yaitu memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi terhadap norma baik responden dari perkotaan maupun perdesaan. Untuk ke depannya, responden dari perdesaan
hendaknya lebih dimotivasi untuk memiliki kepedulian yang tinggi pada pertanian pesantren dengan cara mematuhi norma yang telah disepakati bersama. Adapun
hipotesis nihil dan hipotesis alternatifnya adalah sebagai berikut:
H : Tidak terdapat perbedaan tingkat kepatuhan terhadap norma
berdasarkan asal daerah responden H
1
: Terdapat perbedaan tingkat kepatuhan terhadap norma berdasarkan asal daerah responden
Uji chi-square menunjukkan tidak adanya perbedaan tingkat kepatuhan responden terhadap norma berdasarkan asal daerah. Baik responden dengan asal
daerah perkotaan maupun perdesaan memiliki kecenderungan yang tinggi untuk mematuhi norma yang telah disepakati bersama dalam program pertanian
pesantren. Hal ini didasarkan pada nilai signifikansi dan koefisien kontingensi sebesar 0.391 dan 0.109.
7.6 Ikhtisar
Kapital sosial yang meliputi tingkat kepercayaan, kekuatan jejaring, dan kepatuhan terhadap norma dalam program cenderung lebih bekerja terlihat pada
anggota inti pertanian. Santri senior lama tinggal 3-6 tahun cenderung memiliki tingkat kapital sosial lebih tinggi berdasarkan hasil tabulasi silang tetapi tidak
demikian jika diuji dengan chi-square. Motivasi alasan santri masuk pesantren tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan kapital sosial yang
terbangun dalam program pertanian. Latar belakang keluarga santri dari petani cenderung memiliki tingkat kepercayaan lebih tinggi daripada santri dengan latar
belakang keluarga bukan dari petani, tetapi latar belakang keluarga santri bukan dari petani memiliki tingkat kekuatan jejaring dan kepatuhan norma yang
cenderung lebih tinggi daripada santri dengan latar belakang keluarga dari petani. selain itu, santri yang berasal dari perkotaan cenderung memiliki tingkat kapital
sosial yang lebih tinggi daripada yang berasal dari perdesaan. Namun demikian, analisis ini adalah hasil tabulasi silang bukan dari uji chi-square, yang
menunjukkan tidak terdapat hubungan antara karakteristik santri dengan tingkat kapital sosial yang terbangun dalam program pertanian pesantren.
BAB VIII HUBUNGAN KAPITAL SOSIAL DENGAN TINGKAT PARTSIPASI
SANTRI DALAM PERTANIAN PESANTREN
8.1 Tingkat Partisipasi Responden dalam Program Pertanian PPANI
Konsep partisipasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep partisipasi Sherry Arnstein 1969 yang lebih dikenal dengan istilah ”Delapan
Tangga Partisipasi Arnstein”. Konsep ini membagi derajat partisipasi ke dalam tiga golongan besar. Pertama adalah derajat terbawah, yaitu derajat
nonparticipation manipulation dan therapy , derajat menengah atau derajat semu
yaitu derajat degrees of tokenism information, consultation, dan placation, dan yang terakhir adalah derajat tertinggi yaitu degrees of citizen power partnership,
delegated power, dan citizen control .
Sebagaimana yang telah disebutkan dalam Bab V pada Tabel 5.6.1, seluruh responden dengan status keanggotaan sebagai bagian inti pertanian
memiliki tingkat partisipasi yang tinggi dalam program. Sedangkan responden dari bagian non inti terdapat 6.25 persen yang memiliki tingkat partisipasi sedang
dalam program. Berikut akan disajikan tabel distribusi tingkat partisipasi santri dalam program pertanian pesantren sesuai dengan delapan tangga partisipasi
Arnstein
11
.
11
Tabel yang disajikan adalah tabel distribusi tingkat partisipasi anggota pertanian secara keseluruhan karena tingkat partisipasi berdasarkan status keanggotaan dalam program telah
terdapata pada bab sebelumnya bab v.