Uji Besar Pengaruh Perlakuan Analisis Lebih Lanjut 1. Perhitungan Persentase Peningkatan Rerata Skor Pretest-Posttest I

86

4.1.3.4 Uji Besar Pengaruh Perlakuan

Uji besar pengaruh perlakuan dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penerapan metode inkuiri terhadap kemampuan menganalisis. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa data terdistribusi dengan normal, maka digunakan rumus koefisien korelasi Pearson untuk data normal Field, 2009: 57 179. Penghitungan mengambil t dari uji signifikansi pengaruh perlakuan dengan Independent samples t-test. Hasil perhitungan uji besar pengaruh perlakuan pada kemampuan menganalisis dapat dilihat pada tabel di bawah ini lengkapnya lihat Lampiran 4.6. Tabel 4.15 Hasil Uji Besar Pengaruh Perlakuan Kemampuan Menganalisis Variabel t t 2 df r effect size R 2 Efek Menganalisis -4,21 17,69 70 0,45 0,201 20,18 menengah Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan pada kemampuan menganalisis pada kedua kelompok. Tabel perhitungan besarnya pengaruh di atas menunjukkan besarnya r = 0,45 yang setara dengan koefisien korelasi yaitu efek menengah. Artinya, metode inkuiri memberikan pengaruh efek menengah terhadap kemampuan menganalisis dengan harga r = 0,45 atau setara dengan 20,18.

4.1.3.5 Analisis Lebih Lanjut 1. Perhitungan Persentase Peningkatan Rerata Skor Pretest-Posttest I

Perhitungan persentase peningkatan rerata skor pretest ke posttest I dilakukan untuk mengetahui seberapa besar persentase pengaruh penerapan metode inkuiri dan metode ceramah terhadap kemampuan menganalisis. Perhitungan persentase peningkatan rerata skor pretest ke posttest I dihitung menggunakan mean skor posttest I dan pretest yang dilihat pada tabel output normalitas One Sample Kolmogorov-Smirnov test. Penghitungan dilakukan secara bergantian antara kedua kelompok. Berikut merupakan tabel hasil perhitungan persentase peningkatan rerata pretest-posttest I untuk variabel menganalisis pada kelompok kontrol dan eksperimen lengkapnya lihat Lampiran 4.7. 87 Tabel 4.16 Hasil Perhitungan Persentase Peningkatan Rerata Pretest-Postest I No Kelompok Rerata Persentase Peningkatan Pretest Posttest I 1 Kontrol 1,36 2,55 87 2 Eksperimen 1,24 3,57 188 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa persentase peningkatan skor rerata pretest-posttest I kelompok kontrol sebesar 87, sedangkan kelompok eksperimen sebesar 188. Kesimpulan selanjutnya yang dapat ditarik adalah persentase peningkatan skor rerata pretest-posttest I kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Tabel di atas juga menunjukkan bahwa ada perbedaan antara skor pretest- posttest I, baik pada kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen. Selisih skor pretest-posttest I yang dominan dari kelompok kontrol dan kelompok eksperimen pada kemampuan menganalisis dapat dilihat pada grafik di bawah ini lengkapnya lihat Lampiran 4.7. Gambar 4.5 Grafik Selisih Skor Pretest-Posttest I Gain Score Kemampuan Menganalisis. Grafik di atas menunjukkan bahwa untuk frekuensi yang paling besar pada kelompok kontrol nilai gainnya lebih kecil dibandingkan dengan kelompok eksperimen. Hal ini berarti selisih skor pretest-posttest I yang dominan pada kemampuan menganalisis kelompok eksperimen nilainya lebih besar dibandingkan selisih pretest-posttest I kelompok kontrol. Grafik di atas 1 2 3 4 5 6 7 -1.5 -1 -0.5 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 Fr e ku e n si Gain Score Kontrol Eksperimen 88 menunjukkan nilai gain tertinggi adalah 4, sedangkan nilai gain terendah adalah - 1. Persentase kemunculan gain score diambil 50 rentang nilai gain terendah ke tertinggi yaitu 1,5. Persentase kemunculan gain score pada kelompok kontrol yaitu sebesar 38,89. Sedangkan pada kelompok eksperimen kemunculan gain score 50 nya sebesar 75. Selisih persentase kemunculan gain score antara kelompok kontrol dan eksperimen adalah 36,11. Artinya, kelompok eksperimen diuntungkan 36,11 dari penerapan metode inkuiri. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah siswa yang nilainya meningkat dalam kemampuan menganalisis pada kelompok eksperimen setelah mendapatkan perlakuan menggunakan metode inkuiri lebih banyak dibandingkan dengan kelompok kontrol yang menggunakan metode tradisionalceramah.

2. Uji Signifikansi Peningkatan Rerata Pretest-Posttest I

Uji signifikansi peningkatan rerata skor pretest ke posttest I bertujuan untuk mengetahui apakah ada peningkatan yang signifikan antara skor pretest dan posttest I pada kemampuan menganalisis baik pada kelompok kontrol maupun eksperimen. Uji signifikansi peningkatan skor pretest ke posttest I menggunakan statistik non-parametrik Wilcoxon test karena data pretest yang diuji terdistribusi tidak normal Field, 2009: 558. Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95. Kriteria yang digunakan untuk menolak H null adalah Sig. 2-tailed 0,05 Field, 2009: 558. Artinya, jika harga Sig.2-tailed 0,05 maka H null ditolak, dan juga sebaliknya. Hasil uji signifikansi peningkatan rerata skor pretest-posttest I pada variabel menganalisis pada kelompok kontrol maupun eksperimen dapat dilihat pada tabel berikut ini lengkapnya lihat Lampiran 4.8. Tabel 4.17 Hasil Uji Signifikansi Peningkatan Rerata Skor Pretest-Posttest I Kemampuan Menganalisis. Kelompok Sig.2-tailed Keterangan Kontrol 0,000 Ada perbedaan Eksperimen 0,000 Ada perbedaan Pada kemampuan menganalisis, kelompok eksperimen memiliki signifikansi peningkatan lebih tinggi Mdn = 1,00 pada pretest dan Mdn = 4,00 pada posttest I. Sedangkan kelompok kontrol memiliki signifikansi yang lebih rendah Mdn = 1,00 pada pretest dan Mdn = 2,67 pada posttest I. Berdasarkan 89 tabel di atas, hasil uji signifikansi peningkatan skor pretest ke posttest I untuk kemampuan menganalisis pada kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen menunjukkan harga Sig. 2-tailed yang sama sebesar 0,000 p 0,05, maka H null ditolak dan H i diterima. Hal ini berarti bahwa ada perbedaan yang signifikan antara skor pretest dan posttest I untuk kemampuan menganalisis pada kelompok kontrol maupun eksperimen. Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa; 1 terdapat peningkatan skor yang signifikan dari skor pretest ke posttest I kemampuan menganalisis pada kelompok kontrol, dan 2 terdapat peningkatan skor yang signifikan dari skor pretest ke posttest I kemampuan menganalisis pada kelompok eksperimen. Harga sig.2-tailed pada kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen menunjukkan bahwa terdapat peningkatan yang signifikan pada kemampuan menganalisis. Hasil persentase peningkatan kemampuan menganalisis pada kelompok kontrol dan eksperimen dapat dilihat pada tabel berikut lengkapnya lihat Lampiran 4.8. Tabel 4.18 Hasil Persentase Signifikansi Peningkatan Kemampuan Menganalisis Kelompok z N r effect size R 2 Efek Kontrol 4,503 72 8,485 0,53 0,28 28,16 Besar Eksperimen 5,117 72 8,485 0,60 0,36 36,37 Besar Data di atas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada kemampuan menganalisis di kelompok kontrol maupun eksperimen. Peningkatan kemampuan menganalisis pada kelompok kontrol sebesar 28,16 dari r = -0,53 dengan koefisien korelasi yaitu efek besar, sedangkan peningkatan kemampuan menganalisis pada kelompok eksperimen sebesar 36,37 dari r = -0,60 dengan koefisien korelasi yaitu efek besar.

3. Uji Korelasi antara Rerata Pretest dan Posttest I

Uji korelasi antara rerata pretest dan posttest I bertujuan untuk mengetahui hubungankorelasi antara hasil rerata skor pretest dan posttest I pada kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen terhadap kemampuan menganalisis. Uji korelasi antara rerata pretest dan posttest I menggunakan uji statistik Pearson Product-moment Corelation Coefficient dan Sperman’s rho Field, 2009: 175. 90 Data rerata skor pretest pada kelompok kontrol maupun eksperimen terdistribusi tidak normal, maka uji statistiknya menggunakan statistik non-parametrik Spearman’s correlation coefficient Field, 2009: 179. Kriteria yang digunakan untuk menolak H null dari hasil uji statistik Spearman’s correlation coefficient adalah jika harga Sig. 2-tailed 0,05 Field, 2009: 181. Hal itu berarti ada hubungan yang positif dan signifikan antara hasil rerata pretest dan posttest I. Hasil uji korelasi antara rerata pretest dan posttest I pada kelompok kontrol dan eksperimen untuk kemampuan menganalisis dapat dilihat pada tabel di bawah ini lengkapnya lihat Lampiran 4.9. Tabel 4.19 Hasil Uji Korelasi antara Rerata Pretest dan Posttest I Kemampuan Menganalisis No Kelompok Spearman Correlation Sig.2 tailed Keterangan 1 Kontrol 0,138 0,423 Tidak ada perbedaan 2 Eksperimen -0,074 0,669 Tidak ada perbedaan Tabel di atas menunjukkan hasil uji korelasi antara rerata pretest dan posttest I kemampuan menganalisis. Kelompok kontrol menunjukkan Spearman correlation sebesar 0,138 dan Sig. 2-tailed sebesar 0,423 Hal tersebut menunjukkan bahwa harga Sig. 2-tailed 0,05 yang berarti bahwa H i ditolak dan H null diterima. Artinya, tidak ada perbedaan atau tidak ada hubungan yang signifikan antara rerata pretest dan posttest I kemampuan menganalisis pada kelompok kontrol. Hasil Spearman correlation kelompok kontrol menunjukkan nilai yang positif. Nilai positif Spearman correlation menunjukkan bahwa apabila rerata skor siswa ketika pretest rendah, maka rerata skor pada posttest I juga rendah. Begitu pula sebaliknya, apabila skor rerata siswa saat pretest tinggi, maka skor rerata posttest I-nyapun juga tinggi. Kesimpulan yang dapat ditarik yaitu tidak ada hubungan yang signifikan antara rerata skor pretest dan posttest I. Hasil uji korelasi antara rerata pretest dan posttest I kemampuan menganalisis pada kelompok eksperimen menunjukkan Spearman correlation sebesar -0,074 dan Sig. 2-tailed sebesar 0,669. Data tersebut menunjukkan bahwa harga Sig. 2-tailed 0,05 yang berarti bahwa H i ditolak dan H null diterima. Artinya, tidak ada perbedaan atau tidak ada hubungan yang signifikan antara rerata pretest dan posttest I kemampuan menganalisis pada kelompok eksperimen. Hasil Spearman correlation kelompok eksperimen menunjukkan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 91 bahwa nilainya negatif. Nilai negatif Spearman correlation menunjukkan bahwa apabila rerata skor siswa ketika pretest rendah maka rerata skor pada posttest belum tentu rendah, nilainya bisa tinggi. Sebaliknya, apabila skor rerata siswa saat pretest tinggi, maka belum tentu skor rerata posttest I-nya juga tinggi, bahkan nilainya juga bisa rendah. Kesimpulan yang dapat ditarik yaitu tidak ada hubungan yang signifikan antara rerata skor pretest dan posttest I.

4. Uji Retensi Pengaruh Perlakuan

Uji retensi pengaruh perlakuan posttest I ke posttest II dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah ada peningkatan skor yang signifikan dari posttest I ke posttest II baik pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Uji retensi pengaruh perlakuan ini dilakukan menggunakan statistik parametrik Paired samples t-test karena data yang diuji adalah data normal dan dalam kelompok yang sama Field, 2009: 325. Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95. Kriteria yang digunakan untuk menolak H null adalah Sig. 2-tailed 0,05 Field, 2009: 53. Hasil uji retensi pengaruh perlakuan terhadap kemampuan menganalisis dapat dilihat pada tabel berikut lengkapnya lihat Lampiran 4.10. Tabel 4.20 Hasil Uji Retensi Pengaruh Perlakuan Kemampuan Menganalisis Kelompok Rerata Peningkatan Sig. 2- tailed Keterangan Post I Post II Kontrol 2,55 2,31 -9,41 0,141 Tidak ada perbedaan Eksperimen 3,57 2,93 -17,93 0,001 Ada perbedaan Data menunjukkan bahwa nilai rerata kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol yaitu M = -0,64 ; SD = 1,02 ; SE = 0,17; t = -3,76 ; n = 36; dan df = 35, sedangkan hasil skor pada kelompok kontrol yaitu M = -0,24 ; SD = 0,96 ; SE = 0,16; t = -1,51 ; n = 36; dan df = 35. Hasil uji retensi pengaruh perlakuan skor posttest I ke posttest II kemampuan menganalisis pada kelompok kontrol menunjukkan harga Sig. 2-tailed sebesar 0,141 p 0,05, maka H null diterima dan H i ditolak. Maka dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara skor posttest I dan posttest II untuk kemampuan menganalisis pada kelompok kontrol. Kesimpulannya dapat dikatakan bahwa tidak terjadi penurunan skor yang tidak signifikan dari posttest I ke posttest II kemampuan menganalisis kelompok kontrol. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 92 Harga Sig. 2-tailed kemampuan menganalisis pada kelompok eksperimen adalah 0,001 p 0,05, maka H null ditolak dan H i diterima. Artinya ada perbedaan yang signifikan antara posttest I dan posttest II kemampuan menganalisis pada kelompok eksperimen. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah terjadi penurunan skor yang signifikan dari skor posttest I ke posttest II kemampuan menganalisis pada kelompok eksperimen. Kelompok eksperimen mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini dapat dilihat pada persentase peningkatan kelompok eksperimen sebesar -17, 93, sedangkan untuk kelompok kontrol mengalami persentase peningkatan skor sebesar -9,41. Perolehan skor secara keseluruhan dari pretest, posttest I, dan posttest II untuk kemampuan menganalisis pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dapat dilihat pada grafik berikut lengkapnya lihat Lampiran 4.10. Gambar 4.6 Grafik Perbandingan Rerata Pretest, Posttest I, dan Posttest II Kemampuan Menganalisis.

5. Analisis Elemen Kualitatif

Analisis dampak pengaruh perlakuan dalam penelitian ini dilakukan oleh peneliti menggunakan dua teknik pengumpulan data. Kedua teknik pengumpulan data tersebut adalah test dan non-test. Teknik test merupakan teknik utama penelitian ini, seperti yang sudah dilakukan teknik test dilakukan tiga kali yaitu 1.36 2.55 2.31 1.24 3.57 2.93 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 Pretest Posttest1 Posttest2 M e a n Perbandingan Rerata Pretest,Posttest I, dan Posttest II Kelompok Kontrol Kelompok Eksperimen 93 pretest, posttest I, dan posttest II. Teknik non-test dilakukan dengan triangulasi untuk melihat dampak perlakuan dari sudut pandang yang berbeda. Triangulasi dalam penelitian ini dilakukan sebagai metode kualitatif sederhana untuk melengkapi penelitian kuantitatif ini. Triangulasi dalam penelitian ini yaitu wawancara pada guru, wawancara pada siswa, dan observasi pelaksanaan pembelajaran oleh peneliti, serta dilengkapi dengan dokumentasi foto-foto kegiatan pembelajaran. Observasi yang dilakukan oleh peneliti dilakukan selama pelaksanaan pembelajaran pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen. Observasi pembelajaran di kelas kontrol dilakukan pada hari Senin, 14 September 2015. Peneliti melihat bahwa pembelajaran di kelas kontrol ini diawali dengan siswa yang aktif dan bersemangat. Siswa terlihat sangat aktif dan bersemangat melakukan tanya jawab dengan guru. Mereka juga terlihat tenang dan memperhatikan apa yang dijelaskan oleh guru. Namun, pada pertengahan pembelajaran sudah berlangsung, sebagian besar siswa terlihat kurang memperhatikan guru. Mereka terlihat ramai, mengobrol satu sama lain, dan tidak memperhatikan guru. Banyak siswa yang terlihat mengantuk dan bosan di pertengahan dan akhir pembelajaran. Meskipun demikian, masih ada beberapa siswa yang tetap memperhatikan penjelasan guru. Observasi pembelajaran di kelas eksperimen dilakukan pada hari Rabu dan Kamis, 16-17 September 2015. Siswa terlihat aktif dan senang selama pembelajaran berlangsung. Siswa terlihat tenang dan senang saat melihat tayangan video mengenai sumber listrik yang diputarkan oleh guru. Siswa sangat berantusias ketika guru menjelaskan bahwa mereka akan melakukan percobaan membuat rangkaian listrik. Selanjutnya, siswa aktif melakukan percobaan merangkai-rangkai alat-alat listrik yang sudah disediakan bersama dengan kelompoknya masing-masing. Siswa aktif melakukan komunikasi antar teman maupun dalam guru untuk berdiskusi bersama. Belum sampai lima menit percobaan berlangsung, ada salah satu siswa yang berteriak “Ye, punyaku udah jadi, lampunya hidup” Komunikasi Pribadi, 16 September 2015. Siswa lainnya pun menoleh dan terkejut karena secepat itu dia berhasil. Namun, ternyata siswa tersebut baru berhasil menyalakan 1 lampu dan belum merupakan rangkaian PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 94 listrik seri. Selanjutnya setiap kelompok kembali melanjutkan percobaan dengan berhati-hati, karena apabila pada satu rangkaian listrik ada sambungannya yang salah maka lampunya bisa mati. Setiap kelompok yang sudah berhasil membuat rangkaian listrik baik pada hari pertama dan kedua penelitian mereka terlihat sangat senang dan puas. Setiap mereka berhasil membuat rangkaian listrik, setiap kelompok berteriak “Hore, sudah berhasil” sambil mengangkat tangan dan bertepuk tangan Komunikasi Pribadi, 16 September 2015. Tidak hanya ketika melakukan percobaan, secara keseluruhan siswa-siswa pada kelompok eksperimen ini terlihat aktif selama kegiatan menarik kesimpulan, presentasi di depan kelas, dan sampai akhir pembelajaran. Peneliti juga melakukan wawancara terhadap kelompok kontrol maupun eksperimen sebelum dan sesudah diberikan perlakuan dalam pembelajaran. Wawancara dilakukan dengan maksud untuk mengetahui bagaimana kemampuan kognitif siswa sebelum dan sesudah mendapatkan perlakuan. Peneliti melakukan wawancara terhadap tiga orang siswa pada masing-masing kelompok. Hasil wawancara selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.12. Wawancara pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa tidak semua siswa dapat memahami materi dengan baik. Hal tersebut ditunjukkan pada ungkapkan oleh seorang siswa ketika ditanya “Apakah kamu mengalami kesulitan setelah belajar mengenai listrik?” dan dia mengatakan bahwa ada kesulitan karena masih ada beberapa hal yang tidak jelas W2 SK3 B3. Ketika siswa ditanya saat mengerjakan soal nomor 3 menguji kemampuan mengaplikasi siswa merasa sedikit kesulitan mengerjakannya karena susah menjawabnya dan rumit untuk menggambarkan rangkaian listrik W2 SK3 B11. Selanjtnya ketika siswa tersebut ditanya saat mengerjakan soal nomor 4 menguji kemampuan menganalisis dia mengatakan bahwa dia merasa susah karena harus mencoba langsung pada rangkaiannya W2 SK3 B15. Wawancara pada kelompok eksperimen juga dilakukan terhadap tiga orang siswa. Metode inkuiri sangat membantu siswa dalam memahami materi tentang listrik. Siswa pertama mengatakan bahwa inkuiri sangat membantu karena ada prakteknya sehingga mereka dapat mencoba-coba dalam membuat rangkaian listrik sampai benar-benar paham W2 SE1 B3. Siswa kedua mengatakan bahwa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 95 inkuiri membuatnya lebih paham karena ada prakteknya W2 SE2 B3. Siswa ketiga menjawab dia merasa bahwa dia bisa lebih jelas dalam memahami materi kalau ada prakteknya W2 SE3 B3. Peneliti juga melakukan wawancara kepada siswa untuk mengetahui tanggapan mereka mengenai pembelajaran dengan menggunakan metode inkuiri. Siswa pertama mengatakan bahwa metode inkuiri dapat membantu menambah pengetahuan karena dalam inkuiri ada percobaannya dan belajar membuat laporan hasil percobaan W2 SE1 B18. Siswa kedua mengungkapkan bahwa dengan metode inkuiri membantunya cepat bisa dalam membuat rangkaian listrik W2 SE2 B16. Penerapan metode inkuiri membuat siswa lebih merasa senang, seperti pada ungkapan siswa ketiga yang menyatakan bahwa inkuiri menyenangkan karena mereka dapat praktek dalam membuat rangkaian listrik sehingga bisa lebih memahaminya W2 SE3 B16. Wawancara juga dilakukan untuk mengetahui kemampuan mengaplikasi dan menganalisis siswa setelah mendapatkan pembelajaran menggunakan metode inkuiri. Siswa pada kelompok eksperimen lebih bisa menggambarkan rangkaian listrik pada soal nomor 3, sehingga kemampuan mengaplikasinya bertambah sesuai ungkapan salah satu siswa bahwa dia dapat dengan mudah mengerjakan soal nomor 3 karena sudah pernah dipelajari ketika pembelajaran dan dia juga belajar dari buku-buku IPA lainnya W2 SE1 B22. Sedangkan pada kemampuan menganalisis sebagian besar siswa di kelompok eksperimen ini juga meningkat, seperti pada ungkapan siswa pertama yang mengatakan bahwa dia bisa mengerjakannya karena sudah pernah dipraktekkan dalam pembelajaran kemarin W2 SE1 B27, dan siswa kedua juga mengatakan bahwa dia bisa mengerjakan karena sudah tahu dan hafal ciri-cirinya W2 SE2 B24. Namun siswa ketiga menyatakan bahwa dia masih sedikit kesulitan karena bingung dan agak rumit W2 SE3 B24. Pertanyaan wawancara juga dilakukan untuk mengetahui bagaimana pemahaman siswa setelah posttest II. Setelah posttest II menunjukkan beberapa tanggapan siswa yang berbeda ada yang dapat mengerjakan posttest II dengan lancar sehingga kemampuan mengaplikasi dan menganalisisnya masih bertahan lama, namun ada juga yang sudah menurun. Siswa yang kedua kemampuannya 96 tersebut masih bertahan mengungkapkan bahwa ia lumayan mudah dalam mengerjakan posttest II karena masih ingat dari percobaan yang dilakukan sat pembelajaran, dan dia juga sering membaca dari buku-buku IPA sehingga agak hafal dengan jawabannya W2 SE1 B34. Sedangkan siswa kedua mengungkapkan bahwa dia merasa bingung karena sudah agak lupa dan tidak mempelajarinya lagi W2 SE2 B31. Siswa ketiga mengungkapkan bahwa dia merasa kesulitan karena sudah agak lupa W2 SE3 B32. Maka, penerapan metode inkuiri ini tidak berpengaruh kuat dalam waktu yang lama kepada beberapa siswa. Sebagian siswa pada kelompok eksperimen ini mengeluh ketika mengerjakan posttest II, sehingga mereka kurang serius dalam mengerjakannya. Beberapa siswa mengatakan “Ah, kok suruh ngerjain lagi”, “Masa soalnya diulang-ulang”, “Males ngerjainnya”, dan lain-lain komunikasi pribadi, 09 Oktober 2015. Wawancara terhadap guru dilakukan pada hari Sabtu, 24 Oktober 2015. Berdasarkan hasil wawancara, Guru mengutarakan bahwa siswa akan aktif ketika menggunakan metode percobaan. Pendapat beliau mengenai penerapan pembelajaran menggunakan metode inkuiri lebih mudah atau efektif ditangkap oleh siswa. Pembelajaran dengan metode inkuiri juga membuat antusias belajar siswa lebih tinggi W1 G B14. Lalu beliau mengungkapkan bahwa metode inkuiri ini sesuai dengan pembelajaran IPA di kurikulum 2013. Beliau mengungkapkan bahwa dengan inkuiri siswa aktif melakukan percobaan dan belajar membuat rumusan masalah serta hipotesis. Siswa jarang membuat rumusan masalah dan hipotesis apabila dengan pembelajaran seperti bisasanya. Inkuiri juga menerapkan 5M dalam Kurikulum 2013, yaitu Mengamati, Menanya, Menalar, Mencoba, dan Mengkomunikasikan W2 G B3. Berdasarkan pembelajaran yang telah beliau lakukan di kelas eksperimen, beliau juga memberi saran untuk pembelajaran inkuiri mengenai listrik agar menyediakan cadangan lampu yang lebih banyak karena dalam percobaan rangkaian listrik itu siswa mencoba sendiri dan sering terjadi kesalahan yang menyebabkan lampu putus. Kurikulum 2013 menekankan siswa menemukan sendiri, sehingga resikonya lampunya akan banyak yang putus karena dicoba-coba oleh siswa W2 G B11. Selain itu beliau juga mengungkapkan bahwa untuk kemampuan mengaplikasi yang menjadi variabel penelitian ini cukup meningkat bagi sebagian besar siswa. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 97 Beliau mengungkapkan bahwa banyak siswa yang dapat membuat rangkaian listrik sendiri, dan banyak dari mereka yang juga bisa menggambarkan rangkaian listrik dengan benar. Karena di kelas eksperimen siswa memiliki banyak kesempatan untuk berlatih membuat rangkaian listrik. Jadi untuk kemampuan mengaplikasi siswa berdasarkan percobaan-percobaan yang telah lakukan menurut beliau sudah cukup meningkat W2 G B19. Sedangkan menurut beliau untuk kemampuan menganalisis, sudah cukup meningkat untuk beberapa siswa. Meskipun demikian, tidak untuk semua siswa karena kemampuan setiap siswa tidak sama W2 G B27.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pengaruh Metode Inkuiri terhadap Kemampuan Mengaplikasi

Hipotesis I dalam penelitian ini adalah penerapan metode inkuiri berpengaruh terhadap kemampuan mengaplikasi pada mata pelajaran IPA materi listrik kelas V SD Negeri Cebongan semester gasal tahun ajaran 20152016. Hasil analisis data menunjukkan hasil penelitian mengafirmasi hipotesis I. Hasil analisis data menunjukkan bahwa penerapan metode inkuiri pada pembelajaran berpengaruh terhadap kemampuan mengaplikasi. Hal tersebut dibuktikan dengan harga Sig. 2-tailed sebesar 0,000 p 0,05, maka H null ditolak dan H i diterima. Artinya, ada perbedaan yang signifikan antara rerata selisih skor pretest dan posttest I pada kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah penerapan metode inkuiri berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan mengaplikasi. Pengaruh penerapan metode inkuiri terhadap kemampuan mengaplikasi sebesar 60,8 dengan harga r = 0,78 dengan kriteria pengaruh besar. Dalam hal ini metode inkuiri memberikan pengaruh sebesar 60,8, sedangkan 39,2 nya berada di luar pengaruh penerapan metode inkuiri yaitu pengaruh dari variabel lain di luar variabel yang diteliti KasmadiSunariah, 2013: 151. Pengaruh perlakuan pada masing-masing kelompok terhadap kemampuan mengaplikasi yaitu 1 Pengaruh penerapan metode tradisionalceramah pada kelompok kontrol sebesar 28,78 atau r = -0,54, dan 2 Pengaruh penerapan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dokumen yang terkait

Pengaruh penerapan metode inkuiri terhadap kemampuan mengingat dan memahami mata pelajaran IPA siswa kelas V SD Negeri Cebongan Yogyakarta.

0 1 2

Pengaruh penerapan metode inkuiri terhadap kemampuan mengaplikasi dan menganalisis pada mata pelajaran IPA kelas V SD Kanisius Sorowajan Yogyakarta.

0 3 175

Pengaruh penerapan metode inkuiri terhadap kemampuan mengaplikasi dan menganalisis pada mata pelajaran IPA kelas V SD BOPKRI Gondolayu Yogyakarta.

0 2 198

Pengaruh penerapan metode inkuiri terhadap kemampuan mengevaluasi dan mencipta pada mata pelajaran IPA kelas V SD Negeri Cebongan Yogyakarta.

2 26 214

Pengaruh penggunaan metode Inkuiri terhadap kemampuan mengaplikasi dan menganalisis pada mata pelajaran IPA siswa kelas V SDN Tamanan I Yogyakarta.

0 1 173

Pengaruh penggunaan metode inkuiri terhadap kemampuan mengaplikasi dan menganalisis mata pelajaran IPA kelas V SD Kanisius Sengkan Yogyakarta.

0 2 151

Pengaruh penggunaan metode inkuiri terhadap kemampuan mengaplikasi dan menganalisis pada mata pelajaran IPA kelas V SD Kanisius Sorowajan Yogyakarta.

0 1 170

Pengaruh penggunaan metode inkuiri terhadap kemampuan mengaplikasi dan menganalisis pada mata pelajaran IPA SD Kanisius Kalasan Yogyakarta.

0 1 143

Pengaruh penggunaan metode inkuiri terhadap kemampuan mengaplikasi dan menganalisis mata pelajaran IPA kelas V SD Kanisius Sengkan Yogyakarta

0 0 149

Pengaruh penggunaan metode inkuiri terhadap kemampuan mengaplikasi dan menganalisis pada mata pelajaran IPA kelas V SD Kanisius Sorowajan Yogyakarta - USD Repository

0 0 168