara gas pembawa dan fase diam. Fase diam akan menahan komponen secara selektif berdasarkan koefisien distribusinya sehingga terbentuk sejumlah pita yang berlainan pada gas pembawa. Pita komponen ini keluar dari kolom bersama aliran gas pembawa dan dicatat sebagai fungsi waktu. Detektor menunjukan adanya komponen dalam eluen dan mengukur kuantitasnya (McNair dan Bonelli, 1988).

Gambar 7. Skema peralatan kromatografi gas-spektrofotometer massa (Sitorus, 2009)

2. Spektrometri ultraviolet-sinar tampak (UV-VIS)

Spekstroskopi adalah alat analisis yang menggunakan radiasi sebagai sumber energi. Sinar atau radiasi adalah merupakan gelombang yang mempunyai energi berbanding terbalik dengan panjang gelombang. Selain sinar atau radiasi, elektron juga dapat digunakan sebagai sumber energi pada spektroskopi (Sitorus, 2009).


(54)

Elusidasi struktur sangat penting untuk senyawa organik Karena adanya fenomena isomeri yaitu senyawa yang memiliki rumus molekul sama tetapi memiliki struktur yang berbeda (Sitorus, 2009).

Bila energi atau sinar berinteraksi dengan molekul organik maka yang dipengaruhi adalah ikatannya. Pada hakekatnya terdapat 3 jenis ikatan yaitu, ikatan

sigma (σ), ikatan pi (π), dan pasangan elektron bebas (n), dimana kekuatan ketiga ikatan tersebut adalah sebagai berikut (Sitorus, 2009).

σ > π > n (Sitorus, 2009)………..(2)

Tabel II. Klasifikasi sinar tampak dengan warna komplementernya (Sitorus, 2009)

Panjang gelombang

(nm) Warna Warna Komplementer

400-435 Violet /ungu /lembayung Hijau kekuningan

435-480 Biru Kuning

480-490 Biru kehijauan Jingga

490-500 Hijau kebiruan Merah

500-560 Hijau Ungu kebiruan

560-580 Hijau kekuningan Ungu

580-610 Jingga Biru kehijauan

610-680 Merah Hijau kebiruan

680-800 Ungu kemerah-merahan Hijau

Molekul menyerap energi dalam ultraviolet dan spektrum sinar tampak tergantung pada daerah elektronik dari molekul. Energi serapan menghasilkan elevasi elektron dari orbital dasar ke orbital lebih energi lebih tinggi di kedudukan tereksitasi. Spektrofotometer ultraviolet akan memberikan informasi yang berguna pada sistem terkonjugasi (Sitorus, 2009).


(55)

Energi yang diserap dalam daerah UV menghasilkan transisi elektron valensi dalam molekul. Transisi ini terjadi karena elektron tereksitasi dari orbital molekul ke

energi orbital yang lebih tinggi (antibonding). Perpindahan dari ikatan orbital π ke

antibonding orbital π* dinyatakan sebagai π → π* (Kosela, 2010).

Baik radiasi UV maupun tampak berenergi lebih tinggi daripada radiasi inframerah. Absorpsi cahaya ultraviolet dan tampak mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi elektron-elektron dari orbital keadaan dasar, highest

occupied molecular orbital (HOMO) berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi

berenergi lebih tinggi lowest unoccupied molecular orbital (LUMO). Transisi ini menyerap energi yang selanjutnya terbuang sebagai kalor, cahaya, atau tersalurkan dalam reaksi kimia (Supratman, 2010).

Gambar 8.Transisi elektronik oleh sinar UV-Vis (Sitorus, 2009)

Kromofor adalah gugus tak jenuh kovalen (σ) yang menyebabkan serapan

elektronik. Auksokrom adalah gugus jenuh yang bila terikat pada suatu kromofor

akan mempengaruhi panjang gelombang (λ) dan intensitas serapan maksimum (Kosela, 2010).


(56)

Auksokrom adalah suatu gugus jenuh dengan elektron sunyi yang tidak menyerap pada daerah ultraviolet-tampak tetapi jika terikat pada kromofor akan mengubah panjang gelombang dan intensitas serapan kromofor (gugus fungsi yang mengalami transisi n→σ*) (Supratman, 2010).

Spektrum UV-Vis terdiri dari pita absorpsi lebar pada daerah panjang gelombang yang lebar. Ini disebabkan oleh terbaginya keadaan dasar dan keadaan eksistensi sebuah molekul dalam subtingkat-subtingkat rotasi dan vibrasi. Transisi elektronik dapat terjadi dari subtingkat apa saja dari keadaan dasar ke subtingkat keadaan apa saja dari keadaan eksitasi. Karena berbagai transisi ini berbeda energi lebih sedikit dan menimbulkan pita lebar yang muncul dalam spektrum itu (Supratman, 2010).

Spektrum ultraviolet dan visibel biasanya sangat encer, dan pelarut yang digunakan harus tidak memberikan serapan pada panjang gelombang dimana dilakukan pengukuran dan transparan terhadap sel silika (Supratman, 2010).

Panjang gelombang untuk transisi elektronik adalah spesifik yang dikenal

sebagai λmaks yaitu panjang gelombang yang memberikan absorbansi maksimum dan merupakan dasar dari analisa kualitatif yang dapat ditentukan secara eksperimen

dengan membuat kurva antara A lawan λ (Sitorus, 2009).

Spektroskopi UV-Vis diperuntukkan untuk analisis senyawa dengan gugus kromofor diena dan poliena serta enon terkonjugasi. Bila konjugasi ikatan rangkap makin panjang maka akan menuju senyawa berwarna sehingga sinar yang digunakan untuk spektroskopi adalah sinar tampak (Visible) (Sitorus, 2009).


(57)

a.Sistem butadien aturan Woodward. Panjang gelombang maksimum (λ) sistem butadien (C=C-C=C) dimana butadien dibagi dalam dua katagori yaitu s-trans butadien dan s-cis butadien. Dalam perhitungan Woodward harga induk (parent

value) di singkat HI untuk system s-trans butadien (heteroanular) sebesar 214 nm,

tapi harga induk s-cis-butadien (homoanular) sebesar 253 nm. Pengertian eksosiklik yang disingkat dengan ES adalah ikatan rangkap diluar cincin dan setiap eksosiklik, penambahannya 5 nm (Kosela, 2010).

b.Sistem butadien aturan Fieser-Kuhn. Aturan Woodward hanya berlaku untuk sistem butadien dan perpanjangan paling banyak dua ikatan rangkap terkonjugasi. Untuk ikatan rangkat lebih dari empat digunakan aturan Fieser Kuhn dengan rumus sebagai berikut:

max( ) = 114 + 5 + (48,0−1,7 )−16,5 −10 …….(3)

max( ) = (1,74 × 10 ) ...(4) Dimana:

M = jumlah substituent alkil atau yang menyerupai alkil pada sistem

konjugasi

N = jumlah dari ikatan rangkap terkonjugasi

Rendo = jumlah ikatan rangkap dalam cincin pada sistem konjugasi Rexo = jumlah ikatan rangkap di luar cincin pada sistem konjugasi


(58)

Gambar 9. Skema peralatan spektrofotometer UV-Vis (Sitorus, 2009) a.Sumber radiasi. Secara umum radiasi yang dihasilkan oleh material bersumber listrik. Tegangan listrik akan menyebabkan eksitasi elektron pada benda dan waktu elektron kembali ke tingkat energi yang lebih rendah akan menghasilkan radiasi berupa emisi sejumlah energi tertentu yang merupakan sumber radiasi. Sumber radiasi UV digunakan lampu hidrogen ataupun deuterium, sedangkan sumber radiasi sinar tampak menggunakan lampu filamen tungsten (Sitorus, 2009)

b.Monokromator. Radiasi dari sumber radiasi adalah sinar polikromatis (banyak panjang gelombang). Monokromator yang berupa bahan optik berbentuk prisma ini, berfungsi untuk menguraikan sinar tersebut menjadi monokromatis sesuai yang diinginkan (Sitorus, 2009)

c.Sel (tempat) sampel. Biasanya tempat sampel dikenal dengan istilah kuvet. Syarat bahan yang dapat dijadikan kuvet adalah tidak menyerap sinar yang


(59)

dilewatkan sebagai sumber radiasi dan tidak bereaksi dengan sampel maupun pelarut (Sitorus, 2009).

d. Detektor. Detektor berfungsi untuk mengubah tenaga radiasi menjadi arus listrik atau peubah panas lainnya dan biasanya terintegrasi dengan pencatat (Sitorus, 2009).

H.Kandungan Binahong

Daun binahong menurut hasil penelitian sebelumnya secara kultur in vitro

mengandung flavonoid, alkaloid, terpenoid, dan saponin (Manoi, 2009). Penelitian Rachmawati (2007) mendapatkan bahwa terdapat saponin triterpenoid, flavonoid, dan minyak atsiri dalam ekstrak n-heksana daun binahong, sedangkan Khunaifi (2010) mendapatkan bahwa daun binahong mengandung flavonoid, alkaloid, polifenol. Selain itu, daun binahong mengandung saponin treterpenoid dan saponin steroidal (Astuti, 2011). Sedangkan Barboza, Cantero, Nunez, Pacciaroni, dan Espinar (2010) menyatakan bahwa keseluruhan bagian tanaman binahong kering mengandung steroid.

Muhammad (2011) mendapatkan senyawa yang mirip dengan

boussingosida, Saroh, Winarti, dan Djamil (2012) memperkirakan terdapat senyawa adenine, Facrhiyah dan Kusrini (2012) menemukan senyawa stigmasterol, serta Titis, Facriyah, dan Kusrini (2013) menemukan senyawa alkaloid betanidin pada daun binahong.


(60)

Yang, Lin, dan Kuo (2008) menyebutkan bahwa terdapat flavonoid yaitu kuersetin dalam daun binahong sebesar 0,6 mg/100gram daun. Tsai, Huang, Wu, dan Lee (2005) mendapatkan kandungan oksalat dengan kadar 231,3 mg/100g daun segar binahong. Djamil, Wahyudi, Wahono, dan Hanafi (2012), berhasil mengisolasi dan mengidentifikasi 8-glucopyranosyl-4’,5,7,-trihydroxyflavone dari ekstrak methanol daun binahong. Li (2006) menyatakan bahwa daun Boussingaultia gracilis Miers var pseudobaselloides yang merupakan nama lain dari tanaman binahong, mengandung isoproterenol. Narender, Khaliq, dan Madhur (2011) menemukan senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas antidiabetik dalam ekstrak methanol daun Boussingaultia

baselloides, yaitu beberapa senyawa bossingosida (gambar 10).

O HO HO OH HOOC O H COOH O HO HO OH HOOC O H C O OH OH HO OH O O O HO HO OH HOH2C

O

H

C

CH2OH

O OH OH HO OH O O O HO HO OH HOOC O H C

CH2OH

OH O O HO O OH HOOC O H C OH O O OH OH OH

Gambar 10. Beberapa senyawa boussingosida dalam daun binahong (Narender, Khaliq, dan Madhur, 2011)


(61)

I. Landasan Teori

Tanaman Binahong merupakan tanaman yang digunakan masyarakat untuk mengobati atau mencegah berbagai penyakit. Karena itu, perlu dilakukan identifikasi kandungan kimia dalam tanaman binahong sehingga dapat mengembangkan tanaman binahong menjadi suatu bahan obat dengan bentuk sediaan tertentu.

Untuk mengidentifikasi senyawa dalam daun binahong, dapat dilakukan dengan metode metabolomika. Pertama, dilakukan pengumpulan sampel daun, yang diteruskan dengan ekstraksi. Pada ekstrak dilakukan pemisahan dan pemurnian, sebelum dideteksi, identifikasi, dan dikuantifikasi dengan kromatografi gas-spektrometri massa atau kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT)-gas-spektrometri massa (SM), serta dengan metode spektrometri lain, seperti spektrometri UV-Vis, spektrometri inframerah, dan sebagainya. Data yang dapatkan dikombinasikan untuk didapatkan struktur senyawa-senyawa metabolitnya (Vinayavekhin dan Saghatelian, 2010).

Langkah lain dalam identifikasi kimia adalah proses isolasi senyawa, dimana dilakukan proses ekstraksi, yaitu penyarian senyawa dari bahan, lalu dilakukan pemisahan senyawa atau proses isolasi dengan proses kromatografi. Proses ini lebih sederhana dan lebih mudah dilakukan, karena pada proses metabolomika harus diperhatikan adanya kandungan senyawa dalan tanaman yang bisa mengganggu. Misalnya, harus dilakukan terlebih dahulu pigmen (klorofil dan karotenoid) agar sampel dapat dianalisis dengan KCKT-SM, serta perlu adanya proses optimasi


(62)

KCKT-SM agar hasil yang didapatkan lebih optimal (Vinayavekhin dan Saghatelian, 2010).

Ekstraksi dilakukan untuk menyari senyawa metabolit dalam tanaman ke dalam pelarut yang sesuai. Di dalam ekstrak, senyawa yang tersari bukan merupakan senyawa tunggal melainkan suatu campuran sehingga diperlukan pemisahan senyawa dengan kromatografi. Székely (cit., Hostettmann, Hostettmann, dan Marston, 1995) menyatakan bahwa salah satu cara isolasi dengan kromatografi adalah dengan kombinasi kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis preparatif. Penggunaan kombinasi ini dirasa sangat efisien karena kromatogafi kolom yang dapat digunakan dalam jumlah sampel yang cukup besar, kemudian dilanjutkan kromatografi lapis tipis yang memiliki daya pisah yang lebih baik.

Identifikasi kimia secara modern dilakukan dengan elusidasi struktur. Elusidasi struktur dapat dilakukan dengan cara spektrometri massa dan spektrometri ultraviolet-visibel (UV-Vis). Spektra massa akan menunjukkan berat molekul senyawa serta pola fragmentasi senyawa tersebut yang dapat mengacu pada struktur senyawa yang dianalisis. Sedangkan spektra UV-Vis menunjukkan keberadaan kromofor dan auksokrom dengan mengetahui panjang gelombang maksimum dari senyawa. Sehingga dapat diketahui struktur senyawa dari isolat yang dianalisis.

Menurut penelitian yang telah dilakukan secara in vitro, daun binahong mengandung senyawa-senyawa golongan flavonoid, alkaloid, terpenoid, dan saponin. Menurut Basset, Denney, Jeffery, dan Mendham (1994) kelarutan senyawa dalam larutan berdasarkan pada banyaknya gugus polar yang terkandung dalam senyawa


(63)

organik, semakin banyak gugus polar maka semakin larut dalam pelarut polar seperti air. Begitu pula sebaliknya, pelarut non-polar akan lebih sulit untuk melarutkan senyawa-senyawa polar. Sehingga dapat dilihat bahwa senyawa fenolik (flavonoid dan tanin) dan alkaloid larut dalam pelarut polar, karena memiliki gugus hidroksil, sehingga memiliki kemungkinan yang kecil untuk tersari dalam pelarut n-heksana (non-polar) yang digunakan dalam ekstraksi simplisia daun binahong. Sedangkan terpenoid (triterpenoid, steroid, saponin, dan karotenoid) yang larut lipid dalam sel tumbuhan dapat larut dalam pelarut n-heksana.

J. Hipotesis

Oleh karena itu, dapat dibuat hipotesis bahwa struktur senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam fraksi IV ekstrak n-heksana daun binahong merupakan turunan golongan triterpenoid, steroid, saponin, dan karotenoid. Elusidasi struktur senyawa golongan tersebut akan dapat dilakukan dengan spektrometri massa, spektrometri ultraviolet-sinar tampak (UV-Vis), spektrometri inframerah (IR), dan spektrometri resonansi magnetik inti hidrogen (RMI-H).


(64)

42

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian non-eksperimental dengan rancangan penelitian bersifat deskriptif analitik.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Klasifikasi Variabel

a.Variabel bebas: ekstrak n-heksana daun binahong.

b.Variabel tergantung: senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak n-heksana daun binahong.

2. Definisi Operasional

a.Ekstrak yang dianalisis dalam penelitian ini adalah ekstrak n-heksana daun binahong dibuat dengan proses maserasi serbuk daun binahong dengan n -heksana sebanyak tiga kali.

b.Fraksi merupakan gabungan eluat hasil pemisahan ekstrak n-heksana daun binahong dengan kromatografi kolom yang memiliki profil KLT yang sama, dengan fase diam silika gel dan fase gerak kloroform. Masing-masing fraksi diberi nomor, dan fraksi IV merupakan fraksi dengan nomor empat.

c.Senyawa yang dielusidasi struktur adalah senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam isolat yang didapatkan dari isolasi fraksi IV ekstrak n -heksana daun binahong dengan kromatografi lapis tipis preparatif.


(65)

C. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun tanaman binahong, air mengalir, akuades, n-heksana, Wagner LP, Mayer LP, Dagendorff LP, HCL 2N, amonia pekat P, eter P, kloroform, natrium sulfat anhidrat P, asam asetat anhidrat P, Molish LP, asam sulfat P, metanol P, Baljet LP, Kadde LP, kalium hidroksida 1N, asam klorida pekat P, xantidrol P 0,01 % b/v dalam asam asetat P, asam asetat P, besi (III) klorida 0,3 M, asam sulfat 2 N, benzena P, natrium, hidroksida 2 N, serbuk seng P, asam klorida 2 N, asam klorida pekat P, etanol (95 %) P, serbuk magnesium P, FeCl3 1 %, gelatin, asam klorida 2 N,

pereaksi Liebermann-Burchard, silika gel for column chromatography, silika gel GF 254, kloroform p.a., dan metanol p.a.

D. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik, oven, blender, pengayak nomor 40, shaker, erlenmeyer, kertas saring, pompa vakum, labu hisap, sendok plastik, vakum rotary evaporator, labu alas bulat, batang pengaduk, tabung reaksi, cawan arloji, cawan porselin, pipet ukur, pipet tetes, penangas air, bunsen, kolom kromatografi 1,8 x 30 cm, flakon, stopwatch, corong pisah, pipa kapiler, plat kaca 5 x 15 cm, plat kaca 20 x 20 cm, chamber

KLT, TLC Plate Coater, spatula, penyemprot KLT, spatula, UV cabinet, desikator, millipore ukuran pori 0,45 µm, ultrasonikator, seperangkat alat spektrometer UV-Vis, dan seperangkat alat kromatografi gas-spektrometer massa,.


(66)

E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi Tanaman Binahong

Determinasi tanaman binahong dilakukan dengan membandingkan tanaman binahong yang akan digunakan dalam penelitian dengan keterangan pada

Flora of Java (Backer dan Van den Brink, 1965). Kemudian tanaman binahong dibuat herbariumnya dalam bentuk kering meliputi akar, batang, daun, bunga, dan rimpang.

2. Preparasi Sampel

a. Pemilihan sampel. Sampel yang dipilih adalah daun tanaman binahong yang segar dan tidak berpenyakit (tidak dijangkiti oleh infeksi virus, bakteria atau jamur). Pada saat mengumpulkan sampel, harus dipastikan bahwa daun tepisah dari pencemar lain seperti tangkai binahong, atau bahan lain selain daun binahong. Daun binahong yang dikumpulkan berasal dari daerah Yogyakarta. Daun dikumpulkan pada pagi hari dan diambil dengan cara dipetik daun kelima dari pucuk ke bawah. Daun yang diambil adalah daun dewasa yang berukuran panjang 5-10 cm, dengan warna daun hijau tua, serta daun yang utuh dan tidak berlekuk-lekuk.

b. Pengeringan sampel. Daun segar tanaman binahong dibersihkan sampai bersih dengan air mengalir dan dipisahkan dari pengotor lain (debu, tanah, tangkai daun, batang, dan rimpang). Daun yang telah dicuci ditiriskan dan dikeringanginkan untuk menghilangkan air sisa pencucian. Daun segar dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 40-60⁰C. Simplisia dalam


(67)

bentuk daun kering kemudian diserbuk dengan blender dan diayak dengan pengayak nomor 40.

c. Ekstraksi sampel. Serbuk daun binahong, dibagi dalam beberapa Erlenmeyer bertutup dimana masing-masingnya berisi 25,0 gram serbuk daun binahong, dimaserasi dengan 250 mL n-heksana selama 3 jam. Ekstrak hasil maserasi kemudian disaring menggunakan kertas saring dengan bantuan pompa vakum. Terhadap bagian residu diekstraksi kembali dengan n-heksana dan dilakukan sebanyak dua kali. Filtrat yang didapatkan dari tiap ekstraksi dicampur dan dievaporasi dengan rotary evaporator pada suhu 40⁰C sampai terbentuk ekstrak kental.

3. Uji Pendahuluan Ekstrak

a.Identifikasi flavonoid. Terdapat tiga cara dalam mengidentifikasi flavonoid dalam ekstrak yaitu:

i. 1 mL ekstrak diuapkan hingga kering, kemudian dilarutkan dalam 1 mL sampai 2 mL etanol (95%) P; tambahkan 0,5 mg serbuk seng P dan 2 mL asam klorida 2 N, diamkan selama 1 menit. tambahkan 10 tetes asam klorida pekat P; jika dalam waktu 2 sampai 5 menit terjadi warna merah intensif, menunjukan adanya flavonoid (glikosida 3-flavonol).

ii. 1 mL ekstrak diuapkan hingga kering, kemudian dilarutkan dalam 1 mL etanol (95%) P, tambahkan 0,1 g serbuk magnesium P, jika terjadi warna merah jingga sampai merah ungu, menunjukan adanya flavonoid. jika terjadi warna kuning jingga, menunjukan adanya flavon, kalkon, dan auron.


(68)

iii. ekstrak ditotolkan pada plat KLT yang telah dibuat. Kemudian plat dikembangkan dengan pelarut kloroform di dalam chamber KLT yang telah dijenuhkan. Penjenuhan dilakukan sebelumnya dengan pelarut kloroform. Setelah pelarut mencapai atas pengembangan, plat dikeluarkan dan dikeringkan. Kemudian plat disemprot dengan amonia.

b.Identifikasi tanin. Ada dua uji identifikasi adanya senyawa tanin yaitu: i. uji dengan FeCl3: Ekstrak ditambahkan dengan 2-3 tetes larutan FeCl3

1 %, kemudian digojok kuat dan didiamkan hingga larutan memisah. Jika larutan menghasilkan warna hijau kehitaman atau biru tinta pada lapisan bawah, maka bahan tersebut mengandung tanin.

ii.uji dengan larutan gelatin: Ekstrak dimasukkan dalam tabung reaksi ditambah dengan larutan gelatin, kemudian digojok kuat dan didiamkan hingga larutan memisah. Jika terbentuk endapan putih pada lapisan bawah, menunjukkan adanya tanin dalam larutan uji.

c.Identifikasi alkaloida

i. reaksi pengendapan: Ekstrak sebanyak 25 mL ditambahkan 1 mL HCl 2 N dan 9 mL air, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, dinginkan dan saring.

Larutan percobaan untuk pengendapan alkaloid dibagi menjadi 2 golongan sebagai berikut :

a)Larutan percobaan yang direaksikan dengan Wagner LP (alkaloid membentuk senyawa kompleks bebas, kemudian membentuk endapan).


(1)

Lampiran 7. Perhitungan Panjang Gelombang Maksimum Teoretis Berdasarkan Teori Fieser-Kuhn

Rumus dasar:

max( ) = 114 + 5 + (48,0−1,7 )−16,5 −10 max( ) = (1,74 × 10 )

Dimana;

M = jumlah substituent alkil atau yang menyerupai alkil pada sistem konjugasi

N = jumlah dari ikatan rangkap terkonjugasi

Rendo = jumlah cincin dengan ikatan rangkap dalam pada sistem konjugasi

Rexo = jumlah cincin dengan ikatan rangkap di luar cincin pada sistem konjugasi

1. α-karotena

M=8, n=10, Rendo=1, dan Rexo=0

max( ) = 114 + (5 × 8) + 10(48,0−1,7 × 10)−16,5 × 1−10 × 0 max( ) = 447,5

2. β-karotena


(2)

max( ) = 114 + (5 × 10) + 11(48,0−1,7 × 11)−16,5 × 2−10 × 0 max( ) = 453,3

3. γ-karotena

M=10, n=11, Rendo=2, dan Rexo=0

max( ) = 114 + (5 × 10) + 11(48,0−1,7 × 11)−16,5 × 2−10 × 0 max( ) = 453,3

4. δ-karotena

M=10, n=13, Rendo=1, dan Rexo=0

max( ) = 114 + (5 × 10) + 13(48,0−1,7 × 13)−16,5 × 1−10 × 0 max( ) = 441,8

5. ε-karotena

M=6, n=9, Rendo=0, dan Rexo=0

max( ) = 114 + (5 × 6) + 9(48,0−1,7 × 9)−16,5 × 0−10 × 0 max( ) = 438,3


(3)

6. Likopena

M=10, n=11, Rendo=2, Rexo=0

max( ) = 114 + (5 × 10) + 11(48,0−1,7 × 11)−16,5 × 2−10 × 0 max( ) = 114 + 50 + 322,3−33

max( ) = 453,3

7. Lutein

HO

OH

M=8, n=10, Rendo=1, Rexo=0

max( ) = 114 + (5 × 8) + 10(48,0−1,7 × 10)−16,5 × 1−10 × 0 max( ) = 447,5

8. Violaxantin

HO

OH

O

O

M=6, n=9, Rendo=0, dan Rexo=0

max( ) = 114 + (5 × 6) + 9(48,0−1,7 × 9)−16,5 × 0−10 × 0 max( ) = 438,3


(4)

9. Zeaxantin

HO

OH

M=10, n=11, Rendo=2, Rexo=0

max( ) = 114 + (5 × 10) + 11(48,0−1,7 × 11)−16,5 × 2−10 × 0 max( ) = 453,3

10. Rubixantin

HO

M=10, n=11, Rendo=2, Rexo=0

max( ) = 114 + (5 × 10) + 11(48,0−1,7 × 11)−16,5 × 2−10 × 0 max( ) = 453,3

11. Kriptoxantin

HO

M=9, n=11, Rendo=2, Rexo=0

max( ) = 114 + (5 × 9) + 11(48,0−1,7 × 11)−16,5 × 2−10 × 0 max( ) = 448,3


(5)

12. Flavoxantin

HO

O

OH

M=6, n=8, Rendo=0, Rexo=0

max( ) = 114 + (5 × 6) + 8(48,0−1,7 × 8)−16,5 × 0−10 × 0 max( ) = 419,2

13. Rodhoxantin

O

O

M=9, n=11, Rendo=2, Rexo=0

max( ) = 114 + (5 × 12) + 14(48,0−1,7 × 14)−16,5 × 2−10 × 2 max( ) = 459,8


(6)

147

BIOGRAFI PENULIS

Margaretha Efa Putri lahir di Kupang – Nusa Tenggara Timur pada tanggal 30 Maret 1991. Anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Tri Daryono dan Dra. Elisabeth Sukanti Widiharsani. Penulis skripsi yang berjudul “Identifikasi senyawa dalam fraksi IV ekstrak n-heksana daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)” ini pernah menempuh pendidikan di Taman Kanak-kanak St. Yoseph, Kupang pada tahun 1995-1997. Dilanjutkan ke Sekolah Dasar Katolik St. Yoseph III Kupang pada tahun 1997-2003. Pendidikan Menengah dilakukan di Sekolah Menengah Pertama Katolik Sta. Theresia, Kupang pada tahun 2003-2006 dan pada tahun 2006-2008 melanjutkan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Katolik Giovanni, Kupang. Setamat dari SMA, penulis melanjutkan kuliah di Fakultas Farmasi Sanata Dharma pada Tahun 2008.

Selama menempuh kuliah, penulis aktif dalam beberapa kegiatan kemahasiswaan, yaitu panitia dalam Pembekalan Liturgi dan Kepanitiaan Tim Kerja Paskah 2009, panitia Seminar POFASADHA “MEMAHAMI ANAK MUDA” 2009, koordinator sie dana dan usaha dalam Pelepasan Wisuda Fakultas Farmasi “DAN CERITA DIMULAI…” 2010, serta panitia pelantikan apoteker angkatan XX tahun 2011. Selain itu, penulis juga aktif dalam kegiatan akademik dengan menjadi Asisten Dosen Praktikum Kimia Dasar tahun 2009, Kimia Organik tahun 2010, Formulasi Teknologi Sediaan Solid tahun 2012, dan Analisis Kosmetik Farmasi Fisika pada tahun 2012.


Dokumen yang terkait

EFEK PEMBERIAN EKSTRAK n-HEKSANA DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) TERHADAP PENYEMBUHANMIKROSKOPIS LUKA TIKUS DIABETES YANG DIINDUKSI ALOKSAN

3 24 92

Penganrh Salep Ekstrak I)aun Binahong (Anredera cordifulia (Tenore) Steenis) terhadap Pembentukan Jaringan Granulasi pada Luka Bakar Tikus Sprngue dawley (Studi Pendahuluan Lama Paparan Luka Bakar 30 Detik dengan Plat Besi

1 19 89

Uji aktivitas ekstrak Etanol 70% daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) terhadap penurunan kadar asam urat dalam darah tikus putih jantan yang diinduksi dengan Kafeina

1 42 73

Pengaruh pemberian salep ekstrak daun Binahong (anredera cordifolia (tenore) steenis) terhadap re-epitelisasi pada luka bakar tikus sprague dawley : studi pendahuluan lama paparan luka bakar 30 detik dengan plat besi

0 20 70

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN BINAHONG Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) DALAM AIR MINUM TERHADAP PERFORMA BROILER

4 65 58

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL 70% DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) TERHADAP WAKTU PERDARAHAN Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol 70% Daun Binahong (Anredera Cordifolia (Ten.) Steenis) Terhadap Waktu Perdarahan (Bleeding Time) Pada Men

0 3 13

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL 70% DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) TERHADAP WAKTU PERDARAHAN Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol 70% Daun Binahong (Anredera Cordifolia (Ten.) Steenis) Terhadap Waktu Perdarahan (Bleeding Time) Pada Men

0 3 13

UJI AKTIVITAS ANTIKOLESTEROL EKSTRAK ETANOL DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) SECARA IN VITRO

2 4 6

Identifikasi senyawa dalam fraksi IV ekstrak N-Heksana daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) - USD Repository

0 0 167

Identifikasi fraksi I ekstrak n-heksana daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) - USD Repository

0 0 123