Latar Belakang Analisis Hubungan Kinerja Partisipasi dan Manfaat Bagi Anggota Koperasi (Studi Kasus: KUD Puspa Mekar, Kabupaten Bandung Barat)

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Koperasi merupakan salah satu pilar pembangunan ekonomi Indonesia yang berperan dalam pengembangan sektor pertanian. Koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional mempunyai kedudukan dan peran yang sangat strategis dalam menumbuhkan dan mengembangkan potensi ekonomi rakyat. Ketaren 2007 menyatakan bahwa peranan koperasi dalam perekonomian secara makro adalah meningkatkan manfaat sosial dan ekonomi bagi masyarakat dan lingkungan, pemahaman yang mendalam terhadap asas, prinsip, dan tata kerja koperasi, meningkatkan produksi, pendapatan dan kesejahteraan, meningkatkan pemerataan keadilan, dan meningkatkan kesempatan kerja. Pengembangan koperasi dapat dijadikan sebagai sebuah wahana yang efektif bagi anggota untuk saling bekerjasama, membuka akses pasar, modal, informasi, teknologi dengan mengoptimalkan potensi, dan memanfaatkan peluang usaha yang terbuka Nasution 2008. Peran koperasi di Indonesia diperkirakan akan tetap bahkan semakin penting terutama dalam kaitannya untuk menjadi wahana pengembangan ekonomi rakyat Krisnamurthi 1998. Koperasi harus tumbuh menjadi badan usaha dan sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang sehat, tangguh, kuat, dan mandiri yang berfungsi sebagai wadah untuk menggalang ekonomi rakyat Soedjono 1996. Jumlah koperasi yang aktif di Indonesia dari tahun 2004 – 2010 mengalami peningkatan, namun terdapat juga peningkatan koperasi yang tidak aktif. Rata-rata peningkatan koperasi yang tidak aktif lebih besar daripada peningkatan koperasi yang aktif seperti yang terlihat pada Tabel 1. Koperasi yang tidak aktif memiliki kenaikan dengan presentase yang lebih tinggi bahkan dua kali lipatnya dari presentase kenaikan koperasi aktif. Banyaknya koperasi yang tidak aktif dikarenakan koperasi tersebut tidak berhasil melakukan Rapat Anggota Tahunan RAT dan rendahnya partisipasi anggota Jakiyah 2011. Pembentukan koperasi dengan pendekatan top down juga menjadi penyebab banyaknya koperasi tidak aktif dan tidak berjalan pada koridornya Yusdja 2005; Nasution 2008. Koperasi dengan proses pembentukan top down tidak sesuai dengan asas koperasi yang seharusnya dibentuk oleh anggota dari dan untuk anggota bottom up. Peranan anggota sebagai pemilik maupun pengguna jasa belum banyak dirasakan. Masyarakat yang bergabung dengan koperasi bukan atas kesadaran sendiri cenderung tidak bisa menyerap nilai-nilai dasar gerakan koperasi secara utuh. Hal ini akan berdampak terhadap rendahnya tingkat kesediaan anggota untuk berpartisipasi secara penuh pada kegiatan koperasi. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi di Indonesia Tahun 2004 – 2010 Tahun Koperasi Aktif Koperasi Tidak Aktif Unit Kenaikan persen Unit Kenaikan persen 2004 93.402 - 37.328 - 2005 94.818 1,5 40.145 7,5 2006 98.944 4,4 42.382 5,6 2007 104.999 6,1 44.794 5,7 2008 108.930 3,7 46.034 2,8 2009 120.473 10,6 49.938 8,5 2010 175.102 45,8 123.807 147,0 Rata-rata Kenaikan 12,0 29,6 Sumber: Kementerian Negara Koperasi dan UKM 2010 diolah Kendala lain yang menyebabkan tingginya presentase koperasi yang tidak aktif menurut Wijaya 2004 yaitu bersumber pada rendahnya kualitas sumberdaya manusia. Koperasi sebaiknya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang digunakan misalnya dengan pendidikan dan pelatihan Yusdja et al. 2003. Sumberdaya manusia yang dimaksud yaitu pengurus, manajemen, dan anggota koperasi. Kendala tersebut menimbulkan berbagai masalah seperti kekurangmampuan koperasi dalam memanfaatkan peluang usaha, memperluas skala usaha, pangsa pasar, kelemahan dalam bidang organisasi dan manajemen koperasi, keterbatasan koperasi dalam mengakumulasi permodalan dari dalam anggota, dan keterbatasan koperasi dalam menguasai ilmu dan teknologi yang dapat membantu meningkatkan efisiensi dan efektivitas kegiatannya. Perkembangan koperasi di Indonesia tidak hanya dilihat dari jumlah koperasi yang ada, namun dari seluruh indikator yang memperlihatkan perkembangan koperasi yaitu jumlah anggota, modal sendiri, modal dari luar, volume usaha dan Sisa Hasil Usaha SHU koperasi. Perkembangan keragaan koperasi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah anggota koperasi dari tahun 2007 sampai tahun 2011 mengalami rata-rata peningkatan sebesar 1,78 persen. Pertumbuhan modal sendiri mengalami rata-rata peningkatan sebesar 15,51 persen. Modal dari luar mengalami rata-rata peningkatan sebesar 14,62 persen. Volume usaha koperasi mengalami rata-rata peningkatan sebesar 11,37 persen. SHU koperasi mengalami rata-rata peningkatan sebesar 17,28 persen. Tabel 2. Perkembangan Keragaan Koperasi di Indonesia tahun 2007 – 2011 Indikator Satuan 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-rata Peningkatan persen Jumlah Anggota Juta Orang 28,89 27,31 29,24 29,12 30,85 1,78 Modal Sendiri Rp Triliun 20.231,70 22.560,40 28.348,70 30.656,00 35.794,00 15,51 Modal Luar Rp Triliun 23.324,00 27.271,90 31.503,80 31.409,40 39.689,95 14,62 Total Modal Rp Triliun 43.555,70 49.832,30 59.852,50 62.065,40 75.484,23 14,95 Volume Usaha Rp Triliun 63,08 68,45 82,09 77,514 95,06 11,37 SHU Koperasi Rp Triliun 3,47 5,04 5,31 5,65 6,33 17,28 Sumber: Kementerian Negara Koperasi dan UMKM 2011 diolah Penggunaan modal luar memiliki rata-rata peningkatan lebih kecil daripada penggunaan modal sendiri, namun proporsi jumlah modal luar yaitu berjumlah Rp 39.689,95 Triliun, lebih banyak daripada modal sendiri yang berjumlah Rp 35.794 Triliun. Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa koperasi Indonesia tidak sesuai dengan jati diri koperasi yang bukan hanya kumpulan modal namun merupakan kumpulan orang-orang yang menghimpun modal bersama untuk kesejahteraan bersama. Baga 2011 menyatakan bahwa koperasi harus mampu membangun modal sendiri yang seimbang antara modal yang bersumber dari anggota dan modal yang berasal dari non-anggota. Keterlibatan anggota dalam membangun permodalan harus ditingkatkan sehingga tingkat ketergantungan koperasi terhadap modal luar dapat dikurangi. Keterlibatan anggota dalam hal permodalan dapat dilakukan dengan melakukan pembayaran simpanan pokok dan simpanan wajib. Organisasi yang efisien perlu dimiliki oleh koperasi agar dapat berkembang dan memberikan manfaat yang maksimal bagi anggotanya. Kinerja koperasi yang baik sangat diperlukan agar dapat menghasilkan output sesuai dengan kebutuhan anggotanya. K inerja merupakan faktor penting bagi suatu organisasi selain mengetahui kinerja koperasi juga untuk mengetahui keefektifan pengembangan koperasi. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dapat mendorong koperasi untuk terus melakukan perbaikan baik pada kegiatan unit usaha, pelayanan maupun manajemennya. Anggota merupakan kekuatan utama yang dimiliki koperasi. Salah satu ciri khas yang dimiliki anggota koperasi adalah identitas ganda double idendtity. Anggota dalam suatu koperasi berperan sebagai pemilik sekaligus pengguna atau pelanggan. Perbedaan ini terlihat dengan adanya unit usaha ekonomi yang dimiliki dan diawasi bersama secara demokratis dengan tujuan melayani kebutuhan anggota. Anggota akan terus mempertahankan keanggotaannya dan terus mengadakan transaksi dengan perusahaan koperasi apabila mereka memperoleh manfaat. Artinya sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, yaitu memperoleh barang dan jasa yang harganya, mutu, dan syarat-syaratnya lebih menguntungkan daripada yang diperoleh dari pihak lain yang bukan koperasi. Yusdja dan Sayuti 2002 menyatakan bahwa anggota merupakan perhatian utama koperasi, semakin banyak jumlah anggota semakin banyak transaksi yang dilakukan dan meningkatnya modal yang dimiliki koperasi. Program yang dijalankan oleh koperasi sepenuhnya membutuhkan dukungan dari anggota. Manajemen memerlukan berbagai informasi yang berasal dari anggota, khususnya informasi tentang kebutuhan dan kepentingan anggota. Informasi ini mungkin hanya diperoleh jika partisipasi dalam koperasi berjalan dengan baik Hendar Kusnadi 2005. Partisipasi merupakan faktor yang paling penting dalam mendukung keberhasilan atau perkembangan suatu organisasi khususnya koperasi. Melalui partisipasi segala aspek yang berhubungan dengan pelaksanaan kegiatan pencapaian tujuan lebih mudah direalisasikan. Anggota harus mampu dan mau untuk mengontrol manajemen. Partisipasi sering dipandang baik sebagai suatu jalan ke arah pengembangan koperasi atau suatu akhir dari sebuah koperasi. Tanpa partisipasi anggota, kemungkinan rendah atau menurunnya efisiensi dan efektivitas anggota dalam rangka mencapai kinerja koperasi akan lebih besar Roepke 2000. Koperasi yang berhasil adalah koperasi yang mampu meningkatkan kesejahteraan para anggotanya, yaitu koperasi yang mampu mengatasi permasalahan ekonomi yang dihadapi anggotanya dan dituntut untuk mampu memanfaatkan para anggotanya melalui pelayanan yang memuaskan. Kegiatan usaha yang dilaksanakan oleh manajemen koperasi harus dapat dirasakan secara langsung dan tidak langsung oleh anggota sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan anggota melalui pemberian manfaat sosial dan ekonomi. Manfaat sosial dan ekonomi bagi anggota koperasi merupakan motivasi bagi anggota untuk terus bergabung menjadi anggota koperasi. Tanpa manfaat sosial dan ekonomi yang diberikan koperasi, maka koperasi akan sama seperti badan usaha lainnya. Bagian dari gerakan koperasi di Indonesia adalah Koperasi Unit Desa KUD. KUD dibentuk atas dasar kesamaan persepsi dan kebutuhan petani mengenai kemudahan untuk memperoleh sarana dan prasarana produksi pertanian. Kegiatan KUD dilaksanakan berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Pengembangan KUD diarahkan agar dapat memegang peranan utama dalam kegiatan perekonomian masyarakat di pedesaan, khususnya di sektor pertanian, penyaluran bahan kebutuhan pokok masyarakat desa, jasa, industri, dan kerajinan rakyat yang sesuai dengan kemampuan dan keadaan setempat Nasution 2008. KUD Puspa Mekar merupakan koperasi single commodity yang terletak di Kabupaten Bandung Barat yang bergerak pada bidang pemasaran susu sapi. Kabupaten Bandung Barat memiliki populasi sapi perah terbanyak dibandingkan kabupaten lainnya di Jawa Barat yaitu berjumlah 40.818 ekor yaitu sebanyak 29,16 persen Dinas Peternakan Kabupaten Bandung Barat 2011. Pengembangan sapi perah dapat dilakukan melalui pengembangan koperasi. Pengembangan peternakan sapi perah secara tidak langsung akan berdampak pada peningkatan produksi susu nasional. Rusdiana dan Sejati 2009 menyatakan bahwa peningkatan pendapatan peternak dapat dilakukan bila didukung oleh penyediaan bibit sapi perah betina, penyediaan pakan yang berkualitas dan pembinaan peternak secara berkelanjutan. Hal tersebut merupakan salah satu peran dan tanggung jawab koperasi susu. Peranan koperasi susu tidak hanya sebatas pada penampungan dan pemasaran susu produksi peternak, tetapi juga memberdayakan peternak agar mampu memperoleh pendapatan yang memadai. Pembinaan peternak oleh koperasi selama ini telah berjalan namun masih perlu diintensifkan begitu pula dengan KUD Puspa Mekar. Pengembangan peternakan sapi perah melalui pengembangan koperasi yang dilakukan secara efisien dan efektif dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Pengembangan koperasi dapat dilihat dari kinerja koperasi, partisipasi anggota, dan manfaat yang diterima oleh anggota. Mengetahui hubungan antara kinerja koperasi, partisipasi anggota, dan manfaat yang diterima anggota menjadi hal yang penting untuk kemajuan kesejahteraan anggota dan perkembangan koperasi dalam menghadapi persaingan.

1.2. Perumusan Masalah